BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN
Pdt. DR. Stephen Tong.
BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN.
Bacaan : Yohanes. 9.
BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN. Di perikop ini, kita melihat: 1). pendapat orang yang berbeda-beda, yang dikemukakan berdasarkan fakta yang dia lihat dari kacamatanya. 2). Psikis manusia begitu lemah, saat dia mengemukakan pendapat atas satu keyakinan yang dianut banyak orang, cenderung tidak jujur, bahkan berupaya mempengaruhi orang menuruti pendapatnya. Tetapi kebenaran tetap kebenaran, dia tidak akan pernah berubah jadi bukan kebenaran, karena kau tidak menyetujuinya. Juga tak akan berubah jadi lebih benar, karena kau menyetujuinya. Kebenaran adalah fakta; realita yang berada pada dirinya sendiri secara obyektif: tidak akan terpengaruh oleh apapun; siapapun. Begitu juga dengan Allah, Dia tak akan menjadi ada, hanya karena orang percaya Dia ada. Juga tidak akan jadi tidak ada, hanya karena orang tak percaya Dia ada. Keberadaan Allah adalah fakta yang tak akan berubah, hanya karena tanggapan orang; no reaction from anybody can change the fact; fakta adalah fakta.
Maka mintalah Tuhan menolong kita jadi orang yang mau mengakui fakta. Bukan malah melawan, menggeser atau lari dari fakta yang ada. Perdebatan tak pernah berarti apa-apa. Tapi mengapa saat kita memberitahu kesalahan seorang, dia akan marah? Karena dia tidak mau menerima fakta; terus saja membela diri. Mengapa membela diri? Karena dia mempertuhan dirinya. Jadi, diri, gengsi, kulit muka membuat seorang mengatakan satu statemen yang mirip dengan statemen Tuhan: “tak boleh ada tuhan lain di luar diriku” dan tak akan pernah mengizinkan siapapun mengeritik dirinya. Tuhan yang sejati pasti akan menghukum orang seperti itu di Penghakiman terakhir. Karena hanya Dia — Allah yang sejati. Maka mintalah Dia menolongmu untuk selalu sinkrun denganNya. Sinkron dengan sesama tidak terlalu penting. Tetapi tidak boleh tak sinkrun dengan Tuhan.
Banyak orang tak menyukai Reformed Theology, karena dia menuntut orang sinkrun dengan Allah Penciptanya: to think after God’s thinking, to feel after God’s feeling, to act after God’s action, to plan after God’s planning. Bisakah kita mencapainya? Memang tidak gampang. Karena firmanNya: jalanmu bukan jalanKu, pikiranmu bukan pikiranKu. Setinggi langit dari bumi, demikian juga jalanKu dari jalanmu. Tetapi My word will not return in vain. Sebab tak seorangpun dapat mengubah Tuhan. Itu sebab never ask God to change, but ask God to change you. Kita berdoa juga bukan untuk mengubah atau memaksa Tuhan, melainkan siap untuk taat padaNya, menjalankan kehendakNya. Ada satu syair lagu Karismatik: doa dapat menggoyangkan tangan Tuhan. Apa mereka mengira Tuhan sedang tidur dan malas, tanganNya harus digerakkan dengan doa yang amat emosional? Padahal Alkitab mengajar kita, Tuhanlah yang menganugerahkan Roh Kudus, yang mengerti isi hatiNya guna menolong kita berdoa. Itu sebabnya, ajaran Paulus: kita harus berdoa di dalam roh. Adalah berdoa berdasarkan pimpinan Roh Kudus. Karena kita yang selalu self center ini tak dapat melihat rencana Allah. Jangan ditafsirkan berdoa dengan bahasa roh; bahasa yang tak dimengerti — tafsiran sekenanya yang membawa iman seorang menyimpang jauh dari firmanNya. Mengakibatkan orang berdoa semaunya, minta Tuhan “taat” padanya. Maka orang yang memejamkan mata, melipat tangan dan mulutnya berkata-kata, sepertinya sedang berdoa. Sesungguhnya sedang memaksa Tuhan jadi “pembatunya”; menuruti semua kemauannya — sangat kurang ajar terhadapNya. Ingat, you can never change God, atau memaksa Dia melakukan sesuatu bagimu. Berdoa dalam roh adalah berdoa seturut pimpinan Roh Kudus. Mengapa roh kita; manusia harus mengikuti Roh Kudus? Karena Alkitab mengajar kita untuk berbakti dengan roh dan kebenaran. Jadi, lewat kebenaran yang Roh Kudus wahyukan, roh kita mengerti kebenaran, dituntun untuk taat, menerapkan etika Kristen dalam hidup kita. Orang yang hidupnya mau sinkrun dengan Tuhan perlu menyangkal diri: sadar bahwa pikiran dia bisa salah, pikiran Tuhan yang benar, dia mau menuruti pikiran Tuhan, emosinya mau kembali pada emosi Tuhan. Bagai pujian yang Allah Bapa berikan lewat Roh Kudus untuk sang Anak: because You love the righteousness and hate the sin. So God, Your God anoint You with the oilment of joy — Allah Tritunggal: Allah Anak mencintai kebenaran – membenci ketidakadilan, maka Allah Bapa mengurapi Dia dengan Allah Roh Kudus. Karena emosiNya sinkrun dengan emosi Bapa: menolak dosa yang terkecil, tapi mencintai orang yang paling berdosa. Persis terbalik dengan kita yang menolak kesucian, tapi menyukai dosa. Mengapa? Karena Yesus datang untuk menyangkal diri, menyerahkan nyawaNya, mencurahkan darahNya bagi orang berdosa. Mengapa Yesus tak menolak orang berdosa? Karena Dia adalah the Son, the true and the only One from Father.
