AJARAN TENTANG PEMILIHAN ALLAH YANG BERDAULAT (EFESUS 1:4)

Pdt.Samuel T. Gunawan.,M.Th.
AJARAN TENTANG PEMILIHAN ALLAH YANG BERDAULAT
AJARAN TENTANG PEMILIHAN ALLAH YANG BERDAULAT . “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya”- Efesus 1:4 -
PENDAHULUAN: 

Ajaran tentang pemilihan Allah adalah suatu ajaran yang penting. Teolog Charles C. Ryrie mengatakan “ajaran tentang pemilihan merupakan salah satu dasar dalam keselamatan, meskipun bukan satu-satunya. Ajaran-ajaran lainnya seperti kematian Kristus, iman, kelahiran kembali, dan anugerah yang menyelamatkan juga disebut dasar-dasar. Semua hal itu adalah perlu untuk melaksanakan rencana Allah bagi keselamatan manusia”.[1] Jadi, menurut Ryrie ajaran ini juga penting seperti ajaran-ajaran dasar lainnya. 

Saat mempelajari doktrin tentang pemilihan Allah ini kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 

Pertama, ajaran tentang pemilihan Allah sebagaimana beberapa ajaran dasar lainnya (misalnya, seperti doktrin trinitas) mengandung misteri. Rick Cornish menyatakan “kita tidak mengetahui mengapa Ia memilih siapa yang dipilihnya atau mengapa Ia memilih sebagian dan bukan semuanya... Pengajaran itu meninggalkan cukup misteri...”.[2] Sementara itu Millard J. Erickson menyatatakan bahwa “Dari semua pokok doktrinal iman Kristen, pastilah yang termasuk paling memusingkan dan paling tidak dimengerti adalah doktrin predestinasi ini”. [3]

Kedua, ajaran tentang pemilihan Allah ini bagaimana pun rumitnya adalah ajaran Alkitab. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini. Rasul Yohanes menulis “tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaku jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa” (Yohanes 6:44). Selanjutnya Yohanes mencatat perkataan Yesus “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yohanes 15:16). 

Rasul Paulus mengatakan “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya” (Roma 8:29-20). 

Dan kepada jemaat di Efesus Paulus menulis “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Efesus 1:4-6). Dari ayat-ayat di tersebut terlihat bahwa pemilihan memang jelaslah diajarkan oleh Alkitab.

Ketiga, ajaran tentang pemilihan Allah walaupun sulit dan mengandung misteri tidak membebaskan kita untuk mempelajari dan menelitinya. 

Karena ajaran ini merupakan ajaran Alkitabiah kita tidak boleh menghindarinya; tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh R.C. Sproul, ajaran ini perlu dilakukan “penanganan dengan sangat hati-hati dan teliti”.[4] Apa yang dinyatakan Sproul tersebut sesuai dengan Wesminster Confession yang menyatakan bahwa “Doktrin misteri predestinasi yang agung ini haruslah ditangani dengan kebijaksanaan dan ketelitian khusus, sehingga orang-orang, yang memperhatikan kehendak Allah yang dinyatakan di dalam firmanNya ini, dan yang menaatinya, bisa beroleh keyakinan mengenai pilihan kekal atas mereka dari panggilan efektif ini”.[5]

HUBUNGAN KETETAPAN TUHAN DENGAN PEMILIHAN ALLAH

Istilah “pemilihan” kadangkala disamakan atau dipertukartempatkan dengan istilah “predestinasi”. Karena itu perlu bagi kita untuk memahami dengan jelas perbedaan dan hubungan antara keduanya dengan ketetapan Tuhan.

Sebagaimana telah saya jelas dalam artikel “Ajaran Tentang Ketetapan Tuhan” bahwa, para teolog membagi ketetapan Allah (Devine decree) ke dalam empat ketetapan Tuhan (four decrees of God), yaitu: ketetapan mencipta, ketetapan mengijinkan dosa, ketetapan menyediakan keselamatan, dan ketetapan memilih. 

