Penerapan Kehendak Tuhan

Pdt. DR. Stephen Tong.

MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH

BAB XII : Penerapan Kehendak Tuhan
Penerapan Kehendak Tuhan
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya. Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya. Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar. Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku.” (Mazmur 19:2-15)
--
“Datanglah Allah kepada Bileam pada waktu malam serta berfirman kepadanya: "Jikalau orang-orang itu memang sudah datang untuk memanggil engkau, bangunlah, pergilah bersama-sama dengan mereka, tetapi hanya apa yang akan Kufirmankan kepadamu harus kaulakukan." Lalu bangunlah Bileam pada waktu pagi, dipelanainyalah keledainya yang betina, dan pergi bersama-sama dengan pemuka-pemuka Moab. Tetapi bangkitlah murka Allah ketika ia pergi, dan berdirilah Malaikat TUHAN di jalan sebagai lawannya. Bileam mengendarai keledainya yang betina dan dua orang bujangnya ada bersama-sama dengan dia.” (Bilangan 22:20-22)
--
“Marilah kita maju menyerang Yehuda dan menakut-nakutinya serta merebutnya, kemudian mengangkat anak Tabeel sebagai raja di tengah-tengahnya, maka beginilah firman Tuhan ALLAH: Tidak akan sampai hal itu, dan tidak akan terjadi, sebab Damsyik ialah ibu kota Aram, dan Rezin ialah kepala Damsyik. Dalam enam puluh lima tahun Efraim akan pecah, tidak menjadi bangsa lagi. Dan Samaria ialah ibu kota Efraim, dan anak Remalya ialah kepala Samaria. Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya." TUHAN melanjutkan firman-Nya kepada Ahas, kata-Nya: "Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas." Tetapi Ahas menjawab: "Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai TUHAN." Lalu berkatalah nabi Yesaya: "Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yesaya 7:6-14)
----------------------------------------
Apakah setiap orang yang sudah mengenal kehendak Allah dengan sendirinya bisa melakukan kehendak Allah? Apakah setiap orang yang sungguh mengenal kehendak Allah dengan sendirinya mampu melaksanakan kehendak Allah di dalam kehidupannya? Bukankah ini menjadi masalah dalam kehidupan kita? Di satu pihak kita rindu mengenal kehendak Allah, mengerti pimpinan Tuhan dan sungguh-sungguh mengenal kebenaran Tuhan, tetapi dilain pihak, kita sering tidak sungguh-sungguh setia melaksanakannya.

Bukan hanya itu saja. Pada saat kita ingin melaksanakan kehendak Tuhan, yang kita dapati sering kali justru banyak kegagalan dan bukannya keberhasilan. Kita sering gagal dan bukannya taat melaksanakan kehendak Tuhan. Pada bab ini kita akan menelaah berdasarkan Firman Tuhan, hal-hal apakah yang sering kali membuat kita gagal untuk melaksanakan kehendak Tuhan, meskipun kita sudah mengerti kehendak Tuhan itu? Mengapa sekalipun kita sudah mengenal Firman Tuhan, kita tetap tidak melaksanakan Firman Tuhan dalam hidup kita?

1. Gagal Mengenal Zaman Kita

Sekarang kita akan melihat satu aspek yang menjadi penyebab mengapa kita sering kali tidak bisa melaksanakan kehendak Tuhan. Jadi, pertanyaan di atas lebih dipersempit lagi menjadi : Bagaimanakah kita dapat menerapkan Firman Tuhan? Waktu kita ingin menerapkan Firman Tuhan, waktu kita mau menaati kehendak Tuhan, ada satu hal yang juga perlu kita perhatikan, yaitu kita harus mengetahui akan dunia di mana Tuhan menempatkan kita.

