Kejadian 9:22–23 - Menutupi Aib, Menghormati Kasih Karunia
.jpg)
Teks Dasar (AYT)
Kejadian 9:22–23 (AYT)
22 Ham, bapak orang Kanaan itu, melihat ketelanjangan ayahnya dan memberitahukannya kepada kedua saudaranya di luar.
23 Akan tetapi, Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan meletakkannya di bahu mereka, lalu dengan berjalan mundur mereka menutupi ketelanjangan ayah mereka. Mereka memalingkan wajah mereka sehingga tidak melihat ketelanjangan ayahnya.
Pendahuluan: Setelah Air Bah, Dosa Masih Bekerja
Perikop ini adalah salah satu bagian paling menarik sekaligus penuh misteri dalam kitab Kejadian. Setelah kisah besar air bah dan perjanjian Allah dengan Nuh (Kejadian 9:1–17), kita tiba pada adegan yang lebih kecil, namun sarat makna moral dan teologis: dosa yang masih berakar dalam hati manusia, bahkan setelah penghakiman besar berlalu.
Kejadian 9:22–23 menunjukkan bahwa dosa tidak lenyap bersama air bah; ia tetap melekat pada manusia yang baru selamat.
Nuh, yang digambarkan sebagai “orang benar dan tidak bercela” (Kejadian 6:9), kini tampil dalam kelemahannya sebagai manusia berdosa. Namun kisah ini bukan sekadar potret aib, melainkan panggung bagi kasih karunia Allah dan pelajaran tentang hormat, dosa, dan kasih penutup aib.
I. Latar Belakang dan Konteks Naratif
Setelah air bah, Nuh menanam kebun anggur dan mabuk oleh hasilnya (Kejadian 9:20–21). Dalam keadaan tidak sadar, ia terbaring telanjang di dalam kemahnya.
Di sinilah terjadi peristiwa penting antara Ham dan kedua saudaranya, Sem dan Yafet.
Peristiwa ini tampak sederhana, tetapi dalam teologi Reformed, bagian ini dipahami sebagai pergeseran besar dalam sejarah moral umat manusia. Ia menyingkapkan bagaimana manusia memperlakukan kelemahan dan kehinaan sesamanya, terutama orang tua atau otoritas yang telah Allah tetapkan.
Herman Bavinck menulis:
“Peristiwa ini adalah cermin kecil dari kondisi besar manusia: bahkan dalam dunia baru yang dibersihkan, dosa menemukan jalannya.”
(Reformed Dogmatics, Vol. III)
II. Eksposisi Ayat demi Ayat
A. Kejadian 9:22 – Dosa Penghinaan: Melihat dan Menceritakan
“Ham, bapak orang Kanaan itu, melihat ketelanjangan ayahnya dan memberitahukannya kepada kedua saudaranya di luar.”
Kalimat ini mengandung dua tindakan yang menjadi inti dosa Ham:
-
Melihat ketelanjangan ayahnya.
-
Menceritakannya kepada saudaranya di luar.
Kedua tindakan ini menunjukkan sikap hati yang tidak hormat, bahkan menghina.
1. “Melihat ketelanjangan ayahnya” — Bukan Sekadar Tatapan Fisik
Ungkapan “melihat ketelanjangan” dalam Alkitab sering kali memiliki makna moral dan spiritual, bukan hanya literal. Dalam konteks ini, tindakan Ham bukan sekadar tidak sengaja melihat, tetapi memandang dengan sikap meremehkan dan mempermalukan.
John Calvin menulis:
“Ham tidak berdosa karena matanya melihat, tetapi karena hatinya bersukacita melihat aib ayahnya. Ia tidak menutupi, melainkan menertawakan.”
(Commentary on Genesis, 1554)
Dengan demikian, dosa Ham adalah dosa hati yang sombong dan tidak berbelas kasih.
Ia gagal menghormati otoritas yang telah Allah tempatkan di atasnya — ayahnya sendiri.
