HAWA NAFSU, KASIH KARUNIA ALLAH DAN TANGGUNG JAWAB KITA:YAKOBUS 4:1-10

Pdt.Budi Asali, M.Div.
HAWA NAFSU, KASIH KARUNIA ALLAH DAN TANGGUNG JAWAB KITA:YAKOBUS 4:1-10. Yakobus 4:1-10 - “(Yakobus 4:1) Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (2) Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. (3) Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. (4) Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. (5) Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: ‘Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diinginiNya dengan cemburu!’ (6) Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkanNya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’ (7) Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! (8) Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (9) Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. (10) Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu”.
HAWA NAFSU, KASIH KARUNIA ALLAH DAN TANGGUNG JAWAB KITA:YAKOBUS 4:1-10
education, otomotif
I) Akibat hawa nafsu / keinginan / iri hati.

1) Ada konflik dalam diri kita.

Dalam diri setiap orang kristen yang sejati, pasti ada kon­flik antara keinginan Roh dan keinginan daging.

Matius 26:41 - “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.’”. 

Roma 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”. 

Galatia 5:17 - “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging - karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”. 

Tetapi selain itu, juga ada konflik antara keinginan daging yang satu dan keinginan daging yang lain, atau hawa nafsu yang satu dengan hawa nafsu yang lain. Untuk ini perhatikan ay 1: ‘hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu’ (Catatan: kata yang diterjemahkan ‘hawa nafsu’ ini ada dalam bentuk jamak).

Contoh: keinginan terhadap uang maupun cewek bisa menimbulkan konflik dalam diri kita. 

2) Ada konflik antara diri kita dengan orang lain.

Yakobus 4: 1-2a: “(1) Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (2a) Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi”. 

Keinginan / hawa nafsu sering diikuti dengan rasa iri hati terhadap orang yang mempunyai apa yang kita inginkan itu. Dan iri hati ini bisa menimbulkan konflik antara kita dengan orang itu. 

Matthew Henry: “The Jews were a very seditious people, and had therefore frequent wars with the Romans; and they were a very quarrelsome divided people, often fighting among themselves; and many of those corrupt Christians against whose errors and vices this epistle was written seem to have fallen in with the common quarrels. Hereupon, our apostle informs them that the origin of their wars and fightings was not (as they pretended) a true zeal for their country, and for the honour of God, but that their prevailing lusts were the cause of all. Observe hence, What is sheltered and shrouded under a specious pretence of zeal for God and religion often comes from men’s pride, malice, covetousness, ambition, and revenge” [= Orang-orang Yahudi adalah bangsa yang sangat bersifat memberontak, dan karena itu sering berperang dengan orang-orang Romawi; dan mereka adalah bangsa terpecah yang sangat suka gegeran, sering berkelahi di antara mereka sendiri; dan banyak dari orang-orang Kristen yang jahat itu terhadap mana surat ini menulis tentang kesalahan-kesalahan dan kejahatan-kejahatannya, kelihatannya telah jatuh ke dalam pertengkaran-pertengkaran yang umum. Tentang hal ini, rasul kita menginformasikan kepada mereka bahwa asal mula dari peperangan dan perkelahian mereka bukanlah (seperti mereka anggap) suatu semangat yang sungguh-sungguh / benar untuk negara mereka, dan untuk kehormatan dari Allah, tetapi bahwa hawa nafsu yang berkuasa dari mereka adalah penyebab dari semuanya. Karena itu perhatikan, Apa yang dilindungi dan dibungkus / diselubungi di bawah suatu semangat yang pura-pura, yang kelihatannya bagus, untuk Allah dan agama, sering datang dari kesombongan, kejahatan, ketamakan, ambisi, dan balas dendam manusia].

Catatan: perhatikan kata ‘often’ (= sering) yang digunakan Matthew Henry. Ia tidak mengatakan ‘always’ (= selalu), karena kadang-kadang gegeran memang diharuskan, dari pada mengorbankan kebenaran. 

