Pembenaran, Hukum Taurat, dan Kebenaran Kristus
.jpg)
1. Pendahuluan: Inti dari Injil dan Kehidupan Kristen
Di jantung iman Kristen terdapat satu doktrin yang menjadi penentu ortodoksi dan ortopraksis: doktrin pembenaran oleh iman (justification by faith).
Martin Luther menyebutnya sebagai “artikel di mana gereja berdiri atau jatuh” (articulus stantis et cadentis ecclesiae).
Pembenaran adalah tema utama yang menjelaskan bagaimana manusia berdosa dapat diterima oleh Allah yang kudus. Namun, untuk memahami pembenaran secara Alkitabiah, kita tidak dapat memisahkannya dari Hukum Taurat dan Kebenaran Kristus.
-
Hukum Taurat menunjukkan standar kesempurnaan Allah.
-
Pembenaran menyatakan bagaimana orang berdosa dibenarkan di hadapan hukum itu.
-
Kebenaran Kristus adalah dasar satu-satunya bagi pembenaran itu.
Di sinilah kita menyaksikan keindahan teologi Reformed: bahwa keselamatan bukan hasil usaha manusia, tetapi anugerah Allah di dalam Kristus, diterima hanya melalui iman.
2. Eksposisi Alkitabiah: Roma 3:19–26
Untuk memahami hubungan antara pembenaran, hukum, dan kebenaran Kristus, kita menelusuri salah satu teks terpenting dalam seluruh Kitab Suci:
“Karena tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh perbuatan hukum Taurat, karena oleh hukum Taurat orang mengenal dosa. Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat, kebenaran Allah telah dinyatakan, yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya.”
— Roma 3:20–22 (AYT)
a. Hukum Taurat Menyatakan Dosa
Rasul Paulus menegaskan bahwa fungsi hukum Taurat adalah menyingkap dosa, bukan menyelamatkan (ay. 20).
Hukum itu adalah cermin yang menunjukkan keberdosaan manusia, bukan sabun yang membersihkan noda dosa.
John Calvin menjelaskan:
“Hukum tidak diberikan untuk menyembuhkan, tetapi untuk menyingkap luka; tidak untuk membenarkan, tetapi untuk membuat kita sadar akan kebutuhan kita akan Kristus.”
(Commentary on Romans)
Manusia yang berusaha membenarkan diri melalui hukum justru mendapati dirinya bersalah di hadapan hukum yang sama. Maka, pembenaran oleh perbuatan hukum adalah mustahil.
b. Kebenaran Allah Dinyatakan di Luar Hukum Taurat
Paulus kemudian berkata, “Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat, kebenaran Allah telah dinyatakan.”
Ini adalah pernyataan radikal — bahwa keselamatan tidak bergantung pada pemenuhan hukum, tetapi pada pewahyuan kasih karunia Allah di dalam Kristus.
Kata “tanpa hukum Taurat” bukan berarti meniadakan hukum, tetapi menunjukkan bahwa dasar pembenaran bukanlah ketaatan manusia terhadap hukum, melainkan ketaatan Kristus.
Herman Bavinck menulis:
“Kristus datang bukan untuk meniadakan hukum, melainkan untuk menggenapinya; dan melalui penggenapan itu Ia memberikan kebenaran yang sempurna bagi orang percaya.”
(Reformed Dogmatics, Vol. IV)
c. Kebenaran Itu Karena Iman dalam Kristus
Kebenaran Allah diterima “karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya” (ay. 22).
Inilah inti pembenaran: iman sebagai sarana, bukan sebab.
Iman tidak membenarkan karena kualitasnya, tetapi karena objeknya, yaitu Kristus.
Iman adalah tangan kosong yang menerima kebenaran Kristus sebagai milik kita.
R.C. Sproul menegaskan:
“Kita dibenarkan bukan karena iman kita bernilai besar, tetapi karena iman itu melekat pada Kristus yang besar.”
(Faith Alone: The Evangelical Doctrine of Justification)
3. Hukum Taurat dan Ketidakmampuan Manusia
a. Fungsi Tripartit Hukum (Threefold Use of the Law)
Tradisi Reformed membedakan tiga fungsi hukum:
-
Civic Use (usus politicus): menahan kejahatan dan menjaga ketertiban masyarakat.
-
Pedagogical Use (usus elenchticus): menyingkap dosa dan menuntun kepada Kristus (Gal. 3:24).
-
Normative Use (usus normativus): menjadi pedoman bagi kehidupan orang percaya yang telah dibenarkan.
Dalam konteks pembenaran, fungsi kedua sangat penting — hukum sebagai pendidik menuju Kristus.
Ia menunjukkan betapa tidak berdayanya manusia untuk memenuhi standar kekudusan Allah.
John Owen menjelaskan:
“Hukum membawa kita ke tepi jurang keputusasaan agar kita melompat dalam pelukan kasih karunia Kristus.”
