PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH MENURUT KITAB ULANGAN

Pdt.Samuel T. Gunawan., M.Th.
PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH MENURUT KITAB ULANGAN
PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH MENURUT KITAB ULANGAN . Ingatlah (zãkar) kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah (bin) tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah (šã’al) kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu” (Ulangan 32:7)

PENDAHULUAN: 

Istilah “sejarah” mempunyai arti yang sama dengan kata Inggris “history”, kata Jerman “geschichte”, dan kata Belanda “geschieedenis”. Semua istilah itu mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang peristiwa dan kejadian pada masa lampau.[1] Peristiwa dan kejadian itu benar-benar terjadi pada masa lampau.[2] Sedangkan kata Yunani untuk “sejarah” adalah “historésai” yang berarti “menyelidiki” atau “mengetahui” (Bandingkan Galatia 1:18).[3] 

 Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) Sejarah berarti silsilah atau asal-usul; (2) Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; (3) Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau serta riwayat.[4] Jadi, sejarah adalah suatu peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam kehidupan manusia di masa lampau.

Marc Bloch mendefinisikan sejarah sebagai “ilmu tentang manusia di dalam kerangka waktu”.[5] Ada tiga kata kunci dalam definisi Marc Bloch di atas, yaitu: ilmu, manusia, dan waktu. 

 (1) Sejarah adalah ilmu dalam arti sejarah adalah kumpulan seperangkat penyelidikan yang berisi analisis dokumen dan bukti-bukti lain yang dilakukan dengan penuh keteraturan dan objektivitas. 

(2) Sejarah adalah ilmu tentang manusia dalam arti sejarah berkaitan dengan manusia secara individu dan kelompok dalam pemahaman konkret dan dengan pemahaman terhadap manusia dalam situasi yang konkret. 

(3) Sejarah adalah ilmu tentang manusia dalam kerangka waktu dalam arti waktu dalam sejarah bukan sesuatu yang abstrak, tetapi hal yang konkret dan realitas yang hidup dengan karakter yang terus berubah dan berkembang secara konstan.[6]

PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH 

Andreas Subagyo menyatakan, “Penelitian kesejarahan penting dalam teologi dan ilmu keagamaan. Dengan penelitian tersebut, orang dapat belajar dari kekeliruan dan penemuan-penemuan di masa lampau. Orang dapat terbantu dalam menetapkan pembaharuan-pembaharuan, dan sedikit banyak dapat memperkirakan kecenderungan di masa depan. Misalnya, mempertimbangkan kesinambungan masa lampau dan masa kini, memperhatikan kesejajaran masa kini dengan masa lalu, dan membandingkan sejarah yang sama di tempat-tempat yang berbeda”.[7] 

Walaupun secara harafiah arti sejarah hanya menerangkan serangkaian catatan peristiwa atau kejadian yang telah lalu, tetapi bagi seseorang yang memahami arti sebuah kehidupan, sejarah bukan hanya sekedar catatan masa lampau. Sejarah mempunyai makna penting, antara lain :

1. Sejarah adalah bagian dari kehidupan manusia. Sejarah adalah kisah kehidupan manusia yang terjadi pada waktu lampau. Sejarah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ketingkat yang lebih maju atau modern.[8] Jadi, sejarah mempunyai makna penting sebab sejarah tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. 

Tidak ada kehidupan berarti tidak ada sejarah. Sejarah dapat menjadi pembelajaran bagi manusia tentang perjalanan peradabannya. Melalui mempelajari sejarah, kita dapat mengetahui dan memahami kisah-kisah peradaban di masa lalu, serta bisa tahu akan asal usul bangsa, budaya dan agamanya. Dari sejarah, kita bisa mengetahui dan memahami peristiwa penting di masa lalu yang sangat berpengaruh bagi kehidupan di masa sekarang.

2. Sejarah mengandung nilai-nilai dan pelajaran berharga. Sejarah mempunyai makna penting karena dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi itu, terkandung nilai-nilai dan pelajaran penting yang berharga bagi kehidupan. Bahkan tidak jarang akan membawa konsekuesi sejarah bagi generasi berikutnya, bagai mata rantai yang terus terjalin. 