3) Ada konflik antara diri kita dengan Allah.

Perlu diingat bahwa konflik dengan sesama otomatis akan menimbulkan konflik dengan Allah. Konflik dengan Allah ini dinyatakan oleh Yakobus dengan menunjukkan beberapa hal: 

a) Tidak berdoa.

Yakobus 4: 2b: “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa”. 

Kalau kita mempunyai keinginan yang kita tahu sebagai keinginan yang salah, maka mungkin sekali kita tidak akan berani berdoa untuk meminta hal tersebut kepada Allah. Tetapi dengan tidak berdoa, persekutuan dengan Allah menja­di rusak / memburuk. 

b) Kita berdoa dengan motivasi yang salah.

Yakobus 4: 3: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”. 

KJV: ‘Ye ask, and receive not, because ye ask amiss, that ye may consume it upon your lusts’ (= Kamu meminta, dan tidak menerima, karena kamu meminta dengan salah, supaya kamu bisa menghabiskannya untuk nafsumu). 

Bible Knowledge Commentary: “‎The verb ‘ask’ is in the middle voice, meaning, ‘ask for yourself.’” (= Kata kerja ‘meminta’ ada dalam middle voice, artinya, ‘meminta untuk dirimu sendiri’). 

Catatan: dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia, suatu kata kerja hanya bisa dalam bentuk aktif atau pasif, tetapi dalam bahasa Yunani ada bentuk aktif, pasif, dan middle. Kata ‘ask’ (= meminta) ada dalam middle voice, dan itu berarti ‘meminta untuk diri sendiri’. Ini menunjukkan keegoisan dalam doa. Kata-kata ‘hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu’ (akhir Yakobus 4: 3) lebih menekankan lagi keegoisan dalam doa ini. 

Ada orang yang sekalipun tahu bahwa keinginannya salah, tetapi tetap nekad untuk berdoa. Tetapi doa seperti ini tidak akan dikabulkan oleh Allah (Yakobus 4: 3: ‘tetapi kamu tidak menerima apa-apa’). Ini bisa membuat kita menjadi marah / jengkel kepada Allah, sehingga ada konflik antara kita dengan Allah. 

c) Persahabatan dengan dunia menyebabkan kita menjadi musuh Allah. 

Yakobus 4: 4: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”. 

Bdk. 1Yohanes 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”. 

Barnes’ Notes: “‘Whosoever therefore will be a friend of the world.’ ‘Whoever’ he may be, whether in the church or out of it. The fact of being a member of the church makes no difference in this respect, for it is as easy to be a friend of the world in the church as out of it” (= ‘Karena itu, siapapun mau menjadi sahabat dunia’. ‘Siapapun’ ia adanya, apakah di dalam gereja atau di luarnya. Fakta bahwa seseorang adalah anggota dari suatu gereja tidak membuat perbedaan dalam hal ini, karena adalah sama mudahnya untuk menjadi sahabat dunia di dalam gereja seperti di luarnya). 

Barnes’ Notes: “The phrase ‘whosoever will’ ‎(BOULEETHEE) ‎implies ‘purpose, intention, design.’ It supposes that the heart is set on it; or that there is a deliberate purpose to seek the friendship of the world. It refers to that strong desire which often exists, even among professing Christians, to secure the friendship of the world; to copy its fashions and vanities; to enjoy its pleasures; and to share its pastimes and its friendships” [= Ungkapan ‘siapapun yang mau’ (BOULEETHEE) secara implicit menunjuk pada ‘tujuan, maksud, rancangan’. Kata itu menunjukkan bahwa hati diarahkan kepadanya; atau bahwa di sana ada suatu tujuan yang sengaja untuk mencari persahabatan dengan dunia. Itu menunjuk pada keinginan yang kuat yang sering ada, bahkan di antara orang-orang yang mengaku sebagai orang-orang Kristen, untuk mendapatkan persabahatan dengan dunia; untuk meniru cara-cara / kebiasaan-kebiasaan dan kesia-siaan dunia; untuk menikmati kesenangan-kesenangannya; dan untuk ikut ambil bagian dalam hiburan-hiburan / rekreasi-rekreasinya dan persahabatannya].