(The Doctrine of Justification by Faith)
b. Manusia Tidak Dapat Memenuhi Hukum
Roma 8:3 menegaskan bahwa hukum “tidak berdaya karena daging.”
Bukan hukum yang salah, tetapi manusia yang rusak.
Natur berdosa membuat manusia tidak mungkin menaati hukum secara sempurna.
Augustinus berkata:
“Hukum diberikan agar kita mencari kasih karunia; kasih karunia diberikan agar kita dapat menggenapi hukum.”
Dalam teologi Reformed, ini dikenal sebagai total depravity — kerusakan total manusia yang membuat semua usaha ketaatan menjadi sia-sia tanpa anugerah Allah.
4. Pembenaran oleh Iman: Dasar, Sifat, dan Hasilnya
a. Dasar Pembenaran: Kebenaran Kristus yang Diimputasikan
Kata “membenarkan” (dikaioō) berarti “menyatakan benar” secara hukum, bukan “membuat menjadi benar” secara moral.
Pembenaran adalah tindakan forensik Allah — Ia menyatakan orang berdosa benar karena kebenaran Kristus diimputasikan (diperhitungkan) kepadanya.
2 Korintus 5:21 menjelaskan:
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita menjadi kebenaran Allah.”
Martin Luther menyebut ini sebagai “pertukaran yang indah” (mirabile commercium) — Kristus menanggung dosa kita, dan kita menerima kebenaran-Nya.
Louis Berkhof menulis:
“Pembenaran bukanlah perubahan moral dalam diri manusia, melainkan perubahan status hukum di hadapan Allah.”
(Systematic Theology)
b. Sifat Pembenaran: Sekali untuk Selamanya
Pembenaran bukan proses, melainkan deklarasi sekali untuk selamanya.
Ketika seseorang percaya kepada Kristus, Allah segera menyatakan dia benar.
Tidak ada proses penambahan atau pengurangan kebenaran itu.
Roma 8:1 berkata:
“Tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”
John Murray menjelaskan:
“Justification is once-for-all, definitive, and unrepeatable.”
(Redemption: Accomplished and Applied, 1955)
c. Hasil Pembenaran: Damai dan Ketaatan
Hasil langsung pembenaran adalah damai dengan Allah (Roma 5:1).
Namun hasil lanjutannya adalah ketaatan yang lahir dari kasih, bukan paksaan hukum.
Kebenaran Kristus yang diimputasikan menghasilkan kebenaran yang diimplikasikan — perubahan hidup yang nyata (Roma 6:1–4).
John Calvin menulis:
“Kita dibenarkan tanpa perbuatan, tetapi iman sejati yang membenarkan tidak pernah tanpa perbuatan.”
(Institutes of the Christian Religion, III.11.20)
5. Kebenaran Kristus: Penggenapan Hukum dan Dasar Pembenaran
a. Ketaatan Aktif dan Pasif Kristus
Teologi Reformed membedakan dua aspek ketaatan Kristus:
-
Ketaatan Aktif: kehidupan Yesus yang sempurna, menaati seluruh hukum Allah.
-
Ketaatan Pasif: penderitaan dan kematian-Nya sebagai korban dosa.
Kedua aspek ini tidak terpisah, tetapi saling melengkapi.
Ketaatan aktif menyediakan kebenaran yang dibutuhkan; ketaatan pasif menanggung hukuman dosa.
Charles Hodge menulis:
“Kita tidak hanya diampuni karena kematian Kristus, tetapi juga diterima karena kehidupan-Nya yang taat sempurna.”
(Systematic Theology, Vol. 2)
b. Kristus sebagai Penggenapan Hukum
Yesus berkata dalam Matius 5:17:
“Aku datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya.”
Ia menggenapi hukum secara sempurna — baik dalam ketaatan maupun hukuman.
Maka, orang percaya yang dipersatukan dengan Kristus tidak lagi berada di bawah kutuk hukum (Gal. 3:13).
John Stott menjelaskan:
“Salib adalah tempat di mana kasih Allah dan keadilan Allah berpelukan tanpa kontradiksi.”
(The Cross of Christ, 1986)
c. Imputasi Kebenaran Kristus kepada Orang Percaya
Ketika seseorang percaya kepada Kristus, terjadi pertukaran ilahi:
-
Dosa kita diperhitungkan kepada Kristus.
-
Kebenaran Kristus diperhitungkan kepada kita.
Inilah yang disebut “pembenaran ganda” (double imputation) — inti dari Injil.
John Piper berkata:
“Di salib, Allah menukar dosa kita dengan kebenaran-Nya, supaya Ia tetap adil sekaligus menjadi pembenar bagi orang berdosa.”
(Counted Righteous in Christ, 2002)
6. Pembenaran dan Pengudusan: Dua Hal yang Tak Terpisahkan
a. Dibedakan Namun Tidak Dipisahkan
Pembenaran adalah deklarasi, pengudusan adalah transformasi.
