Lukas 21:11: Tanda-Tanda Zaman

"Akan terjadi juga gempa bumi yang dahsyat, dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit."— Lukas 21:11 (TB)
Pendahuluan
Pasal 21 Injil Lukas menyajikan salah satu pengajaran eskatologis terpenting dari Yesus mengenai akhir zaman. Ayat 11 secara khusus berisi peringatan tentang bencana alam dan fenomena luar biasa yang akan mendahului datangnya hari Tuhan. Banyak orang menafsirkan ayat ini secara sensasional, namun teologi Reformed menawarkan pendekatan yang lebih hati-hati, kontekstual, dan alkitabiah.
Artikel ini akan membahas eksposisi Lukas 21:11 secara mendalam, menggunakan prinsip-prinsip tafsir Reformed, serta pendapat dari beberapa pakar seperti John Calvin, R.C. Sproul, Joel Beeke, dan Herman Bavinck. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang kaya, seimbang, dan alkitabiah mengenai bagaimana seharusnya orang Kristen menanggapi "tanda-tanda zaman".
1. Konteks Historis dan Latar Belakang Lukas 21:11
Sebelum menafsirkan Lukas 21:11, penting untuk memahami konteksnya. Ayat ini merupakan bagian dari pengajaran Yesus tentang kehancuran Bait Allah dan tanda-tanda zaman (Lukas 21:5-36). Pertanyaan murid-murid Yesus tentang kapan hal-hal itu akan terjadi (Lukas 21:7) menjadi latar percakapan ini.
Yesus menjelaskan bahwa sebelum kehancuran Yerusalem (yang terjadi pada tahun 70 M), akan muncul:
-
Nabi-nabi palsu (ayat 8)
-
Peperangan dan huru-hara (ayat 9-10)
-
Bencana alam dan tanda-tanda dahsyat (ayat 11)
Dalam hal ini, Lukas 21:11 tidak hanya mengacu pada akhir dunia, tetapi juga pada peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang kehancuran Yerusalem. Ini penting agar kita tidak menafsirkan setiap gempa atau wabah sebagai tanda langsung dari kedatangan Kristus.
2. Eksposisi Kata demi Kata: Lukas 21:11
a. "Akan terjadi juga gempa bumi yang dahsyat"
Dalam bahasa Yunani, istilah untuk gempa bumi adalah σεισμοί μεγάλοι (seismoi megaloi), berarti "gempa yang besar atau sangat kuat". Dalam Alkitab, gempa bumi sering menjadi tanda penghakiman atau kehadiran ilahi (lih. Keluaran 19:18; Matius 27:51).
John Calvin berkomentar bahwa gempa bumi di sini adalah alat Allah untuk mengguncang bangsa-bangsa dan menyatakan kehadiran-Nya dalam sejarah:
"God stirs the earth to testify that His judgments are near." (Calvin’s Commentary on the Gospels)
Calvin menekankan bahwa bencana alam bukanlah peristiwa acak, tetapi bagian dari pemerintahan Allah atas ciptaan. Dalam tradisi Reformed, ini dikenal sebagai providensia ilahi.
b. "Dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan"
Sampar (λοιμοί / loimoi) dan kelaparan (λιμοί / limoi) adalah dua bentuk penderitaan sosial yang sering terjadi dalam sejarah umat manusia, terutama saat perang dan kekacauan politik.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyebut bahwa penderitaan seperti ini merupakan konsekuensi dari dunia yang telah jatuh dalam dosa. Namun, Allah menggunakannya untuk memperingatkan dan memanggil umat-Nya kepada pertobatan.
R.C. Sproul dalam The Last Days According to Jesus menyatakan:
“These are not just natural consequences but covenantal warnings. God is speaking through the plagues of history.”
Sproul mengajak pembaca untuk tidak melihat penderitaan sebagai sekadar nasib buruk, tetapi sebagai panggilan Tuhan untuk berbalik dari dosa.
c. "Dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit"
Bagian ini menunjuk pada fenomena kosmik yang tidak biasa. Istilah Yunani φόβητρά τε καὶ σημεῖα μεγάλα (phobētra te kai sēmeia megala) bisa diterjemahkan "peristiwa-peristiwa yang menakutkan dan tanda-tanda besar dari langit".
Joel Beeke menjelaskan bahwa tanda-tanda ini bisa bersifat literal maupun simbolik, tetapi tujuannya tetap sama: menunjukkan bahwa Allah sedang bekerja secara aktif dalam sejarah manusia, mempersiapkan umat-Nya akan kedatangan Kristus.
