Markus 11:24 dan Kedaulatan Allah dalam Jawaban Doa
Pendahuluan:
Markus 11:24 berbunyi:"Sebab itu, Aku berkata kepadamu, apa saja yang kamu minta dalam doa, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan menjadi milikmu." (AYT)
Ayat ini sering dikutip dalam diskusi mengenai iman dan doa, terutama dalam konteks teologi doa yang menekankan iman sebagai syarat utama untuk menerima jawaban dari Tuhan. Dalam beberapa aliran Kristen, ayat ini kadang diartikan secara ekstrem sebagai "teologi kemakmuran," yang mengajarkan bahwa iman yang cukup kuat dapat menjamin segala permohonan akan terkabul.
Namun, dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini tidak boleh dipahami sebagai janji mutlak bahwa setiap doa pasti dikabulkan tanpa memperhitungkan kehendak dan kedaulatan Allah. Para teolog Reformed menekankan bahwa iman sejati bukan sekadar percaya bahwa kita akan menerima sesuatu, tetapi lebih kepada percaya kepada Allah yang berdaulat dan bahwa kehendak-Nya yang sempurna akan terjadi.
Dalam kajian ini, kita akan mengeksplorasi makna teologis dari Markus 11:24 dengan merujuk pada beberapa pakar teologi Reformed, seperti John Calvin, Charles Hodge, R.C. Sproul, John Piper, dan Herman Bavinck.
1. Konteks Historis dan Eksposisi Markus 11:24
Untuk memahami ayat ini dengan benar, kita harus melihat konteksnya dalam perikop Markus 11:20-26. Peristiwa ini terjadi setelah Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah (Markus 11:12-14) dan kemudian mengusir para pedagang dari Bait Allah (Markus 11:15-19).
Keesokan harinya, murid-murid melihat bahwa pohon ara tersebut telah kering hingga ke akarnya. Yesus kemudian menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan tentang kuasa iman dalam doa (Markus 11:22-24) dan pentingnya mengampuni sesama agar doa tidak terhalang (Markus 11:25).
Ayat 24 menegaskan prinsip bahwa iman dalam doa sangatlah penting:
- "Apa saja yang kamu minta dalam doa" menunjukkan cakupan luas dari doa, tetapi tidak berarti bahwa semua permintaan pasti dikabulkan.
- "Percayalah bahwa kamu telah menerimanya" menekankan keyakinan yang teguh bahwa Allah mendengar dan menjawab doa.
- "Maka hal itu akan menjadi milikmu" tidak berarti bahwa Allah tunduk pada keinginan manusia, tetapi bahwa jawaban doa terjadi sesuai dengan kedaulatan dan kebijaksanaan-Nya.
2. Pandangan Teologi Reformed tentang Markus 11:24
a. John Calvin: Doa yang Didasarkan pada Kehendak Allah
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa iman bukanlah sarana untuk memaksa Tuhan, tetapi sebuah pengakuan akan kedaulatan-Nya.
Menurut Calvin, doa yang sejati adalah:
- Berlandaskan kehendak Allah – Doa bukanlah alat untuk memaksakan keinginan kita, tetapi sarana untuk menyelaraskan diri dengan rencana Allah.
- Didasarkan pada janji-janji Allah – Kita tidak boleh meminta sesuatu yang bertentangan dengan firman Tuhan.
- Dinaikkan dengan sikap rendah hati – Seorang Kristen sejati akan selalu berdoa dengan tunduk kepada kehendak Tuhan.
Calvin menafsirkan Markus 11:24 dalam kerangka iman kepada janji Allah. Jika Allah telah berjanji untuk memberikan sesuatu, kita dapat berdoa dengan keyakinan bahwa Ia akan menggenapinya. Namun, jika permohonan kita belum tentu sesuai dengan kehendak Allah, kita harus tetap tunduk kepada keputusan-Nya.
"Allah mendengar doa-doa kita bukan karena kita memiliki iman yang besar, tetapi karena Dia adalah Allah yang setia kepada janji-Nya." – John Calvin
b. Charles Hodge: Iman dalam Doa Bukanlah Magis
Charles Hodge, seorang teolog Reformed dari Princeton, menentang pemahaman bahwa iman adalah semacam "kekuatan magis" yang dapat memaksa Tuhan untuk menjawab doa kita.
Dalam Systematic Theology, Hodge menyatakan bahwa Markus 11:24 harus dipahami dalam konteks kehendak ilahi:
- Iman dalam doa tidak boleh terlepas dari hikmat Allah – Tuhan tidak akan memberikan sesuatu yang akan merugikan umat-Nya.
