Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme/Sublapsarianisme

PDT. BUDI ASALI, M.DIV. 
Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme/Sublapsarianismea) Arti kata.

1. Kata SUPRALAPSARIANISME berasal dari bahasa Latin SUPRA (= above, beyond / di atas, melebihi) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).

Ingat kata ‘SUPRANATURAL’, yang artinya ‘melampaui yang alamiah’ atau ‘gaib’. Juga kata SUPRA sama artinya dengan kata ‘SUPER’. Ingat kata-kata seperti SUPERMAN (= melebihi manusia), SUPERSONIC (= melebihi / di atas kecepatan suara), SUPERIOR (= lebih tinggi / atasan), dsb.

2. Kata INFRALAPSARIANISME berasal dari bahasa Latin INFRA (= below / di bawah) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).

Mungkin kata ‘INFERIOR’ (= lebih rendah) berasal dari kata ini.

3. INFRALAPSARIANISME mempunyai nama lain, yaitu SUBLAPSARIANISME. Sekalipun istilah ini mirip dengan Supralapsarianisme, tetapi sebetulnya artinya sama dengan Infralapsarianisme. Kata ‘SUB’ sama artinya dengan kata ‘INFRA’. Ingat kata-kata seperti SUBSONIC (= dibawah kecepatan suara), SUBMARINE (= kapal selam, kapal yang begerak di bawah permukaan laut), SUBCONSCIOUS (= di bawah sadar).

b) Perbedaan yang salah dan yang benar.

1. Perbedaan yang salah.

Ada orang yang beranggapan bahwa perbedaan antara Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme adalah bahwa dalam persoalan dosa, Supralapsarianisme percaya pada efficient decree (= ketetapan effisien), sehingga menganggap Allah sebagai pencipta dosa (God is the author of sin), dan Infralapsarianisme percaya pada permissive decree (= ketetapan yang mengijinkan). Ini salah!

William G. T. Shedd: “And here is the place to notice the error of those who represent supralapsarianism as differing from infralapsarianism by referring sin to the efficient decree, thereby making God the author of it. ... But both schemes alike refer sin to the permissive decree, and both alike deny that God is the author of sin” (= Dan di sini adalah tempat untuk memperhatikan kesalahan dari mereka yang menggambarkan Supralapsarianisme sebagai berbeda dengan Infralapsarianisme karena MENGHUBUNGKAN DOSA dengan ketetapan yang effisien, dan dengan itu membuat Allah sebagai pencipta dosa. ... Tetapi kedua pola sama-sama menghubungkan dosa dengan ketetapan yang mengijinkan, dan keduanya sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 33-34.


Penjelasan: ingat bahwa istilah-istilah yang saya garis bawahi dalam kutipan di atas, adalah istilah-istilah dalam theologia Reformed.

‘Ketetapan yang effisien’ artinya adalah Allah menetapkan dosa, dan dalam pelaksanaannya Ia bekerja secara aktif / positif dalam diri orang yang ditetapkan untuk berbuat dosa itu, sehingga dosa terjadi. Karena Ia bekerja secara aktif, maka tak bisa dihindarkan lagi, Ia menjadi Pencipta dosa.

‘Ketetapan yang mengijinkan’ tidak boleh diartikan bahwa Allah tidak menetapkan, tetapi hanya sekedar mengijinkan. Allahnya tetap menetapkan, dan dosa yang ditetapkan itu pasti terjadi, tetapi dalam pelaksanaan dari ketetapan itu, Allahnya bekerja secara pasif, yaitu dengan mencabut kasih karuniaNya, mengijinkan second causes / penyebab-penyebab kedua (setan, manusia dsb) untuk bekerja, sehingga dosa itu terjadi.

Ada orang-orang yang menganggap bahwa ini adalah perbedaan antara INFRALAPSARIANISME dengan SUPRALAPSARIANISME, tetapi ini salah! Perbedaannya sama sekali bukan itu. Karena seperti dikatakan oleh Shedd dalam kutipan di atas, baik INFRALAPSARIANISMEmaupun SUPRALAPSARIANISME sama-sama percaya pada ‘ketetapan yang mengijinkan’, bukan pada ‘ketetapan effisien’. Juga baik INFRALAPSARIANISME maupun SUPRALAPSARIANISME sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa.

2. Perbedaan yang benar.

William G. T. Shedd: “The difference between them relates to an altogether different point: namely, the order in which the decree of election and reprobation stand to that of creation” (= Perbedaan antara mereka berhubungan dengan suatu hal yang sama sekali berbeda: yaitu, urut-urutan dalam mana ketetapan pemilihan dan penentuan binasa berada dalam hubungannya dengan penciptaan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 34-35.

