Mewariskan Injil: 2 Timotius 2:2

Pendahuluan:
2 Timotius 2:2 berbunyi:
"Apa yang telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain."
Ayat ini menjadi pilar penting dalam pemahaman gereja Reformed tentang pengajaran, pembinaan rohani, dan suksesi pelayanan yang setia. Dalam tradisi Reformed, 2 Timotius 2:2 menggambarkan betapa vitalnya proses pewarisan Injil kepada generasi berikutnya demi menjaga kemurnian doktrin dan memperluas kerajaan Allah.
Artikel ini akan membahas 2 Timotius 2:2 berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, Charles Hodge, dan R.C. Sproul, disertai aplikasi praktis untuk kehidupan bergereja masa kini.
1. Konteks 2 Timotius 2:2
Surat Paulus yang kedua kepada Timotius ditulis dari penjara Roma, menjelang akhir hidupnya. Ini adalah surat penuh nada pastoral dan personal, dengan fokus utama pada kesetiaan dalam pelayanan meskipun menghadapi penderitaan.
Dalam pasal 2 ini, Paulus mendorong Timotius untuk menjadi kuat dalam anugerah Kristus (2 Timotius 2:1), lalu memerintahkannya untuk mewariskan ajaran yang murni kepada orang lain. Ini bukan sekadar perintah biasa, melainkan strategi rohani untuk menjaga kesinambungan pewartaan Injil hingga kedatangan Kristus kembali.
William Hendriksen dalam komentarnya menekankan bahwa ayat ini adalah "jantung dari program pelipatgandaan pelayanan Kristen."
2. Struktur Eksposisi 2 Timotius 2:2
Mari kita bedah ayat ini menjadi empat bagian utama:
-
Apa yang telah engkau dengar daripadaku
-
Di depan banyak saksi
-
Percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai
-
Yang juga cakap mengajar orang lain
a. "Apa yang telah engkau dengar daripadaku"
Di sini Paulus menunjuk pada pengajaran apostolik. Yang diwariskan bukan sekadar pengalaman pribadi, melainkan doktrin yang telah diterima dari Kristus, diajarkan secara setia oleh para rasul.
John Calvin menulis:
"Paulus mengingatkan Timotius untuk tidak mempercayai khayalannya sendiri, melainkan tetap berpegang pada ajaran yang telah diterimanya."
Ini berarti, dalam pewarisan pelayanan, standar kebenaran bukanlah opini manusia, melainkan wahyu Allah yang objektif dan tidak berubah.
b. "Di depan banyak saksi"
Frasa ini menunjukkan bahwa pengajaran itu disampaikan secara terbuka, bukan rahasia, dan telah dikonfirmasi oleh banyak saksi. Ini memperkuat otoritas ajaran itu.
Menurut Matthew Henry, kalimat ini menegaskan bahwa Injil yang diberitakan Paulus memiliki "validitas publik" — bukan ajaran pribadi yang tersembunyi, tetapi kebenaran yang harus diketahui semua orang.
Dalam dunia modern yang penuh subjektivisme, gereja Reformed menekankan bahwa kebenaran harus dibangun di atas fondasi yang telah diuji, bukan sekadar pengalaman pribadi.
c. "Percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai"
Penekanan di sini ada pada kualifikasi moral — "orang yang dapat dipercayai." Pewarisan pelayanan tidak asal pilih. Mereka yang dipercayai harus menunjukkan integritas, kesetiaan, dan hidup saleh.
Charles Hodge berkomentar bahwa:
"Kesetiaan dalam karakter mendahului kecakapan dalam pelayanan."
Dalam tradisi Reformed, ini mencerminkan prinsip pemilihan penatua dan pendeta berdasarkan 1 Timotius 3 dan Titus 1 — bukan hanya pintar, tetapi saleh dan berkarakter ilahi.
d. "Yang juga cakap mengajar orang lain"
Bukan hanya setia, tetapi mampu mengajar. Ada keharusan keterampilan untuk menyampaikan kebenaran kepada orang lain.
R.C. Sproul dalam Essential Truths of the Christian Faith menulis:
"Mengajar adalah tindakan kasih yang paling murni, karena membagikan kebenaran Allah berarti memberikan kehidupan."