Jikalau kita mengenal kehendak Tuhan, tetapi tidak jelas mengenal dunia di mana kita ditempatkan, atau kalau kita mengenal Firman Tuhan, tetapi tidak tahu dunia dan situasinya, maka kita akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kehendak Tuhan. Itulah sebabnya kalau kita ingin sungguh-sungguh melaksanakan kehendak Tuhan dan menaati Firman Tuhan, kita harus mengenal apa yang Tuhan sudah kerjakan dalam alam semesta, situasi di mana Tuhan menempatkan kita, sebab tanpa itu kita tidak akan dapat melaksanakan kehendak Tuhan.

2. Gagal Mengaitkan Wahyu Umum dan Wahyu Khusus

Firman Tuhan diberikan kepada kita untuk diaplikasikan atau diterapkan dan ditaati. Itulah sebabnya kita bukan saja harus mengenal Firman Tuhan, tetapi juga harus mengenal situasi dan dunia di mana kita berada. Itulah yang ditegaskan dalam Mazmur 19. Langit dan bumi menceritakan kemuliaan Tuhan, menyatakan kebesaran Allah. Dalam kategori ini kita melihat wahyu umum dari Allah.

Kalau kita hanya mengenal wahyu khusus tetapi kita tidak mengenal wahyu umum dengan tuntas, maka kita akan sulit melaksanakan Firman Tuhan. Jika kita hanya mengenal wahyu umum tetapi tidak mengerti wahyu khusus, maka kita tidak akan bisa mengerti wahyu umum dengan benar dan tidak mungkin kita melaksanakan wahyu khusus Tuhan. Dalam Alkitab ada beberapa contoh menarik.

Pada suatu hari orang Farisi dan Saduki meminta satu tanda dari Tuhan Yesus supaya mereka bisa percaya kepada Dia. Mereka meminta tanda dari sorga. Tuhan Yesus berkata kepada mereka, “Engkau melihat alam semesta ini, dan engkau bisa mengenal. Jika matahari kemerah-merahan pada sore hari, maka engkau mengerti bahwa hari akan cerah. Jika matahari kemerah-merahan pada pagi hari maka engkau mengerti bahwa hari itu akan mendung dan turun hujan. Rupa dunia engkau tahu, tetapi engkau tidak mengenal Tuhan, karena engkau tidak sungguh mengenal situasi yang sesungguhnya, karena engkau tidak sungguh mengenal keadaan semesta dengan tepat” (Parafrasa dari Matius 16 :1-3).

Orang Farisi adalah orang yang setia pada Taurat dan menyelidikinya dengan tekun siang dan malam. Mereka belajar baik-baik kita Taurat, tetapi mereka tidak mampu melihat wahyu khusus Allah. Oleh karena itu ketika Tuhan Yesus datang ke dalam dunia dan melaksanakan pekerjaan Mesias, mereka tidak mengerti bahwa Ia adalah Mesias. Apa yang dikerjakan Kristus justru menyatakan kemesiasan-Nya, tetapi orang Farisi tidak mengerti semua ini.

Bukankah mereka menyelidiki Taurat? Tetapi mengapa mereka tidak bisa mengerti seluruh arus pekerjaan Allah dalam dunia ini? Mengapa mereka tidak bisa mengerti jalannya seluruh pekerjaan Tuhan dalam sejarah? Itulah sebabnya kita melihat, ketika Kristus dilahirkan di betlehem, mereka justru tidak menyambut Mesias yang mereka harapkan kedatangan-Nya siang dan malam. Mengapa ini bisa terjadi? Karena ketika menyelidiki Taurat, mereka tidak sungguh-sungguh mengerti apa yang Tuhan perbuat. Karena itulah mereka tidak mengerti seluruh keadaan dan pekerjaan Tuhan dalam sejarah berdasarkan apa yang mereka baca.

Bukankah hal yang sama juga sering terjadi pada diri kita. Bagaimana kita bisa terpecah? Pada waktu mengikuti kebaktian, kita mereasa begitu dekat dengan Tuhan. Pada waktu mendengarkan khotbah, kita merasa tahu akan Firman Tuhan. Tetapi ketika tidak mampu, berdasarkan Firman Tuhan, memperhatikan seluruh situasi dunia.

