Lukas 19:12-27: Empat Pelajaran Hidup Kristen dari Perumpamaan Uang Mina

 Pendahuluan:

Lukas 19:12-27 mencakup sebuah perumpamaan yang dikenal sebagai "Perumpamaan tentang Uang Mina" atau "Perumpamaan tentang Tuan dan Para Hamba." Perumpamaan ini disampaikan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya dalam perjalanan ke Yerusalem. Dalam perumpamaan ini, Yesus mengajarkan tentang tanggung jawab, kesetiaan, dan penghakiman yang akan diterima oleh setiap orang berdasarkan bagaimana mereka menggunakan apa yang dipercayakan kepada mereka.
Lukas 19:12-27: Empat Pelajaran Hidup Kristen dari Perumpamaan Uang Mina
Para teolog memiliki pandangan yang beragam mengenai makna teologis dari perumpamaan ini. Melalui artikel ini, kita akan mengupas berbagai interpretasi berdasarkan beberapa pandangan teologi terkemuka, serta memahami konteks historis dan pesan spiritual yang relevan dalam kehidupan Kristen masa kini.

1. Latar Belakang dan Konteks Historis Lukas 19:12-27

Lukas 19:12-27 merupakan bagian dari konteks yang lebih luas, di mana Yesus berbicara tentang Kerajaan Allah dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Menurut teolog terkenal seperti N.T. Wright dalam bukunya "Jesus and the Victory of God," perumpamaan ini memberikan gambaran tentang seorang bangsawan yang pergi untuk menerima kekuasaan dan kemudian kembali untuk menghakimi hamba-hambanya.

Lukas 19:12-13:

"Maka ia berkata: 'Ada seorang bangsawan berangkat ke negeri yang jauh untuk menerima suatu kerajaan bagi dirinya dan kemudian kembali. Ia memanggil sepuluh orang hamba-hambanya, dan memberi mereka sepuluh mina, katanya: ‘Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali.'"

Bangsawan dalam perumpamaan ini adalah sosok yang dipercaya oleh para pakar teologi sebagai lambang dari Kristus sendiri, yang akan pergi dan suatu saat kembali sebagai Raja. Menurut pakar seperti William Barclay dalam bukunya "The Parables of Jesus," konteks di balik perumpamaan ini mungkin mengacu pada situasi politik pada masa itu, ketika seorang penguasa harus pergi ke Roma untuk menerima wewenang dari pemerintah pusat sebelum bisa kembali dan memerintah atas wilayahnya.

Pada masa itu, orang-orang Yahudi juga berharap bahwa Mesias akan segera datang dan mendirikan kerajaan-Nya di bumi. Yesus memberikan perumpamaan ini untuk mengoreksi harapan mereka dan menekankan bahwa kedatangan Kerajaan Allah akan membutuhkan waktu dan akan ada masa tanggung jawab sebelum akhirnya Mesias kembali untuk menghakimi.

2. Makna Teologis dari Uang Mina dan Amanat untuk Berdagang

Di bagian awal perumpamaan, bangsawan memberikan masing-masing hambanya satu mina, sebuah mata uang yang bernilai cukup tinggi. Tindakan ini melambangkan tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada setiap orang percaya. Dalam "The Parables of the Kingdom," C.H. Dodd mengemukakan bahwa pemberian uang mina ini menunjukkan bagaimana Allah memberikan anugerah, talenta, dan sumber daya kepada umat-Nya.

Dodd menegaskan bahwa mina tersebut melambangkan kesempatan, bakat, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang pengikut Kristus untuk dikembangkan dan dikembalikan dengan nilai yang lebih besar bagi Tuhan. Ini berarti bahwa setiap orang Kristen diberi tanggung jawab untuk mengelola dan memanfaatkan apa yang diberikan Tuhan dengan bijaksana, bukan hanya untuk keuntungan pribadi tetapi demi kemuliaan Tuhan.

Lukas 19:13:

"Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali."

