1 Tesalonika 3:13 Kekudusan dan Keteguhan Hati dalam Menantikan Kedatangan Kristus

1 Tesalonika 3:13 Kekudusan dan Keteguhan Hati dalam Menantikan Kedatangan Kristus

Pendahuluan

Setiap orang percaya dipanggil untuk hidup dalam pengharapan akan kedatangan kembali Tuhan Yesus Kristus. Pengharapan ini bukanlah sekadar doktrin, melainkan kekuatan yang menuntun kita untuk hidup dalam kekudusan dan keteguhan iman. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika menulis dengan penuh kasih dan dorongan rohani agar umat Tuhan tetap teguh di tengah penderitaan dan penganiayaan.

Ayat yang menjadi dasar khotbah kita hari ini adalah 1 Tesalonika 3:13, yang berbunyi:

“Kiranya Ia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya.”

Ayat ini adalah doa dan kerinduan Paulus agar jemaat Tesalonika memiliki hati yang teguh dan hidup yang kudus sampai pada hari kedatangan Kristus. Tema besar dari ayat ini menyoroti dua hal penting dalam kehidupan iman: keteguhan hati dan kekudusan hidup, yang keduanya berakar dalam pengharapan eskatologis — pengharapan akan kedatangan Kristus kembali.

I. Konteks Historis dan Latar Belakang

Jemaat Tesalonika adalah salah satu jemaat muda yang Paulus dirikan dalam perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 17:1-9). Mereka mengalami pertumbuhan rohani yang cepat, tetapi juga menghadapi penganiayaan yang berat dari orang-orang Yahudi dan bangsa kafir di sekitar mereka.

Paulus menulis surat ini dari Korintus setelah menerima kabar dari Timotius mengenai keadaan jemaat tersebut (1 Tesalonika 3:6-7). Walaupun mereka tetap teguh dalam iman, Paulus tahu bahwa mereka membutuhkan dorongan lebih lanjut agar tidak goyah karena penderitaan.

Oleh sebab itu, dalam pasal 3 ini, Paulus menutup bagian doanya dengan permohonan agar Tuhan sendiri menguatkan hati mereka — bukan sekadar secara moral atau emosional, tetapi secara spiritual dan eskatologis, agar mereka tetap kudus dan tak bercacat sampai Kristus datang kembali.

II. Eksposisi Ayat

Mari kita lihat lebih dalam bagian demi bagian dari ayat ini:

1. “Kiranya Ia menguatkan hatimu”

Kata “menguatkan” (Yunani: sterixai) berarti menegakkan, meneguhkan, memperkokoh fondasi. Ini bukan kekuatan yang bersumber dari diri sendiri, melainkan kekuatan yang diberikan oleh Allah. Paulus memahami bahwa iman manusia lemah, dan hanya anugerah Allah yang mampu menopang seseorang untuk tetap teguh di tengah kesulitan.

John Calvin menafsirkan bagian ini dengan berkata:

“Kita harus mencari keteguhan hati bukan pada kekuatan kita sendiri, tetapi dalam kuasa Allah yang bekerja di dalam diri kita oleh Roh Kudus.”

Dengan demikian, keteguhan hati adalah karya Allah, namun juga melibatkan tanggung jawab manusia untuk terus bersandar dan hidup dalam ketaatan kepada-Nya. Keteguhan hati yang sejati adalah hasil dari iman yang berakar pada Kristus dan pengharapan yang tertuju kepada kedatangan-Nya.

2. “Supaya tak bercacat dan kudus di hadapan Allah dan Bapa kita”

Ungkapan “tak bercacat dan kudus” menggambarkan dua aspek dari kehidupan rohani yang sejati.

  • “Tak bercacat” (amemptous) berarti tidak ada tuduhan moral atau kesalahan yang bisa disalahkan oleh dunia.

  • “Kudus” (hagious) berarti dipisahkan bagi Allah, dikhususkan untuk kehendak dan kemuliaan-Nya.

Dalam teologi Reformed, kekudusan bukan sekadar ketaatan moral, tetapi bukti nyata dari pembenaran yang telah dikerjakan oleh Kristus.

John Owen, teolog Reformed besar, menulis:

“Kekudusan adalah refleksi dari gambar Allah dalam diri manusia yang diperbaharui oleh anugerah Kristus; tanpa kekudusan, seseorang tidak memiliki bukti bahwa ia telah dipersatukan dengan Kristus.”

Jadi, kehidupan kudus adalah buah dari pembenaran, bukan syarat untuk memperoleh keselamatan. Namun, setiap orang yang benar-benar diselamatkan akan menunjukkan bukti nyata dari kekudusan itu dalam hidupnya.

Paulus ingin agar jemaat Tesalonika tidak hanya dikenal karena imannya, tetapi juga karena kehidupan yang berpadanan dengan Injil. Kekudusan ini adalah identitas dan gaya hidup orang percaya yang menantikan kedatangan Kristus.

3. “Pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya”

Bagian ini menunjukkan fokus eskatologis dari doa Paulus. Kedatangan Kristus (Parousia) menjadi puncak pengharapan orang percaya. Paulus mengarahkan pandangan jemaat kepada masa depan — saat Kristus datang bersama para kudus-Nya — agar mereka hidup dengan perspektif kekekalan.

Matthew Henry berkata:

“Pengharapan akan kedatangan Kristus adalah penghiburan terbesar bagi orang percaya dan pendorong terkuat untuk hidup dalam kekudusan.”