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan orang yang katanya aktif sekali dalam kegiatan rohani. Setiap kali bertemu dengannya, dia selalu mengatakan pada saya perkataan yang amat rohani. Tetapi dalam kehidupan sehari-harinya ia tetap memasang undian SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah merupakan lotere yang dilegalkan oleh pemerintah, diselenggarakan pada tahun 1989 – 1993), main valas, dan hidupnya tidak karuan. Hidupnya terpecah, tetapi ia merasa hidupnya sudah rohani, sudah sesuai dengan Alkitab, dan seluruh hidupnya sudah beres. Ia merasa sudah menyelidiki dan menaati Alkitab. Mengapa hidupnya terbelah seperti itu? Karena ia tidak mampu melihat pekerjaan Tuhan dalam sejarah sebagaimana yang dikatakan dalam Alkitab. Bukankah hal semacam itu sangat ironis?

Orang Farisi menyelidiki Kita Suci tetapi ketika Tuhan bekerja dalam sejarah, mereka justru tidak mengerti apa yang dikerjakan oleh Tuhan dan mereka tidak dapat memberi respon kepada Mesias.

Di pihak lain, kita melihat contoh yang berbeda. Seorang perwira di Kapernaum mempunyai seorang hamba yang sakit. Ia meminta agar Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya yang sakit itu. Tuhan Yesus mau datang kerumah perwira itu tetapi ia berkata, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu : “Pergi!” maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: “Datang!”, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: “Kerjakanlah ini!”, maka ia mengerjakannya.” (Matius 8:8-9). Heran sekali bahwa perwira itu mengerti segala sesuatu dalam hidupnya dan dapat menerapkannya dalam iman yang beres. Dari segala pengalamannya, ia dapat membandingkannya dengan prinsip iman, sehingga ia sadar bahwa kalau Tuhan Yesus memberi perintah, maka akan terjadi sesuai dengan perkataan-Nya.

Di satu pihak ada sekelompok orang yang mempelajari Kitab Suci dan seharusnya bisa mengerti pekerjaan Tuhan dalam sejarah, tetapi kenyataannya tidak. Di pihak lain justru ada orang-orang yang hanya mengerti wahyu umum, tetapi dapat menerapkan dan mengalikannya dalam pergumulan imannya.

Kalau kita tidak sungguh-sungguh mengerti keadaan dunia ini, maka kita akan sulit menjalankan kehendak Tuhan, sebab hidup kita akan terbelah antara hidup yang memuji Tuhan, memuliakan Tuhan dan beribadah, dengan kehidupan sehari-hari yang kita rasa Tuhan tidak ada di situ, yang kita rasa Tuhan tidak bekerja dan memimpin di situ. Kita bekerja dari pagi sampai malam, tetapi apakah kita masih sanggup menggenapi kehendak Tuhan yang mau Ia genapkan dalam hidup kita?

Kalau kita memperhatikan Abraham, maka kita melihat satu keadaan yang menyedihkan. Abraham telah mendapat janji dari Tuhan bahwa anak perjanjian itu akan lahir dari Sara. Tetapi Sara melihat situasi sekitar, dirinya yang sudah tua, maka ia ragu-ragu. Dalam keraguan itu ia memberi usul kepada Abraham suapa ia mengambil Hagar, budaknya, menjadi istri, supaya melalui Hagar akan lahir seorang anak yang dapat dijadikan anak oleh Sara juga. Kalau kita perhatikan, sebenarnya usul Sara ini tidak pernah ada dalam prinsip Alkitab. Tetapi usul Sara ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan kemudian ia memberi usul kepada Abraham. Lalu Abraham mengambil Hagar dan lahirlah Ismael. Akhirnya, muncullah kesulitan yang tidak pernah selesai.

Di sini kita melihat kontras demi kontras terjadi. Di satu pihak ada orang yang mengenal Firman Tuhan, tetapi belum tentu dia mengerti pekerjaan Tuhan yang digenapi dalam hidupnya setiap hari. Belum tentu dia mengenal pimpinan Roh Kudus dalam hidupnya, yang memimpinnya masuk dalam dalam seluruh kehendak Tuhan. Di pihak lain, kadang-kadang orang yang di luar, waktu mereka mempelajari sesuatu dalam hidup mereka, mereka bisa membuat analogi dari suatu situasi dan mereka justru bisa mempertemukan analogi dengan iman yang tertuju kepada Allah.

