1 Korintus 5:6-8: Perintah untuk Membersihkan Sedikit Ragi Dosa di Gereja
Artikel ini akan mengeksplorasi makna dari 1 Korintus 5:6-8 berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi. Kita akan membahas implikasi teologis dari perintah ini bagi gereja masa kini dan memahami simbolisme ragi dalam konteks Alkitab, serta bagaimana menjaga kekudusan di tengah jemaat.
Teks 1 Korintus 5:6-8
Berikut adalah teks dari 1 Korintus 5:6-8:“Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu bahwa sedikit ragi mengkhamirkan seluruh adonan? Karena itu buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.”
1. Konteks Surat Paulus dan Ragi sebagai Simbol Dosa
Dalam surat ini, Paulus mengecam jemaat Korintus karena mereka membiarkan dosa terjadi di antara mereka tanpa mengambil tindakan. Ragi, dalam konteks Alkitab, sering kali digunakan sebagai simbol dosa atau keburukan yang bisa menyebar dan mencemari. Paulus menggunakan simbolisme ini untuk mengajarkan bahwa dosa yang tidak diakui dan tidak ditangani dapat merusak seluruh jemaat.
Leon Morris dalam The First Epistle of Paul to the Corinthians menyebutkan bahwa ragi dalam budaya Yahudi melambangkan dosa atau pengaruh buruk yang dapat menyebar dan merusak. Menurut Morris, dalam konteks ini, ragi merupakan peringatan bagi gereja untuk tidak mengabaikan dosa yang tampak kecil karena bisa mempengaruhi seluruh jemaat.
John MacArthur dalam The MacArthur New Testament Commentary mengamati bahwa Paulus menggunakan metafora ragi untuk menyoroti seriusnya dosa di dalam gereja. Bagi MacArthur, ragi melambangkan kebiasaan atau tindakan dosa yang, jika dibiarkan, akan menyebar dan membawa pengaruh negatif pada jemaat secara keseluruhan.
2. Perintah untuk Menghapus Ragi yang Lama: Menghilangkan Pengaruh Dosa
Paulus memerintahkan jemaat untuk “membuang ragi yang lama,” yang berarti mereka harus menyingkirkan segala bentuk dosa yang ada di tengah-tengah mereka. Bagi Paulus, membersihkan dosa adalah bagian dari panggilan gereja untuk hidup kudus di hadapan Allah. Penghapusan ragi lama ini bukan hanya tindakan pembersihan, tetapi juga panggilan untuk hidup dalam “kemurnian dan kebenaran.”
John Stott dalam The Cross of Christ menjelaskan bahwa panggilan untuk hidup kudus melibatkan penghapusan segala dosa dan kebiasaan buruk yang dapat mencemari hubungan kita dengan Tuhan. Menurut Stott, gereja yang mengabaikan dosa di antara anggotanya gagal menjalankan panggilan sebagai tubuh Kristus yang kudus.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa Allah menghendaki gereja-Nya hidup dalam kekudusan, tanpa kompromi terhadap dosa. Sproul mengingatkan bahwa dosa tidak hanya merusak individu, tetapi juga dapat mencemari komunitas orang percaya jika dibiarkan berkembang tanpa pertobatan.
3. Kristus sebagai Anak Domba Paskah dan Simbolisme Paskah dalam Konteks Kekudusan
Paulus menghubungkan perintah untuk membersihkan ragi dengan makna Paskah, di mana orang Israel memakan roti tidak beragi sebagai lambang kebebasan dari perbudakan Mesir. Dalam konteks ini, Kristus sebagai Anak Domba Paskah telah disembelih, dan orang percaya dipanggil untuk hidup sebagai “adonan yang baru,” mencerminkan hidup baru yang bersih dari dosa.
F.F. Bruce dalam The New International Commentary on the New Testament menjelaskan bahwa Paulus mengaitkan Paskah Yahudi dengan kehidupan Kristen yang telah ditebus oleh darah Kristus. Menurut Bruce, perintah untuk membuang ragi merupakan simbol dari panggilan untuk hidup dalam kekudusan, mengingat Kristus sebagai Anak Domba Paskah telah membebaskan kita dari dosa.
N.T. Wright dalam Paul for Everyone menyoroti bahwa kehidupan Kristen yang telah ditebus adalah kehidupan yang bebas dari dosa dan berakar pada kebenaran. Menurut Wright, ragi lama yang harus dibuang adalah kehidupan lama yang penuh dosa, sementara hidup baru adalah panggilan untuk hidup dalam kemurnian yang disediakan melalui pengorbanan Kristus.
4. Perayaan Kehidupan Kristen tanpa Ragi: Kemurnian dan Kebenaran
Dalam ayat 8, Paulus mengundang jemaat untuk merayakan hidup baru ini “dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.” Di sini, Paulus menekankan bahwa hidup Kristen adalah kehidupan yang dipenuhi dengan kemurnian, bukan dosa atau keburukan. Merayakan kehidupan tanpa ragi berarti hidup yang dipenuhi dengan kebenaran, kejujuran, dan kesetiaan kepada Allah.
Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship mengajarkan bahwa hidup Kristen adalah panggilan untuk menanggalkan dosa dan hidup dalam terang Kristus. Menurut Bonhoeffer, panggilan untuk hidup dalam kemurnian dan kebenaran adalah bukti kasih kepada Kristus dan penghormatan terhadap pengorbanan-Nya.