Perhatikan istilah berikut ini: “Prothesis”, diterjemahkan dengan kata rencana, ketetapan, dan maksud (Roma 8:28; 9:11; Efesus 1:9,11; 3:11; 2 Timotius 1:9). “Proorizo”, diterjemahkan dengan menentukan dari semula, menetapkan sebelumnya, dan predestinasi (Roma 8:29-30; Efesus 1:5,11; KPR 4:28; 1 Korintus 2:7). “Tasso”, diterjemahkan dengan tentukan atau tetapkan (Roma 13:1; Efesus 1:11). “Proginosko” dan “Prognosis”, diterjemahkan dengan rencana, pilih, atau mengetahui sebelumnya dan pengetahuan sebelumnya (KPR 2:23; Roma 8:29; 11:2; 1 Petrus 1:2,20). “Boule”, diterjemahkan dengan rencana, kehendak, maksud, keputusan (KPR 2:23; 4:28; 20:27; Ibrani 6:17).[6]

Istilah-istilah dan ayat-ayat di atas memiliki ide merencanakan, menentukan sebelumnya, mengetahui sebelumnya, membatasi, dan menghendaki. Ini semua menunjukkan bahwa menurut Alkitab tidak ada apapun yang terjadi begitu saja, tetapi bahwa semua itu merupakan bagian dari ketetapan Tuhan (Devine degree) yang kekal. 

Ketetapan Tuhan adalah rencana-rencanaNya bagi segala sesuatu. Menetapkan atau menentukan sebelumnya adalah konsep-konsep teologis yang searti. Dengan demikian predestinasi dan pemilihan adalah bagian dari ketetapan Tuhan. Predestinasi adalah ketetapan atau penentuan sejak kekekalan yang berhubungan dengan keselamatan atau kebinasaan kekal; sedangkan pemilihan adalah ketetapan atau penentuan sejak kekekalan sebagian orang untuk diselamatkan. 

Millard J. Erickson meringkasnya demikian, “Predestinasi merujuk kepada pemilihan Allah terhadap orang-orang tertentu untuk mengalami kehidupan kekal atau kematian kekal. Pemilihan adalah seleksi beberapa beberapa orang tertentu untuk hidup kekal, yaitu sisi positif dari predestinasi”. [7]

DEFINISI PEMILIHAN ALLAH 

Louis Berkhof mendefinisikan pemilihan Allah sebagai “tindakan kekal Allah dimana Ia dalam kesukaan kedaulatanNya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah khusus dan keselamatan kekal”.[8]

Charles F. Beker, mendefinisikan pemilihan mengikuti August H. Strong sebagai berikut, “Pemilihan adalah tindakan kekal Allah, yang melaluinya dalam kuasa kehendakNya, tanpa sebelumnya melihat jasa dalam diri orang berdosa, Ia memilih jumlah tertentu dari antara mereka untuk menjadi penerima anugerah khusus RohNya, dan dengan begitu menjadikan mereka pengambil bagian secara sengaja dalam keselamatan di dalam Kristus”.[9]

Wayne A. Grudem mendefinisikan pemilihan sebagai “tindakan Allah sebelum penciptaan dimana Dia memilih beberapa orang untuk diselamatkan, bukan karena perbuatan baik mereka, tetapi hanya karena kedaulatanNya”.[10]

Menurut Millard J. Erickson pemilihan adalah “seleksi beberapa beberapa orang tertentu untuk hidup kekal, yaitu sisi positif dari predestinasi”. [11]

Tony Evans mengatakan “Allah memilih sebagian orang untuk diselamatkan untuk maksud-maksud berdaulatNya sendiri dan karena Ia penuh kasih karunia”. [12]

Westminster Confession menyatakan “... Allah, sebelum dasar dunia ini diletakkan, seturut tujuanNya yang kekal dan tidak berubah, dan keputusan dan perkenan kehendakNya yang merupakan rahasia, telah memilih mereka di dalam Kristus untuk kemuliaan kekal. Pemilihan ini hanya dikarenakan anugerah dan kasihNya yang bebas, bukan karena telah melihat sebelumnya adanya iman, atau perbuatan-perbuatan baik, atau ketekunan di dalam diri mereka, atau suatu hal lain apapun di dalam ciptaan sebagai syarat-syarat atau penyebab-penyebab yang menggerakkan Dia; dan segalanya adalah untuk memuji anugerahNya yang mulia”.[13]

RINGKASAN AJARAN TENTANG PEMILIHAN ALLAH YANG BERDAULAT

Berdasarkan definisi-definisi diatas yang telah maka dapat diringkas ajaran tentang pemilihan sebagai berikut : 

1. Bahwa kita harus mengingat beberapa fakta tertentu dari Alkitab. Pertama, bahwa adalah bahwa Allah sepenuhnya benar. Paulus menegaskan “...Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi." (Roma 3:4) 

Kedua, keadaan natur manusia yang berdosa dan patut mendapatkan hukuman Allah. Paulus menegaskan “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). 