Sebaliknya, ada orang percaya yang katanya sudah menjadi umat Allah, keputusan yang diambilnya justru tidak rohani dam kompromistis dengan situasi hidupnya. Bukankah ketika Sara memberi usul kepada Abaraham sesungguhnya saran itu sangat sesuai dengan realitas kehidupan? Karena menurut pemikiran dunia waktu itu, tidak salah memberikan dayang-dayang kepada suami dan anak yang lahir itu diambil menjadi anaknya sendiri. Bukankah itu sesuatu yang biasa dalam kondisi waktu itu? Tetapi ini justru merupakan tindakan yang keliru.

Bagaimana dengan kehidupan kita sendiri? Pada saat kita sudah mengerti Firman Tuhan, lalu Tuhan mengutus kita hidup di tengah dunia, mampukah kita melaksanakan Firman Tuhan dengan setia dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita setiap hari? Mampukah kita sungguh mengenal Firman Tuhan dan melihat langsung relevansinjya dalam kehidupan kita?

3. Gagal Melihat Realita Kehidupan Dalam Terang Firman

Sekarang kita melihat dua peristiwa dalam Alkitab. Peristiwa yang pertama, kita lihat terjadi pada diri Raja Ahas. Ahas adalah raja Yehuda. Waktu itu kerajaan Aram dan Israel sudah berkemah mengepung kerajaan Yehuda. Mereka siap menyerang dan menaklukan Yehuda. Dalam Yesaya 7 kita melihat bahwa hati Ahas menjadi khawatir dan gentar sekali. Aram dan Israel siap menyerang diperbatasan. Beberapa waktu sebelumnya mereka juga pernah menyerang dan memporak-porandakan kota-kota Yehuda. Ahas tentu masih ingat pengalaman itu. Waktu Ahas melihat situasi ini, mau tidak mau ia menjadi khawatir. Lalu datanglah Firman Tuhan kepada Ahas supaya ia tidak gentar, melainkan tetap percaya. Ahas harus memelihara hatinya dan tetap percaya kepada Allah. Dalam situasi seperti ini, mana yang lebih riil? Firman Tuhan? atau situasi yang dihadapi Ahas?

Bukankah hal yang sama juga pernah terjadi pada diri kita? Waktu kita mendengar Firman Tuhan, kita selalu mengatakan bahwa Fiman Tuhan adalah benar seluruhnya. Tetapi waktu kita melihat situasi sekitar, maka keadaan itu menjadi lebih nyata, lebih riil dari Firman Tuhan. Demikian juga dalam sepanjang sejarah umat Allah, kontradiksi ini terus terjadi. Firman Tuhan dan realitas kehidupan sering kali kita rasakan terpisah. Dalam kasus Ahas, kita melihat bahwa waktu Firman Tuhan melalui Yesaya berusaha menenangkan hati Ahas, menasihatinya untuk bersandar kepada Tuhan, dan menyatakan bahwa Tuhan pasti memelihara dan Tuhan mau meneguhkan hatinya dengan berkata, “Mintalah tanda,” Ahas justru menjawab dengan sebuah kalimat yang kelihatannya rohani sekali. Ia mengatakan bahwa ia tak mau mencobai Tuhan.

Kalau Tuhan tidak memerintahkan kita, tetapi kita minta tanda, itu baru mencobai Tuhan. Kalau Tuhan suruh kita meminta tanda, tetapi kita tidak mau meminta tanda, maka itu juga mencobai Tuhan!