Karena itu, betapa besarnya nilai sejarah dalam dan bagi kehidupan manusia.[9] Sejarah mengajarkan hal-hal yang sangat penting, seperti: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah kita dapat mempelajari hal-hal yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah bangsa atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang sosial politik, pengaruh dari filsafat, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam di sepanjang zaman.

3. Sejarah memberi makna bagi kehidupan. Melalui sejarah kita dapat melihat bagaimana sebuah kejadian mempengaruhi kejadian-kejadian lain dimasa lampau; atau suatu rangkaian kejadian yang dipengaruhi oleh suatu kejadian pada satu masa tertentu. Adalah bijak bagi manusia untuk memahami sejarahnya, karena di dalam sejarah dan melalui sejarah itu hidup ada maknanya. Itu sebabnya mengapa manusia harus tahu sejarah dan belajar dari sejarah;

PENTINGNYA SEJARAH MENURUT KITAB ULANGAN

Kitab Ulangan ditulis oleh Musa (Ulangan 31:9,24-26; bandingkan. Bilangan 4:44-46; 29:1) dan diwariskan kepada Israel sebagai dokumen perjanjian untuk dibacakan seluruhnya di hadapan seluruh bangsa setiap tujuh tahun (Ulangan 31:10-13). Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM. 

Kitab ini berisi amanat perpisahan Musa yang dalamnya ia mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Allah dengan Israel demi angkatan Israel yang baru. Mereka kini sudah mencapai akhir dari pengembaraan di padang gurun dan siap masuk ke Kanaan. Sebagian besar angkatan ini tidak mengingat Paskah yang pertama, penyeberangan Laut Merah, atau pemberian Hukum di Gunung Sinai. 

Mereka memerlukan pengisahan kembali yang bersemangat mengenai perjanjian, hukum Taurat, dan kesetiaan Allah, dan suatu pernyataan baru mengenai berbagai berkat yang menyertai ketaatan dan kutuk yang menyertai ketidaktaatan.

Kitab Ulangan secara historis menyediakan bagi generasi Israel yang baru, yang sebentar lagi akan masuk Kanaan, suatu landasan dan motivasi yang diperlukan untuk mewarisi tanah yang dijanjikan dengan memusatkan perhatian kepada sifat Allah dan perjanjian-Nya dengan Israel. 

Kitab ini merupakan pengulangan dan rangkuman dari keempat Kitab sebelumnya (kejadian, keluaran Imamat, Bilangan) dalam bentuk khotbah Musa diakhir usianya yang mencapai 120 tahun. Kitab ini juga merupakan nasihat Musa kepada Israel untuk mempertahankan dan menaati kebenaran yang sudah dinyatakan Allah sebelumnya dalam Firman-Nya yang mutlak dan tidak berubah. Frase penting yang khas dari kitab Ulangan ialah, “Ingatlah ... dan jangan melupakan”. 

Tampaknya, sifat rohani kitab Ulangan merupakan landasan yang penting dari penyataan Perjanjian Baru. Ketika Yesus dicobai oleh Iblis, Ia menanggapinya dengan mengutip ayat-ayat dari Ulangan (Matius 4:4,7,10 mengutip Ulangan 8:3; Ulangan 6:16; Ulangan 6:13). 

Ketika Yesus ditanya tentang hukum mana yang paling besar, Ia menjawab dari Ulangan (Matius 22:37; bandingkan Ulangan 6:5). Kitab-kitab PB mengutip atau mengacu kepada Ulangan hampir sebanyak 100 kali. Sebuah nubuat Mesianis yang jelas (Ulangan 18:15-19) disebutkan dua kali dalam Kisah Para Rasul (Ulangan 3:22-23; Ulangan 7:37).

