Roma 7:1-3 – Kesetiaan dalam Keluarga Kristen

Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin mengabaikan ikatan suci pernikahan, kesetiaan dalam keluarga menjadi isu yang sangat relevan. Ketika berbicara tentang topik ini, Roma 7:1-3 memberikan dasar yang kuat untuk memahami prinsip ikatan pernikahan menurut pandangan teologi Reformed.
Roma 7:1-3 berbunyi:
"Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara — sebab aku berbicara kepada mereka yang mengenal hukum — bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? Sebab itu, perempuan bersuami terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya hidup; tetapi jika suaminya mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya. Jadi selama suaminya hidup, ia disebut berzinah, kalau ia menjadi istri laki-laki lain. Tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum itu, sehingga ia bukan berzinah, kalau ia menjadi istri laki-laki lain."
Dalam artikel ini, kita akan membahas:
-
Konteks Roma 7:1-3.
-
Prinsip ikatan pernikahan menurut teologi Reformed.
-
Pentingnya kesetiaan dalam keluarga.
-
Penjelasan para pakar Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, John Piper, Michael Horton.
-
Aplikasi praktis bagi kehidupan keluarga Kristen masa kini.
Mari kita selami lebih dalam makna dan implikasi dari firman Tuhan ini.
1. Konteks Roma 7:1-3
a. Hubungan dengan Hukum Taurat
Paulus di Roma 7 berbicara tentang relasi orang percaya terhadap hukum. Dia menggunakan ilustrasi ikatan pernikahan untuk menjelaskan bahwa orang percaya, melalui kematian Kristus, telah dibebaskan dari tuntutan hukum.
Namun, walaupun konteks utama adalah hukum dan kematian, ilustrasi yang Paulus gunakan adalah pernikahan, yang secara tidak langsung mengajarkan prinsip tentang kesetiaan dan ikatan keluarga.
b. Prinsip Umum dari Ilustrasi Pernikahan
Paulus menyatakan bahwa:
-
Seorang istri terikat kepada suaminya selama hidup.
-
Jika suaminya mati, ikatan itu berakhir.
-
Bila seorang istri bersatu dengan pria lain sementara suaminya masih hidup, itu disebut perzinahan.
Dengan demikian, prinsip ketegasan dan eksklusivitas ikatan pernikahan ditegaskan di sini.
2. Kesetiaan dalam Pandangan Teologi Reformed
a. Kesetiaan sebagai Cerminan Injil
Teologi Reformed melihat pernikahan bukan hanya sebagai kontrak sosial, tetapi sebagai perjanjian kudus yang mencerminkan hubungan Kristus dengan gereja.
John Piper dalam bukunya This Momentary Marriage menulis:
"Pernikahan dimaksudkan untuk menampilkan kemuliaan kasih perjanjian antara Kristus dan gereja."
Dengan demikian, kesetiaan dalam pernikahan adalah cermin dari kesetiaan Kristus kepada umat-Nya.
b. Kesetiaan Bukan Pilihan, Tapi Perintah
John Calvin, dalam komentarnya atas Roma 7, menekankan bahwa hukum pernikahan bersifat mengikat sampai kematian:
"Paulus mengingatkan kita bahwa ikatan pernikahan adalah permanen kecuali diputuskan oleh kematian, dan oleh karena itu, pelanggaran terhadapnya merupakan dosa berat."
Dalam pemikiran Calvin, pernikahan adalah perjanjian kudus, bukan kesepakatan sementara.
3. Penjelasan Roma 7:1-3 menurut Pakar Reformed
a. John Calvin
Calvin dalam Commentary on Romans menyatakan:
"Dengan contoh pernikahan, Paulus menunjukkan bahwa selama kita hidup di bawah hukum, kita terikat olehnya; tetapi melalui kematian Kristus, kita dibebaskan untuk hidup dalam anugerah."
Namun, secara etis, ia menegaskan bahwa prinsip ini mengukuhkan kesucian dan keteguhan ikatan pernikahan.
b. R.C. Sproul
Dalam The Gospel of God, Sproul menjelaskan:
"Kesetiaan dalam pernikahan adalah ilustrasi penting bagaimana kita harus setia kepada Allah. Pelanggaran dalam pernikahan adalah gambaran pelanggaran kita terhadap kesetiaan kepada Allah."
Pernikahan bukan hanya soal cinta manusiawi, tapi juga penggambaran dari hubungan Allah dan umat-Nya.
c. John Piper
Piper menekankan bahwa kesetiaan dalam pernikahan mengajarkan umat percaya tentang ketekunan dan kasih setia:
"Allah tidak pernah menyerah atas umat-Nya. Demikian pula, pasangan suami istri dipanggil untuk mencerminkan ketekunan itu satu sama lain."