Barnes’ Notes: “‎‎Wherever there is a manifested purpose to find our chosen friends and associates there rather than among Christians; wherever there is a greater desire to enjoy the smiles and approbation of the world than there is to enjoy the approbation of God and the blessings of a good conscience; and wherever there is more conscious pain because we have failed to win the applause of the world, or have offended its votaries, and have sunk ourselves in its estimation, than there is because we have neglected our duty to our Saviour, and have lost the enjoyment of religion, there is the clearest proof that the heart wills or desires to be the ‘friend of the world.’” (= Dimanapun ada suatu tujuan yang nyata untuk mendapatkan sahabat-sahabat dan teman-teman pilihan kita di sana dari pada di antara orang-orang Kristen; dimanapun ada suatu keinginan yang lebih besar untuk menikmati senyum dan penerimaan dari dunia dari pada untuk menikmati penerimaan dari Allah dan berkat dari suatu hati nurani yang baik; dan di mana pun ada rasa sakit yang lebih disadari karena kita telah gagal untuk memenangkan pujian dari dunia, atau telah menyinggung penggemar-penggemarnya, dan telah menenggelamkan diri kita sendiri dalam penilaiannya, dari pada karena kita telah mengabaikan / melalaikan kewajiban kita kepada Juru selamat kita, dan telah kehilangan penikmatan agama, di sana ada bukti yang paling jelas bahwa hati menghendaki atau menginginkan untuk menjadi ‘sahabat dari dunia’). 

Dalam Yakobus 4: 4 itu, orang Kristen yang bersahabat dengan dunia, oleh Yakobus dikatakan sebagai: 

1. Musuh Allah (Yakobus 4: 4).

Matthew Henry: “He who will act upon this principle, to keep the smiles of the world, and to have its continual friendship, cannot but show himself, in spirit, and in his actions too, an enemy to God” (= Ia yang bertindak berdasarkan prinsip ini, menjaga senyum dari dunia, dan mempunyai persahabatannya terus menerus, hanya bisa menunjukkan dirinya sendiri, dalam roh, dan dalam tindakannya juga, seorang musuh terhadap / bagi Allah). 

Adam Clarke: “How strange it is that people professing Christianity can suppose that with a worldly spirit, worldly companions, and their lives governed by worldly maxims, they can be in the favour of God, or ever get to the kingdom of heaven! When the world gets into the church, the church becomes a painted sepulchre; its spiritual vitality being extinct” (= Betapa anehnya bahwa orang-orang yang mengakui kekristenan, bisa menganggap bahwa dengan suatu semangat duniawi, teman-teman duniawi, dan kehidupan yang diperintah / dikuasai oleh peraturan-peraturan duniawi, mereka bisa ada dalam perkenan Allah, atau akan masuk ke dalam kerajaan surga! Pada waktu dunia masuk ke dalam gereja, gereja menjadi suatu kuburan yang dicat; karena vitalitas rohaninya musnah).

Barnes’ Notes: “‘Is the enemy of God.’ This is a most solemn declaration, and one of fearful import in its bearing on many who are members of the church. It settles the point that anyone, no matter what his professions, who is characteristically a friend of the world, cannot be a true Christian” (= ‘Adalah musuh Allah’. Ini adalah suatu pernyataan yang paling khidmat, dan suatu makna yang menakutkan dalam hubungannya dengan banyak orang yang adalah anggota-anggota dari gereja. Itu menetapkan suatu pendirian bahwa siapa pun, tak peduli apa pun pengakuannya, yang secara khas adalah seorang sahabat dunia, tidak bisa adalah seorang Kristen yang sungguh-sungguh / sejati).