Maka bagi saya, Yoh.9 sangat menakutkan, karena di sana terdapat banyak orang yang sibuk mengemukakan pendapat, bukan menginginkan Tuhan. Sehingga setelah Yesus mencelikkan mata orang yang buta sejak lahir, semua orang di sekitar orang buta, yang tahu, bahwa dia yang tadinya mengemis itu sekarang sudah dapat melihat itu jadi heboh, muncul macam-macam pendapat: “bukankah dulunya dia buta?” “dari mana kau tahu dia buta?” “saya tetangganya, tahu dia dilahirkan buta…?” “Apa kau tak salah lihat? Mungkin bukan dia, tapi orang yang mirip dengannya!” “saya tahu persis dialah orangnya” “bukan”…., dan orang yang tadinya buta itu bersuara: “saya memang buta sejak lahir” “Kalau begitu, kami harus membawamu pada orang Parisi”. Karena menurut kebiasaan orang Yahudi: setelah seorang tahir dari penyakit kusta yang dia derita, dia harus menghadap iman atau orang Parisi, guna memastikan kesembuhannya. Maka setelah mata orang yang buta sejak lahirnya itu tercelik — satu hal yang belum pernah terjadi semenjak dunia dicipta; kasus pertama, dia harus menghadap imam; orang Parisi. Lalu tanya mereka: “benarkah kau buta sejak lahir?” “Ya” “Mengapa sekarang kau dapat melihat?” “tadi ada seorang yang mengoleskan tanah di mataku, menyuruhku membasuhnya, dan terceliklah mataku” “apa kau berkata jujur?” “ya” “siapa yang mencelikkan matamu?” “Yesus”. Dia memaparkan fakta, tanpa menambah ataupun menguranginya dengan rasa sangat bersyukur. Karena dirinya sudah jadi orang yang normal. Itulah kesaksian. Orang yang sudah mengalami perubahan hidup, tak boleh menyimpan rahasia itu untuk dirinya sendiri; dia harus bersaksi. Tapi jangan karena ingin naik mimbar dan bersaksi, lalu ikut-ikutan berkata: “saya pernah berzinah, tapi sudah bertobat” — menyatakan perubahan. Apa jadinya kalau semua laki-laki di gereja bersaksi tentang hal itu? Orang di seluruh dunia akan menghina: ternyata semua orang Kristen adalah penzinah dan kitapun masuk ke dalam perangkap setan. Jadi, kalau kau memang pernah berzinah dan sudah bertobat, tak perlu banyak bicara, setialah pada nyonyamu. Karena saat orang pertama mengakui dirinya pernah berzinah, tentu merasa sangat malu. Tapi orang kedua, ketiga, keempat, kelima… yang ikut-ikutan memberi kesaksian serupa, tak lagi punya rasa malu. Bahkan pikirnya: semua orang juga sama denganku. Bagaimana dengan orang yang memang tak pernah berzinah. Apa perlu ikut-ikutan memberi kesaksian demi menonjolkan diri? Tidak! Kalau di sebuah gereja terdapat lima ratus orang jemaat, dimana semua orang bersaksi dirinya pernah berzinah dan gereja lain yang juga punya lima ratus orang jemaat, tapi tak ada yang pernah berzinah. Gereja mana yang lebih banyak orang bersaksi? Yang pertama. Tapi gereja mana yang lebih berkenan di hati Tuhan? Yang kedua, bukan? Sekarang, sedang musim Gerakan “Abba Love”, dimana semua orang membongkar masa lalunya yang bobrok. Lalu bagaimana tanggapan orang dunia, memuliakan Tuhan atau justru menghina Tuhan? Menghina Tuhan.
Itu sebab, saya harap semua orang di Gerakan Reformed mau memelihara kesucian hidup; hidup berkenan di mata Tuhan, emosi kita sinkrun dengan emosi Tuhan. Bukan ikut-ikutan Gerakan “Pria Sejati”, arus baru yang menggantikan Karismatik liar. The wave are changing, tapi tetap tak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena gereja di akhir zaman memang banyak disusupi tipu muslihat iblis yang menampilkan diri bagai malaikat terang. Orang Parisi; pemimpin agama, penguasa yang merasa diri punya hak atas nasib orang lain menanyai orang itu dengan serangkaian pertanyaan: “benarkah kau tadinya buta?” “ya” “benarkah kau buta sejak lahir?” “ya” “mengapa sekarang kau dapat melihat?….”. Kalau dia salah jawab, tentu berbahaya, bukan? Tapi orang itu berkata jujur dan konsisten: aku memang buta sejak lahir. Tapi sekarang, aku dapat melihat” “Siapa yang mencelikkan matamu?” “Yesus”. Ini adalah fakta, tapi saat dia mengaitkan pengalaman kesembuhannya dengan Yesus, orang Paris jadi tak senang. Mengapa? Karena mereka tak pernah mengakui Yesus datang dari Allah. Jika ditanyakan lebih lanjut pada mereka, kalau begitu, mengapa Dia bisa menyembuhkan? Mereka tak mau tahu. Tetap berkeras, orang yang datang dari Allah pasti memelihara Hari Sabat. Memang, di Yoh.5, Yesus pernah menyembuhkan orang di hari Sabat dan sempat menyeretNya ke dalam kesulitan besar, mengapa di ps.9, Dia menyembuhkan orang di hari Sabat lagi? Mengapa Dia tak belajar jadi lebih “bijak”? Yesus benar, maka Dia tak perlu berubah. Berbeda dengan kita, yang perlu berubah dan berubah. Karena di dalam diri kita ada banyak hal yang tidak benar.Peter Ilich Tchaikovsky menggubah Piano Concerto no.1, yang dikagumi di seluruh dunia dan dia memperlihatkannya pada Anton Rubinstein, Rektor dari Concervatory Moskow. Tapi komentarnya: karyamu kurang bagus, masih perlu banyak dikoreksi. MembuatTchaikovsky merasa sedih sekali dan menuliskan di buku hariannya: something which is perfect already need not to be corrected even one note.
