Kondisi Kedagingan Jemaat di Korintus: 1 Korintus 3:1-4
1. Definisi Kedagingan Menurut 1 Korintus 3:1-4
Dalam 1 Korintus 3:1-4, Paulus menggambarkan jemaat Korintus sebagai "manusia duniawi" atau "kedagingan" (dalam bahasa Inggris disebut "carnal"). Frasa ini berasal dari bahasa Yunani sarkikos, yang secara harfiah berarti "bersifat daging" atau “terikat pada hal-hal yang fana dan manusiawi.” Paulus menyebut jemaat Korintus sebagai orang percaya, tetapi mereka masih berperilaku seperti "bayi" dalam Kristus yang belum matang (1 Korintus 3:1).
Menurut pakar teologi J.I. Packer dalam bukunya Knowing God, kedagingan mencerminkan keadaan di mana seseorang mengaku beriman tetapi masih didominasi oleh nilai-nilai duniawi yang melawan kehendak Tuhan. Kondisi kedagingan bukanlah ketidakpercayaan, tetapi ketidakmatangan rohani yang terwujud dalam perilaku yang tidak selaras dengan iman Kristen.
John Stott juga menambahkan dalam Basic Christianity bahwa kedagingan adalah manifestasi dari keberadaan manusia lama yang masih hidup di dalam diri orang percaya. Meski mereka telah ditebus, kecenderungan untuk hidup menurut keinginan duniawi belum sepenuhnya ditinggalkan.
2. Analisis Teologi 1 Korintus 3:1-4: Perpecahan dalam Jemaat
Pada ayat-ayat ini, Paulus menunjukkan bahwa keadaan kedagingan jemaat Korintus tercermin dalam perpecahan dan kecemburuan di antara mereka (1 Korintus 3:3). Mereka terpecah karena loyalitas mereka terhadap pemimpin tertentu, seperti Paulus dan Apolos, yang seharusnya bekerja sama dalam membangun gereja. Keadaan ini menunjukkan bahwa meskipun telah menerima keselamatan, mereka masih terikat pada nilai-nilai yang lebih mementingkan persaingan dan reputasi dibandingkan kesatuan dalam tubuh Kristus.
Menurut William Barclay dalam komentarnya, jemaat Korintus gagal memahami konsep “satu tubuh dalam Kristus” yang mendasari kehidupan Kristen. Ia berpendapat bahwa perpecahan di Korintus adalah bukti dari kedagingan mereka, karena mereka memilih untuk mengikuti kebiasaan dunia dalam membanggakan guru-guru tertentu daripada mengarahkan pandangan mereka kepada Kristus yang menjadi pusat dari segala ajaran.
Dalam The Epistle to the Corinthians, Charles Hodge menegaskan bahwa kedagingan jemaat Korintus merupakan cerminan dari ketidakmampuan mereka untuk memahami ajaran-ajaran yang lebih dalam karena mereka masih terikat pada "susu" ajaran dasar dan belum bisa menerima "makanan keras" atau pengajaran yang lebih mendalam dalam iman (1 Korintus 3:2). Hodge mencatat bahwa pengaruh budaya Yunani yang sangat menghargai retorika dan filsafat memengaruhi kecenderungan mereka untuk terpecah dan menyukai pemimpin tertentu, yang justru menghalangi pertumbuhan rohani mereka.
3. Kedagingan dalam Perspektif Alkitab: Studi Referensi Silang
Kedagingan dalam Alkitab sering dikontraskan dengan hidup dalam Roh. Paulus sendiri menyinggung kedagingan ini dalam Roma 8:5-8, di mana ia menyatakan bahwa orang yang hidup menurut daging akan memusatkan pikiran pada hal-hal duniawi, sedangkan orang yang hidup dalam Roh akan memusatkan pikiran pada hal-hal rohani.
Menurut John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion, kedagingan adalah kecenderungan alamiah manusia yang telah jatuh untuk melawan kebenaran Allah dan mendewakan kehendak diri sendiri. Calvin menegaskan bahwa perang antara daging dan Roh adalah kondisi yang dialami oleh setiap orang percaya, di mana satu-satunya solusi adalah penaklukan kedagingan melalui pekerjaan Roh Kudus.
Dengan demikian, kondisi jemaat Korintus yang terjebak dalam kedagingan bukanlah kasus unik, melainkan contoh dari realitas yang dihadapi oleh orang percaya sepanjang sejarah gereja. Keinginan duniawi dan kebanggaan diri adalah hal-hal yang harus terus-menerus diperangi dalam proses pengudusan.