2. Orang-orang yang tidak setia (Yakobus 4: 4).

Kata-kata ‘orang-orang yang tidak setia’ ini oleh NASB diterjemahkan secara hurufiah dengan kata ‘adulteresses’ (= pezinah-pezinah perempuan). Mengapa disebut demikian? Karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, saudara sudah dipertunangkan dengan Kristus, di mana Kristus adalah calon mempelai laki-laki dan saudara adalah calon mempe­lai perempuan. Kalau saudara bersahabat dengan dunia, saudara melakukan penyelewengan secara rohani, sehingga saudara disebut ‘pezinah perempuan’! 

Penerapan:

· setiap kali saudara membolos dari kebaktian demi menuruti ajakan teman / keluarga untuk piknik, atau demi pergi ke pesta pernikahan, atau karena urusan keluarga, RT / RW dsb, maka saudara menjadikan diri saudara musuh Allah, dan saudara adalah seorang penzina perempuan! 

· kalau saudara mengutamakan pekerjaan / uang lebih dari Tuhan, saudara menjadikan diri saudara musuh Allah, dan saudara adalah seorang penzina perempuan! 

II) Asal usul hawa nafsu / keinginan / iri hati. 

Yakobus 4: 5 dalam Kitab Suci Indonesia salah terjemahan. 

Yakobus 4: 5: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: ‘Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!’”. 

NIV: ‘Or do you think Scripture says without reason that the spirit he caused to live in us envied intensely?’ (= Atau apakah kamu menyangka bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: roh yang disebabkan-Nya tinggal di dalam kamu sangat iri hati?). 

Problem dengan Yakobus 4: 5 ini:

a) Yang dimaksud dengan ‘roh’ itu Roh Kudus atau roh kita? Ingat bahwa dalam bahasa aslinya kata ‘roh’ tidak dimulai dengan huruf besar sekalipun menunjuk pada Roh Kudus. 

b) Dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat yang bunyinya seperti itu. Lalu mengapa dalam ayat itu dikatakan ‘Kitab Suci berkata’? 

Saya berpendapat bahwa:

a) Yang dimaksud dengan ‘roh’ di sini adalah roh kita. 

Barnes’ Notes: “The more obvious interpretation is to refer it to our spirit or disposition as we are by nature, and it is equivalent to saying that we are naturally prone to envy” (= Penafsiran yang lebih jelas adalah menujukannya kepada roh atau kecondongan kita sebagaimana adanya kita secara alamiah, dan itu sama dengan mengatakan bahwa secara alamiah kita condong pada iri hati). 

b) Memang dalam Perjanjian Lama tidak ada ayat seperti itu karena Yakobus tidak mengutip dari 1 ayat. Ia mengucapkan kalimat itu berdasarkan ajaran umum dalam Perjanjian Lama.

Baik Adam Clarke maupun Albert Barnes, dan juga beberapa penafsir lain, mengatakan bahwa tidak ada ayat dalam Kitab Suci yang bunyinya seperti itu, dan karena itu Yakobus tidak memaksudkan satu ayat tertentu, tetapi menunjuk pada ajaran umum dari seluruh Perjanjian Lama. 

Kata-kata ‘roh yang disebabkan-Nya tinggal di dalam kamu sangat iri hati’ artinya: roh kita condong pada iri hati. Ini sejalan dengan beberapa ayat Perjanjian Lama yang menun­jukkan kecondongan manusia kepada dosa seperti: 

· Kejadian 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”. 

· Kej 8:21 - “Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan”. 

· Amsal 21:10 - “Hati orang fasik mengingini kejahatan dan ia tidak menaruh belas kasihan kepada sesamanya”. 

· dsb. 

Jadi mungkin ayat-ayat inilah yang ada dalam pikiran Yakobus saat itu. 

III) Obatnya adalah kasih karunia Allah.

Yakobus 4: 6 dalam Kitab Suci Indonesia lagi-lagi salah terjemahan.

Yakobus 4: 6: “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkanNya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”. 

