Yohanes 13:6: Kasih, Kerendahan Hati, dan Pekerjaan Kristus
Pendahuluan
Yohanes 13 menggambarkan salah satu momen paling intim dalam pelayanan Yesus sebelum penyaliban-Nya: pencucian kaki para murid. Dalam Yohanes 13:6, ketika Yesus hendak membasuh kaki Simon Petrus, ia merespons dengan keterkejutan dan ketidakmengertian. Ayat ini bukan hanya sekadar percakapan antara Yesus dan Petrus, tetapi juga mengandung makna teologis yang dalam tentang anugerah, pelayanan, dan karya penyucian Kristus.
Artikel ini akan mengupas Yohanes 13:6 dalam perspektif teologi Reformed, dengan mengacu pada pandangan para ahli seperti John Calvin, R.C. Sproul, Martyn Lloyd-Jones, Herman Bavinck, dan lainnya.
Teks Yohanes 13:6
“Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: ‘Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?’” (Yohanes 13:6, TB)
Reaksi Petrus ini mengandung tiga aspek utama: (1) ketidakmengertian terhadap tindakan Yesus, (2) kesulitan menerima anugerah dalam kerendahan hati Kristus, dan (3) gambaran simbolis tentang pekerjaan penyucian Yesus bagi orang percaya.
1. Ketidakmengertian terhadap Tindakan Yesus
Perspektif John Calvin: Manusia Cenderung Tidak Memahami Cara Allah
John Calvin dalam Commentary on John menyoroti bahwa reaksi Petrus menunjukkan bagaimana manusia sering kali tidak memahami jalan Allah. Calvin menulis, “Petrus, dengan sikapnya yang impulsif, tidak dapat memahami bagaimana Tuhan yang agung merendahkan diri untuk melakukan pekerjaan seorang hamba.” Menurut Calvin, ini adalah bukti bahwa pikiran manusia sering kali tidak selaras dengan kebijaksanaan ilahi.
R.C. Sproul: Keterkejutan Petrus adalah Respon Alami terhadap Kekudusan Kristus
Dalam John: St. Andrew’s Expositional Commentary, Sproul menjelaskan bahwa keterkejutan Petrus berakar pada pemahamannya tentang keagungan Yesus. Petrus tahu bahwa Yesus adalah Mesias, dan karena itu, ia tidak dapat memahami bagaimana seorang Raja dapat bertindak seperti seorang hamba. Sproul mengaitkan reaksi ini dengan pengalaman Yesaya dalam Yesaya 6, di mana ia merasa tidak layak berada di hadapan kekudusan Allah.
Martyn Lloyd-Jones: Kelemahan Pemahaman Manusia tentang Kasih Karunia
Lloyd-Jones dalam salah satu khotbahnya menekankan bahwa manusia sering kali kesulitan memahami bagaimana kasih karunia bekerja. Menurutnya, reaksi Petrus mencerminkan kecenderungan manusia yang ingin mengatur bagaimana Allah bekerja dalam hidup mereka, padahal kasih karunia Allah bekerja dengan cara yang melampaui pemahaman manusia.
2. Kesulitan Menerima Anugerah dalam Kerendahan Hati Kristus
Herman Bavinck: Anugerah yang Tak Terpahami oleh Pikiran Manusia
Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa salah satu tantangan terbesar bagi manusia adalah menerima anugerah tanpa merasa perlu “membalas” atau “membantu” Allah. Reaksi Petrus dalam Yohanes 13:6 mencerminkan kegelisahan ini: bagaimana mungkin seorang Raja melayani hambanya? Bavinck menekankan bahwa inilah inti dari Injil—bahwa keselamatan adalah anugerah yang sepenuhnya diberikan oleh Allah kepada mereka yang tidak layak menerimanya.
John Piper: Kebanggaan Tersembunyi dalam Penolakan Anugerah
Piper dalam Future Grace mengungkapkan bahwa sering kali manusia merasa lebih nyaman dengan sistem keadilan dibandingkan dengan sistem anugerah. Ia menulis, “Petrus tidak menyadari bahwa menolak dilayani oleh Kristus sebenarnya adalah bentuk kesombongan terselubung.” Ketika kita ingin “membantu” Allah dalam pekerjaan keselamatan, kita sebenarnya sedang menolak sepenuhnya bergantung kepada anugerah-Nya.