Catatan: Saya berpendapat bahwa mengingat arti kata SUPRALAPSARIANISME dan INFRALAPSARIANISME, maka lebih tepat kalau kata ‘creation’ (= penciptaan) dalam kata-kata William G. T. Shedd ini diganti dengan ‘fall’ (kejatuhan ke dalam dosa).

INFRALAPSARIANISME:

1. Penciptaan.

2. Kejatuhan ke dalam dosa.

3. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

SUPRALAPSARIANISME:

1. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

2. Penciptaan.

3. Kejatuhan ke dalam dosa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Ingat bahwa baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme maupun dalam Infralapsarianisme adalah urut-urutan dalam pemikiran Allah, bukan dalam terjadinya / pelaksanaan rencana itu!

c) Urut-urutan dalam pemikiran Allah dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urut-urutan chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan logika.

Pada waktu Allah membuat rencana, karena Ia maha kuasa, maha tahu dsb, maka Ia membuat seluruh rencana sekaligus dalam seketika. Ia bukan manusia, yang karena keterbatasan pemikirannya harus membuat rencananya secara bertahap. Karena itu sebetulnya dalam pemikiran Allah itu tidak ada urut-urutan, baik seperti pada Infralapsarianisme maupun pada Supralapsarianisme. Urut-urutan yang ada hanyalah secara logika, bukan secara khronologis.

Loraine Boettner: “It is also true that there are some things here which cannot be put into the time mould, - that these events are not in the Divine mind as they are in ours, by a succession of acts, one after another, but that by one single act God has at once ordained all these things. In the Divine mind the plan is a unit, ... All of the decrees are eternal. They have a logical, but not a chronological, relationship. Yet in order for us to reason intelligently about them we must have a certain order of thought” (= Juga benar bahwa ada hal-hal di sini yang tidak bisa dimasukkan ke dalam cetakan waktu, - bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak ada dalam pikiran ilahi seperti mereka ada dalam pikiran kita, oleh tindakan-tindakan yang berturut-turut / beriring-iringan, satu setelah yang lain, tetapi bahwa oleh satu tindakan Allah sekaligus telah menentukan semua hal-hal ini. Dalam pikiran ilahi rencana itu adalah satu kesatuan, ... Semua ketetapan adalah kekal. Mereka mempunyai hubungan logika, bukan hubungan chronologis. Tetapi supaya kita bisa memikirkan / mempertimbangkan secara cerdas tentang mereka, kita harus mempunyai suatu urut-urutan permikiran tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 129.

Ini menyebabkan R. L. Dabney menganggap bahwa sebetulnya baik Supralapsarianisme maupun Infralapsaria-nisme adalah salah (tetapi kalau disuruh memilih di antara 2 pandangan itu ia memilih Infralapsarianisme). Ia berkata:

“In my opinion this is a question which never ought to have been raised. Both schemes are illogical and contradictory to the true state of facts. ... God’s decree has no succession; and to Him no successive order of parts; because it is a contemporaneous unit, comprehended altogether, by one infinite intuition. In this thing, the statement of both parties are untrue to God’s thought” (= Dalam pandangan saya ini adalah pertanyaan yang tidak pernah boleh dipertanyakan. Kedua pola adalah tidak logis dan bertentangan dengan fakta sebenarnya. ... Ketetapan Allah tidak mempunyai urut-urutan; dan bagi Dia tidak ada bagian-bagian yang berurutan; karena itu adalah suatu kesatuan yang bersamaan, dimengerti secara keseluruhan, oleh pengertian langsung yang tak terbatas. Dalam hal ini, pernyataan dari kedua golongan adalah tidak benar bagi pikiran Allah) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

Tetapi John Murray, dalam tafsirannya tentang Roma 9:11 (NICNT), berkata sebagai berikut:

“This consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and conception quite apart from the order of temporal sequence” (= Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan pengertian, terlepas dari urut-urutan waktu).

John Murray mendukung hal ini menggunakan Roma 8:29.

Roma 8:29 (NIV): “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara).

Secara implicit ditunjukkan bahwa ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) mendahului ‘predestined’ (= dipredestinasikan), padahal jelas bahwa baik ‘foreknew’ maupun ‘predestined’ adalah hal-hal yang terjadi di dalam kekekalan.

Jadi sekalipun memang dalam pemikiran dan perencanaan Allah tidak ada urut-urutan, karena semua terjadi sekaligus, tetapi secara logika, ada urut-urutannya.

d) Posisi Agustinus dan Calvin.

Agustinus memegang Infralapsarianisme, tetapi Calvin sukar ditentukan posisinya sehingga Calvin diclaim oleh kedua belah pihak.

Philip Schaff: “Calvin was claimed by both schools” (= Calvin diclaim oleh kedua golongan / aliran) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 553.

