Yohanes 12:37-41: Penolakan Yesus sebagai Penggenapan Nubuat
Pendahuluan:
Salah satu tema penting dalam Injil Yohanes adalah bagaimana bangsa Israel menolak Yesus meskipun Dia telah melakukan banyak tanda dan mukjizat di hadapan mereka. Yohanes 12:37-41 menjelaskan bahwa penolakan ini bukanlah suatu kejutan, melainkan merupakan penggenapan nubuat dari kitab Yesaya.
Bagian ini memiliki implikasi teologis yang mendalam, terutama terkait dengan kedaulatan Allah dalam keselamatan dan kebutaan rohani manusia yang jatuh dalam dosa. Dalam artikel ini, kita akan membahas ayat-ayat ini dari perspektif teologi Reformed, dengan mengacu pada pemikiran teolog-teolog besar seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan Charles Hodge.
Teks Yohanes 12:37-41 (AYT):"Meskipun Yesus telah melakukan banyak tanda ajaib di depan mereka, mereka tetap tidak percaya kepada-Nya" (Yohanes 12:37)"supaya genaplah perkataan yang disampaikan oleh Nabi Yesaya, ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami? Dan, kepada siapakah tangan Tuhan telah dinyatakan?’” (Yohanes 12:38)"Itulah sebabnya, mereka tidak dapat percaya karena Yesaya juga berkata," (Yohanes 12:39)"‘Dia telah membutakan mata mereka dan mengeraskan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata mereka dan memahami dengan hati mereka, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.’" (Yohanes 12:40)"Yesaya mengatakan semua ini karena dia telah melihat kemuliaan Yesus dan dia berbicara mengenai Dia." (Yohanes 12:41)
1. Meskipun Yesus Berbuat Mukjizat, Mereka Tetap Tidak Percaya (Yohanes 12:37)
Ayat ini menunjukkan ironi yang besar: Yesus telah melakukan banyak tanda ajaib, tetapi orang-orang tetap menolak-Nya.
John Calvin: Dosa Menghalangi Manusia untuk Percaya
John Calvin dalam Commentary on John menyatakan bahwa ketidakpercayaan manusia bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena keberdosaan hati mereka. Ia menulis:
"Bukti-bukti yang diberikan Yesus cukup untuk meyakinkan siapa pun yang hatinya terbuka. Namun, kebutaan rohani menghalangi mereka untuk melihat kebenaran."
Dalam teologi Reformed, manusia dalam keadaan total depravity (rusak total) sehingga mereka tidak mungkin percaya kepada Kristus tanpa anugerah Allah yang mengubahkan hati mereka.
Herman Bavinck: Penolakan sebagai Konsekuensi dari Kejatuhan
Herman Bavinck menyoroti bahwa kejatuhan manusia dalam dosa menyebabkan mereka cenderung menolak kebenaran Allah. Ia berkata:
"Ketika manusia jatuh dalam dosa, mereka tidak hanya kehilangan kebenaran, tetapi juga keinginan untuk menerima kebenaran itu."
Dari perspektif ini, penolakan Yesus oleh orang-orang Yahudi adalah refleksi dari keadaan manusia yang sudah mati secara rohani.
2. Penggenapan Nubuat Yesaya (Yohanes 12:38)
Yohanes mengutip Yesaya 53:1 untuk menunjukkan bahwa penolakan terhadap Mesias telah dinubuatkan sejak lama.
Louis Berkhof: Nubuat tentang Penolakan Kristus
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama tidak hanya berbicara tentang kedatangan Mesias, tetapi juga tentang penderitaan dan penolakan yang akan Ia alami. Ia menulis:
"Kristus bukan hanya datang untuk memerintah, tetapi juga untuk ditolak dan menderita sesuai dengan rencana Allah yang kekal."
Dalam konteks ini, penolakan Yesus bukanlah kegagalan misi-Nya, tetapi bagian dari rencana Allah untuk keselamatan umat pilihan-Nya.
Charles Hodge: Pengenalan Kebenaran Memerlukan Anugerah Allah
Hodge menekankan bahwa iman bukanlah hasil usaha manusia, tetapi pekerjaan Allah dalam hati mereka. Ia berkata:
"Tanpa karya Roh Kudus, manusia akan tetap dalam keadaan tidak percaya, meskipun mereka telah melihat kebenaran secara langsung."
Hal ini menjelaskan mengapa hanya sebagian orang yang percaya kepada Yesus, sementara yang lain tetap menolak-Nya.
