Tentang Allah dan Kesempurnaan-Nya

Pendahuluan
Di dalam setiap zaman, pertanyaan terbesar umat manusia bukanlah tentang dunia ini, melainkan tentang Allah. Siapakah Allah itu? Bagaimana sifat-Nya? Dapatkah manusia mengenal Dia dengan benar?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi dasar seluruh teologi Kristen. Sebab seperti yang dikatakan oleh A.W. Tozer, “Apa yang terlintas di benak seseorang ketika ia memikirkan tentang Allah adalah hal terpenting tentang dirinya.” Pemikiran yang salah tentang Allah akan menghasilkan kehidupan yang salah di hadapan-Nya.
Dalam teologi Reformed, Allah dipandang sebagai pusat dari segala sesuatu. John Calvin memulai Institutes of the Christian Religion dengan pernyataan agung:
“Hampir seluruh kebijaksanaan sejati terdiri dari dua hal ini — pengetahuan akan Allah dan pengetahuan akan diri kita sendiri.”
Artinya, kita hanya dapat mengenal diri kita sendiri dengan benar jika kita terlebih dahulu mengenal Allah dengan benar. Dan mengenal Allah berarti mengenal kesempurnaan-kesempurnaan-Nya.
Tema kita hari ini, “Of God and His Perfections”, akan membawa kita menyelami keagungan Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab dan dijelaskan oleh para teolog Reformed. Kita akan melihat bahwa Allah bukanlah sekadar gagasan abstrak, melainkan Pribadi yang hidup, sempurna, dan layak disembah dengan penuh hormat serta kasih.
1. Allah yang Ada dengan Sendirinya (Self-Existence / Aseity)
Dasar dari segala kesempurnaan Allah adalah bahwa Ia ada oleh diri-Nya sendiri. Tidak ada sesuatu pun yang menyebabkan keberadaan-Nya.
Keluaran 3:14 berkata:
“Firman Allah kepada Musa: AKU ADALAH AKU.”
Inilah nama ilahi yang menyatakan keberadaan diri Allah yang mutlak. Ia tidak bergantung pada apa pun atau siapa pun.
Stephen Charnock, dalam karyanya yang klasik The Existence and Attributes of God, menulis:
“Allah adalah makhluk yang ada dengan niscaya; Ia ada karena Ia harus ada, dan mustahil bagi-Nya untuk tidak ada.”
Inilah doktrin aseitas Allah — keberadaan-Nya berasal dari diri-Nya sendiri. Semua makhluk lain bersifat bergantung (dependent), tetapi Allah bersifat mutlak (independent).
John Owen menegaskan bahwa Allah tidak diciptakan, tidak berubah, dan tidak bergantung kepada ciptaan-Nya untuk kebahagiaan atau eksistensi-Nya. Ia tidak membutuhkan penyembahan kita agar tetap menjadi Allah; sebaliknya, kitalah yang memerlukan Dia agar hidup kita memiliki makna.
Inilah yang membedakan Allah yang sejati dari semua berhala. Berhala adalah hasil ciptaan manusia, tetapi Allah sejati adalah Pencipta dari segala sesuatu. Maka kesadaran akan aseitas Allah membuat kita rendah hati, sebab kita menyadari bahwa hidup kita sepenuhnya bergantung kepada-Nya.
Aplikasi:
Karena Allah ada oleh diri-Nya sendiri, maka Ia cukup dalam diri-Nya. Kita tidak menambah apa pun kepada Allah melalui ibadah kita, tetapi melalui ibadah itulah kita diangkat untuk menikmati Dia.
2. Allah yang Tidak Berubah (Immutability of God)
Salah satu kesempurnaan Allah yang menghibur sekaligus meneguhkan iman adalah ketidakberubahan-Nya.
Maleakhi 3:6 berkata:
“Sebab Aku, TUHAN, tidak berubah; dan kamu, anak-anak Yakub, tidak lenyap.”
Allah tidak berubah dalam keberadaan, sifat, rencana, atau janji-Nya. Manusia berubah karena waktu, situasi, dan kelemahan; tetapi Allah tetap sama dari kekekalan ke kekekalan.