Meski yang memberi komentar itu adalah seorang Rektor, yang punya hak menentukan, dia boleh terus mengajar di sana atau tidak, boleh mementaskan karyanya atau tidak, dia tak peduli. Dia menyalin karyanya dengan susah payah dan mengirimnya ke Chicago Symphony Orchestra. Berapa bulan kemudian, saat mereka menerima karyanya, menerimanya sebagai karya yang luar biasa. Bahkan melatih dan menetapkan akan mementaskan karyanya. Dengan begitu, semua orang di Chicago memuji karyanya yang luar biasa dan mereka mendapat kehormatan untuk melakukan pementasan perdana bagi karyanya. Satu perkara penting yang akan diingat oleh dunia sampai selamanya. Saat berita ini sampai ke negara asalnya, orang Moskow mengeluh: mengapa konser perdana dari karya komponis anak bangsa bukan dipentaskan di Moskow tapi di Chicago? Merekapun mendesak untuk mementaskan karyanya. Setelah Anton Rubinsteinmendengar pementasan Concerto itu, dia mengakui: bukan salah Tchaikovsky, tapi salah saya. Karena saat pertama kali saya melihat gubahanya, justru dia minta untuk mengoreksi. Padahal karyanya sudah begitu sempurna. Bila sikap arogansi itu dibawa ke dalam agama, tentu dapat mendatangkan akibat yang amat mengerikan.
Orang buta itu berkata: “aku lahir buta, tapi Yesus menyembuhkanku” “jangan sebut namaNya, Dia bukan datang dari Allah. Karena Dia menyembuhkan di hari Sabat; Dia melanggar hukum Sabat”. Padahal arti dari “Sabat” yang sesungguhnya adalah: istirahat; terlepas dari belenggu. Orang yang seumur hidupnya buta itu bagai terbelenggu. Baru setelah matanya celik, dia menikmati rest in the Lord — Sabat. Sementara orang Yahudi, menginterpretasikan Sabat sebagai hari dimana orang tak boleh mengerjakan apa-apa, termasuk menyembuhkan dan memutlakkan interpretasi itu. Sehingga mereka menvonis Yesus Kristus melanggar hukum Sabat dan membenciNya. Jadi, interpretasi yang salah terhadap agama dapat mendatangkan perlakuan yang amat kejam. Itulah yang kita saksikan di zaman ini, orang yang paling berani membunuh adalah mereka yang salah menginterpretasikan agamanya. Bahkan mereka lebih berani membunuh dari orang Ateis. Karena saat orang Ateis membunuh, dia tak punya backing. Sementara orang beragama, saat membunuh masih merasa Allah-lah backing mereka. Begitu juga orang Kristen, saat berselisih, lebih berani dari orang non Kristen. Karena saat orang non Kristen berselisih, masih punya rasa was-was, takut pihak lawan memakai backing yang lebih besar. Tapi saat orang Kristen berselisih justru merasa backing-nya adalah Allah — backing terbesar. Jadi, saat orang beragama berpegang pada keyakinan yang salah, keberaniannya jadi liar. Begitu juga orang Yahudi, mereka bahkan berani melawan Yesus Kristus. Karena di mata mereka: Yesus itu manusia. Dan kami, punya backing Allah.
Mengapa mereka mencap Yesus tak taat pada Allah? Karena Dia menyembuhkan orang di hari Sabat. Keyakinan yang didasarkan atas interpretasi harafiah, yang salah. Kalau memang Allah memandang Sabat adalah hari yang penting, mengapa firmanNya: Aku muak akan hari Sabatmu? Terlihat di sini, mereka mati-matinya menekankan hari, tanpa mendalami makna Sabat yang sesungguhnya. Padahal the essence; the substance is more important than the phenomena. Itu sebab kata Tuhan: Aku muak akan hari Sabatmu. Karena kau menciumKu dengan mulut bibirmu. Tapi hatimu, jauh dariKu. Maka sia-sialah kamu menyembah Aku. Statemen yang tertulis di kitab Yesaya satu kali itu dikutip beberapa kali di P.B., mengingatkan pada kita, Tuhan memandang sia-sia akan orang yang lahiriahnya cinta Tuhan, suci, tapi hatinya tak cinta Tuhan dan hidupnya tak suci.
Mereka mengingatkan orang buta itu: “jangan percaya Yesus. Dia bukan datang dari Allah. Karena Dia tak memelihara hari Sabat”. Tapi orang yang disembuhkan itu tak mau berubah, dia tetap mengakui Yesus yang sudah menyembuhkannya. Orang Parisi meragukan kebenaran yang dia tuturkan, mereka kira dia menipu: berpura-pura buta. Maka mereka memanggil mama-papanya. Yang tentu merasa ketakutan, karena dipanggil oleh penguasa. Ternyata, mereka ditanya: “kau adalah papanya?” “Ya” “dan kau adalah mamanya?” “Ya” “apakah waktu dia lahir, matanya dapat melihat?” “tidak”. Papa-mamanya memastikan dia memang buta sejak lahir. Tapi waktu ditanya: mengapa sekarang dia dapat melihat? Papa-mamanya memilih untuk cuci-tangan, tak mau terseret dalam masalah anaknya. Itulah yang disebut play safe; mencari aman dan berlindung di balik istilah “bijaksana”. Kata papa-mamanya “soal mengapa sekarang dia bisa melihat, kami tak tahu”. Padahal mereka tahu. Lalu mengapa tak mau mengaku? takut dikucilkan. Karena bagi orang Yahudi, dikucilkan dari Rumah Sembahyang merupakan satu perkara yang sangat menakutkan. Waktu membaca buku “The Story of Philosophy” tulisan Wil Duran tentang Upacara Pengucilan yang terjadi di Amsterdam, di abad ke-18, atas seorang filsuf berkebangsaan Yahudi, yang bernama Baruch Spinoza. Saya sempat menangis, tak mengerti mengapa orang beragama tega berlaku begitu kejam. Memang, di Amsterdam terdapat banyak orang Yahudi. Mereka diperlakukan dengan baik oleh orang Belanda. Maka ada banyak orang Yahudi yang diusir dari negara ini – ke negara itu memilih untuk bermukim di sana. Mengapa orang-orang di tempat lain memperlakukan mereka dengan tidak baik; tidak adil? Karena negara mereka dibawah kuasa Paus yang sangat keras, yang menvonis: bangsa Yahudi adalah bangsa yang pernah menyalibkan Yesus, mereka pantas diperlakukan seperti itu. Sementara Amsterdam, adalah kubu Protestan; bukan Katholik, maka di sana, mereka bisa punya perkampungan Yahudi.