Perintah untuk berdagang sampai tuannya datang kembali adalah instruksi langsung tentang tanggung jawab yang perlu dipenuhi dengan kerja keras dan kesetiaan. Teolog John Stott, dalam bukunya "The Message of the Sermon on the Mount," berpendapat bahwa tugas berdagang ini merupakan gambaran bagi pelayanan Kristen, di mana orang percaya dipanggil untuk menjalankan tugas mereka dengan setia hingga kedatangan Kristus yang kedua kali.

3. Para Hamba yang Setia dan Tidak Setia (Lukas 19:15-19)

Bagian ini menunjukkan bagaimana bangsawan itu kembali dan mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya, yang telah diberi uang mina untuk dikelola. Perumpamaan ini menyoroti dua hamba yang menggunakan mina mereka untuk berdagang dan memperoleh keuntungan yang signifikan. Hamba pertama menghasilkan sepuluh mina, sementara hamba kedua menghasilkan lima mina. Keduanya menerima pujian dan penghargaan dari tuannya.

"Katanya kepada hamba itu: 'Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik! Engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.'" (Lukas 19:17)

Menurut R.C. Sproul dalam "The Parables of Jesus," pujian dan penghargaan yang diterima oleh kedua hamba setia ini adalah gambaran tentang bagaimana Tuhan akan menghargai umat-Nya yang setia mengembangkan apa yang telah dipercayakan kepada mereka. Dalam pandangan Sproul, perumpamaan ini menekankan bahwa kesetiaan dalam perkara kecil mencerminkan karakter orang percaya dan membuka peluang bagi mereka untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar dalam kerajaan Allah.

Tanggung Jawab dan Kesetiaan dalam Christian Living
Perumpamaan ini juga menyoroti bahwa pelayanan Kristen tidak selalu harus dalam hal-hal besar, tetapi dalam kesetiaan menjalani peran dan tanggung jawab yang ada saat ini. Dalam "Mere Christianity," C.S. Lewis menyebutkan bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk hidup setia dalam hal-hal kecil sebagai bukti integritas rohani mereka. Kesetiaan dalam perkara kecil menunjukkan keandalan dan kesiapan untuk dipercaya dengan tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang.

4. Hamba yang Tidak Setia: Ketakutan dan Kurangnya Iman (Lukas 19:20-23)

Dalam perumpamaan ini, ada juga hamba ketiga yang tidak berdagang dengan mina yang diberikan kepadanya. Hamba ini hanya menyimpan mina tersebut karena takut kehilangan atau merugi. Dalam Lukas 19:21, hamba tersebut berkata:

"Sebab aku takut akan engkau, karena engkau adalah orang yang keras; engkau mengambil apa yang tidak kau taruh dan menuai apa yang tidak kau tabur."

Hamba ini tidak memenuhi tanggung jawabnya karena ketakutan yang membuatnya tidak produktif. Menurut teolog Craig Blomberg dalam bukunya "Interpreting the Parables," ketakutan ini mencerminkan kurangnya iman dan pengenalan yang benar akan Allah. Blomberg menyatakan bahwa hamba ini tidak memahami karakter kasih dan kesetiaan Tuhan, sehingga ia tidak melaksanakan tanggung jawabnya. Ketakutan ini akhirnya membuatnya tidak mendapat penghargaan, bahkan mina yang dimilikinya diambil darinya.

Dalam "The Cost of Discipleship," Dietrich Bonhoeffer menekankan bahwa iman yang benar ditunjukkan melalui tindakan dan keberanian untuk menjalankan tanggung jawab. Bonhoeffer menyatakan bahwa "iman tanpa keberanian untuk melayani Tuhan hanyalah kepercayaan yang hampa," yang tidak menghasilkan buah bagi kerajaan Allah.

Pelajaran bagi Kehidupan Kristen: Melawan Ketakutan dengan Iman
Hamba yang tidak setia menjadi contoh dari mereka yang tidak menggunakan kesempatan yang diberikan Tuhan. Ini menjadi pengingat bagi orang percaya untuk tidak membiarkan ketakutan, keraguan, atau kurangnya kepercayaan menghalangi mereka dalam menjalankan tugas dan panggilan dari Tuhan. Kristen yang sejati dipanggil untuk melangkah dengan iman dan keyakinan penuh pada kasih dan kesetiaan Tuhan.