Penting untuk diketahui bahwa pesan dan nasihat Musa yang ditulis dalam Kitab Ulangan ini disampaikannya di dataran Moab pada hari pertama bulan kesebelas di tahun ke-40 pengembaraan Israel di padang gurun sekitar 2 bulan 10 hari sebelum mereka memasuki tanah Kanaan (Ulangan 1:3-5) 

Pesan ini disampaikan kepada generasi kedua bangsa Israel yang lahir di padang gurun setelah keluar dari tanah Mesir, karena seluruh generasi pertama telah mati sebelum menyeberang Sungai Zered (Ulangan 2:13-15). Pesan Musa kepada generasi kedua tersebut adalah agar mereka tetap beriman dan menaati Allah. 

Adapun isi pesan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian : (1) Kisah Karya Penyelamatan dari Allah (Ulangan 1:1-4:43); (2) Pengulangan Hukum-hukum Taurat (Ulangan 4:44-26:19); (3) Prediksi Tentang Masa Depan (Ulangan 27-30); (4) Nyanyian Musa dan kematiannya, serta tampilnya Yosua sebagai pemimpin baru Israel (Ulangan 31-34).

MEMETIK HIKMAH DARI PERINTAH DALAM ULANGAN 32:7 [10] 

Nyanyian Musa dalam Ulangan 32 bertemakan kesuraman atas pemberontakan, pengkhiatan, kejatuhan serta penghakiman Allah atas Israel. Akan tetapi, arti sebenarnya yang digambarkan dalam nyanyian tersebut adalah kasih dan kemurahan hati Allah yang tidak terbatas terhadap umat pilihanNya. Secara khusus dalam Ulangan 32:7, musa mencemaskan sejarah suram yang dapat saja terulang setelah bangsa Israel masuk dan menetap di Kanaan, negeri Perjanjian. 

Karena itu, Musa dalam ayat tersebut memberikan tiga perintah spesifik agar Israel dapat mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut terulang kembali dan menang atas segala kemalangan. Musa memerintahkan demikian, “Ingatlah (zãkar) kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah (bin) tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah (šã’al) kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu” (Ulangan 32:7).

Ketiga perintah ini “Ingatlah.., perhatikanlah.., dan tanyakanlah..” menunjukkkan kasih Allah yang besar pada umat pilihanNya. Allah yang merencanakan dan memilih mereka dari sebelum permulaan zaman (Ulangan 32:8-9,49; Bandingkan Nehemia 9:7; Efesus 1:4-5), bahwa Dia berdaulat atas segala sesuatu dan juga berdaulat atas sejarah, Dia adalah sumber segala berkat, karena itu Dia akan memelihara masa depan mereka.[11] 

 Jadi melalui perintah ini, Musa berharap bahwa mereka dapat memperhatikan (belajar) dari perjalanan iman di masa yang lalu agar bisa terus melanjutkan perjalanan iman tersebut. Bagi kita saat ini, perintah tersebut mengingatkan kita agar menghargai masa kini dan masa depan dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip masa lalu yang layak dipedomani dan dilanjutkan.

1. Perintah Pertama: Ingatlah kepada zaman dahulu kala. 

Kata “ingatlah” dalam bahasa Ibrani adalah “zãkar” yang berarti “mengenang (Keluaran 13:3; mempertimbangkan (Ayub 7:7); mengingat kembali (Mazmur 63:7); berpikir dalam wawasan masa depan (Yesaya 47:7)”. Kata kerja Ibrani “zãkar” muncul sebanyak 15 kali dalam kitab Ulangan (Ulangan 5:15, 7:18; 8:2,18; 9:7,27; 15:15; 16:3,12; 24:9,18,22; 32:7. Sedangkan kata “zaman dahulu kala” adalah “yémôt ‘ôlám” yang berarti “masa lampau yang menjangkau sampai zaman purbakala”. 

Dengan demikian, frase “zaman dahulu kala” mencakup kurun waktu yang panjang, yaitu meliputi sejak pada mulanya dan mencakup seluruh masa pekerjaan penyelamatan dari Allah yang telah berlangsung. Jadi disini Musa memerintahah agar Israel mengingat kembali pada peristiwa-peristiwa lampau yaitu sejak penciptaan dan kejatuhan Adam dan hawa di taman Eden hingga saat mereka akan memasuki tanah Kanaan. 

