Mematikan Dosa dalam Diri Orang Percaya

(Mortification of Sin in Believers)
“Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati. Tetapi, jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”
— Roma 8:13 (TB)
Pendahuluan: Pertempuran yang Tidak Pernah Berhenti
Dalam dunia modern yang penuh toleransi terhadap dosa, tema “mematikan dosa” terdengar asing dan tidak populer. Namun bagi iman Kristen yang sejati, ini adalah tanda vital kehidupan rohani. Tidak ada kekristenan yang sejati tanpa peperangan melawan dosa.
John Owen, teolog Puritan besar abad ke-17, menulis karya monumental berjudul The Mortification of Sin in Believers. Di dalamnya ia menegaskan:
“Bunuhlah dosa, atau dosa itu akan membunuhmu.”
Kata “mortification” berasal dari bahasa Latin mortificare, yang berarti membunuh atau mematikan. Dalam konteks Alkitab, ini berarti proses aktif dan berkelanjutan di mana orang percaya, oleh kuasa Roh Kudus, menyalibkan keinginan dosa yang masih hidup dalam dirinya.
Namun, konsep ini bukan sekadar usaha moral atau disiplin pribadi. Dalam teologi Reformed, mortifikasi dosa adalah buah dari anugerah, bukan sumbernya. Ia bukan sarana untuk memperoleh keselamatan, melainkan bukti nyata dari keselamatan yang sudah diterima dalam Kristus.
I. Landasan Biblika: Roma 8:13 dan Kolose 3:5
Paulus menulis kepada jemaat Roma:
“Jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”
Ada dua hal penting di sini:
-
Objek yang harus dimatikan: perbuatan-perbuatan tubuh (ta praxeis tou somatos), yakni dorongan dosa yang berakar dalam natur lama.
-
Agen yang mematikan: bukan manusia, melainkan Roh Kudus.
Dengan kata lain, mortifikasi dosa bukan sekadar tekad manusiawi, melainkan kerja sama anugerah — inisiatif Allah yang dikerjakan dalam kehendak manusia yang diperbarui.
Paulus menggemakan hal yang sama dalam Kolose 3:5:
“Karena itu, matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi: percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, dan juga keserakahan...”
Di sini, perintah aktif “matikanlah” (nekrosate) menunjukkan bahwa meskipun kuasa dosa telah dipatahkan oleh Kristus, sisa-sisa dosa masih perlu diperangi setiap hari.
John Calvin menulis dalam Institutes (III.3.8):
“Walaupun dosa tidak lagi berkuasa atas orang percaya, namun ia belum sepenuhnya lenyap. Maka selama kita hidup, kita harus terus berjuang untuk mematikan apa yang tersisa dari dosa itu.”
II. Realitas Dosa yang Masih Berdiam
Teologi Reformed menegaskan bahwa orang percaya telah dibenarkan sepenuhnya (justification), tetapi belum sepenuhnya dikuduskan (sanctification).
Ini disebut tensi “already but not yet” — kita telah mati terhadap dosa (Roma 6:11), namun masih berjuang melawannya setiap hari.
Jonathan Edwards menulis dalam Religious Affections:
“Orang kudus bukanlah mereka yang tidak lagi berdosa, melainkan mereka yang tidak bisa berdiam diri di dalam dosa.”
Oleh karena itu, mematikan dosa bukan sekadar menekan gejala dosa, tetapi menyingkirkan akar kesenangan dan kebanggaan diri yang menjadi sumber dosa.
Dosa bukan hanya pelanggaran moral, tetapi pemberontakan teologis — usaha menempatkan diri di takhta Allah. Maka mortifikasi dosa adalah tindakan menyatakan ulang kedaulatan Allah atas hidup kita.
III. Sifat dan Proses Mortifikasi Dosa
1. Mortifikasi Bukan Annihilasi (Pemusnahan Dosa)
Orang percaya tidak mungkin mencapai keadaan tanpa dosa di dunia ini. Mortifikasi bukan berarti dosa benar-benar hilang, melainkan bahwa kuasa dosa dipatahkan dan dikekang.
Owen menulis:
“Mortifikasi tidak menghancurkan eksistensi dosa, tetapi menekan kekuatannya sehingga ia tidak lagi berkuasa.”
Dosa masih ada, namun tidak lagi berdaulat. Ia seperti raja yang telah digulingkan — masih bisa berteriak, tapi tak lagi memerintah.
2. Mortifikasi Bukan Sekadar Menahan Diri
Banyak orang menyamakan mematikan dosa dengan menahan diri secara moral. Namun mortifikasi sejati adalah perubahan hati, bukan sekadar perilaku.
Thomas Chalmers, seorang teolog Reformed Skotlandia, menyebutnya sebagai “the expulsive power of a new affection” — kekuatan pengusir dari kasih yang baru.
Artinya, dosa tidak bisa dimatikan hanya dengan rasa takut atau rasa bersalah, tetapi dengan kasih yang lebih besar kepada Kristus yang menggantikan kasih terhadap dosa.
