Kisah Para Rasul 9:32–35 - Kuasa Kristus yang Menyembuhkan dan Menyadarkan

Kisah Para Rasul 9:32–35 - Kuasa Kristus yang Menyembuhkan dan Menyadarkan

Pendahuluan: Kristus yang Terus Bekerja di Dalam Gereja-Nya

Kisah Para Rasul 9:32–35 menggambarkan peralihan fokus pelayanan dari Saulus (yang baru saja bertobat) kepada Petrus yang melakukan perjalanan pastoral. Di sini, kita melihat bahwa Kristus yang telah naik ke surga tetap bekerja di dunia melalui hamba-hamba-Nya.

Petrus, sang rasul, bukan hanya memberitakan Injil tetapi juga menyalurkan kuasa Kristus yang menyembuhkan. Namun, tujuan mukjizat ini bukan sekadar pemulihan jasmani, melainkan peneguhan Injil dan pertobatan banyak orang.

Ayat-ayat ini menjadi jendela untuk memahami dua hal penting:

  1. Kristus yang hidup tetap bekerja dalam gereja-Nya.

  2. Setiap mukjizat adalah alat untuk memuliakan Tuhan, bukan manusia.

Dalam eksposisi ini kita akan menelusuri konteks narasi, makna teologis dari mukjizat penyembuhan Eneas, serta bagaimana peristiwa ini berbicara kepada gereja modern menurut pandangan teologi Reformed klasik.

I. Konteks Naratif: Injil Meluas ke Luar Yerusalem

Perikop ini terletak setelah kisah pertobatan Saulus (9:1–31) dan sebelum kebangkitan Tabita (9:36–43). Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus sedang memperluas jangkauan Injil, bukan hanya di Yerusalem, tetapi juga ke wilayah Yudea dan Samaria, sebagaimana dinubuatkan dalam Kisah 1:8.

Lida (dalam bahasa Ibrani: Lod) adalah kota di wilayah pantai barat Israel, sekitar 40 km dari Yerusalem. Di kota ini, Petrus menemukan orang-orang kudus — istilah yang khas bagi gereja mula-mula, menandakan komunitas yang telah disucikan oleh iman dalam Kristus.

Petrus sedang “mengelilingi seluruh wilayah itu” (ay. 32) bukan untuk wisata, melainkan sebagai tindakan pastoral dan misioner. Ia mengunjungi gereja-gereja muda, memperkuat iman mereka, dan memastikan bahwa Injil tetap berakar pada Kristus yang sejati.

II. Eksposisi Ayat per Ayat

1. Kisah Para Rasul 9:32 — Petrus Mengunjungi Orang-Orang Kudus

“Pada suatu waktu, saat Petrus mengelilingi seluruh wilayah itu, ia juga mengunjungi orang-orang kudus yang tinggal di Lida.”

Petrus tidak duduk diam di Yerusalem. Ia pergi keluar, menunjukkan bahwa pelayanan gereja adalah pelayanan yang bergerak dan melawat umat Allah.
Istilah “orang-orang kudus” (hoi hagioi) tidak menunjuk pada orang sempurna, tetapi orang-orang yang dikuduskan oleh kasih karunia Allah melalui iman.

John Calvin dalam komentarnya menulis:

“Kata ‘kudus’ bukanlah gelar kemuliaan manusia, melainkan penegasan bahwa Allah telah memisahkan mereka dari dunia untuk diri-Nya sendiri.”
(Commentary on Acts, 1560)

Bagi Calvin, kunjungan Petrus ke orang kudus mencerminkan tugas gembala sejati: memperhatikan kawanan domba Kristus dan meneguhkan iman mereka. Gereja yang sejati selalu memelihara kesatuan melalui pelayanan kasih, bukan hanya pengajaran dari jauh.

2. Kisah Para Rasul 9:33 — Eneas, yang Lumpuh Delapan Tahun

“Di sana, ia mendapati seseorang yang bernama Eneas, yang sudah terbaring di tempat tidurnya selama delapan tahun karena ia lumpuh.”

Detail ini tampak sederhana, namun sarat makna teologis. Delapan tahun kelumpuhan menggambarkan ketidakberdayaan total manusia di hadapan penderitaan. Secara rohani, ini adalah simbol kondisi dosa.

Manusia dalam dosa tidak sekadar sakit, tetapi mati rohani dan tak berdaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Seperti Eneas, kita semua terbaring di tempat tidur kelemahan, menunggu belas kasihan ilahi.

R.C. Sproul menulis:

“Kondisi manusia di hadapan Allah adalah kelumpuhan moral total. Tidak ada satu otot pun dari kehendak manusia yang dapat bergerak menuju kebenaran tanpa karya anugerah.”
(Chosen by God, 1986)

Petrus tidak datang dengan penghiburan moral, tetapi dengan kuasa Kristus yang hidup. Injil bukan sekadar ajaran, tetapi kekuatan yang menghidupkan kembali yang lumpuh.