3. Mereka Tidak Dapat Percaya (Yohanes 12:39)
Ayat ini mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam: bukan hanya mereka tidak mau percaya, tetapi mereka tidak dapat percaya.
Calvin: Kedaulatan Allah dalam Panggilan Efektif
Calvin dalam doktrin Predestinasi menekankan bahwa iman adalah anugerah Allah yang diberikan hanya kepada mereka yang dipilih-Nya. Ia menulis:
"Allah tidak hanya mengetahui siapa yang akan percaya, tetapi Dia juga menentukan siapa yang akan diselamatkan melalui kasih karunia-Nya."
Ini berarti bahwa mereka yang tidak percaya bukan hanya karena keputusan pribadi mereka, tetapi juga karena Allah tidak memberikan anugerah iman kepada mereka.
Bavinck: Kehendak Allah dalam Keselamatan
Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa keselamatan adalah sepenuhnya pekerjaan Allah. Ia menulis:
"Manusia yang berdosa tidak memiliki kekuatan untuk memilih Allah kecuali jika Allah terlebih dahulu mengubahkan hati mereka."
Dengan kata lain, tanpa anugerah Allah, manusia tidak mungkin berbalik kepada-Nya.
4. Allah yang Membutakan Mata dan Mengeraskan Hati (Yohanes 12:40)
Yohanes mengutip Yesaya 6:10 untuk menunjukkan bahwa Allah-lah yang secara aktif mengeraskan hati orang-orang yang menolak Yesus.
Berkhof: Kedaulatan Allah dalam Pengerasan Hati
Berkhof menjelaskan bahwa ketika Allah mengeraskan hati seseorang, itu bukan berarti Dia menciptakan kejahatan dalam hati mereka, tetapi membiarkan mereka dalam dosa mereka. Ia menulis:
"Allah tidak menciptakan dosa dalam hati manusia, tetapi menyerahkan mereka kepada kebebalan hati mereka sendiri."
Ini mirip dengan apa yang terjadi pada Firaun dalam kitab Keluaran, di mana Allah mengeraskan hatinya sehingga ia menolak untuk bertobat.
Hodge: Tindakan Allah yang Adil
Hodge menekankan bahwa pengerasan hati adalah bagian dari keadilan Allah terhadap mereka yang sudah menolak-Nya. Ia berkata:
"Ketika seseorang menolak terang yang diberikan kepadanya, Allah berhak untuk membiarkannya semakin terjerumus dalam kegelapan."
Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya kasih, tetapi juga adil dalam memberikan hukuman kepada mereka yang terus-menerus menolak-Nya.
5. Yesaya Melihat Kemuliaan Kristus (Yohanes 12:41)
Ayat ini menegaskan bahwa nabi Yesaya sebenarnya telah melihat kemuliaan Kristus dalam visinya di Yesaya 6.
Calvin: Kristus adalah Allah yang Dinubuatkan dalam Perjanjian Lama
Calvin menekankan bahwa Yesus bukan sekadar manusia yang datang ke dunia, tetapi Dialah Tuhan yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama.
"Yesaya melihat kemuliaan Tuhan, dan yang ia lihat adalah Kristus sendiri dalam kemuliaan-Nya."
Hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah pusat dari seluruh rencana keselamatan Allah, dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru.
Bavinck: Kristus sebagai Puncak Wahyu Allah
Bavinck menegaskan bahwa Kristus adalah wahyu Allah yang tertinggi. Ia menulis:
"Semua nubuat dan pernyataan Allah dalam Perjanjian Lama mencapai puncaknya dalam pribadi dan karya Kristus."
Oleh karena itu, penolakan terhadap Yesus adalah penolakan terhadap wahyu Allah yang sempurna.
Kesimpulan
Yohanes 12:37-41 mengajarkan beberapa prinsip penting dalam teologi Reformed:
- Penolakan Yesus bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena kebutaan rohani manusia (Calvin, Bavinck).
- Penolakan ini sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama (Berkhof).
- Manusia tidak bisa percaya tanpa anugerah Allah (Calvin, Hodge).
- Allah berdaulat dalam keselamatan dan pengerasan hati (Berkhof, Hodge).
- Yesaya telah melihat kemuliaan Kristus, menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang dinubuatkan (Calvin, Bavinck).
Dengan memahami ayat ini, kita semakin menyadari bahwa keselamatan adalah anugerah semata, bukan hasil usaha manusia.