Thomas Watson, dalam A Body of Divinity, berkata:
“Allah tidak berubah dalam esensi-Nya, tidak berubah dalam kasih-Nya, tidak berubah dalam kehendak-Nya. Ia seperti batu karang di tengah lautan — gelombang dapat datang, tetapi Ia tetap tak tergoyahkan.”
John Calvin menjelaskan bahwa ketidakberubahan Allah bukan berarti Ia statis atau tidak berelasi, melainkan bahwa semua perubahan yang kita lihat dalam tindakan-Nya berasal dari sudut pandang kita yang terbatas, bukan dari hakikat Allah sendiri.
Ketika Alkitab berkata bahwa Allah “menyesal” (Kejadian 6:6), itu adalah cara manusia memahami perubahan dalam tindakan Allah, bukan perubahan dalam natur-Nya. Rencana kekal-Nya tidak pernah berubah.
Aplikasi:
Karena Allah tidak berubah, maka janji-Nya pasti dan iman kita aman. Dunia ini berubah, gereja dapat gagal, manusia bisa berkhianat, tetapi Allah tidak pernah mengingkari firman-Nya. Ketika Ia berkata, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman,” itu berarti janji itu berlaku kekal tanpa syarat.
3. Allah yang Mahatahu (Omniscience of God)
Allah mengetahui segala sesuatu — bukan hanya yang telah terjadi, tetapi juga yang sedang dan akan terjadi, bahkan apa yang mungkin terjadi.
Mazmur 139:1–4 menyatakan:
“TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku... Sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.”
John Calvin menulis bahwa pengetahuan Allah bersifat menyeluruh dan tidak terbatas. Ia mengenal ciptaan bukan karena mempelajarinya, tetapi karena Dialah yang menetapkannya.
Stephen Charnock berkata:
“Pengetahuan Allah tidak diperoleh melalui observasi, melainkan melalui penciptaan; Ia mengetahui segala sesuatu karena Ia telah menetapkan segala sesuatu.”
Dalam teologi Reformed, ini berkaitan erat dengan dekre Allah yang kekal (eternal decree). Allah mengetahui segala sesuatu karena Ia telah menentukan segala sesuatu menurut hikmat-Nya yang sempurna.
Namun pengetahuan Allah bukan hanya bersifat teoritis. Ia mengenal kita secara pribadi, termasuk pergumulan, kelemahan, dan dosa-dosa kita.
Aplikasi:
Kesadaran akan pengetahuan Allah menimbulkan dua reaksi:
-
Takut akan Tuhan, karena tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan-Nya.
-
Penghiburan besar, karena Allah mengetahui penderitaan kita dengan sempurna dan tidak akan meninggalkan kita.
4. Allah yang Mahakuasa (Omnipotence of God)
Mazmur 115:3 berkata:
“Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”
Kedaulatan dan kemahakuasaan Allah adalah tiang penyangga teologi Reformed. Allah bukan hanya berkuasa, tetapi berdaulat penuh atas segala sesuatu. Tidak ada peristiwa sekecil apa pun yang terjadi di luar kendali-Nya.
R.C. Sproul sering berkata:
“Jika ada satu molekul pun di alam semesta ini yang berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah bukanlah Allah.”
John Calvin menegaskan bahwa tangan Allah bekerja dalam segala sesuatu, bahkan dalam peristiwa yang tampak buruk sekalipun, namun tanpa menjadikan Allah sebagai penyebab dosa.
Kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia, melainkan menegaskan bahwa di atas segala keputusan manusia, Allah menggenapi rencana-Nya yang kekal.
Aplikasi:
Kemahakuasaan Allah adalah dasar ketenangan orang percaya. Tidak ada penyakit, penderitaan, atau kematian yang di luar rencana kasih Allah. Seperti kata Charles Spurgeon:
“Aku telah belajar mencium tangan yang menghancurkanku, karena aku tahu tangan itu penuh kasih.”