Perintah untuk mengingat kembali itu penting karena kecenderungan manusia yang mudah melupakan. Setelah kurun waktu berlalu sangat lama atau ketiga generasi-generasi berganti, mereka melupakan bahkan peristiwa-peristiwa yang sangat penting (Bandingkan Kejadian 40:23). 

Allah yang telah membebaskan Israel dari perbudak di Mesir selama kurun waktu 430 tahun dan memberi mereka negeri yang kaya dan subur, memerintahkan agar Israel mengingat bagaimana hebatnya penderitaan tersebut (Ulangan 8:2;9:7) dan tidak begitu saja melupakan kebaikan Allah pada mereka (Ulangan 8:11). Mereka yang dengan mudah melupakan masa-masa penderitaan dan kebaikan Allah yang membawa kepada kelepasan dari masa-masa penderitaan itu, akan mengalami penderitaan yang lebih besar di masa depan.

2. Perintah Kedua: Perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu. 

Kata Ibrani “perhatikanlah” dalam frase “perhatikanlah tahun-tahun dalam keturunan yang lalu” adalah “bin” yang berarti “membedakan; ketajaman untuk memperoleh pengertian yang dalam”. Kata tersebut menujuk kepada aksi mengamati secara dekat atau mempelajari prinsip dari sesuatu hal atau peristiwa untuk memperoleh pengertian dan wawasan yang seksama. 

Sedangkan frase “tahun-tahun keturunan yang lalu” menujuk kepada sebuah titik dalam sejarah yang lebih terpenciri dan nyata dibandingkan frase “zaman dahulu kala”. Kata “tahun-tahun” dalam ayat ini adalah adalah “šénôt” bentuk jamak dari kata “šãna” yang berarti “tahun”. Jika frase “zaman dahulu kala” menunjuk kepada keseluruhan waktu di masa lampaui, maka frase “tahun-tahun” menunjukkan kepada sebuah titik waktu khusus yang penting dan penuh arti di dalam kurun waktu “zaman dahulu kala” itu. 

Kata Ibrani “keturunan-keturunan yang lalu” disusun dari pengulangan kata “dôr” yang berarti “angkatan atau generasi” yang menunjuk kepada setiap generasi yang muncul dalam sejarah penyelamatan dari Allah. Jadi maksud frase “tahun-tahun keturunan yang lalu” menunjuk kepada penyelenggaraan terperinci sejarah penebusan oleh Allah dalam setiap generasi. 

Dan, intisari penyelenggaraan Allah dalam sejarah penebusan dari setiap generasi ditampilkan dan dicatat dalam bentuk terpadat sebagai “silsilah”. Itu sebab, silsilah yang dicatat dalam Alkitab sangatlah penting untuk dipelajari (bandingkan Kejadian 5:1-23; Matius 1:1-25). 

Ringkasnya, bahwa dalam frase “perhatikanlah tahun-tahun dalam keturunan yang lalu” terkandung makna agar Israel memperhatikan peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman dari mereka yang pernah tampil dalam tahun-tahun keturunan yang lalu. Ini mengingatkan kita kepada nasehat Nabi Yesaya yang mendorong orang Israel untuk memperhatikan iman para leluhur mereka seperti Abraham dan Sara, serta sejarah Israel di masa lampau (Yesaya 51:1-2).

3. Perintah Ketiga: Tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia akan memberitahukan kepadamu; kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu. 

Kata Ibrani “tanyakanlah” adalah “šã’al” yang berarti “memohon atau membuat sebuah permohonan” yang memiliki konotasi “pertanyaan yang tegas”. Kata ini mempunyai makna yang kuat agar bangsa Israel harus secara proaktif melakukan yang terbaik mencari laluhur-leluhur mereka untuk menerima jawaban yang akurat. 