Keadaan ini disebut dengan kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability).[14] Ketiga, bahwa tidak ada seorang pun yang atas prakarsanya sendiri mencari Allah. Dengan kata lain, Alkitab mengajarkan bahwa walaupun Allah menyediakan keselamatan bagi seluruh dunia tidak ada seorang pun yang akan menerimanya dan diselamatkan kecuali Allah sendiri yang berinisiatif mencari manusia.

2. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih dari pihak Allah yang memasukkan sejumlah orang, bukan semua orang. Fakta ini didukung oleh tiga alasan. Pertama, fakta bahwa sebagian orang terhilang adalah bukti bahwa tidak semua yang dipilih. Kedua, kata “memilih” akan kehilangan makna jika ternyata semuanya diselamatkan. Ketika diadakan pemilihan, seperti nyata pada penggunaan kata itu, hanya ada orang-orang tertentu saja yang ditunjuk menduduki suatu posisi. Ketiga, Alkitab berbicara berulang-ulang mengenai mereka yang terhilang, jadi pastilah mereka bukan termasuk di antara orang yang dipilih.

3. Bahwa pemilihan itu adalah tindakan Allah yang berdaulat dan seturut dengan kehendakNya yang berdaulat (Roma 9:11; 2 Timotius 1:9). Pemilihan Allah berdasarkan kedaulatanNya. Allah berdaulat dan bebas secara mutlak. Berdaulat berarti tertinggi, dan Allah selalu yang berdaulat yang dengan bebas memutuskan rencanaNya terlebih dahulu sekarang dan yang akan datang. 

4. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih yang dibuat Allah sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4). Kadang-kadang berguna mengingat fakta bahwa Allah itu pribadi tidak berwaktu, bahwa ia hidup dalam masa kini yang kekal. Karenanya, Ia bukan seakan-akan membuat pilihan miliaran tahun sebelum benar-benar mengetahui hal akan dilakukan, tetapi Ia mengenal kita sejak dahulu sebagaimana kita adanya sekarang.

5. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih yang didasarkan atas hal yang ada dalam diri Allah, bukan atas hal yang ada dalam diri manusia. Paulus mengatakan pemilihan itu menurut anugerah (Roma 11:5), dan ia juga jelas mengatakan hal itu bukan berdasarkan perbuatan (Roma 9:11). Pemilihan, seperti keselamatan, semata-mata karena anugerah dan bukan karena perbuatan. Jadi jelas Allah tidak menyelamatkan orang tertentu karena sebelumnya telah melihat ada hal yang baik atau berguna dalam diri orang itu.

6. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih yang didasarkan pada kemahatahuan (omnisciense) Allah, yang pada gilirannya didasarkan pada ketetapan dan maksud Allah yang sudah pasti. Ini berarti bahwa Allah mempunyai pengetahuan dasar tentang segala sesuatu yang benar-benar ada maupun yang mungkin ada. 

Dengan demikian, pemilihan Allah dilakukan dengan pengetahuan yang sebesar-besarnya. Ada sejumlah kata yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan. Perhatikan kata-kata dalam KJV: Predestinate (menentukan sebelumnya, Roma 8:29, 30; Efesus 1:5, 11, TB: tentukan) foreordain (menentukan sebelumnya, 1 Petrus 1:20, TB:pilih); foreknow (mengetahui sebelumnya, Roma 8:29; 11:2; Kisah Para Rasul 2:23; TB:pilih, rencana ); purpose (maksud, rencana, Yesaya 14:26; 23:9; 46:11; Yeremia 4:28; 51:29; Roma 8:28; 9:11, 17; Efesus 1:9,11; 3:11; 2 Timotius 1:9; TB: rancangan, putusan, rencana, maksud). Jelas bahwa Allah telah menetapkan semua yang telah dibuatNya, dan alasan mengapa Allah mengetahui hal yang akan terjadi adalah karena Ia telah merencanakan atau menetapkannya.

7. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih yang sepenuhnya pasti digenapi; tidak ada kuasa apapun yang sanggup menggagalkannya. Roma 8:28-30 menunjukkan bahwa setiap orang yang telah dipilih (KJV:forknown) oleh Allah akan dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan. Ayat 33 mengemukakan bahwa tidak ada seorang pun yang sanggup menggugat orang pilihan Allah, dan pasal ini diakhiri dengan jaminan bahwa tidak ada hal apapun yang sanggup memisahkan orang pilihan dari Allah yang ada di dalam Yesus Kristus. Kisah Para Rasul 13:48 berkata: “dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup kekal, menjadi percaya”.

8. Bahwa pemilihan Allah adalah tindakan memilih yang selaras dengan kebebasan manusia. 

Pemilihan tidak memaksa orang yang dipilih untuk percaya. Tidak ada orang yang dalam mempercayai injil merasa telah dipaksa melawan kehendaknya sehingga ia menjadi percaya. Barangkali pada titik ini justru manusia paling tak menyadari caranya Allah bekerja dalam kehendak seseorang tanpa merusak kebebasannya. 

Bahkan rasul Paulus, setelah membicarakan maksud pemilihan Allah atas Israel, harus mengakui, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”(Roma 11:33-36). 

Harus diperhatikan bahwa ada perbedaan antara pihak yang bebas dan kebebasan kehendak. Semua makhluk yang memiliki tanggung jawab moral adalah pihak yang bebas, baik malaikat atau malaikat yang jatuh maupun manusia. Allah adalah pihak yang bebas dari tanggung jawab moral; sekalipun demikian Allah tidak bebas berkehendak untuk berdosa. 

Tidak mungkin bagi Allah untuk berdosa. Ada perbedaan juga antara pihak yang bebas atau kebebasan pribadi dan kemampuan. Seseorang bisa merupakan pihak yang bebas dari tanggung jawab moral, bertanggung jawab terhadap diri sendiri atas hal yang dilakukannya, namun kebebasan ini tidak memberi ia kemampuan mengubah naturnya sehingga memiliki kesanggupan berkenan kepada Allah. 

Dengan kata-kata Alkitab, “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”(Yeremia 13:23).

9. Bahwa tujuan akhir dari pemilihan Allah sebagaimana semua ketetapan ilahi lainnya ialah kemuliaan Allah (Roma 11:36). Tindakan Allah yang berdaulat dimana Ia menetapkan orang percaya untuk diselamatkan adalah untuk memuji kemuliaan anugerahNya (Efesus 1:4-6,11-12). Allah dimuliakan dalam pernyataan dari anugerah yang tidak bersyarat (unconditional grace) seperti yang tertulis dalam Roma 9:23; Wahyu 4:11. Itulah sebabnya tidak keliru untuk beranggapan bahwa kesatuan tema dari Kitab suci adalah kemuliaan Allah. Bersama dengan rasul Paulus kita dapat berkata “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Roma 11:36).

HAL-HAL YANG BUKAN PENGERTIAN PEMILIHAN ALLAH

Setelah mengerti apa itu pemilihan Allah, perlu bagi kita untuk menegaskan hal-hal yang bukan merupakan pemilihan.

1. Pemilihan bukan tindakan sewenang-wenang atau pun asal-asalan dari Allah. Pemilihan itu sesuai dengan ketetapan kekal dan kehamatahuan Allah (Roma 8:28, 29, 9:11; Efesus 1:4-11; 1 Petrus 1:2).

2. Pemilihan bukan tindakan untuk memilih sebagian orang supaya terhilang atau ketetapan penolakan. Pemilihan dilakukan untuk penyelamatan, bukan untuk penghukuman (1 Tesalonika 1:4; 2 Tesalonika 2:13). Perhatikan kembali perbedaan antara predestinasi dan pemilihan di atas.

3. Pemilihan bukan tindakan memilih yang dilakukan manusia, walaupun manusia harus membuat pilihan jika ingin diselamatkan. Pemilihan adalah tindakan memilih dari Allah. Kristus berkata kepada para rasulNya, “Bukan kamu yang memilih aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yohanes 15:16).