3. Mortifikasi Adalah Pekerjaan Roh Kudus
Paulus menegaskan, “jika oleh Roh kamu mematikan...” (Roma 8:13).
Ini menunjukkan bahwa Roh Kuduslah yang bekerja di balik setiap kemenangan atas dosa.
Louis Berkhof menulis dalam Systematic Theology:
“Roh Kudus bukan hanya sumber kehidupan rohani, tetapi juga kekuatan yang memungkinkan orang percaya memerangi dosa dengan efektif.”
Tanpa Roh Kudus, usaha mortifikasi hanyalah reformasi moral yang kosong.
Tetapi dengan Roh Kudus, setiap pertempuran menjadi ekspresi kasih dan penyembahan.
4. Mortifikasi Adalah Proses Seumur Hidup
Tidak ada “kemenangan instan” atas dosa.
Mortifikasi adalah perjalanan panjang yang berlangsung hingga kematian.
Owen menulis:
“Selama dosa masih hidup, tidak ada waktu untuk beristirahat. Jika engkau berhenti memerangi, engkau sudah mulai kalah.”
R.C. Sproul menambahkan:
“Kekudusan bukan perasaan mistis, tetapi perjuangan nyata setiap hari untuk menyerahkan seluruh hidup kepada Kristus.” (Pursuit of Holiness)
IV. Prinsip-Prinsip Mortifikasi Dosa Menurut John Owen
John Owen dalam karyanya menguraikan beberapa prinsip kunci yang menjadi warisan Reformed klasik dalam doktrin ini.
1. Ketahuilah Betapa Jahatnya Dosa
Mortifikasi sejati dimulai dari pandangan yang benar tentang dosa.
Kita tidak akan membunuh sesuatu yang kita anggap ringan.
Owen berkata:
“Lihatlah dosa seperti Allah melihatnya — sebagai kebusukan yang mematikan, musuh yang menyalibkan Kristus, dan racun bagi jiwamu.”
Tanpa kesadaran ini, tidak ada motivasi untuk mematikan dosa.
Sebab hati yang mencintai dosa tidak akan melawannya.
2. Gunakan Salib Kristus sebagai Motivasi
Dosa hanya bisa dimatikan di bawah bayangan salib.
Di sana kita melihat kebencian Allah terhadap dosa dan kasih-Nya terhadap orang berdosa.
Calvin menulis:
“Tidak ada hal yang lebih kuat untuk menaklukkan daging daripada merenungkan salib Kristus.” (Institutes, III.3.10)
Ketika kita menyadari bahwa setiap dosa kecil pun turut menyalibkan Juruselamat, kita akan lebih cepat bertobat dan lebih lambat berdosa.
3. Hidup dalam Kuasa Roh Kudus
Mortifikasi tidak bisa dilakukan “oleh tubuh”.
Paulus menegaskan: “jika oleh Roh kamu mematikan...” (Roma 8:13).
Owen mengingatkan:
“Tanpa Roh Kudus, kita hanya akan menukar satu dosa dengan dosa lain yang lebih halus.”
Roh Kudus bukan hanya memberi kekuatan, tetapi juga menerangi hati untuk melihat dosa yang tersembunyi dan memberi kuasa untuk menolaknya.
4. Lawan Dosa pada Akarnya, Bukan Hanya Gejalanya
Banyak orang hanya fokus pada perilaku — padahal dosa berakar pada hati yang mencintai diri sendiri.
Yesus sendiri berkata bahwa dari hati timbul segala kejahatan (Markus 7:21).
Maka mortifikasi sejati harus dimulai dari transformasi afeksi dan keinginan.
Jonathan Edwards dalam The Nature of True Virtue menulis:
“Kekudusan sejati adalah kasih yang diarahkan kembali kepada Allah dari kasih diri yang rusak.”
5. Jaga Diri dalam Persekutuan dan Firman
Mortifikasi tidak bisa dilakukan sendirian. Firman Allah dan komunitas orang kudus adalah alat utama Roh Kudus dalam proses ini.
Sinclair Ferguson menegaskan:
“Roh Kudus tidak bekerja dalam kevakuman, tetapi melalui Firman yang diberitakan dan sakramen yang dihidupi.” (Devoted to God)
Ketika kita membaca, mendengar, dan menaati Firman, dosa kehilangan kekuatannya karena terang kebenaran menyingkapkan tipu dayanya.
V. Keseimbangan antara Anugerah dan Tanggung Jawab
Teologi Reformed selalu menolak dua ekstrem:
-
Antinomianisme — pandangan bahwa karena kita diselamatkan oleh anugerah, kita tidak perlu lagi melawan dosa.
-
Legalism — pandangan bahwa kita bisa menyelamatkan diri dengan usaha sendiri.
Mortifikasi dosa berdiri di tengah-tengah:
“Bekerjalah untuk keselamatanmu dengan takut dan gentar, sebab Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan-Nya.” (Filipi 2:12–13)
Kita bekerja karena Allah bekerja di dalam kita.
