Markus 3:13–15 Panggilan Kristus kepada Para Murid-Nya

Teks Utama: Markus 3:13–15 (TB)
“Kemudian naiklah Ia ke atas bukit dan memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya, lalu datanglah mereka kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan.”
I. Pendahuluan: Panggilan Ilahi yang Berdaulat
Perikop Markus 3:13–15 merupakan salah satu bagian penting dalam Injil Markus yang menandai permulaan pelayanan apostolik Yesus Kristus. Setelah sekian lama mengajar, menyembuhkan, dan mengusir roh jahat, Yesus kini memilih dua belas orang dari antara banyak murid-Nya untuk menjadi wakil resmi kerajaan Allah.
Namun, inti dari perikop ini bukan sekadar pemilihan administratif, melainkan panggilan rohani yang bersumber dari kedaulatan Kristus sendiri. Markus menulis bahwa “Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya” (Markus 3:13).
Ini menunjukkan bahwa panggilan murid-murid bukan berasal dari inisiatif manusia, melainkan dari inisiatif Allah yang berdaulat. Seperti dikatakan oleh John Calvin dalam komentarnya atas Injil Markus:
“Kristus tidak memanggil semua orang, tetapi mereka yang Ia kehendaki, untuk menunjukkan bahwa panggilan kepada pelayanan Injil adalah anugerah pilihan Allah, bukan hasil usaha manusia.”
(Commentary on the Harmony of the Evangelists, 1555)
Dengan demikian, Markus 3:13–15 adalah teks yang menyingkapkan hak prerogatif Kristus sebagai Tuhan dan Raja atas panggilan dan pengutusan umat-Nya.
II. Latar Belakang Konteks Markus 3
Sebelum bagian ini, Yesus sedang menghadapi penolakan dan permusuhan dari para ahli Taurat dan orang Farisi (Markus 3:6). Mereka sudah mulai bersekongkol untuk membunuh-Nya. Di tengah meningkatnya konflik itu, Yesus justru memperluas pelayanan-Nya dengan memanggil para murid untuk ikut serta dalam karya Kerajaan Allah.
John MacArthur menjelaskan bahwa:
“Pemilihan dua belas murid di tengah oposisi menunjukkan bahwa kerajaan Allah tidak bergantung pada kekuatan manusia. Ketika dunia menolak Kristus, Ia membangun gereja-Nya dengan tangan-tangan yang sederhana.”
(The MacArthur New Testament Commentary: Mark, 2011)
Perikop ini juga paralel dengan Lukas 6:12–16, di mana dicatat bahwa Yesus berdoa semalaman sebelum memilih dua belas murid. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan tersebut bukan tindakan impulsif, melainkan bagian dari rencana Allah yang kekal.
III. Eksposisi Ayat demi Ayat
Markus 3:13: “Kemudian naiklah Ia ke atas bukit dan memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya...”
Frasa “naik ke atas bukit” bukan sekadar detail geografis, tetapi memiliki makna teologis yang dalam. Dalam Alkitab, bukit atau gunung sering menjadi tempat wahyu dan pertemuan ilahi — seperti Musa di Gunung Sinai (Keluaran 19) atau Yesus di Bukit Zaitun.
Ketika Yesus naik ke bukit, itu menunjukkan bahwa Ia sedang bertindak sebagai otoritas ilahi, bukan hanya guru manusia. Di tempat tinggi itu, Ia memanggil mereka “yang dikehendaki-Nya.”
Kata Yunani yang digunakan untuk “memanggil” adalah proskaleō, yang berarti “memanggil kepada diri sendiri.” Artinya, panggilan Kristus adalah panggilan untuk mendekat, untuk bersekutu dengan Dia.
Ini menunjukkan dua hal penting:
-
Panggilan Kristus bersifat berdaulat.
Mereka tidak memilih diri sendiri; Yesuslah yang memilih. Ini sejalan dengan Yohanes 15:16 — “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.”
R.C. Sproul menegaskan:“Tidak seorang pun datang kepada Kristus kecuali ia ditarik oleh kasih karunia yang efektif dari Allah. Panggilan Yesus adalah panggilan yang mengubah hati.” (Chosen by God, 1986)
-
Panggilan itu bersifat pribadi.
Kristus tidak memanggil massa secara umum, tetapi orang-orang tertentu “yang dikehendaki-Nya.” Dalam hal ini, panggilan murid-murid mencerminkan panggilan rohani setiap orang percaya — panggilan yang bersifat pribadi dan transformasional.
