I TIMOTIUS 1:16-20 (PAULUS DIKASIHI DAN MEMUJI TUHAN)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
1 Timotius 1: 16: “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.
1) ‘Tetapi justru karena itu aku dikasihani’.
a) Paulus yang tidak mempunyai belas kasihan, telah mendapatkan belas kasihan.
Pulpit Commentary: “though he showed no mercy, he obtained mercy” (= sekalipun ia tidak menunjukkan belas kasihan, ia mendapatkan belas kasihan) - hal 29.
b) Ini merupakan kesaksian Paulus tentang pertobatannya.
Homer A. Kent, Jr.: “The account of Paul’s conversion has been used to win Jews and gentiles. Paul gave his personal testimony many times. It appears, either extended or brief, no less than six times in the New Testament (Acts 9,22,26; Gal. 1,2; Phil. 3; 1Tim. 1)” [= Cerita pertobatan Paulus telah digunakan untuk memenangkan orang-orang Yahudi dan non Yahudi. Paulus memberikan kesaksian pribadinya banyak kali. Itu muncul, baik secara panjang lebar atau singkat, tidak kurang dari 6 x dalam Perjanjian Baru (Kis 9,22,26; Gal 1,2; Fil 3; 1Tim 1)] - hal 90.
Apa yang Paulus lakukan di sini harus kita tiru. Memberitakan Injil dengan menceritakan pertobatan pribadi adalah sesuatu yang sangat penting. Dan, kalau pemberitaan Injil yang menggunakan ayat-ayat Kitab Suci, yang bersifat mengajar dsb bisa / mudah dibantah, maka pemberitaan Injil dengan menggunakan pengalaman pribadi sukar untuk dibantah, karena itu adalah pengalaman pribadi kita (tetapi pada saat yang sama kita juga harus menjaga supaya jangan memberikan kesaksian pribadi yang tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci, dan lalu berkeras bahwa kita mengalami hal tersebut!).
H. A. Ironside: “There are many people who profess to be Christians who do not have any conversion story to tell. Of course I recognize the fact that some came to Christ early in life, as mere children; and they have but a hazy recollection, if any remembrance at all, of what took place at the time. We are not to discount their conversions because they cannot give a clear account of them. ... If people have passed through the years of childhood and come up to youth or maturity without accepting Christ, and then at last are convicted by the Spirit of God of sin, righteousness, and judgment, and they turn to the Lord and trust Him as Saviour, they ought to have a definite story of conversion to tell” (= Ada banyak orang yang mengaku sebagai orang Kristen yang tidak mempunyai cerita pertobatan untuk diceritakan. Tentu saya mengakui fakta bahwa sebagian orang datang kepada Kristus pada masa kecil, sebagai anak-anak; dan mereka hanya mempunyai ingatan yang kabur / tak jelas, atau tidak ada sama sekali, tentang apa yang terjadi pada saat itu. Kita tidak boleh mengabaikan pertobatan mereka karena mereka tidak bisa memberikan cerita yang jelas tentang hal itu. ... Jika seseorang melewati masa kanak-kanak dan menjadi remaja atau dewasa tanpa menerima Kristus, dan lalu akhirnya diyakinkan oleh Roh Allah tentang dosa, kebenaran, dan penghakiman, dan ia berbalik kepada Tuhan dan mempercayaiNya sebagai Juruselamat, mereka harus mempunyai cerita pertobatan yang pasti / tertentu untuk diceritakan) - hal 32,33.
H. A. Ironside: “There is a tremendous power in Christian testimony. All who are saved are not called to be preachers; all do not have the gift of teaching. But all who have trusted in the Lord Jesus Christ ought to have something to say about the great change that comes into the life when Christ is received as Saviour and owned as Lord” (= Ada kuasa yang luar biasa dalam kesaksian Kristen. Tidak semua orang yang diselamatkan dipanggil untuk menjadi pengkhotbah; tidak semua mempunyai karunia mengajar. Tetapi semua orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus seharusnya mempunyai sesuatu untuk dikatakan tentang perubahan besar yang datang ke dalam kehidupan dimana Kristus diterima sebagai Juruselamat dan dimiliki sebagai Tuhan) - hal 30.
2) ‘agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal’.
