Doktrin Sabat: Dinyatakan dengan Jelas, dan Dibuktikan dengan Benar oleh Nicholas Bownd

Pendahuluan:

Nicholas Bownd, seorang teolog Puritan abad ke-16, dikenal luas melalui karya klasiknya, "The Doctrine of the Sabbath: Plainly Laid Forth and Soundly Proved" atau yang dalam bahasa Indonesia berarti "Doktrin Sabat: Dinyatakan dengan Jelas, dan Dibuktikan dengan Benar". Karya ini menandai pandangan yang mendalam dan berpengaruh mengenai Sabat dalam tradisi Reformed. Dalam bukunya, Bownd menekankan pentingnya Sabat sebagai perintah ilahi yang harus dipelihara oleh umat Kristen.
Doktrin Sabat: Dinyatakan dengan Jelas, dan Dibuktikan dengan Benar oleh Nicholas Bownd
Artikel ini akan menggali pemikiran Bownd mengenai Sabat, landasan teologisnya, serta relevansinya dalam kehidupan Kristen kontemporer.

1. Latar Belakang Teologis Nicholas Bownd

Nicholas Bownd lahir pada pertengahan abad ke-16 di Inggris dan menjadi salah satu pendukung terkemuka dari gerakan Puritan. Puritan adalah kelompok reformis dalam Gereja Inggris yang menginginkan reformasi lebih lanjut dalam doktrin dan praktik gereja, khususnya untuk menjauhkan gereja dari pengaruh Katolik Roma. Salah satu isu penting yang diangkat oleh Puritan adalah penekanan pada pemeliharaan Sabat sebagai hari kudus yang harus dihormati sesuai dengan ajaran Alkitab.

Dalam konteks sejarah, buku Bownd diterbitkan pada tahun 1595 dan segera menjadi salah satu teks penting yang memengaruhi pemahaman tentang Sabat di kalangan Puritan. Bownd menulis bukunya sebagai respons terhadap kebingungan dan ketidakjelasan yang ada pada masa itu mengenai kewajiban memelihara Sabat. Melalui tulisannya, ia berusaha menjelaskan dan membuktikan bahwa Sabat bukan hanya aturan lama yang tidak relevan, tetapi merupakan perintah ilahi yang tetap berlaku bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru.

2. Landasan Teologis Doktrin Sabat Menurut Bownd

Bownd mendasarkan argumennya tentang Sabat pada berbagai ayat Alkitab, terutama dari Perjanjian Lama, tetapi juga menghubungkannya dengan ajaran Yesus dan para rasul dalam Perjanjian Baru. Dia melihat Sabat sebagai perintah keempat dari Sepuluh Perintah Tuhan, yang tidak hanya mengikat orang Israel, tetapi juga semua orang percaya sepanjang masa.

a. Sabat sebagai Perintah Penciptaan

Salah satu argumen utama Bownd adalah bahwa Sabat didasarkan pada tindakan penciptaan Allah. Dalam Kejadian 2:2-3, Allah memberkati hari ketujuh dan menguduskannya setelah menyelesaikan pekerjaan penciptaan. Bownd berpendapat bahwa perintah untuk beristirahat pada hari ketujuh tidak hanya diberikan kepada umat Israel, tetapi kepada seluruh umat manusia sebagai pola kehidupan yang dikehendaki oleh Allah sejak awal penciptaan.

Bownd menegaskan bahwa, karena Sabat ditetapkan pada saat penciptaan, itu berarti Sabat memiliki sifat universal dan tidak terbatas pada satu kelompok atau periode sejarah tertentu. Dengan demikian, perintah untuk menguduskan hari Sabat tetap relevan bagi orang Kristen saat ini.

b. Sabat sebagai Perintah Moral

Dalam pemahaman teologis Bownd, Sabat juga dipandang sebagai bagian dari hukum moral Allah yang abadi. Dia menempatkan perintah Sabat sejajar dengan perintah-perintah lain dalam Sepuluh Perintah Tuhan, seperti tidak membunuh, tidak mencuri, dan tidak berzina. Karena itu, Bownd menegaskan bahwa kewajiban untuk memelihara Sabat memiliki bobot moral yang sama dengan perintah lainnya.

Bownd juga menekankan bahwa, karena Sabat adalah perintah moral, itu berarti pelanggaran terhadap Sabat adalah dosa yang serius. Dalam pandangannya, mengabaikan Sabat berarti mengabaikan perintah Allah sendiri dan menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap otoritas-Nya.

3. Prinsip-Prinsip Pemeliharaan Sabat

Bownd memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana Sabat harus dipelihara oleh orang percaya. Ia menekankan bahwa Sabat harus dijalani dengan cara yang menghormati dan menguduskan hari tersebut, dan bukan sekadar hari libur tanpa makna rohani.

a. Istirahat dari Pekerjaan Duniawi

Salah satu aspek utama dari pemeliharaan Sabat, menurut Bownd, adalah istirahat total dari semua pekerjaan duniawi. Dia menekankan bahwa Sabat adalah hari yang ditetapkan oleh Allah untuk beristirahat dari segala aktivitas yang bersifat sekuler, sehingga orang percaya dapat mengalihkan perhatian mereka sepenuhnya kepada Tuhan.