5. Allah yang Mahasuci (Holiness of God)
Yesaya 6:3 mencatat seruan para serafim:
“Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.”
Kekudusan Allah adalah mahkota dari semua kesempurnaan-Nya. Semua sifat Allah lainnya — kasih, keadilan, kuasa, hikmat — semuanya adalah kekudusan yang dinyatakan dalam bentuk yang berbeda.
Thomas Watson berkata:
“Kekudusan adalah kemilau dari semua sifat Allah; tanpa kekudusan, Allah tidak akan menjadi Allah.”
Kekudusan Allah berarti Ia sepenuhnya terpisah dari dosa dan tidak dapat bersatu dengan kejahatan. Inilah sebabnya manusia berdosa tidak dapat berdiri di hadapan Allah tanpa perantara.
Dalam teologi Reformed, kekudusan Allah adalah alasan mengapa keselamatan hanya mungkin melalui salib Kristus. Karena Allah kudus, Ia harus menghukum dosa; tetapi karena Ia juga kasih, Ia menghukum dosa itu di dalam diri Anak-Nya.
John Owen menulis dalam The Death of Death in the Death of Christ:
“Salib Kristus adalah titik di mana kasih dan kekudusan Allah bertemu.”
Aplikasi:
Kekudusan Allah menuntut kekudusan hidup kita. Iman Reformed tidak berhenti pada doktrin, tetapi menuntun kepada kesalehan. “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” (1 Petrus 1:16).
6. Allah yang Mahaadil dan Penuh Kasih (Justice and Love of God)
Keadilan dan kasih Allah tidak pernah bertentangan; keduanya bersatu sempurna di dalam diri-Nya.
Keadilan Allah berarti Ia memperlakukan semua ciptaan sesuai dengan kebenaran dan hukum-Nya. Dosa tidak bisa dibiarkan tanpa hukuman. Roma 6:23 menyatakan, “Upah dosa ialah maut.”
Tetapi kasih Allah membuat-Nya menyediakan jalan keselamatan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” (Yohanes 3:16).
Dalam pandangan Reformed, keadilan dan kasih Allah berpadu dalam karya penebusan Kristus. Di kayu salib, kasih Allah memberikan Anak-Nya, dan keadilan Allah menuntut kematian-Nya sebagai ganti kita.
Jonathan Edwards berkata:
“Salib adalah tempat di mana keadilan Allah menuntut, kasih Allah memberikan, dan kebenaran Allah dipuaskan.”
Dengan demikian, keselamatan bukan hasil kompromi antara kasih dan keadilan, melainkan hasil kesempurnaan keduanya yang bersatu dalam Kristus.
Aplikasi:
Kita tidak boleh memahami kasih Allah secara sentimental. Kasih Allah bukan berarti Ia menoleransi dosa, melainkan Ia mengasihi dengan cara yang menebus, yang menguduskan, dan yang menuntut pertobatan sejati.
7. Allah yang Maha Hikmat (Wisdom of God)
Roma 11:33 berkata:
“Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya.”
Hikmat Allah adalah kemampuan-Nya untuk menggunakan semua pengetahuan-Nya demi tujuan yang terbaik. Ia tidak hanya tahu segalanya, tetapi tahu cara terbaik untuk menggenapi segala sesuatu.
Thomas Watson menulis:
“Hikmat Allah adalah seni ilahi dalam mengatur segala hal demi kebaikan umat-Nya.”
Ketika kita melihat dunia ini tampak kacau, iman kita sering terguncang. Namun orang percaya yang memahami hikmat Allah akan berkata seperti pemazmur: “Allahku bijaksana dalam segala jalan-Nya.”
John Calvin menambahkan bahwa hikmat Allah sering kali tersembunyi di balik penderitaan, tetapi pada akhirnya akan nyata dalam kemuliaan.
Aplikasi:
Kita dapat mempercayai rencana Allah meski kita tidak memahaminya. Karena Ia bijaksana, maka apa pun yang diizinkan terjadi dalam hidup kita pasti mengandung tujuan yang mulia.