Ini menunjukkan bahwa Allah membiarkan Paulus sehingga menjadi orang yang paling berdosa, dan lalu menyelamatkan Paulus untuk tujuan ini:
menunjukkan kesabaran Yesus Kristus.
menjadikan Paulus contoh bagi orang-orang berdosa yang lain, supaya mereka mau datang kepada Kristus, dan tidak mengatakan bahwa mereka terlalu berdosa untuk bisa diampuni / diselamatkan.
Homer A. Kent, Jr.: “No one can say he is too sinful to be saved since Christ has saved Paul. Furthermore, no Christian should regard any sinner as a hopeless case” (= Tak seorangpun bisa berkata bahwa ia terlalu berdosa untuk diselamatkan, karena Kristus telah menyelamatkan Paulus. Selanjutnya, tidak seorang Kristenpun boleh menganggap orang berdosa manapun sebagai suatu kasus yang tidak berpengharapan) - hal 89.
Homer A. Kent, Jr.: “Paul indicates that his experience of God’s saving grace was not only a blessing to himself but had a purpose of grace to others also. His case provided a pattern for future believers. The word HUPOTUPOSIS means an outline, sketch, example, pattern. It was used of a model which was placed before someone to be copied. Paul’s case was an outline or pattern of Christ’s long-suffering (MAKROTHUMIAN). ... Just as Christ endured the blasphemies and persecutions of Paul for so long a time and did not smite him with judgment, so is He with all the world. ... If a sinner like Saul of Tarsus could be spared and received salvation, so may other sinners” [= Paulus menyatakan bahwa pengalamannya tentang kasih karunia yang menyelamatkan dari Allah bukan hanya merupakan suatu berkat bagi dirinya sendiri, tetapi mempunyai suatu tujuan kasih karunia bagi orang-orang lain juga. Kasusnya menyediakan suatu pola untuk orang-orang percaya yang akan datang. Kata HUPOTUPOSIS berarti suatu garis besar, sketsa, contoh, pola. Itu digunakan tentang suatu model / contoh yang diletakkan di depan seseorang untuk ditiru. Kasus Paulus merupakan suatu garis besar atau pola dari ke-panjang-sabar-an Kristus (MAKROTHUMIAN). ... Sama seperti Kristus menahan hujatan dan penganiayaan dari Paulus untuk waktu yang begitu lama dan tidak memukulnya dengan penghakiman, demikianlah Ia dengan seluruh dunia. ... Jika seorang berdosa seperti Saulus dari Tarsus bisa diselamatkan dan menerima keselamatan, demikian juga orang-orang berdosa yang lain] - hal 89,90.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘A pattern’, HUPOTUPOOSIN, ‘for an adumbration:’ ‘for a type-like sample of (for) them,’ etc. (1 Cor. 10:6,11: TUPOI )] - to assure the greatest sinners that they shall not be rejected in coming to Christ, since even Saul found mercy. No greater long-suffering can be required in the case of any other than was exercised in my case” [= ‘Suatu pola’. HUPOTUPOOSIN, ‘untuk suatu bayangan / gambaran’: ‘untuk suatu contoh yang seperti type tentang (bagi) mereka’, dsb. (1Kor 10:6,11: TUPOI) - untuk meyakinkan orang-orang yang paling berdosa bahwa mereka tidak akan ditolak dalam datang kepada Kristus, karena bahkan Saulus mendapatkan kasih karunia. Tidak ada ke-panjang-sabar-an yang lebih besar yang bisa dibutuhkan dalam kasus dari orang lain manapun dari pada yang digunakan / dijalankan dalam kasusku].
1Korintus 10:1-11 - “(1) Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. (2) Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. (3) Mereka semua makan makanan rohani yang sama (4) dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. (5) Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. (6) Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh (TUPOI) bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, (7) dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: ‘Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.’ (8) Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. (9) Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular. (10) Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut. (11) Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh (TUPIKOS) dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba”.
Catatan: Baik Paulus dalam 1Timotius 1:16, maupun Israel dalam 1Korintus 10:1-11, merupakan contoh / pola. Tetapi kalau Paulus adalah contoh positif, maka Israel dalam 1Kor 10 ini adalah contoh negatif.
