Pengudusanmu: Pekerjaan Kudus Allah di Dalam Diri Orang Percaya
I. Pendahuluan: Panggilan Allah untuk Hidup Kudus
Istilah “pengudusanmu” berasal dari pernyataan Rasul Paulus dalam 1 Tesalonika 4:3:
“Karena inilah kehendak Allah, yaitu pengudusanmu: supaya kamu menjauhkan diri dari percabulan.” (TB)
Kata “pengudusan” (Yunani: hagiasmos) berarti menjadi kudus, atau dipisahkan bagi Allah.
Dalam teologi Reformed, pengudusan bukan sekadar usaha moral manusia, melainkan pekerjaan Roh Kudus yang melanjutkan karya keselamatan Kristus dalam hidup orang percaya.
John Calvin menyebutnya:
“Pengudusan adalah karya Roh Kudus yang menjadikan kita serupa dengan Kristus, setelah Ia membenarkan kita oleh anugerah-Nya.”
(Institutes of the Christian Religion, III.3.9)
Dengan demikian, topik “Your Sanctification” berbicara tentang panggilan Allah yang kudus kepada umat-Nya untuk hidup kudus — bukan supaya mereka diterima oleh Allah, tetapi karena mereka sudah diterima di dalam Kristus.
II. Konteks Biblika: Kehendak Allah yang Kudus
Dalam surat 1 Tesalonika, Paulus menulis kepada jemaat muda yang hidup di tengah budaya Yunani-Romawi yang sarat dengan penyembahan berhala dan kebebasan moral.
Di tengah tekanan itu, Paulus menegaskan bahwa kehendak Allah yang sejati bukan sekadar pengetahuan teologis, tetapi transformasi etis dan rohani:
“Sebab Allah memanggil kita bukan untuk melakukan yang cemar, melainkan yang kudus.” (1 Tesalonika 4:7)
Kehendak Allah bukan hanya agar kita diselamatkan, tetapi agar kita diubah menjadi kudus seperti Dia.
John Stott, teolog Reformed modern, menjelaskan:
“Kehendak Allah bukan hanya keselamatan tanpa perubahan, tetapi keselamatan yang menuntun kepada keserupaan dengan Kristus.”
(The Message of 1 Thessalonians)
III. Makna Teologis Pengudusan
Dalam teologi Reformed klasik, pengudusan memiliki dua dimensi yang saling terkait:
1. Positional Sanctification (Pengudusan Posisi)
Ini adalah status kudus yang diberikan kepada orang percaya pada saat mereka dibenarkan oleh iman.
Mereka “dipisahkan bagi Allah” (1 Korintus 1:2) karena kebenaran Kristus diperhitungkan kepada mereka.
Louis Berkhof menulis:
“Pengudusan posisi adalah tindakan Allah sekali untuk selamanya, yang memisahkan orang berdosa dari dunia dan menjadikannya milik Allah.”
(Systematic Theology, 532)
Artinya, setiap orang yang percaya kepada Kristus sudah dianggap kudus di hadapan Allah, bukan karena perbuatannya, melainkan karena karya penebusan Kristus.
2. Progressive Sanctification (Pengudusan Progresif)
Ini adalah proses bertumbuhnya orang percaya dalam kekudusan sehari-hari.
Proses ini dimulai dari kelahiran baru dan berlangsung sepanjang hidup, sampai kita sempurna di hadapan Allah.
John Owen menulis:
“Pengudusan bukan perubahan sesaat, tetapi peperangan terus-menerus melawan dosa, di mana Roh Kudus mematikan keinginan daging dan menumbuhkan kasih kepada Allah.”
(The Mortification of Sin)
Jadi, pengudusan adalah proses Roh Kudus mengubah kita secara progresif menjadi serupa dengan Kristus.
IV. Eksposisi Biblika: 1 Tesalonika 4:3–8
Mari kita menelusuri ayat demi ayat bagian penting ini:
1 Tesalonika 4:3 – “Inilah kehendak Allah, yaitu pengudusanmu.”
Kata Yunani hagiasmos menunjukkan tindakan aktif — bukan hanya status.
Allah tidak hanya menyelamatkan kita dari hukuman dosa, tetapi juga dari kuasa dosa yang menguasai hidup.
Calvin menekankan:
“Allah tidak mungkin menebus kita untuk hidup dalam dosa; keselamatan selalu diikuti oleh pembaharuan.”
1 Tesalonika 4:4 – “Supaya kamu masing-masing tahu bagaimana harus menguasai tubuhnya dalam kekudusan dan kehormatan.”
Tubuh bukanlah musuh, tetapi wadah penyembahan.