4. Tanda-tanda dan Akibat Kedagingan: Aplikasi Praktis untuk Masa Kini
Perilaku jemaat Korintus menunjukkan tanda-tanda kedagingan yang terlihat nyata dalam bentuk kecemburuan, pertengkaran, dan persaingan (1 Korintus 3:3-4). Dalam konteks masa kini, tanda-tanda kedagingan bisa muncul dalam bentuk persaingan di antara anggota gereja, kecenderungan untuk mencari popularitas atau pengakuan di atas pelayanan sejati, dan kecenderungan untuk membanding-bandingkan pemimpin gereja.
Menurut teolog Andrew Murray dalam Humility, kedagingan di dalam diri seorang Kristen dapat terlihat dalam bentuk kesombongan rohani, kecenderungan untuk menghakimi orang lain, dan ketidakmampuan untuk tunduk kepada otoritas rohani. Kedagingan menghambat jemaat untuk menghayati kasih dan pengampunan, yang merupakan inti dari ajaran Kristus.
Studi NLP (Natural Language Processing) dalam analisis teks Alkitab juga menunjukkan pola kata yang berkaitan dengan kedagingan, seperti "perselisihan," "cemburu," dan "perpecahan." Penelitian semacam ini menegaskan bahwa isu kedagingan dalam jemaat Korintus juga muncul sebagai tantangan dalam komunitas rohani di masa kini. Dalam konteks gereja modern, tantangan kedagingan dapat terwujud dalam bentuk konflik antaranggota, kepemimpinan yang terpecah, dan berbagai perselisihan yang menghambat kesatuan tubuh Kristus.
5. Melampaui Kedagingan: Pertumbuhan dalam Roh Menuju Kematangan
Untuk mengatasi kedagingan, Paulus mengajak jemaat Korintus dan semua orang percaya untuk meninggalkan sifat-sifat duniawi dan bertumbuh dalam Roh. Dalam Efesus 4:22-24, Paulus menjelaskan bahwa orang percaya harus meninggalkan "manusia lama" dan mengenakan "manusia baru" yang diciptakan sesuai dengan kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan.
Dalam bukunya Spiritual Maturity, J. Oswald Sanders menekankan pentingnya latihan rohani yang teratur, seperti doa, studi Alkitab, dan persekutuan dalam komunitas iman untuk mengatasi kedagingan. Sanders berpendapat bahwa kedagingan akan semakin berkurang ketika orang percaya semakin berakar dalam Roh Kudus, yang menghasilkan buah Roh seperti kasih, sukacita, dan damai sejahtera (Galatia 5:22-23).
Menurut A.W. Tozer dalam The Pursuit of God, untuk bertumbuh melampaui kedagingan, orang percaya perlu memiliki hubungan yang mendalam dengan Allah dan mengembangkan keinginan yang tulus untuk mengenal-Nya lebih dalam. Tozer mengingatkan bahwa kedagingan akan terus membayangi orang percaya selama mereka tidak sepenuhnya mengandalkan Tuhan dan bergantung pada kekuatan diri sendiri.
Kesimpulan: Mengatasi Kedagingan dalam Gereja Masa Kini
Teks 1 Korintus 3:1-4 menawarkan refleksi yang sangat relevan bagi gereja masa kini. Kondisi kedagingan jemaat Korintus menunjukkan bahwa perselisihan dan kebanggaan pribadi dapat menghambat pertumbuhan rohani, yang pada akhirnya memecah kesatuan tubuh Kristus. Pertumbuhan menuju kematangan rohani memerlukan transformasi melalui pembaruan pikiran (Roma 12:2) dan pengandalan pada pekerjaan Roh Kudus yang membawa kita kepada kebenaran dan kesucian.
Baca Juga: 1 Korintus 2:9-16: Hal-hal Rohani Diungkapkan dan Diajarkan oleh Roh
Dengan memahami ajaran Paulus, gereja masa kini dapat meneladani peringatan ini sebagai panggilan untuk meninggalkan kedagingan dan mengejar hidup dalam Roh, yang mendatangkan damai sejahtera, kesatuan, dan kematangan dalam Kristus.
Melalui pengajaran yang kuat, disiplin rohani, dan kehidupan yang berfokus pada Kristus, gereja dan setiap individu percaya dipanggil untuk bertumbuh dalam iman dan meninggalkan sifat kedagingan. Kondisi ini adalah pengingat bagi kita semua untuk tidak hanya menjadi pendengar Firman, tetapi menjadi pelaku Firman yang bertumbuh dalam kasih dan ketekunan.