3. Pemahaman Reformed tentang Tanda-Tanda Zaman
Dalam kerangka Reformed, tanda-tanda akhir zaman tidak selalu ditafsirkan sebagai prediksi waktu tertentu, melainkan sebagai pengingat akan sifat dunia yang telah jatuh dan kebutuhan akan penebusan dalam Kristus.
a. Bukan untuk spekulasi waktu
Yesus dengan jelas mengatakan dalam ayat-ayat berikutnya (Luk. 21:8, 34-36) bahwa umat-Nya harus berjaga-jaga, bukan menghitung waktu. Teologi Reformed menolak pendekatan dispensasional yang mencoba menentukan tanggal kedatangan Kristus berdasarkan bencana.
R.C. Sproul menegaskan bahwa banyak tanda-tanda ini sudah terjadi sejak zaman para rasul, dan akan terus berulang hingga akhir zaman. Artinya, gereja selalu hidup "dalam waktu-waktu terakhir".
b. Panggilan untuk berjaga dan bertobat
John Owen, teolog Puritan yang sering dikutip oleh kalangan Reformed, pernah mengatakan:
“Judgments are God’s loud calls for repentance.”
Gempa, sampar, dan kelaparan bukan hanya gejala alam, tetapi alat untuk menggugah hati nurani manusia. Dalam konteks ini, ayat 11 adalah peringatan kasih karunia, bukan hukuman semata.
c. Bagian dari penggenapan rencana Allah
Herman Bavinck menulis bahwa segala sesuatu—baik penderitaan, bencana, maupun kejahatan manusia—berada di bawah kendali kedaulatan Allah yang bijaksana. Lukas 21:11 mengingatkan kita akan fakta ini.
4. Aplikasi Teologis dan Praktis
a. Dunia ini tidak stabil—hanya Kristus yang tetap
Gempa bumi dan bencana mengingatkan kita bahwa dunia ini rapuh. Banyak orang menaruh harapannya pada stabilitas ekonomi atau politik, padahal hanya Kristus yang tidak tergoyahkan (Ibr. 12:28).
Joel Beeke mengingatkan bahwa penderitaan bukan alasan untuk takut, melainkan kesempatan untuk mempercayai Tuhan lebih dalam:
“Crisis strips away our idols and points us back to the only true refuge—Christ.”
b. Gereja harus memperingatkan dan menghibur
Dalam tradisi Reformed, pemberitaan Firman memiliki dua sisi: peringatan dan penghiburan. Lukas 21:11 menjadi dasar bagi gereja untuk memperingatkan dunia akan penghakiman, namun juga memberitakan Injil sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
c. Penderitaan sebagai sarana pengudusan
Sampar dan kelaparan bisa menjadi sarana Tuhan untuk menyucikan umat-Nya. John Calvin menulis bahwa penderitaan adalah "latihan kesabaran" bagi umat pilihan. Ini memperlihatkan kasih Tuhan yang mendidik, bukan hanya menghukum.
5. Pandangan Pakar Reformed Lainnya
a. Anthony Hoekema
Dalam The Bible and the Future, Hoekema menekankan bahwa tanda-tanda zaman bukan hanya menunjuk pada sesuatu yang akan datang, tetapi adalah realitas yang sedang berlangsung. Gereja harus hidup dalam kesiapan permanen, bukan ketakutan sementara.
b. Geerhardus Vos
Dalam karya-karyanya tentang eskatologi, Vos menyatakan bahwa tanda-tanda seperti yang ada dalam Lukas 21:11 adalah bagian dari "tension of the already and not yet"—kerajaan Allah sudah hadir, tapi belum sepenuhnya digenapi.
6. Kesalahan Umum dalam Menafsirkan Lukas 21:11
a. Mengaitkan setiap bencana dengan kedatangan Yesus secara langsung
Banyak orang Kristen terjebak dalam pola pikir apokaliptik yang tidak sehat. Setiap gempa atau pandemi langsung dikaitkan dengan akhir dunia. Teologi Reformed menekankan kesabaran dan ketekunan, bukan ketakutan.
b. Menciptakan spekulasi numerik atau ramalan tanggal
Yesus secara eksplisit melarang hal ini. Teologi Reformed lebih fokus pada siap siaga rohani daripada kalender nubuat.
Kesimpulan
Lukas 21:11 adalah ayat yang kuat dan penuh makna. Dalam ayat ini, Yesus memberikan gambaran serius tentang penderitaan yang akan terjadi, baik menjelang kehancuran Yerusalem maupun menjelang kedatangan-Nya yang kedua. Namun, dari perspektif Reformed, ayat ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk:
-
Membangunkan umat Tuhan dari tidur rohani
-
Mengarahkan mereka kepada Kristus sebagai satu-satunya tempat perlindungan
-
Menumbuhkan kerendahan hati dan ketekunan di tengah dunia yang berguncang
Sebagaimana dikatakan oleh R.C. Sproul:
“We are not to fear the signs, but to rejoice that redemption is drawing near.”