Kekudusan berarti menguasai keinginan daging, bukan diperbudak olehnya.
John Murray menulis:
“Pengudusan berarti penyucian seluruh pribadi — roh, jiwa, dan tubuh — agar seluruhnya tunduk di bawah kedaulatan Kristus.”
(Redemption Accomplished and Applied)
1 Tesalonika 4:5 – “Bukan dalam keinginan hawa nafsu seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah.”
Kehidupan kudus adalah bukti kita mengenal Allah.
Dunia hidup untuk memuaskan diri; orang kudus hidup untuk menyenangkan Allah.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Kekudusan bukanlah sikap fanatik, melainkan keadaan normal orang yang mengenal Allah yang kudus.”
1 Tesalonika 4:7 – “Sebab Allah memanggil kita bukan untuk melakukan yang cemar, melainkan yang kudus.”
Panggilan keselamatan adalah panggilan menuju kehidupan yang berbeda.
Kekudusan adalah identitas, bukan pilihan tambahan.
1 Tesalonika 4:8 – “Jadi siapa yang menolak ini, bukanlah menolak manusia, tetapi menolak Allah, yang telah memberikan Roh-Nya kepada kamu.”
Kekudusan bukan sekadar pilihan moral, melainkan ketaatan kepada Roh Kudus.
Menolak kekudusan berarti menolak Allah sendiri.
V. Pengudusan dalam Hubungan dengan Pembenaran (Justification and Sanctification)
Dalam teologi Reformed, pembenaran dan pengudusan adalah dua sisi dari satu karya keselamatan Allah.
-
Pembenaran: pekerjaan Allah untuk kita — kita dinyatakan benar karena Kristus.
-
Pengudusan: pekerjaan Allah di dalam kita — kita dibuat semakin serupa dengan Kristus.
John Calvin menulis:
“Kristus tidak dapat dibagi; barang siapa menerima-Nya sebagai kebenarannya, ia juga menerima-Nya sebagai kekudusannya.”
(Institutes, III.11.6)
Artinya, seseorang tidak mungkin dibenarkan tanpa dimulai proses pengudusan.
Pembenaran menyingkirkan hukuman dosa; pengudusan menyingkirkan kuasa dosa.
Herman Bavinck menambahkan:
“Pengudusan adalah kelanjutan dari pembenaran; keduanya mengalir dari kesatuan dengan Kristus oleh Roh Kudus.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 4)
VI. Peran Roh Kudus dalam Pengudusan
Pengudusan bukan proyek manusia. Ia adalah karya Roh Kudus yang memperbarui hati dan kehendak.
Roma 8:13 berkata:
“Jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”
Tiga peran utama Roh Kudus dalam pengudusan:
-
Memperbarui hati dan pikiran (Titus 3:5)
-
Memberi kekuatan untuk melawan dosa (Galatia 5:16–17)
-
Menumbuhkan buah-buah Roh (Galatia 5:22–23)
John Owen menggambarkan Roh Kudus sebagai “Agen kudus yang mengerjakan transformasi batin secara berkelanjutan.”
Ia tidak hanya memberi kekuatan untuk menolak dosa, tetapi juga membentuk kasih kepada kekudusan.
VII. Dimensi Hidup Pengudusan
Pengudusan mencakup seluruh aspek kehidupan:
1. Pengudusan Pikiran
Kekudusan dimulai dari pembaharuan pikiran (Roma 12:2).
Pikiran yang dipenuhi firman Allah menolak kebohongan dunia.
2. Pengudusan Hati
Hati yang kudus mencintai kebenaran dan membenci dosa (Mazmur 97:10).
Roh Kudus menanamkan affection baru yang berpusat pada Allah.
3. Pengudusan Perilaku
Kehidupan sehari-hari menjadi saksi kekudusan.
Setiap pekerjaan, percakapan, dan keputusan harus dilakukan “seperti untuk Tuhan” (Kolose 3:23).
Abraham Kuyper berkata:
“Tidak ada bidang dalam kehidupan manusia yang Kristus tidak klaim sebagai milik-Nya.”
VIII. Pengudusan dan Kasih
Sering kali orang berpikir kekudusan berarti hidup keras dan dingin terhadap dunia.
Namun Alkitab menunjukkan bahwa kekudusan sejati berakar pada kasih.
Efesus 5:1–2:
“Hiduplah di dalam kasih, sama seperti Kristus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita.”
Kasih kepada Allah memotivasi kita untuk meninggalkan dosa.