Ketaatan kita adalah buah dari anugerah, bukan syarat untuk mendapatkannya.
Augustinus merumuskan prinsip ini dengan indah:
“Berikanlah, ya Tuhan, apa yang Engkau perintahkan, dan perintahkanlah apa yang Engkau kehendaki.”
VI. Implikasi Praktis bagi Orang Percaya
1. Kenali Dosa yang Spesifik
Mortifikasi dimulai dari pengenalan diri. Kita harus berani mengakui dosa yang paling kuat menguasai hati kita.
Dosa yang tidak dikenal tidak bisa dimatikan.
2. Jaga Pikiran dan Imajinasi
Setiap dosa besar dimulai dari pikiran kecil yang dibiarkan hidup.
Rasul Paulus menasihati:
“Tawanlah segala pikiran dan tundukkanlah kepada Kristus.” (2 Korintus 10:5)
3. Gunakan Sarana Kasih Karunia
Doa, pembacaan Firman, persekutuan, dan sakramen adalah alat-alat (means of grace) yang Tuhan berikan untuk memperkuat iman dan melemahkan dosa.
4. Hidup dalam Pertobatan Harian
Pertobatan bukan peristiwa satu kali, tetapi ritme kehidupan rohani.
Martin Luther menulis dalam tesis pertamanya:
“Seluruh kehidupan orang percaya adalah pertobatan.”
5. Pandanglah Kepada Kristus Setiap Hari
Hanya ketika kita memandang Kristus, dosa kehilangan pesonanya.
Thomas Watson berkata:
“Pandanglah duri yang menancap di kepala Kristus, dan engkau akan membenci mahkota dosa.”
VII. Mortifikasi dan Penghiburan Injil
Ironisnya, semakin kita membenci dosa, semakin kita menghargai kasih karunia.
Mortifikasi bukan jalan menuju keputusasaan, tetapi jalan menuju penghiburan Injil.
John Owen menulis:
“Ketika engkau paling sedih karena dosa, di situlah engkau paling dekat dengan kasih Kristus.”
Rasa sakit karena dosa bukan tanda kegagalan iman, melainkan tanda kehidupan iman.
Mati rasa terhadap dosa adalah tanda bahaya rohani.
VIII. Mortifikasi Dosa dalam Gereja dan Masyarakat
Gereja modern sering kali kehilangan teologi penderitaan dan pertobatan. Banyak yang mengganti panggilan untuk mematikan dosa dengan janji kemakmuran dan kenyamanan.
Namun sejarah membuktikan:
Gereja yang suci adalah gereja yang berkuasa.
Gereja yang tidak lagi melawan dosa akan kehilangan garamnya.
J.I. Packer mengingatkan:
“Kekudusan bukan kemewahan spiritual, tetapi kebutuhan dasar bagi gereja yang ingin memuliakan Allah.” (Rediscovering Holiness)
Ketika gereja kembali kepada teologi salib, bukan kemuliaan dunia, maka dunia akan melihat kuasa Injil yang sejati — bukan dalam kemegahan, tetapi dalam kesucian.
IX. Esensi Reformed: Mortifikasi sebagai Buah dari Union with Christ
Akar terdalam dari mortifikasi dosa terletak pada persatuan dengan Kristus (union with Christ).
Orang percaya telah disalibkan bersama Kristus, mati bersama Dia, dan bangkit bersama Dia (Roma 6:4–6).
Maka setiap tindakan mematikan dosa bukanlah usaha mandiri, melainkan hidup Kristus yang bekerja di dalam kita.
Calvin menulis:
“Selama Kristus hidup di dalam kita, dosa tidak bisa berdiam dengan damai. Kehidupan baru pasti menuntut kematian yang lama.”
X. Penutup: Hidup di Bawah Salib, Bukan di Bawah Dosa
Mortifikasi dosa bukanlah proyek jangka pendek, tetapi gaya hidup kekristenan sejati.
Ia menuntut pertobatan harian, kebergantungan pada Roh, dan kasih yang terus diperbarui kepada Kristus.
Ketika dunia berkata, “Ikuti hatimu,”
orang Kristen berkata, “Salibkanlah hatiku.”
Ketika dunia berkata, “Nikmatilah dirimu,”
orang Kristen berkata, “Aku telah disalibkan bersama Kristus.”
Dan pada akhirnya, sebagaimana Owen menulis dengan lembut namun tegas:
“Engkau belum mematikan dosa sampai engkau menemukan kesukaan dalam kekudusan lebih besar daripada kesenangan dalam dosa.”
Penutup Doa dan Renungan
Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk hidup dalam semangat mortifikasi —
bukan dengan ketakutan, tetapi dengan sukacita karena kasih Kristus yang telah menebus kita.
“Tuhan, matikanlah dalam diriku apa yang masih mencintai dunia,
dan hidupkanlah apa yang rindu kepada-Mu.”