- Doa harus sesuai dengan tujuan rohani – Tujuan utama doa bukanlah mendapatkan keinginan pribadi, tetapi memperkuat hubungan dengan Allah.
- Kedaulatan Allah lebih utama daripada permohonan manusia – Tuhan berhak menjawab "ya", "tidak", atau "tunggu".
Hodge mengingatkan bahwa jika Markus 11:24 diartikan secara harfiah tanpa mempertimbangkan konteks Alkitab secara keseluruhan, maka ini akan menimbulkan kesalahpahaman, seperti pemikiran bahwa setiap permohonan pasti terkabul jika seseorang memiliki iman yang cukup.
c. R.C. Sproul: Doa Sebagai Sarana, Bukan Mekanisme Manipulatif
R.C. Sproul dalam bukunya Knowing Scripture menjelaskan bahwa Markus 11:24 tidak boleh dipisahkan dari atribut Allah yang lain, terutama kebijaksanaan dan kasih-Nya.
Menurut Sproul, iman dalam doa bukanlah sekadar optimisme atau sugesti psikologis, melainkan kepercayaan bahwa Tuhan akan bertindak sesuai dengan karakter-Nya. Doa yang efektif adalah doa yang:
- Berlandaskan firman Tuhan – Kita harus memastikan bahwa permohonan kita sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.
- Dinaikkan dengan sikap berserah – Yesus sendiri berdoa, "Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mulah yang jadi" (Lukas 22:42).
- Bukan tentang jumlah iman, tetapi kepada siapa iman itu ditujukan – Tuhan bukan menilai "seberapa besar" iman kita, tetapi apakah kita benar-benar percaya kepada-Nya.
Sproul juga menekankan bahwa Markus 11:24 harus dipahami bersama dengan ayat-ayat lain tentang doa, seperti 1 Yohanes 5:14:"Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mendengar kita, jikalau kita meminta sesuatu menurut kehendak-Nya."
d. John Piper: Iman dan Keindahan Rencana Allah
John Piper dalam teologi Christian Hedonism menyatakan bahwa doa harus dimotivasi oleh kerinduan akan kemuliaan Allah, bukan sekadar keinginan pribadi.
Menurut Piper, Markus 11:24 mengajarkan bahwa iman yang sejati dalam doa adalah:
- Percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan apa pun yang Ia kehendaki.
- Berserah kepada kehendak Tuhan yang lebih besar.
- Menjadikan kemuliaan Allah sebagai tujuan utama doa.
Bagi Piper, berdoa dengan iman tidak berarti kita selalu mendapatkan yang kita inginkan, tetapi kita percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi kita, entah itu sesuai atau tidak dengan permintaan kita.
"Doa bukanlah lampu ajaib yang memberi kita keinginan hati kita. Doa adalah alat yang Tuhan gunakan untuk mengubah hati kita agar lebih menyerupai-Nya." – John Piper
e. Herman Bavinck: Doa dan Keselamatan dalam Kristus
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa doa Kristen harus selalu didasarkan pada dosa manusia dan anugerah keselamatan dalam Kristus.
Menurut Bavinck, Markus 11:24 menunjukkan bahwa:
- Hanya orang yang percaya kepada Kristus yang dapat berdoa dengan benar.
- Iman dalam doa bukan sekadar percaya pada hasil, tetapi percaya kepada Tuhan yang menjawab.
- Jawaban doa sering kali datang dalam bentuk yang berbeda dari yang kita harapkan, tetapi tetap merupakan kebaikan Tuhan.
Bavinck mengajarkan bahwa doa Kristen sejati harus berakar dalam persekutuan dengan Kristus, bukan sekadar alat untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kesimpulan
Markus 11:24 mengajarkan bahwa doa harus disertai dengan iman yang teguh kepada Allah. Namun, dalam teologi Reformed, ayat ini tidak dapat diartikan sebagai janji mutlak bahwa setiap permohonan pasti dikabulkan, tetapi harus dipahami dalam terang kedaulatan Allah dan keselarasan dengan kehendak-Nya.
Beberapa poin utama dari teologi Reformed tentang ayat ini adalah:
✅ Doa harus selaras dengan kehendak Allah.
✅ Iman dalam doa berarti percaya kepada karakter Allah, bukan sekadar hasilnya.
✅ Allah menjawab doa dengan cara yang terbaik bagi kita, meskipun tidak selalu seperti yang kita harapkan.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berdoa dengan iman, namun tetap berserah kepada kedaulatan Allah yang sempurna.