Maka, gereja Reformed memandang pelatihan pengajar dan pendeta sebagai tanggung jawab serius — sebuah pelayanan yang harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, baik dalam karakter maupun kompetensi.
3. Implikasi Teologis dalam Tradisi Reformed
a. Pewarisan Kebenaran: Suatu Kebutuhan Mendesak
Gereja Reformed menekankan bahwa tanpa pewarisan yang setia, gereja akan cepat menyimpang.
John Owen memperingatkan:
"Bila generasi yang setia gagal mengajar penerusnya, maka Injil akan segera dikaburkan dan digantikan oleh tradisi manusia."
Itulah sebabnya lembaga-lembaga pendidikan teologi (seperti Westminster Theological Seminary, Calvin Theological Seminary) lahir untuk memastikan kelanjutan pelayanan yang berlandaskan kebenaran.
b. Otoritas Firman, Bukan Tradisi Manusia
Yang diwariskan bukanlah kebiasaan budaya atau gaya kepemimpinan, melainkan Firman Allah. 2 Timotius 2:2 menegaskan bahwa Injil itu objektif, dapat didengar, dipelajari, dan diajarkan kembali dengan setia.
c. Disiplin dan Selektivitas dalam Pembinaan Pemimpin
Dalam teologi Reformed, tidak semua orang layak menerima tugas pengajaran. Ada standar rohani yang tinggi, karena kesalahan satu guru bisa merusak banyak jiwa (Yakobus 3:1).
Herman Bavinck menyatakan:
"Pelayanan gereja adalah tugas kudus, bukan hak manusia, melainkan panggilan Allah."
Maka, gereja harus hati-hati dan tekun dalam mendidik serta memilih pelayan-pelayan firman.
4. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
a. Prioritaskan Pembinaan Pemimpin
Setiap gereja lokal perlu mengembangkan program pembinaan rohani, bukan hanya sekadar aktivitas. Membina pemimpin masa depan adalah bagian dari tugas penginjilan dan pemuridan.
b. Latih Kesetiaan dan Kemampuan Mengajar
Kesetiaan doktrinal harus diimbangi dengan keterampilan komunikasi. Latihan pengajaran, diskusi Alkitab, kelas teologi — semua ini penting untuk menyiapkan pengajar-pengajar baru yang efektif.
c. Hindari Pengabaian dalam Pewarisan
Banyak gereja mati bukan karena kekurangan jemaat, melainkan karena gagal membangun pemimpin baru. 2 Timotius 2:2 memanggil kita untuk memikirkan regenerasi pelayanan secara serius.
d. Tegaskan Standar Karakter
Jangan hanya mencari yang berbakat, carilah yang berkarakter Kristus. Integritas adalah dasar pewarisan pelayanan yang tahan lama.
5. Pandangan Tambahan dari Para Teolog Reformed
a. Francis Turretin
Dalam Institutes of Elenctic Theology, Turretin menekankan:
"Pewarisan ajaran tidak boleh dipengaruhi oleh politik, tetapi harus berdasarkan kesetiaan kepada doktrin Alkitabiah."
b. Jonathan Edwards
Edwards berbicara tentang pentingnya "successive ministry" — pelayanan yang berkelanjutan melalui generasi:
"Tanpa kelanjutan pelayanan yang setia, obor Injil akan segera padam dalam satu generasi."
Edwards mendorong gereja untuk mendoakan dan melatih generasi berikutnya dengan tekun.
Penutup: Mewariskan Injil dalam Kasih dan Kesetiaan
2 Timotius 2:2 adalah warisan yang kaya dari Rasul Paulus untuk gereja sepanjang masa. Ayat ini mengajarkan kita bahwa Injil harus diajarkan, diwariskan, dan disebarluaskan dengan setia dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam dunia yang terus berubah, komitmen terhadap kebenaran Allah harus tetap teguh. Gereja Reformed memegang prinsip ini erat-erat: "Semper Reformanda" — selalu mereformasi diri dengan kembali kepada Firman Tuhan.
Kiranya kita semua, baik sebagai jemaat maupun pemimpin, setia memegang tugas mulia ini: mendengar, menjaga, dan mewariskan Injil Kristus sampai Dia datang kembali.
Sebagaimana 2 Timotius 2:2 memanggil kita:
"Apa yang telah engkau dengar daripadaku... percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain."
Soli Deo Gloria!