4. Prinsip Kesetiaan dalam Keluarga
Berdasarkan Roma 7:1-3 dan teologi Reformed, ada beberapa prinsip penting:
a. Kesetiaan Seumur Hidup
Ikatan pernikahan berlangsung sampai maut memisahkan (bukan hanya sampai bosan atau merasa tidak bahagia).
Michael Horton menulis:
"Dalam pernikahan Kristen, komitmen mendahului perasaan. Kasih bukan pertama-tama perasaan, tetapi tindakan berdasarkan perjanjian."
b. Kesetiaan dalam Kesulitan
Pernikahan Kristen harus bertahan dalam suka dan duka, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan.
John Owen, seorang teolog Reformed Puritan, berkata:
"Kasih sejati tidak diukur ketika semuanya berjalan baik, tetapi justru dalam saat-saat penderitaan."
c. Kesetiaan sebagai Ibadah kepada Allah
Bertahan setia dalam keluarga bukan hanya untuk kebahagiaan pribadi, tetapi sebagai bentuk ibadah kepada Allah.
5. Implikasi Kesetiaan dalam Kehidupan Keluarga Kristen
a. Membangun Fondasi yang Kokoh
Kesetiaan membangun kepercayaan dalam keluarga. Anak-anak belajar dari teladan orang tua yang setia.
b. Memelihara Kasih dalam Kebenaran
Kasih tanpa kesetiaan akan cepat memudar. Tetapi kasih yang diikat dalam janji kesetiaan akan bertahan lama.
c. Kesaksian kepada Dunia
Di tengah dunia yang mempermudah perceraian, keluarga Kristen yang setia menjadi saksi hidup tentang kasih dan kebenaran Injil.
6. Tantangan terhadap Kesetiaan dan Jawabannya
Tantangan 1: Budaya Sekuler
Budaya modern mengajarkan bahwa kebahagiaan pribadi lebih penting daripada kesetiaan.
Jawaban Reformed: Kebahagiaan sejati ditemukan dalam kesetiaan kepada Allah dan kepada pasangan kita, bukan dalam mengikuti keinginan egois.
Tantangan 2: Penderitaan dalam Pernikahan
Beberapa pernikahan mengalami kesulitan besar: sakit, kemiskinan, konflik.
Jawaban Reformed: Penderitaan tidak membatalkan perjanjian. Sebaliknya, dalam penderitaan, kasih yang sejati diuji dan dimurnikan.
Tantangan 3: Godaan Dunia
Godaan untuk tidak setia — baik secara emosional atau fisik — sangat kuat.
Jawaban Reformed: Kesetiaan dilatih melalui disiplin rohani: doa, pembacaan firman, persekutuan dengan umat Tuhan.
7. Kesetiaan dan Kasih Karunia
Dalam teologi Reformed, kita memahami bahwa kesetiaan bukanlah hasil kekuatan manusia semata, tetapi buah dari kasih karunia Allah.
Galatia 5:22-23 menyebutkan kesetiaan sebagai buah Roh.
Oleh karena itu:
-
Kita berdoa memohon pertolongan Roh Kudus.
-
Kita bergantung pada anugerah Allah setiap hari.
-
Kita mengakui kelemahan kita dan mencari kekuatan dari Kristus.
8. Kesetiaan dan Pengampunan
Kesetiaan bukan berarti tanpa kesalahan. Bahkan dalam keluarga Kristen, kadang ada kegagalan. Namun:
-
Kita dipanggil untuk saling mengampuni (Kolose 3:13).
-
Kita terus membangun kembali kepercayaan.
-
Kita mengingat bahwa Kristus mengampuni kita, sehingga kita juga mengampuni satu sama lain.
John Piper berkata:
"Kasih karunia Allah dalam pengampunan adalah bahan bakar untuk kesetiaan di tengah kegagalan."
Kesimpulan
Roma 7:1-3 mengajarkan bahwa kesetiaan dalam pernikahan adalah ikatan suci yang tidak dapat diabaikan sembarangan.
Dalam pandangan teologi Reformed, kesetiaan:
-
Adalah refleksi dari kesetiaan Allah kepada umat-Nya.
-
Merupakan ibadah kepada Allah.
-
Adalah komitmen seumur hidup yang hanya bisa dipelihara oleh anugerah.
Sebagai umat Allah, kita dipanggil untuk menampilkan kesetiaan dalam keluarga bukan karena kekuatan kita, tetapi karena anugerah Allah yang menopang.
Kiranya Roh Kudus memampukan setiap keluarga Kristen untuk menjadi saksi setia bagi dunia tentang kasih Allah yang kekal.
Soli Deo Gloria!