Sinclair Ferguson: Mengapa Yesus Harus Merendahkan Diri?
Ferguson dalam The Whole Christ menekankan bahwa tindakan Yesus mencerminkan tujuan utama kedatangan-Nya: bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya bagi banyak orang (Markus 10:45). Petrus pada saat itu belum memahami bahwa pencucian kaki ini adalah gambaran dari pekerjaan yang lebih besar yang akan Yesus lakukan di kayu salib.
3. Gambaran Simbolis tentang Pekerjaan Penyucian Yesus
John Calvin: Pencucian Kaki sebagai Simbol Penyucian Rohani
Calvin menafsirkan bahwa pencucian kaki adalah simbol dari penyucian yang Yesus lakukan terhadap murid-murid-Nya. Ia menulis, “Kristus tidak hanya mencuci kaki mereka, tetapi membersihkan hati mereka dari segala kenajisan dosa.” Hal ini berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus yang terus menerus menyucikan orang percaya dalam perjalanan iman mereka.
R.C. Sproul: Baptisan dan Penyucian Berkelanjutan
Sproul melihat pencucian kaki sebagai simbol dari penyucian yang berkelanjutan dalam kehidupan orang percaya. Ia menjelaskan bahwa meskipun kita telah dibenarkan oleh iman, kita tetap membutuhkan penyucian harian oleh Firman dan Roh Kudus (Yohanes 17:17). Pencucian kaki adalah pengingat bahwa meskipun keselamatan kita sudah pasti, kita tetap harus menjalani proses pengudusan.
Tim Keller: Kasih yang Merendahkan Diri
Keller dalam Jesus the King menyoroti bagaimana tindakan Yesus dalam Yohanes 13 adalah manifestasi nyata dari kasih yang rela merendahkan diri. Ia menjelaskan bahwa kasih sejati bukan hanya tentang memberi sesuatu yang besar, tetapi juga tentang rela mengambil posisi yang paling rendah untuk melayani orang lain.
Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
1. Rendah Hati dalam Melayani Sesama
Yesus memberikan contoh nyata bahwa kepemimpinan Kristen adalah tentang melayani. Gereja dan setiap individu percaya dipanggil untuk hidup dalam kerendahan hati, tidak mencari posisi tertinggi, tetapi rela menjadi yang terakhir (Matius 20:26-28).
2. Menerima Anugerah Allah dengan Penuh Kerendahan Hati
Petrus awalnya menolak dibasuh oleh Yesus karena merasa tidak layak. Namun, sebagai orang percaya, kita harus belajar untuk menerima anugerah Allah tanpa rasa bersalah atau upaya untuk “membalas”-Nya. Keselamatan adalah pemberian yang harus diterima dengan iman.
3. Hidup dalam Penyucian yang Berkelanjutan
Pencucian kaki menggambarkan perlunya penyucian yang terus-menerus. Meskipun kita telah dibenarkan dalam Kristus, kita masih perlu hidup dalam pertobatan dan penyucian oleh Firman Allah setiap hari.
Kesimpulan
Yohanes 13:6 memberikan pelajaran yang sangat dalam bagi kehidupan orang percaya. Perspektif teologi Reformed menunjukkan bahwa reaksi Petrus mencerminkan keterbatasan manusia dalam memahami anugerah Allah. Namun, melalui tindakan Yesus, kita diajarkan untuk menerima kasih-Nya, hidup dalam kerendahan hati, dan menjalani proses penyucian setiap hari.
Sebagaimana yang dikatakan oleh John Calvin, “Di dalam Kristus, kita melihat kasih yang tidak mencari keuntungan diri, tetapi yang rela merendahkan diri untuk menebus orang berdosa.” Kiranya kita semakin memahami dan menghidupi kasih Kristus yang dinyatakan dalam tindakan-Nya yang penuh kerendahan hati.