Apa yang sebenarnya terjadi? Ahas merasa bahwa keadaan politik di negaranya, situasi peperangan di depan matanya itu adalah sesuatu yang riil. Sebenarnya dalam situasi itu hatinya sudah berpaling kepada Asyur. Dengan dibantu oleh Asyur, ia berharap Aram dapat dihancurkan. Bukankah ini strategi politik yang bijaksana? Bukankah kerajaan yang telah terkepung itu sesuatu yang sangat riil? Tetapi kenyataannya dalam Alkitab kita melihat bahwa setelah beberapa saat Asyur membantu Yehuda mengalahkan Aram, Akhirnya justru Asyur sendiri yang berbalik menyerang dan mengalahkan Yehuda. Yehuda menjadi porak-poranda. Mana yang lebih riil?

Ketika kita mendengar Firman Tuhan dan berusaha mengerti Firman Tuhan, kita harus sadar bahwa Ia bukan sekedar Tuhan yang memberikan Firman, tetapi Ia memberikan Firman-Nya untuk diterapkan dalam dunia yang Ia ciptakan! Kalau ada konflik antara sesuatu yang kita anggap riil dan Firman Tuhan, maka konflik itu bukan terjadi dalam diri Allah, tetapi konflik itu terjadi dalam diri kita yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan kehendak Allah.

Dalam ayat 9 kita membaca bahwa Ahas harus menjaga hatinya. Artinya Tuhan melihat hati Ahas sudah mulai membelok dan menyimpang. Kalau Ahas tidak menjaga hatinya baik-baik, maka ia akan tersesat. Kadang-kadang secara lahiriah kita terlihat begitu bagus, tetapi di dalam, hati kita sudah mulai menyimpang. Itu bahaya. Kadang-kadang kita tahu Firman Tuhan, tetapi ketika masuk dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa bahwa keadaan sehari-hari itulah yang lebih riil.

Pada umumnya ketika menghadapi pergumulan, kita segera mencari jawaban dari pergumulan itu. Kita tidak berani mengevaluasi perlukah pergumulan itu! Kalau Ahas merasa bimbang dan bergumul, apakah ia akan taat Firman atau menaati realitas yang ia lihat? Apakah pergumulan itu sehat? Tidak! Tetapi bagi Ahas itu merupakan sesuatu yang riil, dan ia harus segera mencari jawaban. Celakanya kita tidak berani mengevaluasi apakah pergumulan itu sehat atau tidak, pergumulan itu perlu atau tidak. Atau, meskipun jawabannya sudah diberikan, tetapi karena pergumulannya tidak perlu, maka tidak ada gunanya. Jawaban itu sudah diberikan, tetapi karena pergumulan itu tidak sehat, maka justru akan mengakibatkan kemandekan rohani.

Jika konflik seperti itu terjadi di dalam hidup kita, maka pergumulan itu sendiri harus di gumulkan! Pergumulan itu yang harus dicari jawabannya, sebab Tuhan yang memberikan Firman adalah Tuhan yang bekerja dalam sejarah. Tuhan yang berfirman adalah Tuhan yang menguasai sejarah, sehingga tidak ada konflik dengan realitas yang kita hadapi setiap hari.

Beberapa kali ketika saya melayani dalam konseling, banyak orang mengatakan, “Saya tahu tidak boleh begini, tidak boleh begitu.” Beberapa mahasiswa kedokteran mau menghadapi ujian dan bingung, lalu bertanya kepada saya, kalau Firman Tuhan mengatakan tidak boleh menyogok dan sebagainya, tetapi kalau ke Amerika begini, kalau ke Yogya begini, ke tempat ini begini, mau tidak mau harus menyogok, lalu bagaimana? Saya tanyakan beberapa pertanyaan yaitu, tahukah mereka prinsip Firman Tuhan? Mereka menjawab tahu. Waktu saya tanyakan apakah mereka sungguh percaya bahwa Tuhan adalah juga yang menguasai situasi dan kondisi, mereka tersentak.

Bukankah sering kita tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang benar, Tuhan yang memberikan Firman? Tetapi kita sanggup menguasai sejarah dan segala situasi dalam kehidupan kita sehingga kita dimampukan untuk melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Konflik seperti ini terjadi dalam hidup Ahas. Bagaimana dengan hidup kita hari ini?