A.W. Tozer dalam The Pursuit of God menyatakan bahwa merayakan hidup tanpa dosa berarti menghidupi iman kita secara nyata. Tozer menegaskan bahwa iman Kristen adalah panggilan untuk hidup dalam integritas, yang berarti tidak ada ruang bagi dosa atau kompromi.
5. Implikasi untuk Gereja Masa Kini: Menjaga Kekudusan dan Disiplin
Perintah Paulus untuk membersihkan ragi dosa di gereja tetap relevan bagi gereja masa kini. Dosa yang dibiarkan tanpa pertobatan di antara jemaat dapat mengancam kesatuan, kekudusan, dan kesaksian gereja. Gereja dipanggil untuk menegakkan disiplin yang didasarkan pada kasih dan untuk membimbing anggotanya menuju kehidupan yang sesuai dengan ajaran Kristus.
Timothy Keller dalam Center Church menekankan pentingnya disiplin gereja yang didasarkan pada kasih dan keinginan untuk membawa anggota jemaat pada pertobatan. Keller menjelaskan bahwa disiplin yang dilakukan dengan hati-hati dan tujuan pemulihan membantu gereja mempertahankan integritas moralnya dan memberikan kesaksian yang kuat kepada dunia.
John Piper dalam Desiring God juga menegaskan bahwa disiplin gereja adalah bagian dari panggilan untuk menjaga kekudusan jemaat. Menurut Piper, disiplin gereja bukanlah tindakan penghukuman, tetapi alat untuk membawa pertobatan dan pertumbuhan rohani.
6. Ragi Dosa yang Dibiarkan: Bahaya Menoleransi Dosa dalam Jemaat
Salah satu pelajaran yang jelas dari 1 Korintus 5:6-8 adalah bahaya menoleransi dosa di dalam gereja. Dosa yang tidak ditangani dengan benar dapat berkembang dan merusak seluruh jemaat. Paulus mengingatkan bahwa jemaat harus waspada terhadap dosa sekecil apa pun yang bisa membawa kerusakan lebih besar.
Charles Spurgeon dalam khotbahnya sering mengingatkan pentingnya menjaga kesucian dalam gereja. Spurgeon menekankan bahwa toleransi terhadap dosa dalam jemaat adalah tanda dari kekurangan kesadaran akan kekudusan Allah. Gereja harus serius dalam menghadapi dosa dan mendukung anggotanya untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah.
J.I. Packer dalam Knowing God menekankan bahwa gereja yang membiarkan dosa tanpa penghakiman gagal memenuhi panggilan Allah untuk menjadi tubuh yang kudus. Menurut Packer, jemaat yang kudus adalah jemaat yang bertindak tegas terhadap dosa dan membimbing anggotanya menuju kehidupan yang mencerminkan kasih dan kebenaran Kristus.
7. Hidup sebagai Adonan yang Baru: Perubahan Hidup setelah Pertobatan
Paulus menegaskan bahwa orang percaya adalah “adonan yang baru,” yang berarti mereka telah dibebaskan dari dosa dan dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam pertobatan yang nyata, menunjukkan perubahan hidup sebagai hasil dari kasih karunia yang telah diterima melalui Kristus.
Gary Thomas dalam Sacred Marriage menyebutkan bahwa pertobatan yang sejati adalah tanda dari perubahan hidup yang terus-menerus. Menurut Thomas, panggilan untuk hidup sebagai adonan yang baru berarti meninggalkan cara hidup lama yang penuh dosa dan menjalani hidup yang memuliakan Allah.
Dallas Willard dalam The Divine Conspiracy menekankan bahwa kehidupan Kristen yang sejati adalah kehidupan yang mencerminkan transformasi rohani. Hidup sebagai adonan baru adalah bukti dari kehidupan yang diubah oleh kuasa Roh Kudus dan panggilan untuk hidup sesuai dengan standar kekudusan Allah.
Kesimpulan
1 Korintus 5:6-8 menekankan pentingnya gereja untuk menjaga kekudusan melalui disiplin dan pertobatan. Penggunaan simbolisme ragi oleh Paulus menggambarkan bagaimana sedikit dosa yang dibiarkan tanpa penghakiman dapat mempengaruhi seluruh jemaat. Gereja dipanggil untuk menyingkirkan “ragi yang lama” dari kehidupan lamanya yang penuh dosa, dan hidup sebagai “adonan yang baru” yang dibebaskan oleh Kristus.
Baca Juga: 1 Korintus 5:9-11: Perbedaan Antara Orang Berdosa di Dunia dan Orang Berdosa di Dalam Gereja
Para teolog seperti Leon Morris, R.C. Sproul, dan Timothy Keller mengingatkan bahwa disiplin gereja adalah tindakan kasih yang bertujuan untuk membawa pertobatan dan pemulihan. Gereja masa kini harus berupaya untuk menjaga kekudusan melalui disiplin yang penuh kasih dan komitmen terhadap kehidupan yang kudus di dalam Kristus.
Sebagai jemaat Allah, kita diundang untuk menjalani hidup dalam kemurnian dan kebenaran, sebagai respons terhadap pengorbanan Kristus sebagai Anak Domba Paskah kita. Dengan menyingkirkan “ragi” dosa, gereja dapat menjadi saksi yang hidup dari kasih, kekudusan, dan kebenaran Allah di dunia ini.