NIV: ‘But he gives us more grace. That is why Scripture says: God opposes the proud but gives grace to the humble’ (= Tetapi Ia memberikan kasih karunia yang lebih besar. Karena itu Kitab Suci berkata: Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati). 

Jadi sekalipun kecondongan kita pada dosa menyebabkan kita juga condong pada iri hati (ay 5), tetapi pemberian kasih karunia dari Tuhan bisa mengatasi semua itu, sehingga memung­kinkan kita untuk tidak iri hati (Yakobus 4: 6a). 

Yakobus 4: 6b mungkin merupakan kutipan dari Amsal 3:34 - “Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Iapun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihaniNya”. 

Yakobus 4: 6b mengatakan 2 hal: 

1) Allah menentang orang yang congkak. 

Barnes’ Notes: “The proud are those who have an inordinate self-esteem; who have a high and unreasonable conceit of their own excellence or importance. This may extend to anything; to beauty, or strength, or attainments, or family, or country, or equipage, or rank, or even religion. A man may be proud of anything that belongs to him, or which can in any way be construed as a part of himself, or as pertaining to him. This does not, of course, apply to a correct estimate of ourselves, or to the mere knowledge that we may excel others. One may know that he has more strength, or higher attainments in learning or in the mechanic arts, or greater wealth than others, and yet have properly no pride in the case. He has only a correct estimate of himself, and he attaches no undue importance to himself on account of it. His heart is not lifted up; he claims no undue deference to himself; he concedes to all others what is their due; and he is humble before God, feeling that all that he has, and is, is nothing in his sight. He is willing to occupy his appropriate place in the sight of God and men, and to be esteemed just as he is. Pride goes beyond this, and gives to a man a degree of self-estimation which is not warranted by anything that he possesses” (= Orang congkak adalah mereka yang mempunyai penilaian diri sendiri yang berlebihan; yang mempunyai kesombongan yang tinggi dan tidak logis tentang keunggulan atau kepentingan mereka sendiri. Ini bisa mencakup apapun; kecantikan, atau kekuatan, atau pencapaian, atau keluarga, atau negara, atau perabot / kereta, atau pangkat, atau bahkan agama. Seseorang bisa sombong tentang apapun yang menjadi miliknya, atau yang bisa ditafsirkan sebagai bagian dari dirinya, atau sebagai berhubungan dengannya. Ini tentu saja, tidak berlaku pada suatu penilaian yang benar tentang diri kita sendiri, atau pada semata-mata suatu pengetahuan bahwa kita memang melebihi orang-orang lain. Seseorang bisa tahu bahwa ia mempunyai kekuatan yang lebih, atau pencapaian yang lebih, dalam belajar atau dalam seni mekanik, atau kekayaan yang lebih dari orang-orang lain, tetapi secara benar tidak mempunyai kesombongan dalam kasus itu. Ia hanya mempunyai suatu penilaian yang benar tentang dirinya sendiri, dan tidak melekatkan kepentingan yang tidak semestinya pada dirinya sendiri karena hal itu. Hatinya tidak ditinggikan; ia tidak mengclaim rasa hormat yang tidak pantas untuk dirinya sendiri; ia mengakui kepada semua orang lain apa yang menjadi hak mereka; dan ia rendah hati di hadapan Allah, merasa bahwa semua yang ia miliki, dan apa adanya dia, tidak ada apa-apanya dalam pandanganNya. Ia mau menempati tempatnya yang pantas dalam pandangan Allah dan manusia, dan dinilai sebagaimana adanya. Kesombongan berjalan melewati ini, dan memberi kepada seseorang suatu tingkat penilaian diri sendiri yang tidak dibenarkan oleh apapun yang ia miliki). 

2) Allah memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati (lihat terjemahan NIV di atas). 