Di tengah-tengah mereka terdapat seorang pemuda yang sangat ganteng, punya otak yang cemerlang dan berprofesi sebagai opticion. Dia adalah salah seorang filsuf terbesar di abad ke- 18. Memang, filsafatnya sedikit kacau, dia tak percaya Allah yang berpribadi, percaya bahwa Allah identik dengan alam. Maka kalau seorang bersalah terhadap alam, dia bersalah pada Allah. Dengan kata lain, dia percaya akan Panteisme, tak percaya akan Allah yang bersemayam di sorga. Tapi percaya Allah ada di mana-mana, di alam semesta. Karenanya, orang Yahudi mencap dia menentang doktrin Allah mereka dan menangkapnya. Lalu ditanya: “benarkah kau telah menulis buku tentang Panteisme?” “Ya” “jadi, kau menyangkal agama Yahudi?” “tidak” “tapi tulisanmu menyatakan kau tak percaya pada Allah Yahwe yang bersemayam di sorga, melainkan percaya bahwa alam adalah Tuhan….” Dia tak bisa membela diri. Dan merekapun mengadakan Upacara Pengucilan baginya: dia dipanggil ke rumah sembahyang, diletakkan di tengah-tengah dua belas orang yang mewakili dua belas suku Israel. Di sana terdapat dua belas batang lilin yang menyala. Seorang rabi berkata padanya: “demi nama Allah Pencipta langit dan bumi, aku memerintahkan kau menarik kembali bukumu yang menghina agama Yahudi” “tidak! Buku itu ku tulis berdasarkan keyakinanku”.
Merekapun mengutuki dia dan meniup padam lilin yang pertama, ruangan jadi sedikit redup. Disusul dengan orang kedua yang mengatakan: “aku memberimu kesempatan untuk menarik kembali bukumu, tidak lagi mempertahankan teori Panteismemu; kembalilah pada ajaran Musa” “tidak, aku percaya, buku yang ku tulis itu benar adanya”. Orang itu juga mengutuk dia dengan keras dan meniup padam lilin yang kedua. Demikian seterusnya sampai kedua-belas batang lilin itu dipadamkan. Lalu di tengah kegelapan yang menakutkan itu, mereka berkata: “sekarang, keluarlah dari sini. Namamu dicoret dariSinagoge. Kau tak punya hak menemui orang Yahudi manapun di Amsterdam, mereka juga tak boleh menyambutmu dengan senyum, tak boleh berjabatan-tangan denganmu. Sesudah mereka mengumumkan pengucilannya, sungguh, tak seorang Yahudi di Amsterdam yang berani menengok dia, berjabatan-tangan dengannya, menikahkan anak perempuannya dengannya — membiarkan dia hidup sebatang-kara. Mengapa manusia bisa berbuat sekejam itu demi nama Allah? Saya tak mengerti. Tapi menurut saya, orang berbeda agama sekalipun tetap punya hak hidup sebagai manusia. Kita harus tetap berkawan dengannya. Masakan kita membenci dan mengucilkan seorang hanya karena imannya; doktrinnya berbeda kita? Tapi sejak hari itu, saat Spinoza, filsuf yang muda dan ganteng itu berjalan-jalan di kota Amsterdam, hanya orang Kristen yang mau menyapanya. Sementara orang Yahudi, bukan saja tak menyapanya, bahkan ada yang meludahinya. Memang waktu kita membaca Injil Yohanes, mungkin kita merasa tak mengerti, mengapa orang tua dari orang buta itu tak berani mengakui fakta yang ada. Tapi setelah kita mendengar kisah Spinoza, kita tahu sebabnya, mereka sangat takut dikucilkan dari masyarakat Yahudi. Karena orang yang sudah dikucilkan, waktu mau membeli makanan, pakaian harus berjalan puluhan kilometer, membeli kebutuhannya pada pedagang non Yahudi. Maka papa-mama orang buta itu memilih untuk berkata: “anak kami sudah dewasa, tanyakan saja padanya” — cucitangan. Bisa kita bayangkan, betapa hancurnya hati orang yang tadinya buta itu tahu papa mamanya cuci-tangan? Inilah kali pertama kita menyaksikan, orang yang mengaku Yesus dihadapkan dengan kesulitan. Meski masa itu belum terjadi penganiayaan terhadap orang Kristen, karena Yesus belum disalibkan. Tapi sudah ada perpecahan. Dan itulah maksud dari statemen Yesus yang sulit kita mengerti: jangan mengira Aku datang membawa damai. Aku datang membawa perpecahan; permusuhan antara papa dan anak, mertua dan menantu. Musuhmu adalah orang di rumahmu sendiri. Karena sebenarnya, statemen itu mengandung kebenaran yang amat besar: kalau tak terjadi perpecahan di antara anggota keluarga yang keyakinannya berbeda, berarti tak ada orang Kristen baru.
Orang-orang Yahudi berbeda pendapat: ada yang percaya – ada yang tak percaya, ada yang mengatakan: “dulu, dia memang buta” – ada yang mengatakan: “dia bukan orang buta itu… orang Yahudi memperkenalkan diri: tak mau menerima Yesus sebagai Dia yang datang dari Allah. Karena dibelenggu oleh konsep: Yesus melanggar hukum Sabat. Dan Yesus Kristus juga tak memilih hari lain untuk melakukan penyembuhan. Karena sesuatu yang sudah sempurna memang tak perlu diubah lagi. Inilah yang mengakibatkan ketegangan antara mereka tak kunjung berakhir. Apalagi setelah ps.11, Dia membangkitkan orang mati. Memang, dari mujizat pertama: air jadi anggur sampai membangkitkan orang mati, mujizat yang Yesus lakukan semakin dan semakin menakjubkan. Mengindikasikan bahwa Dia menjalankan kehendak Tuhan dengan gigih, tanpa peduli akan apa yang akan menimpa diriNya. Jesus never play safe for Himself. He is so consistent to do the will of God, so courageous to go to the final point.