4. Pemilihan bukan hanya dilakukan untuk suatu posisi atau untuk pelayanan, walaupun Allah memilih orang-orang untuk tugas khusus. Pemilihan juga dilakukan untuk keselamatan (2 Tesalonika 2:13).

5. Pemilihan Allah saja bukan mengakibatkan keselamatan orang. Charles C. Ryrie menyatakan “memang, pemilihan tentu saja menegaskan bahwa orang-orang yang dipilih akan diselamatkan, tetapi pemilihan itu sendiri tidak menyelamatkan mereka. Orang diselamatkan karena anugerah oleh iman pada kematian pengganti yang dialami Kristus. Dan tentu saja, mereka harus belajar tentang kematian Kristus untuk mengisi iman mereka. Dengan demikian, pemilihan kematian Kristus, kesaksian tentang kematianNa, dan iman orang itu sendiri, semuanya perlu agar orang itu dapat diselamatkan”. [15]

ANALOGI DAN ILUSTRASI 

Tiga keberatan yang keliru telah ditujukan terhadap ajaran tentang pemilihan ini. Pertama, kerena Allah telah menetapkan segala sesuatu termasuk menetapkan untuk memilih orang-orang tertentu berarti Allah itu tidak adil. Kedua, ajaran tentang pemilihan ini menjadikan Allah sebagai pembuat dosa. Ketiga, dengan penetapan pemilihan ini berarti melanggar kehendak bebas (freewell) manusia sehingga hidup manusia di dunia ini hanya sandiwara. 

Untuk menjelaskan kebenaran ini sekaligus menjawab keberatan-keberatan diatas, Charles C. Ryrie, telah memikirkan sebuah kata yang lain dari decree (ketetapan) Tuhan ini yang tentunya berhubungan erat dengan pemilihan, yaitu design (rencana). 

Kata rencana (design) ini mengingatkan kita pada kata “arsitek”. Dan ini merupakan konsep yang dangat membantu dalam ajaran ini. Allah adalah arsitek dari suatu rencana yang sungguh-sungguh memasukkan segala sesuatu, tetapi memasukkan segala sesuatu dalam hubungan yang berbeda. Rencana-rencana arsitek ini sangat terperinci. 

Demikian juga rencana Allah. Dalam proses pembangunan suatu gedung, para pakar dapat memprediksi bahwa banyak sekali pekerja yang akan cedera dan kadang-kadang beberapa diantara mereka akan meninggal. Statistik yang mengerikan itu dimasukkan dalam rencana pembangunan, namun demikian kita tidak akan menganggap bahwa arsitek tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaaan atau cedera dan kematian, asalkan telah diadakan pengamanan yang standar dan benar. Tindakan ceroboh, tidak menaati peraturan, dan melanggar pembatas keselamatan biasanya menyebabkan terjadinya kecelakaan. 

Tetapi kesalahan siapakah itu? Itu adalah kesalahan mereka yang bertindak ceroboh dan tidak menaati peraturan keselamatan. Demikian pula rencana Allah (termasuk rencana pemilihan) telah dibuat sedemikian rupa sempurnanya sehingga tanggung jawab atas dosa terletak pada manusia, meskipun Allah secara sengaja memasukkan dosa dalam rencanaNya.[16]

Sementara itu Tony Evans memberikan ilustrasi yang menghubungkan penyediaan kasih karunia, pemilihan dan respon manusia dalam keselamatan. Perlu disadari, bahwa tidak ada ilustrasi yang sempurna yang mampu menyingkapkan misteri pemilihan secara tuntas, walau demikian ilustrasi Evans berikut sangat membantu menjelaskan konsep tersebut. 

Evans berkata “Bayangkan bahwa saya sudah mengundang lima ratus orang ke sebuah aula untuk sebuah peristiwa tertentu. Di luar panas dan AC tidak berjalan dengan baik sehingga untuk bertindak ramah sekali saya membeli untuk setiap orang yang hadir di aula minuman dingin karena saya mau supaya mereka mempunyai sesuatu untuk menghilangkan rasa haus mereka. Saya pesan lima ratus minuman dengan harga satu dolar masing-masing. 