Ini aneh! Bukankah kasih karunia menunjukkan pemberian Allah kepada orang yang tidak berlayak menerima pemberian itu? Mengapa di sini dikatakan Allah memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati? Kalau demikian, bukankah kerendahan hati itu melayakkan kita untuk menerima kasih karunia Allah itu? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu saudara ketahui bahwa kita bisa rendah hati juga karena kasih karunia Allah! Tanpa kasih karunia Allah kita tidak bisa rendah hati, tetapi sebaliknya, kita akan menjadi congkak. 

Kesimpulannya: Allah perlu memberi kita kasih karunia supaya kita menjadi rendah hati, dan Allah juga perlu memberi kita kasih karunia supaya kita tidak iri hati! Memang seluruh kehidupan orang kristen adalah karena kasih karunia!

Kalau kita bisa mendengar dan mengerti Injil apalagi percaya kepada Yesus Kristus, itu pasti karena kasih karunia Allah. 

Kalau kita bisa rindu pada Firman Tuhan, mau belajar Firman Tuhan, dan bertumbuh dalam pengertian tentang Firman Tuhan, itu juga karena kasih karunia Allah.

Kalau kita mau dan bisa melayani Tuhan dengan setia, itu juga karena kasih karunia Allah.

Kalau kita bisa membuang dosa dan mentaati Tuhan, itu juga karena kasih karunia Allah.

Kalau kita bisa setia ikut Tuhan sampai mati, itu lagi-lagi karena kasih karunia Allah.

Kalau saudara bisa lebih menyadari hal ini, maka saudara akan menjadi orang kristen yang lebih dipenuhi dengan pujian dan syukur kepada Tuhan!

IV) Tanggung jawab kita.

Kalau semua karena kasih karunia Allah, apakah ini menunjukkan bahwa kita tidak mempunyai kewajiban apa-apa lagi? Apakah kita hanya perlu berpangku tangan menantikan datangnya kasih karu­nia Allah itu? Tentu saja tidak!

Sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme mengajarkan kedaulatan Allah yang menentukan segala sesuatu, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme yang sejati tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia! Demikian juga, sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme percaya bahwa seluruh kehidupan kristen itu karena kasih karunia Allah, dan bahwa tanpa kasih karunia Allah kita sama sekali tidak bisa melakukan apapun yang baik, tetapi ajaran Reformed / Calvinisme tidak pernah membuang atau meremehkan tanggung jawab manusia. Karena itu kalau ada orang / hamba Tuhan yang menyerang ajaran Reformed / Calvinisme dengan mengatakan bahwa ajaran Reformed / Calvinisme mengajar orang menjadi pasif / apatis, maka serangan mereka sebetulnya salah alamat! Yang mereka serang sebetulnya adalah Hyper-Calvinisme, bukan Reformed / Calvi­nisme.


Sekarang mari kita kembali pada pokok persoalan dalam Yakobus ini. Tadi sudah kita lihat bahwa untuk membuang iri hati maka kita harus menjadi rendah hati. Sekarang apa tanggung jawab kita untuk bisa menjadi rendah hati?

1) Tunduk kepada Allah (Yakobus 4: 7a). 

Yakobus 4: 7: “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”. 

Orang sombong paling sukar untuk tunduk! Kalau ditegur, bahkan menjadi marah! Tetapi kita harus belajar untuk membuang hal-hal itu. Kita harus belajar untuk mau tunduk pada waktu menerima teguran Firman Tuhan, tidak peduli siapapun yang menyampaikan Firman Tuhan itu! 

2) Lawanlah Iblis (Yakobus 4: 7b). 

Yakobus 4: 7: “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”. 

Ketundukan kepada Allah harus dibarengi dengan perlawanan terhadap Iblis! Kita tidak bisa tunduk kepada Allah, dan pada saat yang sama juga mau tunduk kepada Iblis! Orang yang mencintai kesucian, harus membenci dosa! 

Kalau kita mau tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, Yako­bus mengatakan bahwa Iblis itu akan lari dari kita (Yakobus 4: 7b). Apa artinya? 