3. Kisah Para Rasul 9:34 — Kristus yang Menyembuhkan Melalui Hamba-Nya

“Lalu, Petrus berkata kepadanya, ‘Eneas, Kristus Yesus menyembuhkanmu. Bangunlah dan rapikan tempat tidurmu!’ Dan, seketika itu juga, Eneas bangun.”

Inilah pusat perikop ini: penyembuhan oleh kuasa Kristus.

Perhatikan bahwa Petrus tidak berkata, “Aku menyembuhkanmu,” tetapi “Kristus Yesus menyembuhkanmu.”
Dengan kata lain, Petrus hanyalah saluran, bukan sumber kuasa.

John Stott menulis:

“Mukjizat ini tidak menonjolkan Petrus, melainkan menegaskan kehadiran Kristus yang tetap bekerja melalui para rasul-Nya.”
(The Message of Acts, 1990)

Kalimat “Bangunlah dan rapikan tempat tidurmu!” adalah perintah yang menunjukkan pemulihan total. Kristus tidak hanya memberi kekuatan fisik untuk berdiri, tetapi juga memulihkan martabat dan tanggung jawab manusia.

Matthew Henry menambahkan:

“Yesus tidak hanya membuat orang berdiri, tetapi juga mengajar mereka untuk menata hidupnya kembali.”

Eneas, yang delapan tahun lumpuh, kini berdiri dan merapikan tempat tidurnya — simbol bahwa kasih karunia tidak berhenti pada penyembuhan, tetapi mengubah cara hidup.

4. Kisah Para Rasul 9:35 — Pertobatan Kolektif

“Maka, semua orang yang tinggal di Lida dan Saron melihatnya dan mereka berbalik kepada Tuhan.”

Tujuan mukjizat bukan untuk sensasi, tetapi untuk pertobatan.
Mukjizat menjadi tanda (semeion) — menunjuk kepada realitas yang lebih besar, yaitu kehadiran Allah yang menyelamatkan.

Penyembuhan satu orang menjadi alat untuk menyelamatkan banyak jiwa. Inilah prinsip kerajaan Allah: satu mukjizat pribadi menghasilkan dampak komunitas.

Charles Spurgeon berkata:

“Satu jiwa yang disentuh oleh kuasa Kristus dapat menjadi kesaksian yang mengguncang seluruh kota.”

Perhatikan pula bahwa reaksi mereka bukan hanya “terheran-heran” tetapi “berbalik kepada Tuhan.”
Dalam bahasa Yunani, epestrepsan pros ton kyrion menunjukkan pertobatan sejati — bukan sekadar kagum pada mukjizat, tetapi perubahan arah hidup menuju Allah.

III. Teologi Mukjizat dalam Pandangan Reformed

Teologi Reformed memandang mukjizat bukan sebagai tontonan religius, tetapi sebagai penegasan wahyu Allah.

B.B. Warfield, dalam karyanya Counterfeit Miracles, menjelaskan bahwa mukjizat pada masa para rasul berfungsi untuk:

“Meneguhkan otoritas kerasulan dan mendirikan dasar gereja, bukan untuk menjadi pengalaman rutin.”

Artinya, mukjizat seperti yang dilakukan oleh Petrus bukanlah norma yang harus diulang, tetapi tanda awal dari kehadiran kerajaan Allah yang sedang datang ke dunia.
Namun, kuasa Kristus yang sama masih bekerja secara rohani — menyembuhkan hati yang lumpuh oleh dosa.

John Calvin juga menegaskan:

“Mukjizat tidak dapat dipisahkan dari Firman. Ia adalah penunjuk arah, bukan tujuan akhir. Jika orang berhenti pada mukjizat, mereka kehilangan Kristus yang adalah pusat dari semua karya Allah.”

IV. Perspektif Kristologis: Kristus yang Hidup Melalui Tubuh-Nya

Mukjizat Petrus atas Eneas bukan tentang Petrus, tetapi tentang Kristus yang bekerja melalui tubuh-Nya, gereja.
Setelah kenaikan-Nya, Kristus tidak berhenti bekerja; Ia melanjutkan karya-Nya melalui Roh Kudus dan para rasul.

Dalam hal ini, kita melihat teologi inkarnasi yang berlanjut.
Sebagaimana Yesus di bumi menyentuh yang sakit, kini melalui gereja-Nya Ia tetap menyentuh dunia yang terluka.

Herman Bavinck menulis:

“Kristus tidak hanya pernah hadir dalam sejarah, Ia terus menerus bekerja dalam sejarah melalui Roh-Nya yang menghidupkan tubuh gereja.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 3)

Eneas adalah lambang dari dunia yang lumpuh, dan gereja dipanggil untuk menjadi tangan Kristus yang menjangkau mereka — bukan dengan kuasa manusia, tetapi dengan kuasa Injil yang hidup.

V. Implikasi Pastoral dan Teologis

1. Gereja Dipanggil untuk Melawat dan Menguatkan

Petrus “mengelilingi seluruh wilayah itu.” Inilah gambaran pelayanan gembala yang sejati: tidak hanya berkhotbah, tetapi hadir.
Pelayanan yang sejati memerlukan kehadiran nyata di tengah penderitaan umat.