8. Allah yang Mahakasih Setia (Faithfulness of God)
Kesetiaan Allah berarti Ia selalu menepati janji-Nya.
Bilangan 23:19 menegaskan:
“Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta, bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal.”
Stephen Charnock menulis:
“Kesetiaan Allah adalah dasar dari segala pengharapan kita; tanpa itu, semua janji-Nya hanya akan menjadi kata-kata kosong.”
Allah tidak pernah gagal dalam memenuhi firman-Nya. Bahkan ketika kita tidak setia, Dia tetap setia (2 Timotius 2:13).
John Owen menekankan bahwa kesetiaan Allah adalah alasan mengapa keselamatan orang percaya pasti sampai akhir. Ketekunan orang kudus (perseverance of the saints) tidak bergantung pada kekuatan iman manusia, melainkan pada kesetiaan Allah yang menopang.
Aplikasi:
Kesetiaan Allah memberi penghiburan besar bagi umat yang lemah. Ketika kita goyah, Allah tetap memegang janji-Nya. Tidak ada satu pun doa yang diabaikan, tidak ada air mata yang dilupakan, sebab Allah setia.
9. Allah yang Maha Hadir (Omnipresence of God)
Mazmur 139:7–10 berkata:
“Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?”
Allah hadir di mana-mana, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun kehadiran-Nya berbeda dalam kasih karunia dan dalam murka. Bagi orang percaya, kehadiran Allah adalah penghiburan; bagi orang berdosa, kehadiran Allah adalah ketakutan.
John Calvin menjelaskan bahwa Allah tidak terbagi-bagi di dalam kehadiran-Nya; Ia hadir sepenuhnya di setiap tempat, bukan sebagian di sini dan sebagian di sana.
Aplikasi:
Kesadaran akan kehadiran Allah akan menumbuhkan kekudusan. Thomas Watson berkata, “Seorang yang hidup di hadapan wajah Allah (coram Deo) tidak akan berani bermain-main dengan dosa.”
10. Kesempurnaan Allah Mengundang Penyembahan
Setelah memahami semua kesempurnaan Allah — aseitas, kekudusan, kuasa, kasih, hikmat, keadilan, dan kesetiaan-Nya — respons satu-satunya yang pantas adalah penyembahan yang penuh hormat dan sukacita.
Jonathan Edwards menulis bahwa tujuan utama Allah dalam menciptakan dunia adalah untuk menyingkapkan kemuliaan-Nya, agar ciptaan dapat menikmati dan memuliakan Dia.
Mazmur 145:3 berkata:
“Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.”
Ketika seseorang benar-benar mengenal Allah, ia akan menyembah bukan karena kewajiban, tetapi karena kekaguman. Inilah semangat teologi Reformed — Soli Deo Gloria — hanya bagi Allah segala kemuliaan.
Penutup: Allah yang Sempurna dan Kita yang Lemah
Saudara-saudara, kita telah merenungkan sebagian kecil dari kesempurnaan Allah. Ia tidak terbatas, tidak berubah, penuh kasih, adil, kudus, dan berkuasa atas segala sesuatu.
Namun di hadapan Allah yang sempurna ini, kita menyadari ketidaksempurnaan kita. Kita sering berubah, gagal, berdosa, dan tidak setia. Tetapi justru karena itu kita membutuhkan Injil Kristus.
Melalui Yesus Kristus, Allah yang sempurna menyatakan kasih-Nya kepada manusia yang tidak sempurna. Dalam Kristus, kita mengenal Allah bukan hanya sebagai Pencipta yang agung, tetapi sebagai Bapa yang penuh kasih.
Thomas Watson menutup pengajarannya dengan kata-kata yang indah:
“Allah yang sempurna menjadi milik orang percaya melalui Kristus. Kesempurnaan-Nya menjadi perlindungan kita, kekuatan kita, dan sukacita kita untuk selama-lamanya.”
Kiranya kesadaran akan kesempurnaan Allah membawa kita untuk hidup dalam penyembahan, ketaatan, dan sukacita yang murni.