Bandingkan dengan Lukas 4:13 - “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu yang baik”. 

Perhatikan bahwa dalam Luk 4:13 itupun Iblis mundur dari Yesus karena diusir oleh Yesus (Bdk. Matius 4:9-11). Tetapi dalam kasus Yesuspun Iblis bukannya mundur selama-lamanya! Ia mundur untuk mencari saat / kesempatan yang baik, untuk menyerang lagi! 

Jadi, jangan menafsirkan Yakobus 4: 7b ini seakan-akan Iblis itu akan menjauhi kita dan tidak menyerang kita lagi! 

Jadi arti dari Yakobus 4: 7 itu adalah: kalau kita mau tunduk kepada Allah dan melawan Iblis, maka Iblis akan kalah! 

3) Mendekat kepada Allah (Yakobus 4: 8a).

Yakobus 4: 8a: “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu”. 

Kalau kita memang mau melawan Iblis, maka kita harus sadar bahwa kita tidak bisa melawan Iblis dengan kekuatan / kecerdasan kita sebagai manusia! Kita membutuhkan kekuatan dan hikmat dari Allah untuk melawan Iblis, dan karena itu, kita harus dengan rendah hati mendekat kepada Allah! 

Dan kalau saudara mau mendekat kepada Allah, Allah berjanji akan mendekat kepada saudara (Yakobus 4: 8a). Mungkin saudara pernah merasakan bahwa saudara mau mendekat kepada Allah, tetapi Allah tetap tidak mau mendekat kepada saudara. Kalau ini terjadi, yakinlah bahwa itu bukan terjadi karena Allah mengingkari janjiNya di sini! Itu mungkin hanya perasaan saudara belaka, atau itu mungkin betul-betul fakta, dan itu terjadi karena adanya dosa yang belum saudara singkirkan! 

4) Menyucikan diri kita (Yakobus 4: 8b).

Yakobus 4: 8b: “Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!”. 
HAWA NAFSU, KASIH KARUNIA ALLAH DAN TANGGUNG JAWAB KITA:YAKOBUS 4:1-10
education, otomotif
Kalau kita mau mendekat kepada Allah, maka kita tidak mung­kin melakukan hal itu dengan mempertahankan dosa (apapun juga adanya dosa itu). Kita harus menyucikan diri! 

Kata ‘tangan’ dalam Yakobus 4: 8b itu merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana sebagian mewakili seluruhnya) yang mewakili seluruh tubuh kita. Ini menunjukkan bahwa kita harus menyucikan seluruh kehidupan lahiriah kita.

Kata ‘hati’ dikontraskan dengan ‘tangan’ dan menunjukkan bahwa penyucian juga harus terjadi dalam hati, pikiran, dan motivasi kita.


Penyucian diri ini harus mencakup juga penyesalan dan pengakuan dosa. Dan ini dibahas oleh Yakobus dalam Yakobus 4: 9-10: 

a) Yakobus 4: 9: “Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita”.

NIV: ‘Grieve, mourn and wail. Change your laughter to mourning and your joy to gloom’ (= Bersedihlah, berka­bung dan merataplah. Hendaklah tertawamu diganti dengan perkabungan dan sukacitamu dengan kemurungan). 

Ini menunjuk pada kesedihan karena dosa. 

Penerapan: Kalau saudara menyadari bahwa saudara sudah berbuat dosa, apakah saudara menyesali dosa itu dengan cara seperti yang diperintahkan oleh Yakobus 4: 9 di atas? 

b) Yakobus 4: 10: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu”.

Yakobus 4: 10 ini bukan hanya mencakup perintah untuk mengakui dosa dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan (ay 10a), tetapi juga mencakup janji Tuhan yang menyatakan bahwa Ia akan menerima orang yang mengaku dosa dengan sungguh-sungguh (ay 10b: “dan Ia akan meninggikan kamu”.). 

Maukah saudara melakukan hal-hal yang menjadi tanggung jawab saudara ini? Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post