Disini, Musa sedang memerintahkan keturunan-keturunan Israel untuk memberikan perhatian yang besar dan berusaha secara proaktif untuk mempelajari (dengan bertanya) semua pekerjaan besar yang telah diperbuatNya bagi mereka di masa lalu. Disini, hendaknya pertanyaan-pertanyaan mereka ditujukan kepada para “ayah dan para tua-tua” mereka. 

Kata Ibrani “ayah” adalah “’ãb” yang berarti “orang tua pria” yang secara umum menunjuk kepada “orang tua, termasuk nenek moyang”. Jadi ayah menunjuk pada bapa-bapa leluhur yang memimpin masing-masing generasi. Sedangkan kata Ibrani “tua-tua” adalah “zãqén” yang berarti “orang tua atau penatua”. 

Didalam tradisi Israel, para tua-tua bukan semata-mata orang-orang yang berusia lanjut, melainkan juga pemimpin-pemimpin umat. Karena itu, suatu ketika Allah pernah memerintahkan Musa untuk memanggil para tua-tua Israel dan merundingkan secara seksama tentang rencana eksodus (keluar) dari Mesir (Keluaran 3:16-18). 

Jadi ayah dan para tua-tua disini lebih menujuk kepada bapa-bap leluhur iman dan pemimpin-pemimpin umat yang telah mendengar dan menjaga ketetapan yang diperintahkan Tuhan dan tidak menyimpang dari ketetapan-ketetapan Allah tersebut. Mereka adalah orang-orang yang perpengalaman dan terdidik melalui tradisi lisan oleh para leluhur tentang fakta dari pekerjaan-pekerjaan yang dibuat Allah (bandingkan Imamat 19:32; Amsal 16:31). 

Dengan demikian, kepada para ayah dan tua-tua inilah generasi muda diperintahan untuk bertanya sehingga mereka tidak perlu bingung ataupun ragu-ragu ketika sedang menghadapi suatu krisis atau persoalan besar yang sedang menyerang iman dan kehidupan dalal masyarakat dan budaya baru setelah memasuki tanah Kanaan.


Penting untuk mengetetahui bahwa saat generasi muda bertanya, maka para ayah dan tua-tua wajib untuk “memberitahukan” dan “mengatakan” sebagai sebuah jawaban yang benar. Kata kerja Ibrani “memberitahukan” adalah “nágad” berarti “menempatkan sebuah barang pada tempat yang tinggi agar mudah dilihat semua orang”. 

Kata “nágad” ini digunakan ketika Allah mewahyukan (menyatakan) kehendakNya kepada manusia, baik melalui mimpi (Kejadian 41:25), maupun melalui nabi-nabi yang menerima firman dan memberitahukan kepada umatNya (Ulangan 4:13). 

Sedangkan kata Ibrani “mengatakan” adalah “’ãmar” yang berarti “berbicara, menjawab, dan membuktikan”. Makna dari kata tersebut ialah bahwa ketika umat bertanya kepada para ayah atau tua-tua, maka mereka akan menjawab dengan jelas dan disertai buti-bukti yang akurat sehingga jawaban tidak diragukan. 

Prinsip ini sangat penting bagi kita saat ini, bahwa orang-orang harus bertanya kepada para ayah dan pemimpin-pemimpin umat yang beriman dan bertanggung jawab mengenai masalah-masalah iman dan kehidupan yang ada di dalam masyarakat agar mereka dapat menjalankan kehidupan yang sesuai kehendak Allah dalam generasi mereka. 

PENUTUP: 

Ringkasnya, kita perlu belajar dari masa lalu untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan kehidupan masa kini dan masa depan. Sebagian besar nilai budaya masyarakat saat ini lebih menghargai masa kini dan masa depan dengan mengabaikan prinsip-prinsip masa lalu yang layak dipedomani dan dilanjutkan. 

Karena itu, kita perlu mewaspadai dan menghindari pola pikir yang tidak mempertimbangkan aspek historis.[12] Karena salah satu fungsi sejarah adalah sebagai pelajaran bagi orang-orang yang generasi berikutnya, maka sebaiknya belajarlah dari sejarah masa lalu dan jangan mengabaikannya begitu saja.