Bacaan : Yohanes 9.
BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN. Nats ini adalah salah satu perikop di Alkitab yang paling saya sukai. Dimana terdapat satu fakta: pemimpin agama yang berpegang pada paradigma yang mati, jadi lebih bodoh dari orang yang baru menerima Tuhan Yesus. Thomas Kuhn, salah seorang filsuf terpenting di abad ke-20 mengemukakan: paradigm shift, kita perlu meninggalkan patron yang sudah kita jadikan tradisi, menjelajah ke wawasan yang baru. Saat kau mengatakan pada anak ayam yang masih di dalam telur: “dunia ini sangat besar, ada pohon, gunung, langit….”, pasti dia menjawab: “omong kosong! Dunia hanyalah sebesar kulit telur yang membungkusku”. Sampai dia berhasil keluar dari kulit telur barulah sadar, duniaku yang dulu begitu sempit. Saya suka memakai ilustrasi ini untuk melukiskan iman: faith is a break through, open our eyes to see God’s unlimited, wonderful creation and redemption. Apa sebabnya kerohanian pemimpin agama bisa kalah dari orang yang baru mengenal Tuhan? Karena mereka terlalu banyak memperhitungkan untung-rugi pribadi, terlalu diikat oleh paradigma yang salah.
Kemarin, kami meresmikan Gedung GRII Pondok Indah, tempat yang dua ratus delapan puluh meter itu kami desain jadi tempat ibadah yang dapat menampung lima ratus lima puluh orang. Ada hadirin yang amat terkesan dengan desain yang begitu efisien, ingin meniru. Jawab saya: “kalian harus minta izin copy right dari kami”. Karena orang hanya mau yang gampang: tanpa mau tahu orang yang sudah memeras otak memikirkannya. Begitu lihat, langsung mencuri idenya. Mengapa saya mau memeras otak memikirkan sampai sedetail mungkin? Karena sejak hari pertama menyerahkan diri jadi hamba Tuhan, saya berjanji padaNya, seumur hidup memberitakan injil dengan sungguh, selalu mencari kehendakNya, mewujudkan iman dalam kelakuan. Maka authentic dan sincere menjadi ciri khas dari gerakan yang sangat Tuhan berkat ini. Tentu yang saya maksud bukan berkat materi, tapi berkat penyertaanNya dan urapanNya. Itu sebab, kami tak pernah memaksa siapapun, termasuk murid kami berbakti di GRII.
Karena pemaksaan dapat membuat mereka antipati terhadap kekristenan, bahkan jadi anti Kristus. Sebaliknya, kami menarik mereka dengan cinta kasih yang sungguh, sampai mereka benar-benar merasa: gereja ini adalah rumahnya. Maka jangan kita memandang semua orang Kristen bahkan semua orang Reformed sama adanya. Kita perlu belajar lebih banyak. Itu sebab, kami mengadakan Master Class, memberi kesempatan orang mendengar cara kerja saya yang didasarkan pada prinsip Alkitab —pengertian yang tak mungkin kau dapatkan di gereja atau di sekolah manapun yang memberimu gelar tinggi. Karena saya mengharapkan di zaman ini, lebih banyak orang Kristen memahami cara kerja Tuhan dan mewarisi semangat juang yang sudah Dia berikan di Gerakan ini.
Orang Parisi memanggil orang yang tadinya buta itu, lalu mengatakan kalimat yang kontradiktif: menyuruh orang mengatakan kebenaran, juga memaksa dia menuruti keyakinan mereka: orang yang menyembuhkanmu itu bukan datang dari Allah. Mengapa mereka tak mengakui dengan jujur: kami tak dapat beriman pada Yesus, malah menggunakan posisinya memaksa orang ikut-ikutan tak beriman? Karena menurut mereka: kami benar – Dia salah. Padahal sejarah membuktikan, ahli hukum yang paling banyak melanggar hukum, ekonom paling banyak melanggar prinsip ekonomi, pejabat paling banyak korupsi. Jadi, pejabat, penyandang gelar akademis tertinggi paling banyak menyimpang dari kebenaran. Itu sebab, pemimpin agama tak boleh menvonis orang dengan dasar arogansi: “Dia bukan datang dari Allah”. Kalau mereka memang menyuruh orang berkata jujur, mengapa tak membiarkan dia berkata-kata menurut apa dia tahu, bukan memaksanya mengatakan apa yang mereka mau. Yesus saja tak memaksa Yudas mengikuti kemauanNya, maka kataNya: “lakukan apa yang ingin kau lakukan” dan statemenNya yang terakhir: “hai Yudas, kau menjual Aku dengan ciuman?” Dan tak ada lagi dialog antara sang Pencipta dan Yudas untuk selamanya; Dia membiarkan Yudas mengarah ke neraka, tak diberi kesempatan untuk mendengar firmanNya. Maka jangan menganggap kesempatan mendengar firman akan selalu ada. Itu sebab, kita harus menggunakan kebebasan, uang, kesehatan, kesempatan yang Dia anugerahkan dengan gentar dan hati-hati. Karena Dia akan menuntut pertanggungjawaban kita atas semua pemberianNya. Itulah sebabnya mengapa saya rela bekerja berat, berjuang bagi iman Kristiani dengan prinsip steward; juru-kunci yang setia, membuat semua pemberianNya maximum use for the Lord, give maximum glory to Him. Sehingga saat menghadap Tuhan nanti, saya dapat mendengar Dia mengatakan: “kau adalah hambaKu yang setia dan baik”. Jika semua pejabat negara mengerti prinsip ini, Indonesia tentu sudah jadi negara kaya. Bukan seperti sekarang, delapan puluh persen penduduk di negara yang terkaya hasil buminya hidup dalam kemiskinan. Karena pemimpin sibuk memikirkan kantong pribadi, bukan memikirkan rakyat. Padahal memperkaya diri adalah ajaran setan. Ajaran Yesus adalah: menyangkal diri.