2. “Memberitahukannya kepada saudaranya di luar” — Dosa Lidah yang Mempublikasikan Aib
Ham tidak hanya berdosa dalam pandangan, tetapi juga dalam perkataan. Ia keluar dan memberitahu Sem dan Yafet.
Bahasa Ibrani di sini (vayagged) menunjukkan pemberitaan dengan nada mengejek atau meremehkan. Ia tidak melapor dengan keprihatinan, tetapi dengan kepuasan sinis.
Matthew Henry menulis:
“Ham menjadi penyebar gosip pertama setelah air bah. Ia tidak menangisi dosa ayahnya, tetapi menyiarkannya.”
Dalam terang teologi Reformed, hal ini mencerminkan natur dosa yang tidak berhenti pada individu, tetapi menular melalui lidah.
Sebagaimana Hawa membujuk Adam, demikian juga Ham menularkan roh penghinaan kepada saudaranya.
3. Implikasi Moral dan Teologis
Ham mewakili manusia lama yang bersukacita dalam aib orang lain. Ia tidak menutupi dosa, tetapi mengeksposnya.
Sikap ini adalah kebalikan dari kasih yang sejati.
1 Petrus 4:8 berkata:
“Kasih menutupi banyak sekali dosa.”
Ham tidak memiliki kasih itu. Ia menelanjangi, bukan menutupi.
B. Kejadian 9:23 – Kasih yang Menutupi Aib
“Akan tetapi, Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan meletakkannya di bahu mereka, lalu dengan berjalan mundur mereka menutupi ketelanjangan ayah mereka. Mereka memalingkan wajah mereka sehingga tidak melihat ketelanjangan ayahnya.”
Kontrasnya tajam.
Jika Ham mewakili sikap dunia yang mempermalukan, Sem dan Yafet mewakili kasih dan hormat yang menutupi.
Mereka bertindak dengan kehormatan, kesopanan, dan belas kasihan.
1. “Mengambil sehelai kain” — Kasih yang Bertindak, Bukan Sekadar Simpati
Kasih sejati tidak berhenti pada rasa iba. Ia bergerak untuk menolong.
Sem dan Yafet mengambil tindakan praktis untuk menutupi ketelanjangan ayah mereka. Mereka tidak berbicara tentang dosa itu, mereka bertindak dalam kasih.
John Calvin menafsirkan:
“Mereka tidak berusaha menyelamatkan reputasi manusia, tetapi menghormati tatanan ilahi yang ada dalam keluarga. Dengan menutupi aib ayah mereka, mereka menegakkan kembali kehormatan Allah yang tercemar oleh dosa.”
Ini adalah pelajaran penting: menghormati manusia yang jatuh bukan berarti menyetujui dosanya, tetapi memelihara martabat yang Allah berikan.
2. “Berjalan mundur” — Kasih yang Hati-hati dan Hormat
Mereka berjalan mundur agar tidak melihat ketelanjangan ayah mereka.
Ini adalah simbol penghormatan dan kesadaran moral. Mereka menolak untuk menikmati pemandangan dosa, bahkan secara tidak sengaja.
Dalam teologi moral Reformed, tindakan ini menggambarkan “pengudusan pandangan.”
Hati yang kudus tidak mencari-cari aib, melainkan berpaling darinya.
Louis Berkhof menulis:
“Kekudusan sejati bukan hanya menjauh dari dosa, tetapi juga dari segala hal yang memancing kenikmatan dalam dosa orang lain.”
(Systematic Theology, 1932)
3. “Menutupi ketelanjangan ayah mereka” — Kasih yang Menyelubungi Dosa
Tindakan menutupi ini adalah bayangan indah dari kasih karunia Allah.
Allah sendiri, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, menutupi ketelanjangan Adam dan Hawa dengan kulit binatang (Kejadian 3:21).
Sekarang, Sem dan Yafet meniru tindakan ilahi itu: mereka menutupi ketelanjangan manusia yang berdosa.
