The Covenant of Grace

Pendahuluan: Anugerah yang Ditetapkan Sebelum Dunia Dijadikan
Dalam inti dari keseluruhan narasi Alkitab terdapat satu benang merah yang mengikat seluruh rencana penebusan Allah: Perjanjian Anugerah (The Covenant of Grace). Dalam teologi Reformed, konsep ini merupakan pusat dari hubungan Allah dengan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, dan menjadi dasar bagi semua pengharapan akan keselamatan.
Apa itu Perjanjian Anugerah? Bagaimana Allah menyatakan kasih-Nya kepada umat manusia sejak Kejadian hingga Wahyu? Dan bagaimana pemahaman ini membentuk iman dan kehidupan orang percaya?
Artikel ini akan membahas konsep Perjanjian Anugerah dari sudut pandang teologi Reformed, menggunakan pandangan dari tokoh-tokoh seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, Geerhardus Vos, dan Michael Horton, serta menjelaskan bagaimana perjanjian ini digenapi dalam Kristus dan diaplikasikan dalam hidup kita hari ini.
1. Pengantar Teologi Perjanjian dalam Tradisi Reformed
Teologi Perjanjian (Covenant Theology) adalah kerangka besar dari pemahaman teologi Reformed terhadap seluruh Alkitab. Teologi ini melihat bahwa relasi antara Allah dan umat-Nya selalu terjadi dalam konteks perjanjian, bukan kontrak, dan selalu dimulai atas inisiatif Allah.
Tiga Perjanjian Utama dalam Teologi Reformed:
-
Perjanjian Kekal (Covenant of Redemption) – antara Allah Tritunggal sebelum penciptaan.
-
Perjanjian Karya (Covenant of Works) – antara Allah dan Adam di Eden.
-
Perjanjian Anugerah (Covenant of Grace) – antara Allah dan umat pilihan-Nya setelah kejatuhan.
Artikel ini akan fokus pada Perjanjian Anugerah.
2. Definisi Perjanjian Anugerah
Louis Berkhof dalam Systematic Theology mendefinisikan:
“Perjanjian Anugerah adalah perjanjian yang dibuat oleh Allah dengan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, di mana Ia menjanjikan keselamatan melalui Yesus Kristus kepada mereka yang percaya.”
Dengan kata lain, Perjanjian Anugerah adalah inisiatif Allah yang penuh kasih dan rahmat untuk menyelamatkan manusia, bukan berdasarkan ketaatan manusia, tetapi berdasarkan karya penebusan Kristus.
3. Latar Belakang: Kegagalan Perjanjian Karya dan Kejatuhan
Dalam Kejadian 2, Allah mengadakan hubungan dengan Adam berdasarkan ketaatan. Jika Adam taat, ia akan hidup; jika tidak, ia akan mati (Kej. 2:17). Ini disebut Perjanjian Karya.
Namun, manusia gagal. Kejatuhan dalam Kejadian 3 bukan hanya pelanggaran, tetapi pengkhianatan terhadap Perjanjian Karya. Karena itu, manusia pantas dihukum.
Tetapi Allah, dalam kasih-Nya, mengadakan perjanjian baru, bukan berdasarkan ketaatan manusia, melainkan berdasarkan kasih karunia melalui Penebus.
4. Penggenapan Awal: Proto-Evangelium (Kejadian 3:15)
“Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu.”
Ini adalah benih pertama dari Perjanjian Anugerah, janji pertama tentang Juruselamat yang akan datang. Sejak saat itu, seluruh sejarah Alkitab adalah penyataan progresif dari perjanjian ini.
Geerhardus Vos menyebut ini sebagai:
“Awal dari sejarah keselamatan dalam konteks perjanjian anugerah yang akan digenapi sepenuhnya dalam Kristus.”
5. Progresivitas Perjanjian Anugerah dalam Perjanjian Lama
Meskipun istilah “Perjanjian Anugerah” tidak secara eksplisit disebut, namun konsepnya dijelaskan dalam:
a. Perjanjian dengan Nuh
(Kejar keteraturan dan kasih karunia universal – Kejadian 9)
b. Perjanjian dengan Abraham
(Janji keturunan, tanah, dan berkat bagi semua bangsa – Kejadian 12, 15, 17)
“Melalui engkau, semua bangsa akan diberkati.” (Kejadian 12:3)
c. Perjanjian dengan Musa
(Hukum diberikan untuk mengatur hidup umat dalam konteks anugerah)
d. Perjanjian dengan Daud
(Janji tentang kerajaan kekal dan Mesias dari keturunannya – 2 Sam 7)
John Calvin melihat semua perjanjian ini sebagai manifestasi dari satu perjanjian keselamatan yang sama, bukan sistem yang terpisah.