Kasih kepada sesama adalah ekspresi nyata dari hidup yang dikuduskan.
Jonathan Edwards menulis:
“Kasih adalah puncak dari kekudusan; karena Allah adalah kasih, dan keserupaan dengan Allah berarti mengasihi sebagaimana Ia mengasihi.”
(Charity and Its Fruits)
IX. Pengudusan dan Penderitaan
Dalam teologi Reformed, penderitaan bukanlah hambatan bagi pengudusan, melainkan alat Allah untuk menyucikan umat-Nya.
Ibrani 12:10–11 berkata:
“Ia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.”
R.C. Sproul menulis:
“Allah menggunakan penderitaan sebagai api pemurnian untuk membentuk karakter Kristus di dalam kita.”
Melalui penderitaan, kita belajar taat, rendah hati, dan bergantung kepada anugerah Allah saja.
X. Pengudusan dan Komunitas Iman
Pengudusan bukan proyek individu, tetapi pekerjaan Allah dalam tubuh Kristus, yaitu gereja.
Efesus 4:12–13 mengajarkan bahwa para kudus diperlengkapi untuk mencapai kedewasaan rohani bersama.
Orang percaya dipanggil untuk saling menegur, menguatkan, dan menanggung beban (Galatia 6:1–2).
Dietrich Bonhoeffer, meskipun bukan Reformed secara teknis, menegaskan prinsip yang sejalan:
“Orang Kristen tidak dapat hidup sendiri; ia membutuhkan saudara untuk menyampaikan firman Allah kepadanya.”
XI. Tantangan Pengudusan di Zaman Modern
Dalam dunia modern, pengudusan sering kali disalahpahami.
Ada tiga bahaya besar:
1. Antinomianisme (Anti-hukum)
Menganggap anugerah berarti bebas dari tuntutan moral.
Padahal, kasih karunia justru memampukan kita menaati hukum Allah.
2. Legalistik (Formalitas Moral)
Mengganti kasih karunia dengan aturan lahiriah.
Padahal, kekudusan sejati lahir dari hati yang diperbarui oleh kasih.
3. Sekularisme
Budaya modern mendorong hidup tanpa kesadaran akan kekudusan.
Tetapi orang kudus hidup “coram Deo” — di hadapan Allah dalam segala hal.
XII. Motivasi dan Tujuan Pengudusan
Mengapa kita harus hidup kudus?
-
Karena Allah Kudus (1Petrus 1:15–16)
Kekudusan adalah refleksi dari sifat Allah. -
Karena kita milik Kristus (1Korintus 6:19–20)
Tubuh kita adalah bait Roh Kudus; kita tidak memiliki diri kita sendiri. -
Karena kita menantikan kemuliaan kekal (1Yohanes 3:2–3)
“Setiap orang yang menaruh pengharapan itu menyucikan dirinya, sama seperti Dia suci adanya.”
XIII. Kesempurnaan Pengudusan: Glorifikasi
Proses pengudusan akan mencapai puncaknya dalam glorifikasi — saat kita disempurnakan sepenuhnya di hadapan Allah.
Pada saat itu, dosa tidak lagi berkuasa, dan kita akan sepenuhnya serupa dengan Kristus (Roma 8:29–30).
Herman Bavinck menulis:
“Glorifikasi adalah pengudusan yang disempurnakan; seluruh ciptaan dan manusia dipulihkan kepada kemuliaan aslinya dalam Kristus.”
Itulah akhir perjalanan iman: kesempurnaan kekudusan dalam hadirat Allah.
XIV. Aplikasi Praktis: Hidup dalam Pengudusan Sehari-hari
-
Perbaharui pikiran dengan firman setiap hari (Roma 12:2)
-
Berdoa mohon kekuatan Roh Kudus melawan dosa.
-
Jaga kekudusan tubuh dan pikiran sebagai persembahan bagi Allah.
-
Hidup dalam persekutuan gereja untuk saling membangun.
-
Latih disiplin rohani — doa, puasa, pelayanan, dan ibadah.
-
Bersyukur atas kasih karunia, bukan bermegah dalam prestasi rohani.
XV. Kesimpulan: Pengudusanmu adalah Pekerjaan Allah
“Your sanctification” bukan sekadar tanggung jawab manusia, tetapi janji Allah yang digenapi oleh Roh Kudus.
“Ia yang memulai pekerjaan baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.”
(Filipi 1:6)
Kekudusan bukan beban, melainkan sukacita orang yang telah dibebaskan dari dosa.
Ia adalah perjalanan kasih antara jiwa yang ditebus dengan Allah yang menguduskannya hari demi hari.