Semua uang yang saya miliki terpakai untuk membeli minuman itu, tetapi saya begitu mengasihi orang-orang di aula sehingga saya tidak mau membiarkan mereka haus. Tidak ada keran air dan tidak ada orang yang mempunyai uang untuk membayar minuman sehingga kalau saya tidak membayar harga itu tidak ada orang yang akan mendapat minuman. Oleh karena itu, saya tempatkan minuman dingin itu di depan ke lima ratus ratus orang dan mengundang: “siapa yang ingin minum, datanglah dan minum minuman gratis. Saya sudah membayarnya.” 

Namun, andaikata ada beberapa orang yang mengatakan, “saya mau minuman diet,” “saya tidak terlalu haus,” “itu bukan minuman favorit saya,” dan mereka semua member alasan untuk menolak undangan saya untuk mengambil minuman dingin yang sudah saya beli dengan segala yang saya miliki, maka semua orang berdiri dan keluar ruangan tanpa minuman dingin mereka. Masalahnya bukan karena minuman itu belum dibayar. 

Saya tidak perlu membelinya, tetapi saya membayar semuanya karena kasih dan karunia karena saya peduli terhadap orang-orang yang kepanasan dan haus itu. Karena harga yang saya bayar, saya tidak akan membiarkan minuman dingin sebanyak lima ratus buah ini terbuang. Jadi saya keluar aula dan “memilih” dua puluh empat orang dan saya katakan kepada mereka, “Boleh saya bicara sebentar kepada anda? Anda tahu, minuman dingin ini saya beli mahal sekali sehingga saya tidak mau minuman itu terbuang begitu saja. 

Saya bayar mahal sekali untuk memberi anda minuman segar. Maukah anda masuk kembali dan menikmati apa yang sudah saya beli untuk anda? Saya masih mempunyai minuman dingin di dalam untuk setiap orang yang mau menghilangkan rasa hausnya, dan minuman itu masih tetap gratis.” Kemudian, dua puluh empat orang itu memutuskan untuk menerima tawaran saya, dan anda salah satu dari mereka, dan anda menyadari bahwa anda memang haus. Anda mengakui saya benar-benar murah hati sehingga dengan bertindak atas kemauan sendiri anda menerima tawaran saya, kembali ke aula, dan menikmati minuman dingin itu. 

Saya memilih anda untuk kesempatan ini, dan jika saya tidak memilih anda, anda tidak akan mendapat minuman dingin itu. Namun, anda memutuskan untuk minum karena saya tidak memaksa anda. Jadi, anda masuk lagi, menikmati minuman anda, dan memuji saya karena saya membeli minuman itu untuk anda.

Bagaimana dengan empat ratus tujuh puluh enam orang lain di luar yang tidak saya hubungi dengan cara khusus itu? Saya tidak bertindak tidak adil terhadap mereka karena saya sudah menawarkan minuman kepada mereka. Bukan hanya itu sebab mereka masih dapat kembali dan datang minum kalau mereka berubah pikiran karena pintu masih terbuka, minuman dingin masih tersedia, dan harga sudah dibayar. 

Pada hakikatnya, mereka yang memutuskan untuk menerima tawaran saya dan kembali sekarang memperlihatkan bahwa mereka anggota dari kelompok orang-orang terpilih tanpa mengurangi pentingnya bahwa mereka telah membuat pilihan. Yang lain yang pergi dengan rasa haus pergi dalam keadaan itu karena mereka menolak tawaran saya, bukan karena saya tidak keluar untuk memanggil mereka kembali. Mereka yang tidak menikmati minuman itu tidak dapat mempersalahkan saya, dan mereka yang mendapat minuman tidak dapat berterima kasih kepada siapapun kecuali saya karena mereka tidak berbuat apa-apa untuk diberikan minuman itu.


Pada akhirnya, banyak diantara lima ratus orang itu mungkin menolak tawaran saya, tetapi dalam pilihan itu saya menjamin bahwa paling sedikit dua puluh empat orang akan menikmati tawaran saya yang murah hati. Kalvari terlalu mahal bagi Allah dan tidak pantas tawaran-Nya akan keselamatan ditolak semua orang. Jadi, Ia memastikan supaya beberapa orang akan diselamatkan, dan Ia melakukannya sedemikian rupa sehingga siapa yang masih mau boleh datang juga. Kalau mereka tidak datang, itu adalah karena mereka tidak mau datang, bukan karena Allah yang menutup pintu. Ia mendapat kemuliaan dan puji-pujian dalam segala sesuatu”. [17]