5. Penghakiman bagi Hamba yang Tidak Setia dan Musuh (Lukas 19:24-27)

Perumpamaan ini berakhir dengan peringatan yang keras terhadap hamba yang tidak setia serta para musuh tuan tersebut yang tidak menghendaki dia sebagai raja. Sang tuan memberikan perintah untuk mengambil mina dari hamba yang tidak setia dan memberikannya kepada hamba yang berhasil menghasilkan sepuluh mina.

"Tetapi orang-orang yang menjadi musuhku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." (Lukas 19:27)

Teolog terkenal seperti John MacArthur dalam "The Parables of Jesus" melihat bahwa bagian ini adalah gambaran penghakiman terakhir. Penghakiman terhadap hamba yang tidak setia dan musuh-musuh yang menolak kekuasaan tuannya merupakan representasi dari mereka yang menolak Kristus dan tidak memenuhi panggilan Allah dalam kehidupan mereka. Bagi MacArthur, pesan penghakiman ini adalah peringatan serius bagi setiap orang percaya untuk setia pada panggilan mereka.

Keadilan dan Penghakiman dalam Kerajaan Allah
Para pakar teologi sepakat bahwa perumpamaan ini mengandung aspek penghakiman yang menekankan keadilan Allah. Dalam "Systematic Theology," Wayne Grudem menyebutkan bahwa Allah adalah Tuhan yang adil yang akan menghakimi setiap orang sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Hamba yang setia akan diberi upah yang layak, sedangkan yang tidak setia akan kehilangan kesempatan untuk berbagian dalam berkat kerajaan Allah.

Kesimpulan: Makna Perumpamaan Uang Mina bagi Kehidupan Kristen Masa Kini

Perumpamaan tentang uang mina dalam Lukas 19:12-27 membawa kita pada pemahaman yang mendalam tentang tanggung jawab, kesetiaan, dan penghakiman dalam hidup Kristen. Melalui perumpamaan ini, Yesus menekankan beberapa hal penting yang relevan bagi setiap orang percaya:

  1. Tanggung Jawab atas Apa yang Dipercayakan
    Setiap orang percaya telah menerima anugerah, kesempatan, dan talenta yang harus dikelola untuk kemuliaan Tuhan. Perumpamaan ini mengajarkan bahwa hidup Kristen yang sejati adalah hidup yang bertanggung jawab dan setia dalam hal-hal kecil maupun besar.

  2. Kesetiaan dalam Hal-hal Kecil
    Yesus mengapresiasi kesetiaan hamba yang berhasil dalam hal-hal kecil, menunjukkan bahwa integritas sejati terlihat dalam bagaimana seseorang menjalankan tanggung jawab sehari-hari. Kesetiaan ini adalah bukti iman yang benar.

  3. Keberanian Melawan Ketakutan
    Hamba yang tidak setia kehilangan kesempatan untuk berbuah karena takut dan kurangnya iman. Orang percaya dipanggil untuk hidup dalam keberanian, percaya bahwa Tuhan adalah gembala yang setia yang akan menyertai mereka dalam segala situasi.

  4. Penghakiman yang Adil
    Bagian akhir perumpamaan ini adalah peringatan bahwa setiap orang akan menghadapi penghakiman, dan Tuhan akan memberikan upah sesuai dengan kesetiaan dan ketulusan kita dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.

Dalam kehidupan Kristen modern, perumpamaan ini mengingatkan kita untuk selalu berpegang pada prinsip iman, kesetiaan, dan tanggung jawab yang telah dipercayakan oleh Tuhan. Melalui perumpamaan ini, kita diingatkan untuk menjalani hidup dengan tujuan untuk kemuliaan Tuhan dan siap menyambut kedatangan-Nya kembali dengan penuh sukacita dan hati yang siap.

Next Post Previous Post