Kiranya Tuhan mendidik kita, hidup lebih sinkrun dengan kehendakNya. Kalau toh pemimpin agama Yahudi sudah menvonis Yesus bukan datang dari Allah, untuk apa mereka memanggil orang yang tadinya buta itu dan memaksanya menyetujui pendapat mereka? Bukankah saat “rakyat kecil” dipaksa, mereka akan memberontak? Maka jangan memaksa anak menuruti kehendakmu, saat dia besar nanti justru akan berbalik jadi musuhmu. Begitu juga murid sekolah Kristen yang kau paksa jadi Kristen, kelak akan menjadi anti-Kristus. Maka setiap kali kita mengadakan KKR akbar, tak pernah mencantumkan nama dan jam kebaktian GRII. Karena tujuan kita memang bukan membawa orang datang ke GRII, melainkan datang pada Kristus. Apa salahnya kalau kita mencantumkan nama dan jam kebaktian? Tak ada. Hanya saja akan membangkitkan rasa benci gereja-gereja yang over sensitive terhadap kami. Kalau begitu mana mungkin GRII berkembang? Kita serahkan pada Tuhan. Ingat, jangan mencintai GRII lebih dari mencintai Tuhan — dosa. Karena Tuhan itu Raja gereja, GRII hanyalah tempat latihan yang kecil bagi orang Kristen. Maka GRII itu contingent, boleh ada – boleh tak ada. Tapi tubuh Kristus yang kudus dan Am itu incontingent, tak boleh tak ada. Dan semakin luas hatimu, semakin tak terbatas berkat Tuhan atas pelayananmu. Di kota London, di street, dimana gereja yang digembalakan oleh Charles Spurgeon berada, terdapat dua gereja yang masing-masing digembalakan oleh Cambell Morgan dan F.B. Meyer. Gereja yang digembalakan oleh F.B. Meyer tak bertumbuh. Meski dia terus berdoa : “Tuhan, berkatilah gereja yang ku gembalakan, karena hambaMu ini menafsirkan Alkitab dan mencintaiMu dengan sungguh”. Suatu hari, Roh Kudus berkata di hatinya: “why you just pray for your own church, did not pray for the other two churches? Dia tersentak dan minta ampun pada Tuhan, juga minta Tuhan memberinya hati yang lapang, memohon berkat bagi gereja yang digembalakan oleh Charles Spurgeon dan Cambell Morgan. Begitu dia mementingkan Kerajaan Allah, Tuhan memberkati gereja yang dia gembalakan terus bertumbuh. Dan setelah gerejanya semakin bertumbuh, dia jadi semakin rajin mendoakan gereja lain. Itulah cara rohani yang kita pakai. Maka saya mengharuskan lulusan Institut menyikmak pengajaran di Master Class. Karena gelar akademis mungkin membuat seorang jadi Parisi, yang hanya tahu teori tapi tak mengerti pimpinan Tuhan. Apa jawab orang yang tadinya buta itu pada orang Parisi? “Dia adalah orang berdosa atau bukan, aku tak tahu. Satu perkara yang ku tahu, Dia telah mencelikkan mataku. Sementara kalian, yang mengaku diri tak berdosa, can do nothing”. Karena dia telah mengalami kesembuhan yang sejati, fakta yang diakui oleh papa-mamanya dan semua orang di kampungnya: aku yang buta sejak lahir sekarang dapat melihat. Anehnya, mengapa kalian meleceh kan perkara yang begitu besar, demi mempertahankan paradigmamu: Dia bukan datang dari Allah, Dia orang berdosa?
Sebelum th.1997, banyak orang Kristen di Hong Kong kuatir akan masa depan mereka di bawah pemerintah Komunis China dan migrasi ke negara lain. Ironisnya, yang paling dulu migrasi ke Amerika adalah para pendeta senior. Maka di data statistik th. 1992 – 1996, usia rata-rata dari para pendeta yang menggembalakan seribu lebih gereja di Hong Kong adalah dua puluh sembilan setengah tahun. Melihat itu, saya ingin menangis: inikah mutu dari para pemimpin Kristen? Dulu Petrus berkata: “emas dan perak tak ada padaku, yang aku punya adalah: demi nama Yesus Kristus, berjalanlah!” Sementara pendeta sekarang, justru mengutamakan emas dan perak, maka khotbahnya tak berkuasa. Mari kita kembali ke Alkitab, ke cara kerja Tuhan. Pemimpin agama orang Yahudi yang merasa berkuasa atas kaum sebangsanya itu bertanya: “What did He do for you?” “I told you already…..?” — satu keberanian yang besar sekali. Setiap kali mendengar orang mengatakan: “I told you already”, saya jadi takut. Karena statemen itu menegur seorang tak pasang telinga, mendengar dengan seksama. Suatu kali, seorang rekan saya di Malang; dosen dari New Zealand mengatakan pada seorang murid: “I told you already, why you still….” dengan mengernyitkan dahi dan nada suara yang sangat serius. Menegur murid itu lamban, tak peka dan keras kepala; tak mau mendengar apa yang dia katakan. Tapi bisakah kita membayangkan, kalau statemen “I told you already” itu dilontarkan oleh seorang pengemis pada para pemimpin agamanya? Tentu memperkirakan tak bisa terima. Karena biasanya, seorang pemimpin, hanya ingin dipuji, dipatuhi, tak mau dikoreksi, apalagi oleh orang yang dipimpinnya. Dan sebenarnya, itulah malapetaka besar baginya. Peribahasa bahasa Tionghoa mengatakan: raja yang bijak mau mendengar nasehat bawahannya. Tapi raja yang bodoh, tak mau mendengar nasehat bawahannya. Jadi, kalau seorang murid mengemukakan konsep yang lebih benar dari gurunya, guru harus mendengar. Meski memang sangat tidak gampang. David Tong; anak saya, setelah mendengar komentar saya akan ramalan pendeta dari Korea Selatan: Yesus datang kembali pada tgl. 28 Oktober, saya; Stephen Tong memastikan, Yesus tak akan datang pada hari itu. Di perjalanan pulang, dia mengatakan: “pa, hari ini aku tak puas dengan khotbah papa” “mengapa?” “karena kata Yesus: tak seorangpun tahu saat kedatangNya yang kedua. Maka pendeta Korea yang mengatakan, Yesus akan datang pada tanggal 28 Oktober itu salah. Tapi papa mengatakan, Yesus pasti tak datang pada tanggal itu juga salah”. Sungguh, mau jadi papa bagi anak yang pintar memang tak gampang.