Kedatangan Kristus akan menjadi saat penghakiman bagi dunia, tetapi juga saat pemuliaan bagi umat pilihan-Nya. Oleh karena itu, Paulus berdoa agar hati mereka diteguhkan dan hidup mereka disucikan, agar pada hari itu mereka dapat berdiri di hadapan Allah tanpa cela.

III. Tema Utama: Keteguhan, Kekudusan, dan Pengharapan Eskatologis

Ayat ini menggabungkan tiga tema teologis penting:

A. Keteguhan dalam Iman

Keteguhan hati bukanlah sikap keras kepala, tetapi keteguhan yang didasarkan pada keyakinan akan janji Allah. Dalam penderitaan, banyak orang bisa kehilangan arah dan pengharapan, tetapi orang percaya yang berakar dalam Kristus akan tetap berdiri teguh.

Charles Spurgeon menulis:

“Iman yang sejati tidak mengenal kata menyerah. Ia mungkin goyah, tetapi tidak akan roboh; karena dasarnya adalah Kristus yang tidak dapat digoyahkan.”

Keteguhan hati adalah hasil dari kasih karunia Allah yang bekerja melalui firman dan doa. Paulus berdoa, bukan agar jemaat menjadi kuat dengan usaha sendiri, tetapi agar Allah sendiri yang meneguhkan hati mereka.

B. Kekudusan sebagai Bukti Pertumbuhan Rohani

Dalam tradisi Reformed, kekudusan adalah tanda pasti dari regenerasi. Calvin menyebutnya sebagai “buah dari pembenaran”.
Seseorang yang benar-benar telah dibenarkan akan mengalami proses pengudusan (sanctification) seumur hidupnya.

Paulus tidak menginginkan jemaat Tesalonika hanya menjadi kuat secara iman, tetapi juga hidup kudus dalam segala aspek — baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Kekudusan bukan pilihan, melainkan panggilan yang tak terpisahkan dari keselamatan.

R.C. Sproul berkata:

“Kekudusan bukan sekadar tuntutan moral, melainkan panggilan untuk menjadi serupa dengan Allah yang kudus.”

Jadi, kekudusan adalah bukti bahwa seseorang telah benar-benar mengenal Kristus dan hidup di bawah pemerintahan-Nya.

C. Pengharapan akan Kedatangan Kristus

Paulus menutup ayat ini dengan fokus kepada Parousia — kedatangan Kristus kembali.
Tujuannya bukan untuk menakut-nakuti jemaat, melainkan untuk meneguhkan pengharapan dan memotivasi kekudusan.

Herman Bavinck, teolog Reformed Belanda, menulis:

“Pengharapan akan kedatangan Kristus adalah jantung dari iman Kristen; tanpa pengharapan ini, iman kehilangan arah dan daya dorongnya.”

Pengharapan akan kedatangan Kristus memberi perspektif baru dalam penderitaan. Segala kesulitan yang dialami sekarang bukanlah akhir, tetapi bagian dari proses menuju kemuliaan. Karena itu, orang percaya harus memandang hidup dengan kacamata kekekalan.

IV. Aplikasi Praktis bagi Jemaat Masa Kini

  1. Teguhkan hatimu dalam Tuhan, bukan pada keadaan.
    Dunia terus berubah, penderitaan datang dan pergi, tetapi Allah tetap sama. Hati yang teguh dibangun di atas kebenaran firman dan janji Allah yang tidak berubah.

  2. Hiduplah dalam kekudusan setiap hari.
    Kekudusan bukan sekadar perilaku religius, tetapi kesetiaan untuk hidup sesuai kehendak Allah di tempat kerja, di rumah, dan di tengah masyarakat.

  3. Peliharalah pengharapan akan kedatangan Kristus.
    Jangan biarkan dunia ini mengaburkan pandangan kita akan surga. Ingatlah bahwa kehidupan kita adalah perjalanan menuju pertemuan dengan Kristus yang mulia.

  4. Jadilah saksi yang teguh dan kudus di dunia yang rusak.
    Dunia membutuhkan teladan orang-orang yang berakar dalam Injil. Kekudusan dan keteguhan iman menjadi kesaksian paling kuat bahwa Kristus hidup di dalam kita.

V. Kesimpulan Teologis

Dalam 1 Tesalonika 3:13, Paulus menyatukan tiga pilar iman Kristen — keteguhan, kekudusan, dan pengharapan akan kedatangan Kristus.
Ayat ini bukan hanya doa Rasul Paulus bagi jemaat Tesalonika, tetapi juga bagi kita semua yang hidup di zaman ini.

Sebagaimana Allah yang sama menguatkan hati jemaat mula-mula, demikian juga Ia akan menguatkan hati kita. Sebagaimana Kristus menyucikan mereka melalui Roh Kudus, demikian pula Ia akan menyucikan kita sampai hari kedatangan-Nya.

John Calvin menutup tafsirannya atas bagian ini dengan kalimat indah:

“Ketika hati kita ditetapkan dalam kekudusan oleh Allah, maka kita akan berdiri teguh tanpa gentar pada hari penghakiman; sebab Kristus sendiri adalah jaminan kita.”

Kiranya kita semua menjadi umat yang teguh, kudus, dan siap menyambut kedatangan Kristus dengan hati yang bersih dan iman yang kokoh.

Next Post Previous Post