Yang satu berkaitan dengan status, yang lain dengan karakter.
Namun keduanya berasal dari sumber yang sama: persatuan dengan Kristus.
John Murray menulis:
“Orang yang dibenarkan pasti dikuduskan; sebab pembenaran membuka jalan bagi pengudusan.”
(Redemption: Accomplished and Applied)
b. Buah dari Kebenaran Kristus
Kebenaran Kristus tidak hanya diperhitungkan, tetapi juga menghasilkan buah kebenaran dalam hidup orang percaya.
Titus 2:11–12 berkata bahwa anugerah Allah “mendidik kita untuk meninggalkan kefasikan.”
Orang percaya bukan lagi hidup di bawah hukum sebagai penguasa, tetapi di bawah kasih karunia yang memampukan untuk menaati hukum.
Sinclair Ferguson menulis:
“Kasih karunia bukanlah musuh hukum, tetapi kuasa yang membuat hukum menjadi sukacita.”
(The Whole Christ, 2016)
7. Pembenaran dan Hukum dalam Perspektif Reformasi
a. Luther: Pembenaran sebagai Jantung Injil
Bagi Luther, pembenaran oleh iman adalah “artikulasi Injil yang sejati.”
Ia menentang ajaran Katolik yang mengajarkan pembenaran sebagai proses perubahan internal melalui sakramen.
Luther menegaskan bahwa pembenaran adalah deklarasi eksternal yang terjadi oleh kasih karunia melalui iman.
“Iman tidak melakukan apa pun; ia hanya menerima.”
— Martin Luther, Commentary on Galatians
b. Calvin: Persatuan dengan Kristus sebagai Dasar Ganda
Calvin menambahkan kedalaman struktural: pembenaran dan pengudusan adalah dua manfaat yang lahir dari persatuan dengan Kristus.
“Selama Kristus tetap di luar diri kita, semua yang Ia lakukan tidak berguna bagi kita.”
— Institutes, III.1.1
Melalui iman, kita dipersatukan dengan Kristus, dan karena itu memperoleh dua berkat utama:
-
Pembenaran — kebenaran yang diperhitungkan.
-
Pengudusan — kehidupan yang diperbarui.
c. Westminster Confession of Faith (1647)
Pasal XI dari Westminster Confession merumuskan pembenaran secara klasik:
“Mereka yang dibenarkan, Allah secara cuma-cuma memaafkan dosa mereka, dan menerima mereka sebagai benar di hadapan-Nya; bukan karena perbuatan mereka, melainkan karena kebenaran Kristus yang diimputasikan kepada mereka, yang diterima oleh iman semata.”
Inilah ringkasan paling padat dari seluruh tradisi Reformed:
Pembenaran adalah anugerah, oleh iman, di dalam Kristus, demi kemuliaan Allah.
8. Aplikasi Praktis: Hidup dalam Kebenaran Kristus
a. Jangan Lagi Mencari Pembenaran dari Diri Sendiri
Banyak orang Kristen masih hidup dalam ketakutan akan penolakan Allah, seolah-olah pembenaran tergantung pada performa mereka.
Namun, Injil berkata: “Kristus sudah cukup.”
Michael Horton menulis:
“Selama kita mencari pembenaran dalam diri, kita akan tetap di bawah hukum; hanya ketika kita menatap Kristus, kita hidup dalam kasih karunia.”
(Christless Christianity, 2008)
b. Bersyukur dan Hidup dalam Ketaatan
Pembenaran bukan lisensi untuk berbuat dosa, tetapi dasar bagi ketaatan penuh sukacita.
Orang yang sadar telah diampuni akan hidup untuk memuliakan Allah.
Roma 6:14 berkata:
“Kamu tidak berada di bawah hukum, tetapi di bawah kasih karunia.”
c. Menjadi Pembawa Damai yang Dibenarkan
Orang yang telah diperdamaikan dengan Allah akan menjadi pembawa damai bagi sesama.
2 Korintus 5:18 menyebut kita sebagai pelayan pendamaian (ministers of reconciliation).
Kebenaran Kristus bukan hanya doktrin untuk dipercaya, tetapi kuasa yang mengubah komunitas dan dunia.
9. Kesimpulan: Kebenaran Kristus, Harapan Kekal Orang Berdosa
Di akhir segala refleksi, kita kembali kepada salib Kristus — tempat di mana:
-
Hukum Taurat menemukan penggenapannya,
-
Pembenaran diberikan secara cuma-cuma, dan
-
Kebenaran Kristus bersinar dengan kemuliaan abadi.
Kita berdiri di hadapan Allah bukan dengan ketaatan kita, tetapi dengan kebenaran Kristus yang diimputasikan kepada kita.
B.B. Warfield menulis dengan indah:
“Seorang Kristen tidak memiliki apapun di tangannya ketika datang kepada Allah, kecuali Kristus; namun dengan Kristus, ia memiliki segalanya.”
(The Plan of Salvation, 1915)