Matthew Henry menulis:
“Mereka yang menutupi dosa orang lain dengan kasih meniru Allah, yang menutupi dosa kita dengan kebenaran Kristus.”
Dengan demikian, tindakan ini bukan hanya moral, tetapi teologis — suatu refleksi kasih penebusan.
III. Simbolisme Teologis dan Kiasan Injil
Kisah ini mengandung kiasan Injil yang mendalam.
-
Nuh melambangkan manusia yang telah menerima kasih karunia, tetapi tetap lemah.
-
Ham melambangkan manusia berdosa yang mempermalukan sesamanya.
-
Sem dan Yafet melambangkan kasih karunia yang menutupi dosa.
1. Dari Aib Menuju Kasih Karunia
Tindakan Sem dan Yafet menjadi bayangan Kristus, yang datang bukan untuk mengekspos dosa manusia, tetapi untuk menutupi dan menebusnya.
Yesaya 61:10 berkata:
“Ia telah mengenakan pakaian keselamatan kepadaku, menyelubungi aku dengan jubah kebenaran.”
Sebagaimana kain menutupi Nuh, demikian pula kebenaran Kristus menutupi aib manusia.
Kain itu menjadi simbol pengampunan dan pemulihan.
2. Dari Lidah yang Menelanjangi ke Lidah yang Membangun
Ham menggunakan lidahnya untuk mempermalukan; Sem dan Yafet menggunakan tangan mereka untuk memulihkan.
Inilah dua jalan dalam kehidupan Kristen: lidah penghancur dan tangan penutup.
R.C. Sproul menulis:
“Setiap kali kita berbicara tentang dosa orang lain dengan nada sinis, kita berdiri di pihak Ham. Setiap kali kita menutupi dengan doa dan kasih, kita berdiri di pihak Sem dan Yafet.”
3. Kasih Karunia yang Memulihkan Tatanan
Kasih yang menutupi bukan berarti menutupi keadilan, melainkan memulihkan tatanan yang rusak.
Dengan menutupi aib ayahnya, Sem dan Yafet tidak membenarkan mabuk Nuh, tetapi mengembalikan kehormatannya sebagai bapak dan patriark.
Dalam teologi Reformed, ini menunjukkan bahwa kasih karunia tidak menghapus struktur otoritas ilahi, tetapi menebusnya.
Keluarga, gereja, dan masyarakat dipulihkan bukan melalui eksposur aib, tetapi melalui kasih yang membangun.
IV. Pandangan Para Teolog Reformed
1. John Calvin
Calvin melihat dosa Ham sebagai puncak ketidakhormatan kepada orang tua, yang berarti juga penghinaan terhadap Allah sendiri.
“Mereka yang menertawakan aib ayahnya pada hakikatnya menghina Allah, karena orang tua adalah wakil Allah di bumi.”
Calvin juga melihat tindakan Sem dan Yafet sebagai manifestasi kasih yang sejati — kasih yang tahu menutupi, bukan menyoroti.
2. Herman Bavinck
Bavinck menekankan aspek antropologis:
“Dosa Ham memperlihatkan bahwa kejatuhan manusia tidak dapat dihapus oleh air bah; ia melekat dalam hati.”
Namun ia juga melihat harapan: kasih Sem dan Yafet adalah benih dari kasih penebusan yang akan digenapi dalam Kristus.
3. Louis Berkhof
Berkhof menafsirkan kisah ini dalam kerangka anugerah umum dan anugerah khusus.
“Ham menolak tatanan moral yang Allah berikan; Sem dan Yafet memeliharanya melalui tindakan kasih.”
Ia melihat bahwa tindakan menutupi ketelanjangan adalah simbol dari kasih karunia umum — Allah yang tetap menjaga manusia agar tidak hancur oleh dosa mereka sendiri.
4. R.C. Sproul
Sproul menyoroti dimensi etika praktis:
“Dalam dunia yang gemar mengekspos aib, gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang menutupi — bukan dalam arti menutup-nutupi dosa, tetapi menutupi dengan kasih.”