Bownd berpendapat bahwa pekerjaan sehari-hari, meskipun penting, harus ditangguhkan pada hari Sabat agar umat Kristen dapat fokus pada ibadah dan perenungan rohani. Ini termasuk pekerjaan rumah tangga dan bisnis, yang harus dihentikan untuk menghormati hari Sabat.

b. Ibadah dan Perenungan Rohani

Selain beristirahat dari pekerjaan, Bownd menekankan bahwa Sabat harus menjadi hari yang diisi dengan ibadah dan perenungan rohani. Dia mendorong orang percaya untuk menghadiri kebaktian gereja, membaca Alkitab, berdoa, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang meningkatkan pemahaman mereka tentang Tuhan dan memperdalam iman mereka.

Bownd melihat Sabat sebagai kesempatan yang diberikan Tuhan untuk memperbarui hubungan umat-Nya dengan-Nya. Dengan menghabiskan waktu dalam ibadah dan perenungan, umat Kristen dapat mengalami pembaruan rohani dan mendapatkan kekuatan baru untuk menghadapi tantangan kehidupan.

c. Amal Kasih dan Kebaikan

Meskipun Bownd menekankan istirahat dan ibadah, dia juga mengakui bahwa Sabat adalah waktu yang tepat untuk melakukan amal kasih dan kebaikan kepada sesama. Dalam semangat ajaran Yesus, yang menyatakan bahwa "hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat" (Markus 2:27), Bownd mendukung tindakan belas kasih dan kebaikan yang membantu orang lain pada hari Sabat.

Bownd percaya bahwa Sabat tidak boleh dijalani dengan cara yang legalistik atau kaku, tetapi dengan semangat kasih yang mencerminkan karakter Allah. Karena itu, membantu orang yang membutuhkan atau terlibat dalam pelayanan kepada sesama adalah bagian integral dari pemeliharaan Sabat.

4. Relevansi Doktrin Sabat dalam Kehidupan Kristen Kontemporer

Meskipun tulisan Bownd berasal dari abad ke-16, pandangannya tentang Sabat tetap relevan bagi umat Kristen saat ini. Bownd mengingatkan bahwa Sabat bukan hanya hari istirahat, tetapi juga hari yang dikuduskan untuk Tuhan. Pemeliharaan Sabat menjadi cara untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan ibadah, antara kehidupan duniawi dan kehidupan rohani.

Dalam konteks modern yang sering kali menuntut produktivitas dan kerja tanpa henti, prinsip-prinsip Bownd tentang Sabat dapat menjadi pengingat penting tentang perlunya istirahat dan pembaruan rohani. Sabat mengajarkan umat Kristen untuk mengatur waktu mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak hanya terfokus pada pekerjaan, tetapi juga memberi waktu untuk Tuhan dan pemeliharaan hubungan rohani mereka.

Bownd juga menawarkan perspektif bahwa Sabat adalah hari untuk memperkuat komunitas iman. Dalam kebaktian bersama, doa, dan persekutuan, umat Kristen dapat membangun dan mendukung satu sama lain dalam iman. Ini adalah aspek yang sangat relevan dalam dunia yang semakin individualistis, di mana kebutuhan akan komunitas iman menjadi semakin penting.

Kesimpulan

Nicholas Bownd, melalui karyanya "The Doctrine of the Sabbath: Plainly Laid Forth and Soundly Proved", memberikan pandangan yang mendalam dan teologis tentang pentingnya Sabat dalam kehidupan Kristen. Sabat, menurut Bownd, adalah perintah ilahi yang didasarkan pada penciptaan dan bersifat moral, yang harus dipelihara oleh semua orang percaya.

Pemeliharaan Sabat melibatkan istirahat dari pekerjaan duniawi, ibadah dan perenungan rohani, serta tindakan amal kasih. Dalam dunia yang sering kali menuntut produktivitas tanpa henti, doktrin Sabat menawarkan pengingat yang penting tentang perlunya istirahat dan pembaruan rohani.

Pandangan Bownd tetap relevan bagi umat Kristen saat ini, yang diundang untuk menguduskan hari Sabat sebagai hari yang dikhususkan untuk Tuhan, memperkuat hubungan mereka dengan-Nya, dan membangun komunitas iman yang kuat. Dengan demikian, Sabat menjadi tidak hanya sebuah tradisi, tetapi juga suatu berkat ilahi yang memberi kehidupan, kekuatan, dan kedamaian dalam perjalanan iman Kristen.

Next Post Previous Post