Setiap kali dia menentangmu dengan pengertian yang sangat masuk akal, kau harus menjawab dengan sangat hati-hati. Maka saya, sambil mengendarai mobil sambil minta bijaksana Tuhan baru menjawab: “saya tetap yakin Tuhan Yesus pasti tak datang pada hari ini” “mengapa?” “karena Dia Mahatahu, Dia tahu orang Korea itu meramalkan hari kedatanganNya, maka Dia pasti tak akan datang hari itu — mengkonfirmasi ramalannya” “OK”. Tapi kalau sekarang ini dia bertanya tentang fisika, tentu saya angkat tangan. Karena dia sudah meraih gelar Doktor-nya di bidang fisika. Dan makalahnya sudah dimuat di Journal Internasional. Tapi kalau dia menanyakan soal rohani, saya tak akan menjawab dia berdasarkan wibawa seorang ayah, melainkan berdasarkan Alkitab; firman Tuhan yang harus dipatuhi oleh semua orang Kristen. Karena dia studi di Westminster. Sementara saya, hanya studi di SAAT, Malang. Maka saat pemimpin agama menanyakan pada orang yang tadinya buta: “apa yang diperbuatNya bagimu?” “I told you already, why you ask again? Secara tak langsung dia mengatai mereka bodoh, sudah diberitahu masih saja…. Merekapun mengejek dia: “kau adalah murid orang itu. Tapi kami, murid Musa” Mengacu pada orang-orang yang menerima ajaran ortodoks, yang diakui secara resmi. Sementara murid Yesus adalah orang-orang yang dianggap liar. Karena Dia menyembuhkan orang di jalanan, maka meski orang yang tadinya buta itu menceritakan pengalamannya, tak ada yang mau mengakuinya. Benarkah murid Musa itu ngetop, sementara murid Yesus kelas kambing? Tidak. Murid Yesus lebih ngetop. Hanya saja belum diakui. Jadi, kalau keberhasilanmu belum diakui, tak perlu resah. Kalau kau memang berbobot, setelah kau matipun keberhasilanmu masih mungkin mendapat pengakuan. Itu sebab, saat orang bertanya: “pak Tong, mengapa Institut Reformed Injili tak ikut akreditasi?” saya menjawab “saya tak pernah resahkan hal itu. Yang penting, murid-murid saya bisa mendapat akreditasi dari Tuhan bukan organisasi dunia. Karena ada sekolah yang memberi nama besar pada muridnya. Ada juga murid yang mengharumkan nama sekolah. Dulu waktu GRII baru berdiri, orang tak tahu apa itu Reformed. Tapi dua puluh tahun kemudian, orang mengakui: GRII luar biasa. Dulu, saat kau jadi jemaat GRII mungkin merasa malu. Tapi sekarang? merasa mulia. Hanya saja, kalau hidupmu tak karuan, Kristus dan saya yang kau permalukan. Jadi, inilah rahasianya: tunjukkan kualitasmu yang sesungguhnya, dan tuntutlah pengakuan dari Tuhan. Soal orang memuji atau mengejek, tak usah terlalu kau hiraukan. Karena the response of human being is nothing in compare with the glory from God. Maka kata Yesus: carilah kemuliaan Tuhan, bukan kemuliaan manusia.
Orang yang tadinya buta itu diejek: “….kami ini murid Musa atau backing kami adalah Musa”. Siapa itu Musa? Moses is a person, who prepares God’s people to know Jesus Christ. Sayang, mereka terpaku pada Musa dan Tauratnya. Dan menghina Yesus, yang baru mencelikkan mata orang yang buta itu dengan: “kami tahu, Allah berfirman pada Musa. Sementara Dia, kami tak tahu, Dia datang dari mana?”. Betulkah mereka tahu Musa datang dari Allah? Tidak. Buktinya, pada waktu Musa masih hidup, mereka terus menggerutu padanya, mencaci-maki, mengeritik dia. Baru setelah dia mati, mereka menangisi dia berpuluh-puluh hari. Manusia memang aneh, saat papanya masih hidup, dia terus memarahinya. Tapi saat papanya meninggal, dia menangis sambil memanggil-manggil: “papa, papa…”. Jadi, jangan menganggap orang yang menangis tersedu-sedu di samping peti-mati papanya adalah anak yang hormat pada orang tua. Justru mungkin dia adalah anak yang paling kurang ajar. Baru setelah papanya meninggal, ketakutan papanya tak mengampuni dia. Tapi anak yang betul-betul cinta papa, saat papanya meninggal, dia tak perlu menangis. Karena dia sudah melayani papanya semasa hidupnya. Itulah yang Alkitab catat: “saat Musa hidup, dia dicaci-maki oleh bangsa Israel. Tapi setelah dia mati, mereka menangisi dia puluhan hari”. Saat itu, mereka memang tak mau mengakui Yesus, karena takut pada orang Yahudi yang jumlahnya tak lebih dari 25 juta orang. Tapi sejarah membuktikan, sekarang ini, ada lebih dari 2.3 milyar orang mengakui Yesus sebagai Juruselamatnya. Dengan kata lain, jumlah orang yang mengakui Yesus seratus kali lipat dari mereka yang mengakui Musa. Suatu kali, saat di pesawat, saya bertanya pada orang yang duduk di sebelah saya: “what nation are you?” “I am a Jew” “Oh, great. Jew is a small nation, but great in spirit. So they produce most winners of Nobel Price, good conductors, performers, pianists.. Except composer”, dia memandangi saya dengan mata terbelalak. Dan lanjut saya: “who is the greatest figure in the Jewish history?” “of couse Moses” “yes, Moses is great. Especially his Ten Commandment, had become the basis of the whole world’s law . But how about Jesus?” “He is not a Jew” “If He is not a Jew, then who is He?” “He is a betrayer of the Jews” “which one have more followers: Moses or Jesus?” “I should confess, the follower of Jesus is far more than the follower of Moses” “why?” “because….” — dia tak mau mengakui. Maka sebelum kami turun pesawat, saya mengatakan padanya: “probably you should think over and over about the sacrifice, the holiness and the righteousness, that Jesus manifested in His life. Then you will find out no one had never been surpassed Him”. Kami memang tak pernah bertemu lagi. Tapi saya telah menggunakan kesempatan dimana kami bertemu mengatakan sesuatu yang harus saya katakan kepadanya dan menyerahkan dia ke dalam tangan Tuhan. Begitu juga pertemuan antara orang Yahudi dengan orang yang tadinya buta itu, hanya satu kali. Dan itulah kesempatan yang Tuhan beri, bukan kepada orang yang tadinya buta, melainkan kepada pimpinan agama yang salah tapi keras kepala itu mendengar injil yang segar, yang keluar dari mulut orang yang baru percaya Yesus.