Mereka “datang kepada-Nya,” bukan karena kehebatan mereka, tetapi karena panggilan itu berdaya kuasa. Dalam teologi Reformed, ini disebut effectual calling — panggilan yang efektif yang tidak bisa ditolak karena berasal dari kuasa Roh Kudus (Roma 8:30).
Markus 3:14: “Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil...”
Dalam ayat ini, ada dua tujuan utama dari pemilihan itu:
1. “Untuk menyertai Dia”
Sebelum mereka “diutus,” mereka harus menyertai Yesus. Ini menunjukkan prinsip rohani yang mendalam:
Persekutuan mendahului pelayanan.
Sebelum seseorang diutus untuk melayani, ia harus belajar hidup dekat dengan Kristus. Pelayanan sejati lahir dari keintiman rohani, bukan aktivitas semata.
Charles Spurgeon menulis:
“Kristus tidak memanggil kita pertama-tama untuk bekerja bagi-Nya, tetapi untuk berjalan bersama-Nya. Pelayanan tanpa persekutuan akan menjadi kering dan tanpa kuasa.” (Morning and Evening, 1866)
Yesus menginginkan para murid mengenal hati-Nya, menyaksikan hidup-Nya, dan belajar dari teladan-Nya. Inilah dasar dari semua pelayanan Kristen yang sejati.
2. “Untuk diutus-Nya memberitakan Injil”
Setelah bersekutu, mereka diutus. Kata “diutus” di sini berasal dari kata Yunani apostellō, yang menjadi dasar kata “rasul” (apostolos). Jadi, para murid dipilih untuk menjadi utusan resmi Kristus di dunia.
Yesus tidak hanya ingin mereka menjadi pengikut yang pasif, tetapi utusan aktif dari kabar baik.
Matthew Henry menulis:
“Mereka dipilih bukan untuk kehormatan pribadi, tetapi untuk pekerjaan besar: menyebarkan Injil dan mendirikan kerajaan Allah di dunia.” (Commentary on the Whole Bible, 1710)
Menarik bahwa Injil Markus mencatat urutan yang sangat penting:
“menyertai Dia” → “diutus-Nya.”
Ini berarti bahwa semua pelayanan yang berhasil harus lahir dari persekutuan yang mendalam dengan Kristus. Banyak orang ingin diutus, tetapi sedikit yang mau tinggal bersama-Nya dalam keheningan doa dan pembentukan karakter.
Markus 3:15: “...dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan.”
Kuasa ini bukanlah kekuatan alamiah, tetapi otoritas rohani yang berasal dari Kristus. Dalam konteks Injil Markus, pengusiran setan adalah tanda bahwa kerajaan Allah sedang datang dan kuasa Iblis sedang dikalahkan.
Yesus memberi mereka otoritas atas kuasa kegelapan, menunjukkan bahwa misi mereka bukan hanya menyampaikan kabar baik, tetapi juga memperluas wilayah pemerintahan Allah.
John Calvin menulis:
“Kuasa mengusir setan adalah lambang dari Injil yang menang atas kerajaan kegelapan. Ketika Kristus memberi kuasa kepada murid-murid, Ia sedang memperluas pemerintahan kasih karunia-Nya.”
Kuasa ini bukan untuk disalahgunakan atau dipakai demi gengsi rohani, tetapi untuk melayani dengan kerendahan hati dan ketergantungan penuh kepada Kristus.
Dalam terang Reformed, ini juga menunjukkan bahwa otoritas gereja tidak berasal dari manusia, tetapi dari Kristus yang memberi kuasa melalui Firman dan Roh-Nya.
John Stott menjelaskan bahwa:
“Kuasa pelayanan Kristen tidak terletak pada karisma pribadi atau kemampuan manusia, tetapi pada kehadiran Kristus yang berkuasa melalui Roh Kudus di dalam umat-Nya.” (The Message of Acts, 1990)
IV. Tiga Kebenaran Besar dalam Markus 3:13–15
1. Panggilan Kristus bersifat berdaulat dan personal
Yesus memanggil siapa yang Ia kehendaki. Ini menegaskan doktrin pemilihan ilahi yang menjadi salah satu pilar teologi Reformed.
Kita tidak dipanggil karena kelayakan, tetapi karena kasih karunia. Dalam 2 Timotius 1:9 dikatakan:
“Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri.”
R.C. Sproul menegaskan:
“Pemilihan Allah bukanlah diskriminasi, melainkan kasih karunia murni yang tidak pantas diterima siapa pun.” (Chosen by God, 1986)
Panggilan Kristus kepada para murid menggambarkan bagaimana Ia juga memanggil kita hari ini — bukan karena jasa, tetapi karena kasih-Nya yang kekal.