Charles Hodge: “The position of Calvin himself as to this point has been disputed. As it was not in his day a special matter of discussion, certain passages may be quoted from his writings which favour the supralapsarian and other passages which favour the infralapsarian view” (= Posisi Calvin sendiri dalam hal ini diperdebatkan. Karena pada jamannya hal ini bukanlah suatu persoalan khusus yang dipersoalkan, bagian-bagian tertentu bisa dikutip dari tulisannya yang mendukung Supralapsarianisme dan bagian-bagian lain yang mendukung Infralapsarianisme) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 316.

e) Supralapsarianisme.

Sangat sedikit orang Reformed / Calvinist yang memegang posisi Supralapsarianisme, salah satunya adalah Herman Hoeksema (‘Reformed Dogmatics’, hal 161-dst).

Dasar yang ia pakai adalah:

1. Sejarah menunjukkan bahwa urut-urutan terjadinya hal-hal ini adalah:

a. Pelaksanaan penciptaan.

b. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.

c. Pelaksanaan Predestinasi.

Ini memang sesuai dengan posisi Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana’ dan ‘urut-urutan terjadinya rencana’ memang seringkali terbalik.

Contohnya, kalau saya merencanakan untuk membangun rumah, maka ‘urut-urutan rencana’ adalah:

a. Tujuan saya untuk tinggal dalam sebuah rumah.

b. Rencana membangun rumah.

c. Pemilihan tempat, model, pemborong, dsb.

Tetapi dalam ‘pelaksanaan / terjadinya rencana’ membangun rumah itu, urut-urutannya terbalik.

a. Saya memilih tempat, model, pemborong lebih dulu.

b. Lalu saya membangun rumah.

c. Baru akhirnya saya tinggal di rumah itu.

Kesimpulannya: sekalipun sejarah ‘terjadinya rencana Allah’ sesuai dengan urut-urutan Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana Allah’ itu sebenarnya sesuai dengan urut-urutan Supralapsarianisme.

Jawab:

· Cara berargumentasinya memang cukup menarik, tetapi tidak berdasarkan Kitab Suci.

· R. L. Dabney menjawab argumentasi ini dengan berkata:

“The view from which it starts, that the ultimate end must be first in design, and then the intermediate means, is of force only with reference to a finite mind” (= Pandangan yang mendasarinya, yaitu bahwa tujuan terakhir haruslah pertama dalam perencanaan, dan sesudah itu cara / jalan yang ada di antaranya, hanya berlaku berkenaan dengan pikiran yang terbatas) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

Saya berpendapat kata-kata Dabney ini tak terlalu kuat. Bahkan dalam pemikiran Allah, kebalikan seperti itu bisa terjadi. Misalnya, Allah pasti merencanakan kematian Kristus dulu, dan baru merencanakan kelahiranNya sebagai manusia. Dan dalam pelaksanaannya, urut-urutannya terbalik, karena Yesus lahir dulu, baru mengalami kematian.

· Saya berpendapat bahwa urut-urutan ‘rencana’ dan ‘terjadinya rencana’ tidak selalu terbalik. Misalnya orang biasanya bukan merencanakan untuk mempunyai anak dulu baru menikah supaya bisa mempunyai anak, tetapi merencanakan pernikahan dulu dan baru setelah itu merencanakan anak. Dan dalam pelaksanaannya urut-urutannya juga tetap seperti itu.

· Pelaksanaan rencana Allah dalam sejarah, kalau dibalik, maka urut-urutannya adalah:

a. Pelaksanaan Predestinasi.

b. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.

c. Pelaksanaan penciptaan.

Ini tidak sama dengan urut-urutan dalam Supralapsa-rianisme!

2. Roma 9:20-21, karena di sana untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan dalam Roma 9:19, Paulus tidak berkata: ‘Siapakah engkau, orang berdosa, sehingga engkau membantah Allah? Kita telah jatuh ke dalam dosa dan tidak mempunyai hak terhadap hidup dan keselamatan. Karena itu, Allah bisa dengan adil menolak kita semua’. Kalau Infralapsarianisme yang benar, seharusnya Paulus berkata begitu. Tetapi ternyata Paulus menjawab menggunakan kedaulatan Allah.

Jawab:

Dalam Roma 9:19-21 itu Paulus menjelaskan Predestinasi dalam hubungannya dengan tanggung jawab manusia. Jadi Roma 9:20-21 itu adalah suatu jawaban terhadap Arminianisme, pada waktu mereka menyerang Calvinisme dengan berkata: ‘Kalau semua sudah ditentukan, manusia tidak mempunyai tanggung jawab’. Kalau jawaban dalam Roma 9:20-21 itu memang ditujukan untuk menjawab keberatan dari Arminianisme, maka tentu saja jawaban itu tidak mempersoalkan Infralapsarianisme ataupun Supralap-sarianisme.