John Owen menulis:

“Pelayan Kristus sejati tidak mengandalkan jarak atau struktur, tetapi kehadiran kasih yang mengunjungi umat Allah.”

2. Kristus Adalah Sumber Kuasa, Bukan Manusia

Petrus menolak segala pujian dengan berkata, “Kristus Yesus menyembuhkanmu.”
Inilah prinsip Reformed yang sangat penting: soli Deo gloria — kemuliaan hanya bagi Allah.

Kuasa gereja bukan berasal dari struktur, kharisma, atau tradisi, tetapi dari Kristus yang hidup dan berdaulat.

R.C. Sproul menegaskan:

“Setiap kali manusia mengklaim kuasa rohani di luar Kristus, ia sedang membangun berhala rohani. Hanya Kristus yang dapat menyembuhkan secara sejati.”

3. Penyembuhan Fisik Menunjuk pada Pemulihan Rohani

Mukjizat Eneas adalah lambang pemulihan rohani yang lebih besar.
Kita semua lumpuh dalam dosa, tidak mampu berdiri di hadapan Allah, sampai Kristus berkata:

“Bangunlah, dosa-dosamu telah diampuni.”

Augustinus (yang sangat memengaruhi tradisi Reformed) menulis:

“Mukjizat tubuh hanyalah bayangan dari mukjizat jiwa. Yang lebih besar adalah ketika hati yang mati dibangkitkan untuk mencintai Allah kembali.”

Dengan demikian, mukjizat ini bukan hanya tentang tubuh yang sembuh, tetapi jiwa yang dipulihkan untuk memuliakan Tuhan.

4. Kesaksian Pribadi Dapat Mengubah Banyak Orang

Perhatikan bahwa bukan Petrus yang berkhotbah kepada penduduk Lida dan Saron, melainkan kesaksian Eneas yang berdiri menjadi khotbah hidup.
Eneas tidak perlu banyak bicara; keberadaannya yang berubah menjadi Injil yang terlihat.

Dalam teologi Reformed, keselamatan selalu membawa perubahan yang nyata. Regenerasi menghasilkan kesaksian.

Charles Spurgeon menulis:

“Orang yang telah disentuh oleh kasih karunia tidak dapat tetap diam. Hidupnya menjadi kitab terbuka yang dibaca oleh dunia.”

VI. Dimensi Eskatologis: Mukjizat Sebagai Janji Masa Depan

Dalam Kisah Para Rasul, setiap penyembuhan tubuh mengingatkan kita pada penyembuhan sempurna yang akan datang dalam kebangkitan.
Eneas disembuhkan sementara, tetapi mukjizat ini menunjuk kepada hari di mana seluruh ciptaan akan dipulihkan.

Herman Ridderbos menulis:

“Setiap mukjizat Kristus adalah tanda bahwa dunia baru sedang dimulai di tengah dunia lama.”
(The Coming of the Kingdom, 1950)

Dengan demikian, mukjizat Eneas adalah cicipan dari kemuliaan eskatologis — ketika Kristus akan berkata kepada semua umat-Nya:

“Bangunlah, dan berjalanlah dalam kehidupan yang kekal.”

VII. Relevansi Bagi Gereja Masa Kini

Gereja modern sering kali jatuh dalam dua ekstrem: menolak mukjizat sepenuhnya atau mengejar mukjizat tanpa Kristus. Kisah ini mengajarkan keseimbangan sejati:
Mukjizat adalah sarana Allah untuk memuliakan diri-Nya dan meneguhkan Firman-Nya.

Bagi gereja Reformed masa kini, pesan utamanya adalah:

  • Kristus tetap bekerja melalui Firman dan Roh.

  • Kesembuhan rohani adalah mukjizat terbesar.

  • Kesaksian hidup yang berubah memiliki daya penginjilan yang besar.

Francis Schaeffer menulis:

“Dunia tidak akan percaya karena argumen kita, tetapi karena melihat kuasa Kristus yang hidup di tengah komunitas yang diubahkan.”

VIII. Kesimpulan: Kuasa Kristus yang Menyembuhkan Dunia Lumpuh

Kisah Para Rasul 9:32–35 bukan sekadar kisah penyembuhan tubuh. Ini adalah kabar tentang Kristus yang hidup, yang terus bekerja melalui gereja-Nya untuk membangkitkan yang lumpuh secara rohani.

Eneas adalah gambaran setiap manusia yang tidak berdaya. Petrus adalah gambaran gereja yang diutus. Dan Kristus adalah Sumber kuasa yang memulihkan segalanya.

Ketika dunia melihat gereja yang bangkit dari kelumpuhan moral dan spiritual, mereka — seperti penduduk Lida dan Saron — akan “berbalik kepada Tuhan.”

Seperti yang dikatakan John Calvin:

“Kuasa Kristus bukanlah kekuatan masa lalu; Ia adalah tenaga yang terus menghidupkan umat-Nya sampai akhir zaman.”

Maka, biarlah gereja di segala zaman menggemakan suara Petrus:

“Kristus Yesus menyembuhkanmu — bangunlah dan berjalanlah.”

Next Post Previous Post