Badikra, I. Wayan., 2006. Sejarah. Penerbit Erlangga : Jakarta.

Bannet, Paul., 2012. The Birth of Christianity. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Berkhof, H & I.H. Enklaar., 2013. Sejarah Gereja. Cetakan ke 30. Penerbit BPK: Jakarta.

Cornish, Rick., 2005. Lima Menit Sejarah Gereja. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Djaja, Wahyudi & Nur Siwi Ismawati., 2005. Sejarah. Penerbit Cempaka Putih: Klaten.

End, Th. Van Den., 2007. Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Penerbit BPK : Jakarta.

Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Hughes, Robert Don., 2011. Sejarah. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.

Hugiono & P.K, Poerwantana., 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.

Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Indonesia Harvest Outreaach: Jakarta.

Ira C., 2009. Semakin Dibabat Semakin Merambat. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Kochhar, S.K., 2008. Teaching of History. Terjemahan, Penerbit Grasindo : Jakarta.

Naftalino, A., 2011. Teologi Sejarah Garis Peradaban. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.

Park, Abraham,. 2010. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan.Terjemahan, Diterbitkan bersama PT. Grasindo & Yayasan Damai Sejahtera Utama : Jakarta.

Pazmino, Robert W., 2012. Fondasi Pendidikan Kristen. Terjemahan, Penerbit Sekolah Tinggi Teologi Bandung Berkerjasama dengan BPK Gunung Mulia.

Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.

Shaw, Mark., 2003. Sepuluh Pemikiran Besar dalam Sejarah Gereja. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Subagyo, Andreas., 2004. Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Kalam Hidup: Bandung.

Urban, Linwood., 2006. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Wongso, Peter., 1992. Sejarah Gereja. Seminari Alkitab Asia Tenggara: Malang.

Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

[1] Kata Inggris “history” secara harafiah berarti “masa lampau umat manusia”; kata Jerman “geschichte” berarti “sesuatu yang telah terjadi”.

[2] Hugiono & P.K, Poerwantana., 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta, hal. 1.

[3] Bannet, Paul., 2012. The Birth of Christianity. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 17.

[4] Poerwadarminta, W.J.S, 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka: Jakarta, hal. 1052.

[5] Pazmino, Robert W., 2012. Fondasi Pendidikan Kristen. Terjemahan, Penerbit Sekolah Tinggi Teologi Bandung Berkerjasama dengan BPK Gunung Mulia.han, hal. 179.

[6] Ibid.

[7] Ibit.

[8] Badikra, I. Wayan., 2006. Sejarah. Penerbit Erlangga : Jakarta, hal. 2.

[9] Naftalino, A., 2011. Teologi Sejarah Garis Peradaban. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi, hal. 17-18.

[10] Untuk uraian pada bagian ini saya sangat berhutang pada Abraham Park melalui bukunya yang berjudul “Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan”. (Lihat: Park, Abraham,. 2010. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan.Terjemahan, Diterbitkan bersama PT. Grasindo & Yayasan Damai Sejahtera Utama : Jakarta, hal. 15-27).

[11] Kedaulatan Allah berarti bahwa Ia adalah Pribadi yang utama di alam semesta dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Ia mencipta, memelihara, dan memerintah segala sesuatu secara sempurna. Ia sepenuhnya menguasai segala sesuatu, dan semua mahluk ciptaan berada dibawahNya, dan ia berbuat segala sesuatu kepada mereka sesuai dengan yang dikehendakiNya. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah itu sewenang-wenang, karena segala sesuatu yang dilaksanakanNya sesuai dengan rencanaNya dalam kekekalan menurut kehendakNya. Dengan demikian Allah bebas dan tidak dibatasi oleh apapun selain oleh kehendakNya sendiri, untuk merencanakan dan bertindak sesuai sesuai dengan yang dikehendakiNya.

[12] Pazmino, Robert W., 2012. Fondasi Pendidikan Kristen. hal. 175-176.
PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH MENURUT KITAB ULANGAN.
Next Post Previous Post