PENUTUP:

Pengajaran tentang pemilihan Allah ini (the doctrine of election) memiliki implikasi praktis bagi orang-orang Kristen, yaitu:

1. Membuat kita takjub akan kebesaran Allah yang bijak, berkuasa dan penuh kasih. Kita semakin memahami kasih Allah yang luar biasa. Ia mengasihi kita ketika kita masih berdosa (Roma. 5:6). Allah juga tidak berhenti mengasihi kita ketika kita nanti melakukan dosa yang sebesar apa pun, karena pada dasarnya Ia memang memilih kita bukan karena kebaikan kita (1 Yohanes 1:9).

2. Memotivasi kita untuk mempercayakan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang Mahakuasa. Kita meyakini bahwa keselamatan kita tidak bisa hilang, karena rencana Allah tidak bisa gagal (Yohanes 10:28-29). 

3. Memberi semangat bagi kita dalam memberitakan Injil supaya orang dapat selamat. Dan gigih memberitakan Injil kepada setiap orang bahkan orang yang keras hati, karena kalau orang itu ditetapkan Allah untuk selamat, orang itu suatu ketika pasti akan selamat. 

4. Memberi kepastian karena mengetahui bahwa Allah dengan kedaulatanNya menetapkan dan mengontrol segala sesuatu. Pengetahuan ini bagi kita memberi sukacita dan penghiburan dalam keselamatan yang besar yang telah Tuhan sediakan bagi kita yang dipilih Allah dalam kekekalan.

5. Membawa untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan, karena ajaran pemilihan ini menunjukkan bahwa Allah mengasihi kita, bukan karena siapa kita atau apa yang kita perbuat, melainkan kerena Dia memutuskan untuk mengasihi kita. Dengan demikian respon yang tepat kepada Allah adalah dengan memujiNya selama-lamanya. 

Paulus berkata, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:33-36).

6. Ajaran ini dengan keras menentang kesombongan manusia yang ingin menjalankan kehidupannya sendiri tanpa kesadaran akan kedaulatan Tuhan yang mengontrol segala sesuatu dan yang kepadaNya setiap manusia harus memberikan pertanggungjawaban atas kehidupan dan perbuatannya. 

REFERENSI : 

Daftar berikut ini adalah buku terpilih oleh penulis dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali buku Wayne Grudem, Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Berdasarkan pertimbangan diatas tidaklah sulit untuk mendapatkan buku-buku tersebut di toko buku Kristen atau penerbit buku. Selanjutnya, di dalam buku-buku tersebut terdapat referensi lanjutan sesuai dengan rujukan para penulis buku tersebut. 

Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.

Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. 6 Jilid, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang. 

Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

_________., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. 

Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.

Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.

____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta. 

Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. 2 Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yoyakarta. 

Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang. 

Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

[1] Ryrie, Charles C, 1992. Basic Teologi, Jilid 2, terjemahan, Penerbit Yayasan Andi: Yokyakarta, hal 62.

[2] Rick Cornish, 2004. Five Minute Teologian, terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung, hal 205.

[3] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 99.

[4] Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 215.

[5] Williamson, G.I., 2006. Westminster Confession of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 58.

[6] Beker, Charles. F, 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal 202-206.

[7] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology, hal 100.

[8] Berkhof, Louis, 1993. Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah, terjemahan LRII & Penerbit Momentum: Jakarta, hal 207.

[9] Beker, A Dispensasional Theology, hal 511.

[10] Grudem, Wayne A., 2005. Christian Beliefs, terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta, hal 113.

[11] Erickson, Christian theology, hal 100.

[12] Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam, hal 119.

[13] Williamson, Westminster Confession of Faith, hal 50.

[14] Dosa telah menyebabkan manusia mengalami kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability). Arti dari kerusakan total adalah (1) bahwa dosa telah menjangkau setiap aspek natur manusia: termasuk rasio, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15); dan (2) bahwa secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12). Sedangkan ketidakmampuan total berarti: (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah. Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah. 

[15] Ryrie, Basic Teologi, hal 69.

[16]Ibid, hal 65. 

[17] Evans, Tony, Sungguh-sungguh Diselamatkan, hal 120-122
Next Post Previous Post