“Mesias adalah dasar dari seluruh perjanjian, baik dalam bayangan maupun kenyataan.”
6. Puncak dari Perjanjian: Kristus sebagai Penggenap Anugerah
Dalam Perjanjian Baru, Kristus datang sebagai penggenapan semua janji dalam Perjanjian Anugerah.
“Sebab semua janji Allah di dalam Dia adalah ‘ya’ dan ‘amin.’” (2 Korintus 1:20)
Kristus adalah:
-
Anak keturunan perempuan (Kej. 3:15)
-
Keturunan Abraham (Galatia 3:16)
-
Nabi seperti Musa (Ulangan 18:15)
-
Raja dalam garis Daud (Lukas 1:32)
-
Imam besar yang sempurna (Ibrani 4–10)
Michael Horton menegaskan bahwa:
“Kristus tidak datang dengan perjanjian baru yang sama sekali berbeda, melainkan dengan penggenapan dari perjanjian yang telah dijanjikan sejak semula.”
7. Sifat Anugerah: Tidak Berdasarkan Karya, Melainkan Iman
Perjanjian Anugerah sepenuhnya didasarkan pada kasih karunia, bukan perbuatan baik. Ini ditegaskan dalam Efesus 2:8–9:
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu.”
Reformasi Protestan, yang dipimpin oleh Martin Luther dan John Calvin, mengembalikan pemahaman bahwa:
-
Keselamatan bukan oleh hukum, tetapi oleh kasih karunia Allah
-
Iman adalah alat, bukan dasar keselamatan
8. Tanda dan Meterai Perjanjian
Perjanjian Lama:
-
Sunat sebagai tanda masuk ke dalam umat perjanjian (Kejadian 17)
Perjanjian Baru:
-
Baptisan menggantikan sunat sebagai tanda anugerah
-
Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan darah perjanjian
Louis Berkhof menjelaskan bahwa:
“Tanda perjanjian bukanlah jaminan otomatis keselamatan, tetapi pengingat dan meterai akan janji Allah yang sejati.”
9. Perjanjian Anugerah dan Anak-anak
Dalam teologi Reformed, anak-anak dari orang percaya dianggap termasuk dalam komunitas perjanjian, dan karena itu layak menerima tanda baptisan.
“Janji itu berlaku bagi kamu dan bagi anak-anakmu.” (Kis. 2:39)
Hal ini menjadi dasar bagi praktik baptisan anak dalam banyak gereja Reformed, sebagai ekspresi bahwa mereka berada dalam lingkup anugerah Allah dan dibesarkan dalam iman.
10. Implikasi Praktis dari Perjanjian Anugerah
a. Keyakinan akan Keselamatan
Jika keselamatan berdasarkan kasih karunia, maka kita dapat yakin akan janji Allah.
b. Kehidupan dalam Ketaatan
Bukan untuk memperoleh keselamatan, tetapi sebagai respon kasih atas anugerah-Nya.
c. Pengharapan dalam Penderitaan
Janji Allah dalam perjanjian memberi kita kekuatan untuk bertahan, karena kita tahu bahwa Ia setia.
11. Kontras dengan Perjanjian Karya
Perjanjian Karya | Perjanjian Anugerah |
---|---|
Berdasarkan ketaatan Adam | Berdasarkan ketaatan Kristus |
Upah: Hidup kekal jika taat | Hadiah: Hidup kekal karena Kristus |
Gagal karena dosa | Digenapi dalam Kristus |
Ditutup di Eden | Dibuka di salib |
12. Eskatologi dan Perjanjian Anugerah
Akhir dari Perjanjian Anugerah bukan hanya keselamatan pribadi, tetapi pemulihan seluruh ciptaan. Wahyu 21–22 menggambarkan bahwa Allah akan diam bersama umat-Nya, dan tidak ada lagi kutuk.
“Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.” (Wahyu 21:3)
Perjanjian Anugerah dimulai dalam kasih karunia, berlangsung dalam pemeliharaan, dan akan berakhir dalam kemuliaan.
Kesimpulan: Tetap dalam Perjanjian Anugerah
Perjanjian Anugerah bukan hanya doktrin, tetapi realitas hidup. Ia memberi dasar bagi iman, bentuk bagi ibadah, arah bagi kehidupan, dan pengharapan dalam penderitaan.
Apa yang Dapat Kita Lakukan?
-
Terimalah Kristus dengan iman – Dia adalah Penjamin perjanjian.
-
Hiduplah dalam kasih dan ketaatan – sebagai umat perjanjian.
-
Didiklah anak-anak dalam iman – wariskan janji-Nya.
-
Berpeganglah pada janji Allah – Dia tidak pernah ingkar janji.