(Essential Truths of the Christian Faith, 1992)
5. Matthew Henry
Henry memandang tindakan Sem dan Yafet sebagai contoh moral yang meniru kasih Allah:
“Mereka menutupi aib ayah mereka sebagaimana Allah menutupi aib anak-anak-Nya. Mereka berpaling dari pandangan yang memalukan sebagaimana Allah berpaling dari dosa-dosa kita yang telah diampuni.”
V. Dimensi Kristologis dan Soteriologis
Kejadian 9:22–23 menjadi prototipe Injil.
-
Ham: manusia dalam dosa, yang senang mengekspos kejatuhan.
-
Sem dan Yafet: gambaran kasih penebusan yang datang dari Allah.
-
Kain penutup: simbol salib Kristus, yang menutupi ketelanjangan moral manusia.
Yesus datang bukan untuk mempermalukan, tetapi untuk menanggung malu manusia di kayu salib.
Ibrani 12:2 berkata:
“Ia menanggung salib, mengabaikan kehinaan.”
Kristus tidak menertawakan aib kita seperti Ham, tetapi berjalan mundur ke salib, menanggung dosa kita, dan menutupi kita dengan kebenaran-Nya.
VI. Aplikasi Reformed untuk Gereja Masa Kini
1. Gereja Sebagai Komunitas yang Menutupi Aib dengan Kasih
Dalam budaya modern yang gemar membuka aib orang lain — baik melalui media sosial, gosip, atau sensasi — gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang menutupi dengan kasih.
Menutupi bukan berarti menutupi dosa tanpa pertobatan, tetapi menghormati martabat manusia dan membawa mereka kepada pemulihan.
John Piper menulis:
“Menutupi dosa bukan berarti membenarkannya, tetapi menyalurkan kasih karunia yang membimbing kepada pertobatan sejati.”
2. Pengendalian Lidah Sebagai Tanda Kasih Kristus
Ham berbicara; Sem dan Yafet bertindak.
Lidah yang mengumbar aib adalah tanda hati yang tidak dikuduskan.
Karena itu, dalam etika Reformed, pengendalian lidah adalah bagian penting dari kekudusan praktis.
Yakobus 1:26 berkata:
“Jika seseorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu hatinya sendiri.”
3. Menghormati Otoritas dan Menjaga Martabat
Sikap terhadap orang tua, pemimpin, atau sesama yang jatuh harus mencerminkan hormat yang kudus.
Kita menegur dengan kasih, bukan mempermalukan.
Kita menolong dengan doa, bukan dengan penghakiman publik.
4. Kristus: Penutup Aib Kita
Akhirnya, kita semua adalah “Nuh” yang mabuk, “Ham” yang berdosa, dan hanya dapat diselamatkan karena kasih Kristus yang menutupi.
Herman Bavinck menutup dengan kalimat indah:
“Kasih yang menutupi dosa adalah refleksi dari kasih Kristus yang menutupi seluruh umat manusia dengan darah-Nya. Di situlah moralitas menjadi anugerah.”
VII. Penutup: Kasih yang Menutupi Dunia yang Telanjang
Kejadian 9:22–23 bukan sekadar kisah keluarga pasca-banjir, tetapi lukisan moral dan teologis tentang seluruh umat manusia.
-
Dunia modern adalah Ham — suka menelanjangi, mempermalukan, dan menyebarkan aib.
-
Gereja harus menjadi Sem dan Yafet — menutupi, menghormati, dan memulihkan.
-
Kristus adalah kain penutup ilahi — yang menutupi seluruh ketelanjangan dosa dengan kasih dan darah-Nya.
Mari kita menjadi umat yang meneladani kasih itu — berjalan mundur dengan hormat, membawa kain kasih karunia untuk menutupi dunia yang telanjang dalam dosa.
“Diberkatilah mereka yang menutupi, karena mereka akan dikenal sebagai anak-anak kasih karunia.”