2. Persekutuan dengan Kristus adalah dasar pelayanan sejati
Sebelum “diutus,” murid-murid harus “menyertai Dia.” Ini menegaskan prinsip prioritas relasi di atas aktivitas.
Banyak orang Kristen terburu-buru ingin melayani, tetapi melupakan akar rohaninya. Kita harus terlebih dahulu “tinggal di dalam Kristus” (Yohanes 15:4), sebab tanpa Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa.
A.W. Tozer menulis:
“Pelayanan tanpa kehadiran Allah hanyalah kebisingan religius. Hati yang mengenal Kristus lebih kuat dari seribu program gereja.” (The Pursuit of God, 1948)
Dalam konteks Reformed, ini juga sejalan dengan doktrin kesatuan mistik dengan Kristus (union with Christ) — bahwa seluruh kehidupan orang percaya mengalir dari persekutuan yang nyata dengan Kristus yang hidup.
3. Kuasa pelayanan berasal dari Kristus yang memberi
Yesus memberi mereka “kuasa” (exousia). Kuasa ini bukan kemampuan alami, melainkan otoritas rohani yang berasal dari pengutusan Kristus.
Dalam gereja Reformed, pelayanan yang sah selalu bergantung pada otoritas Firman dan Roh Kudus. Tidak ada kuasa sejati di luar otoritas Kristus yang tertulis dalam Alkitab.
Martyn Lloyd-Jones menulis:
“Pelayanan yang penuh kuasa bukanlah hasil dari metode, tetapi dari kehadiran Allah yang kudus. Roh Kuduslah yang membuat pelayanan itu hidup.” (Preaching and Preachers, 1971)
Dengan demikian, setiap pengkhotbah, penatua, atau pelayan gereja harus menyadari bahwa keberhasilannya bukan karena dirinya, tetapi karena Kristus yang memampukan.
V. Aplikasi Bagi Gereja Masa Kini
1. Panggilan pelayanan adalah kasih karunia, bukan hak
Banyak orang menganggap pelayanan sebagai posisi terhormat. Namun, Markus 3:13–15 menegaskan bahwa panggilan itu datang dari kehendak Allah, bukan hasil pencalonan manusia.
Kita tidak layak dipilih, tetapi Allah berkenan memakai kita. Maka, setiap pelayan Kristus harus melayani dengan kerendahan hati dan rasa syukur.
2. Murid sejati harus hidup dalam persekutuan intim dengan Kristus
Pelayanan tanpa keintiman dengan Kristus akan menjadi kering dan dangkal. Seperti para murid, kita harus “menyertai Dia” setiap hari melalui doa, Firman, dan ketaatan.
Dalam teologi Reformed, ini disebut sanctification — proses di mana kita semakin serupa dengan Kristus melalui disiplin rohani dan karya Roh Kudus.
3. Kuasa rohani bukan milik manusia, tetapi anugerah dari Kristus
Yesus memberi mereka kuasa, bukan agar mereka bermegah, melainkan untuk melayani dan memuliakan Allah.
Gereja masa kini sering jatuh ke dalam bahaya mencari “kuasa” tanpa mencari “Kristus.” Tetapi kuasa yang sejati tidak akan pernah terlepas dari kehadiran dan otoritas Kristus sendiri.
Calvin berkata:
“Semua kuasa di gereja harus tunduk pada Firman. Jika tidak, itu bukan kuasa Kristus, melainkan penyimpangan manusia.”
VI. Kesimpulan: Dari Bukit Panggilan ke Dunia Misi
Markus 3:13–15 menggambarkan tiga tahapan rohani dari kehidupan murid sejati:
-
Dipanggil oleh Kristus – inisiatif kasih karunia.
-
Hidup menyertai Kristus – proses pembentukan.
-
Diutus oleh Kristus – misi pelayanan.
Ini adalah pola panggilan setiap orang percaya: dari kasih karunia menuju pengutusan.
Sebagaimana Yesus memanggil dua belas orang yang sederhana, Ia juga memanggil kita untuk mengambil bagian dalam karya besar Kerajaan Allah.
Dan seperti murid-murid itu, kita tidak dipanggil karena layak, tetapi karena Kristus berkenan memuliakan diri-Nya melalui bejana yang rapuh.
Charles Spurgeon menutup khotbahnya tentang bagian ini dengan kalimat yang sangat indah:
“Yesus tidak mencari perak atau emas, Ia mencari hati. Ia memanggil orang-orang yang Ia kehendaki, dan menjadikan mereka alat kemuliaan-Nya. Mereka mungkin lemah, tetapi bersama Kristus, mereka menjadi kuat.”