Catatan: sekalipun pada jaman Paulus Arminianisme belum ada, tetapi pandangan Arminian, yaitu pandangan yang menentang kedaulatan Allah / predestinasi, jelas sudah ada.

f) Infralapsarianisme.

Dasar yang dipakai:

1. Banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa orang-orang pilihan (elect) dipilih dari antara orang yang sudah jatuh ke dalam dosa, seperti:

· Yohanes 15:19b - “Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu”.

Jadi, Allah memilih orang-orang pilihannya dari dunia ini. Ini menunjukkan mereka dipilih dari kalangan orang yang telah jatuh ke dalam dosa.

· Efesus 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya”.

Efesus 1:4 ini menunjukkan bahwa kita dipilih dalam Kristus, dan secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan membutuhkan Penebus. Lebih jauh lagi, Efesus 1:4 ini mengatakan ‘supaya kita kudus dan tak bercacat’, dan ini jelas menunjukkan bahwa kita yang dipilih itu adalah orang-orang berdosa.

· 2Tesalonika 2:13b - “Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.

Adanya kata-kata ‘memilih kamu untuk diselamatkan’ dan ‘Roh yang menguduskan kamu’, jelas menunjukkan bahwa orang pilihan itu sudah jatuh ke dalam dosa.

· 1Petrus 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa orang pilihan itu ‘dikuduskan oleh Roh’, dan ‘menerima percikan darah Kristus’. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa orang yang dipilih itu sudah jatuh ke dalam dosa.

· Roma 9:15-16,18,23 - “(15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. ... (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya. ... (23) justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk kemuliaan”.

Pemilihan adalah suatu tindakan belas kasihan, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang-orang pilihan itu dipilih dari orang yang sudah jatuh ke dalam dosa.

2. Sekarang perhatikan bagaimana Paulus menggambarkan orang-orang yang termasuk reprobate / tak dipilih.

Roma 9:22 - “Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan”.

Kata-kata ‘murka’ dan ‘kesabaran’ secara tidak langsung jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak dipilih itu adalah manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, karena kalau manusia itu tidak berdosa, tidak mungkin Allahnya murka, dan juga tidak dibutuhkan kesabaran di pihak Allah.

3. Roma 8:29-30 (NIV): “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).

Perhatikan bahwa foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) mendahului predestinasi! Dalam arti apapun Allah mengetahui lebih dulu tentang orang-orang itu, yang jelas mereka sudah dibayangkan ada lebih dulu, dan baru setelah itu dipredestinasikan. Ini jelas cocok dengan Infralap-sarianisme yang menempatkan penciptaan (yang membuat orang itu menjadi ada) lebih dulu dari predestinasi.

4. Robert L. Dabney:

· “An object must be conceived as existing, in order to have its destiny given to it” (= Suatu obyek harus dibayangkan sebagai ada, supaya bisa diberikan tujuan kepadanya) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

· “... these diviners represent God as planning man’s creation and fall, as a means for carrying out His predestination, instead of planning his election as a means for repairing his fall” [= ... para ahli theologia ini (maksudnya ahli theologia yang percaya pada Supralapsarianisme) menggambarkan Allah merencanakan penciptaan manusia dan kejatuhan ke dalam dosa, sebagai cara / jalan untuk melaksanakan PredestinasiNya, dan bukannya merencanakan pemilihan manusia sebagai suatu cara / jalan untuk memperbaiki kejatuhannya] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 232.

5. Serangan terhadap Supralapsarianisme:

a. Kalau Supralapsarianisme menomersatukan predestinasi, lalu makhluk apa yang dipredestinasikan itu? Bukankah manusia? Kalau ya, bukankah manusia itu harus dibayangkan ada lebih dulu? Lalu bagaimana mungkin pemikiran tentang penciptaan ditempatkan pada no 2?

b. Lalu predestinasi itu memilih orang-orang untuk diselamatkan dari apa? Bukankah dari dosa? Kalau demikian, bagaimana mungkin kejatuhan dalam dosa baru ada pada urutan no 3? Dan dalam predestinasi ada penetapan binasa. Orang-orang itu ditetapkan binasa karena apa? Bukankah dosanya harus dibayangkan ada lebih dulu, baru bisa membayangkan / merencanakan untuk menghukum mereka?

g) Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah:

Seluruh Reformed / Calvinisme terbagi dua dalam persoalan ini: Infralapsarianisme dan Supralapsarianisme, dan dua-duanya sama-sama percaya bahwa dosa itu ada dalam Rencana Allah! Tidak ada golongan Reformed / Calvinist yang tidak percaya pada penetapan dosa! Dengan kata lain, orang yang tidak mempercayai bahwa Allah menetapkan dosa, tidak berhak menyebut dirinya sebagai ‘Reformed / Calvinist’!


Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme/Sublapsarianisme.
Next Post Previous Post