BACA JUGA: BAPTISAN PERCIK / TUANG ATAU SELAM
Maka jangan menghina orang yang baru percaya, karena pengertiannya mungkin lebih segar dan lebih sungguh-sungguh. Bukankah saat pertama kali kita bertobat juga begitu rindu akan firman Tuhan? Justru sesudah lama menjadi orang Kristen, ada yang tak lagi ikut kebaktian doa, tak baca Kitab Suci, tak menuntut hidup suci… Celakalah orang Kristen lama, kalau orang yang baru lebih segar darimu. Saya pernah minta pada Tuhan, jadikan saya hamba Tuhan yang meski sudah berkhotbah puluhan tahun, setiap kali naik mimbar selalu menyampaikan khotbah yang segar, berapi-api, bagai kali pertama saya memberitakan injil. Maka everytime I stand on the pulpit, I always feel fresh, like one, who stand there for the first time. Di saat yang sama, juga memandangnya sebagai kesempatan yang terakhir, yang harus saya sayangi dan hargai.
Orang yang tadinya buta itu berkata kepada mereka: “aneh, mengapa kalian sudah menyaksikan doaNya Tuhan dengar, hingga Dia dapat mencelikkan mataku, masih saja menuding Dia orang berdosa? Bukankah Allah tak mendengar doa orang berdosa”. Apakah doktrinnya ini benar? Tidak. Kalau Allah tak mendengar doa orang berdosa, mana ada orang berdosa yang mendapatkan pengampunan dariNya? Dan ternyata, satu-satunya doa yang pasti Tuhan dengar adalah doa minta pengampunan dosa. Sementara doa minta kaya, minta ini - itu, tak tentu Dia kabulkan. Karena before you obtain the saving grace, God give common grace to every one, including those who are not Christians.
Bagaimana dengan statemennya yang kedua: “Tuhan hanya mendengar doa orang yang menjalankan kehendakNya”? Juga hanya benar separuh. Karena bukan semua doa orang yang berkenan padaNya dikabulkan. Ada yang Tuhan latih agar jadi orang Kristen yang lebih dewasa dan lebih sungguh-sungguh. Karena statemennya: “jika Dia bukan datang dari Allah, Dia tak dapat berbuat apa-apa”, orang Yahudi marah besar dan mengusirnya.
Penutup: BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN
Minggu lalu, kita sudah membahas akan Upacara Ekskomunikasi yang orang Yahudi di Amsterdam lakukan atas Spinoza yang sangat mengerikan: tidak ada orang Yahudi yang mau berjabatan-tangan atau berbicara dengannya. Bahkan saat bertemu dengannya, mereka meludahi dia. Itu sebab, orang tua dari orang yang buta itu tidak berani mengakui secara terus terang; mereka memilih untuk play safe. Memang, there are so many Christian, including the servants of God prefer to play safe. Sehingga saat mereka pergi ke daerah terroris atau daerah Islam yang fanatik, yang membenci orang Kristen, mereka tak berani menyebut Yesus itu Tuhan dengan dalih: “I am a wise man”.Mereka menghardik dia: “kamu totally lahir di dalam dosa”, apa karena sangka mereka, mereka tak berdosa? Jika ya, bukankah mereka kembali ke ay.2: orang itu buta karena dosanya atau dosa papa-mamanya – paradigma teologi yang diskriminatif: menghina orang yang miskin, buta, cacat…. berdosa; tidak patut menerima anugerah Allah. Ingat: Tuhan mengizinkan Ayub tumbuh bisul di sekujur tubuhnya, bukan karena dia berdosa. Itu sebab, kau yang lahir cacat, sakit parah, patah hati, hidup miskin tak perlu minder, putus-asa, Tuhan masih mencintaimu. Hardik mereka pada orang yang tadinya buta : “kau sudah lahir di dalam dosa, masih berani mengajar kami?” sebenarnya, God has given everybody freedom to witnessing the truth, not to teach others. Seumur hidup, saya menyerahkan diri jadi hamba Tuhan yang berani mengatakan kebenaran sejati dengan jujur dan sungguh-sungguh. Tanpa peduli orang suka mendengarnya atau tidak . Sikap seperti ini tidak kita dapati di tengah masyarakat yang munafik. Maka mereka mengusir orang buta itu, membuatnya hidup terlantar untuk kedua kalinya. Saya percaya, dia jadi pekabar injil di jalanan, menyatakan kuasa Allah yang telah menyembuhkan dia; jadi saksi Kristus yang hidup. Gerakan Reformed adalah gerakan yang mencintai kebenaran dan memberitakan injil, agar orang berdosa berpaling pada Tuhan. Tuhan memberkati kita yang sudah mendengar firman Nya. BERANI BERSAKSI BAGI KEBENARAN.
Amin.