Konflik kedua kita baca dalam peristiwa Bileam. Dalam Bilangan 22-24 kita membaca kasus dari Bileam. Menarik sekali di sini bahwa Bileam adalah seorang nabi dari Mesopotamia, bukan dari Yehuda. Kasus ini mirip seperti Yitro Mertua dari Musa, yang adalah seorang imam dari Midian. Bilaem bukan orang Yahudi, tetapi ia semacam tukang tenung. Suatu kali ketika Moab mendengar bahwa bangsa Israel akan melewati wilayah mereka, mereka menjadi gentar. Lalu mereka mulai memikirkan strategi perang menghadapi Israel demi memenangkan penyerangan itu.

Ada dua hal yang mungkin dilakukan. Yang pertama adalah mengangkat senjata dan mengalahkan Israel. Tetapi strategi ini tidak mungkin. Israel sangat besar dan hebat, tidak mungkin bisa menang dengan strategi militer. Ada strategi kedua, yaitu dengan cara tenung. Pada zaman itu orang menganggap kalau satu bangsa dewanya sudah ditenung dan dikalahkan, maka seluruh bangsa itu akan kalah. Moab memilih cara kedua dan raja Moab memanggil Bileam. Bileam diberi uang yang banyak sekali supaya mau mengutuki Israel. Setelah Israel dikutuk, maka Moab berharap akan bisa menguasai Israel. Bagaimana peristiwa ini terjadi?

Pada waktu Bileam bertanya kepada Tuhan tentang bolehkah ia pergi mengutuk Israel, maka Tuhan menjawab : Tidak boleh! Siapa yang sudah diberkati Tuhan tidak mungkin dikutuk, tidak mungkin ditenung lagi. Siapa yang sudah menjadi umat Tuhan tidak bisa dikuasai oleh kejahatan dan dosa! Siapa yang sudah menjadi milik Tuhan tidak mungkin dikuasai oleh Iblis! Jelas sekali prinsipnya. Bileam tahu inilah kehendak TUHAN. Tetapi ketika melihat-lihat situasi, rupanya Balak selalu penasarandan terus menambah uang hadiah. Bileam sesungguhnya tahu bahwa Tuhan melarang dia, tetapi ia minta agar utuasan raja Moab menunggu semalam. Ia bertanya lagi kepada Tuhan, tetapi jawaban Tuhan tetap sama.

Bileam menyuruh utusan raja Moab itu pulang, sebab tidak mungkin ia mengutuki Israel. Mereka pulang, lalu melapor kepada Balak, Balak mengirimkan emas lebih banyak lagi. Melihat emas itu. Bileam bertanya lagi kepada Tuhan. Padahal ia sudah tahu apa jawaban Tuhan. Bukankah hidup kita juga sering demikian?

Kalau kita perhatikan selanjutnya, maka Tuhan menjawab dalam ayat 20. Dalam ayat 20 ini kita melihat satu hal yang maksudnya adalah : Jikalau orang-orang itu datang lagi untuk memanggil engkau, maka engkau boleh pergi. Jadi tense yang dipakai disini bukan past tense tetapi if clause. Maksud Tuhan adalah, karena Bileam terus menerus bertanya tentang apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya, dan karena Bileam memperhatikan situasi, maka ia harus menunggu. Kalau orang-orang suruhan Balak minta lagi agar Bileam berangkat, barulah Bileam boleh berangkat.

Tetapi dalam ayat 21 kita baca Bileam lebih nekat. Bileam bangun pagi-pagi lalu berangkat sendiri. Karena itu dalam ayat 22 kita baca bahwa Tuhan murka kepada Bileam. Bileam sudah diberikan kesempatan, tetapi karena terus memperhatikan situasi, maka dalam perjalanan itu Tuhan marah. Karena itu dalam perjalanan keledai Bileam berkata-kata menghina Bileam. Bukankah ini sering kali terjadi dalam hidup kita? Seluruh hidup Bileam diakhiri dengan kisah yang tragis, ia mati!

Dalam Surat Petrus dan Yudas dikatakan bahwa peristiwa Bileam dipakai sebagai contoh kemurtadan. Orang-orang yang kelihatannya rohani, tetapi kenyataannya adalah budak keserakahan untuk mencari uang demi kepentingan sendiri.

Karena itu di sini kita melihat bahwa waktu kita mengenal Firman Tuhan, bukannya kita tidak boleh mengenal keadaan di mana Tuhan menempatkan kita. Tetapi, jangan sampai situasi mengatur hidup kita dan kita mempertanyakan kehendak Tuhan! Kita bukannya taat kehendak Tuhan dan mempertanyakan situasi, tetapi justru mempertanyakan kehendak Tuhan dan berkata: apa ini cocok, sepertinya kurang riil? Seharusnya pada saat kita sudah mengenal kehendak Tuhan, kita justru harus berani mempertanyakan apakah setiap situasi benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak. Bukannya lebih menuruti nafsu dan kelemahan kita sendiri.

Orang yang sungguh-sungguh menaati kehendak Tuhan, juga harus mampu melihat situasi berdasarkan Firman Tuhan. Kalau ia sungguh-sungguh melaksanakan kehendak Tuhan, ia juga harus mampu mengevaluasi segala sesuatu yang Ia lihat berdasarkan Firman Tuhan. Tanpa itu, dia akan merasa seakan-akan hidup dalam dua dunia yang saling berkontradiksi. Mengapa ini begini dan begitu dan tidak dapat dipadukan. Kesulitannya bukan pada Firman Tuhan, tetapi pada dirinya.

Baik Bileam maupun Ahas mengalami hal yang sama. Ahas melihat situasi sekeliling yang begitu berat dan menganggap lebih riil, lalu ia tidak peduli pada Firman Tuhan. Bileam lain lagi. Situasi sekitar membuat dia mempertanyakan kehendak Tuhan. Masakan kehendak Tuhan tidak dapat ditawar? Akhirnya Tuhan membiarkan Bileam pergi, tetapi ia dipermalukan dalam hidupnya, sebab ia tidak sungguh-sungguh menaati Firman Tuhan. Padahal kalau kita membaca seluruh Kitab Bilangan, sesungguhnya apa yang diucapkan Bileam adalah perkataan dari Tuhan, tidak bisa tidak.

Itu sebabnya ketika kita melihat segala situasi dari kacamata Firman Tuhan, maka kita bertanya, mana yang lebih riil? Pada waktu kita mendengar Firman Tuhan, kita merasa bahwa Firman Tuhan benar. Tetapi kalau kita melihat keadaan sekeliling, rasanya keadaan di sekitar kita lebih riil. Maka sekarang kita bertanya mana yang lebih riil, kenyataan itu sendiri atau Firman Tuhan?

4. Gagal Untuk Menang Atas Dunia Yang Berdosa

Dari seluruh prinsip Alkitab kita melihat bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Karena itu perkataan Tuhan dan tindakan Tuhan tidak boleh kita pisahkan! Apa yang Tuhan firmankan dan apa yang Ia kerjakan tidak boleh dipisahkan. Kita tidak bisa hanya meminta Tuhan memberikan firman, namun tidak mau percaya pada pekerjaan Tuhan. Saya tidak bisa meminta Tuhan menyatakan pekerjaan yang ajaib tanpa peduli pada Firman-Nya. Sebab di sini kita melihat bahwa dari penciptaan sampai penggenapan segala sesuatu dalam Sorga, firman dan tindakan Allah tidak bisa dipisahkan. Kalau kita sungguh percaya Firman Tuhan dan kita melihat realitas, maka justru realitas itu harus dipertanyakan.

Kalau realitas itu benar-benar realitas, maka tidak ada konflik. Kalau sampai timbul konflik, maka kesalahannya pasti terletak pada diri kita. Kita harus mencari di mana kesulitan kita. Kesulitannya adalah : kita ditempatkan Tuhan ditengah dunia yang sudah berdosa. Galatia 4 mengatakan bahwa dunia sudah dikuasai oleh cara berfikir yang bukan dari Tuhan. Dunia ini sudah didasari keinginan hati manusia yang mau berpisah dari Allah.

Waktu kita berinteraksi dengan dunia ini, maka lama kelamaan kita mendapatkan satu pelajaran dari dunia sekitar kita. Dari pengalaman interaksi ini, kita mendapatkan prinsip-prinsip dunia. Lalu kita berhadapan dengan Firman Tuhan yang mengajarkan prinsip kebenaran yang harus kita terapkan. Kalau prinsip dunia yang kita anut, maka kita mengatakan bahwa Firman Tuhan tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan realitas sehari-hari. Pengalaman kita yang telah membentuk konsep menyebabkan kita mempertanyakan Firman Tuhan.

Semuanya itu bukan karena Firman Tuhan tidak sesuai dengan fakta, tetapi karena kita telah menafsirkan Firman Tuhan berdasarkan norma-norma dunia. Kalau kita mau berfikir lebih dalam, misalnya, dapatkah bisnis diterapkan dengan teori kebohongan? Tidak bisa! Kalau kita melihat teori ekonomi, tidak satupun yang mengatakan bahwa bisnis dapat maju karena teori kebohongan. Tetapi dalam praktik, kita lihat itu “perlu.” Kalau tidak, tidak bisa maju. Konflik ini terjadi dalam diri manusia. Kita mau menafsirkan segala sesuatu menurut prinsip dunia.

Mungkinkah kita menaati Firman Tuhan dengan setia, ataukah hidup kita menjadi terpisah dan kita tidak menyadari bahwa Dia adalah Tuhan yang menguasai alam semesta? Waktu kita berinteraksi dengan dunia, itu justru menyebabkan kita mempertanyakan prinsip Firman Tuhan. Waktu Tuhan mau memproses kita dalam situasi sehari-hari, bagaimanakah pengenalan kita akan Firman Tuhan? Sungguh kita percaya bahwa Ia adalah Tuhan atas alam semesta.

Waktu Daud menjadi gembala domba maupun waktu menjadi raja, ia tetap dekat dengan Tuhan. Daud bisa mempunyai kacamata yang benar dalam melihat segala situasi, sehingga situasi ini bisa membawa dia untuk dekat dengan Tuhan. Bagaimana Daud bisa sadar bahwa Tuhan adalah gembala yang baik? Biarlah kita selalu sadar agar Firman Tuhan membuat kita berani mempertanyakan siatuasi yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.

Waktu saya di Bandung, saya pernah diminta oleh seorang anak untuk mengunjungi orangtuanya yang mempunyai persoalan. Menurut anak itu, orangtuanya selalu bertengkar setiap hari terutama setiap sang ayah pulang dari pekerjaan. Setiap hari ayahnya selalu memukul ibunya. Tetapi ketika saya datang ke rumah itu dan bertanya kepada si ibu, ibu itu tidak mengatakan bahwa ia mempunyai persoalan. Ternyata setelah sang ayah itu memukul sang ibu dan sang ibu menangis, maka sang ayah segera membelai-belai sang ibu, sehingga akibatnya sang ibu tidak menganggap ini sebagai persoalan.

Di Solo saya pernah melayani satu keluarga yang retak karena suaminya digosipkan bermain cinta dengan wanita lain. Waktu istrinya mendengar informasi ini, langsung tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Saya bertanya kepada suaminya apakah benar bahwa ia menyeleweng dengan sekretarisnya? Suami itu menjawab sama sekali tidak. Tetapi mengapa ada gosip yang timbul seperti itu? Ternyata dalam keluarga itu, sang istri tidak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu sibuk dengan tugas sehari-hari. Di kantor, suaminya melihat sekretarisnya yang rapi dan menyenangkan, tanpa sadar ada transfer perasaan.

Beranikah kita mempertanyakan situasi sekitar kita dan bukannya mempertanyakan Firman Tuhan?. Penerapan Kehendak Tuhan
Next Post Previous Post