Barnes’ Notes: “The idea is, that he sustained the first rank as a sinner, and that Jesus Christ designed to show mercy to him as such, in order that the possibility of pardoning the greatest sinners might be evinced, and that no one might afterward despair of salvation on account of the greatness of his crimes” (= Maksudnya adalah bahwa ia mempertahankan ranking pertama sebagai seorang berdosa, dan bahwa Yesus Kristus merencanakan untuk menunjukkan belas kasihan kepadanya sebagai orang seperti itu, supaya kemungkinan mengampuni orang yang paling berdosa bisa ditunjukkan dengan jelas, dan supaya tak seorangpun dikemudian hari bisa putus asa tentang keselamatan karena besarnya kejahatannya).
Barnes’ Notes: “it denotes a pattern or example, and here it means that the case of Paul was an example for the encouragement of sinners in all subsequent times. It was that to which they might look when they desired forgiveness and salvation. It furnished all the illustration and argument which they would need to show that they might be forgiven. It settled the question forever that the greatest sinners might be pardoned; for as he was ‘the chief of sinners,’ it proved that a case could not occur which was beyond the possibility of mercy” (= ini menunjukkan suatu pola atau contoh, dan di sini itu berarti bahwa kasus Paulus merupakan suatu contoh untuk menguatkan orang-orang berdosa dalam semua masa setelahnya. Itu adalah sesuatu kemana mereka boleh memandang pada waktu mereka menginginkan pengampunan dan keselamatan. Itu menyediakan semua ilustrasi dan argumentasi yang mereka butuhkan untuk menunjukkan bahwa mereka bisa diselamatkan. Itu membereskan selama-lamanya keraguan bahwa orang-orang yang paling berdosa bisa diampuni; karena ia adalah orang yang paling berdosa, itu membuktikan bahwa tidak bisa terjadi suatu kasus yang berada di luar kemungkinan belas kasihan).
Barnes’ Notes: “no sinner should despair of mercy. No one should say that he is so great a sinner that he cannot be forgiven. One who regarded himself as the ‘chief’ of sinners was pardoned, and pardoned for the very purpose of illustrating this truth, that any sinner might be saved. His example stands as the illustration of this to all ages; and were there no other, any sinner might now come and hope for mercy. But there are other examples. Sinners of all ranks and descriptions have been pardoned. Indeed, there is no form of depravity of which people can be guilty, in respect to which there are not instances where just such offenders have been forgiven. The persecutor may reflect that great enemies of the cross like him have been pardoned; the profane man and the blasphemer, that many such have been forgiven; the murderer, the thief, the sensualist, that many of the same character have found mercy, and have been admitted to heaven” (= tak ada orang berdosa yang boleh kehilangan harapan tentang belas kasihan. Tak seorangpun boleh berkata bahwa ia adalah orang berdosa yang begitu hebat sehingga ia tidak bisa diampuni. Seseorang yang menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang paling berdosa, diampuni, dan diampuni untuk tujuan menjelaskan kebenaran ini, bahwa orang berdosa manapun bisa diselamatkan. Contohnya merupakan suatu penjelasan dari hal ini kepada semua jaman; dan seandainya tidak ada contoh yang lain, orang berdosa manapun sekarang boleh datang dan berharap mendapatkan belas kasihan. Tetapi ada contoh-contoh yang lain. Orang-orang berdosa dari semua kedudukan dan penggambaran telah diampuni. Memang, tidak ada bentuk kebejatan tentang mana orang-orang bersalah, untuk mana tidak ada contoh-contoh dimana pelanggar-pelanggar yang seperti itu telah diampuni. Si penganiaya boleh membayangkan bahwa musuh-musuh besar dari salib seperti dia telah diampuni; orang yang duniawi dan penghujat boleh membayangkan bahwa banyak orang seperti mereka telah diampuni; pembunuh, pencuri, orang-orang yang menuruti hawa nafsu boleh membayangkan bahwa banyak orang dengan karakter yang sama telah menemukan belas kasihan, dan telah diterima di surga).
Barclay: “It is as if Paul were saying, ‘Look what Christ has done for me! If someone like me can be saved, there is hope for everyone.’ ... Paul did not shrinkingly conceal his record; he blazoned it abroad, that others might take courage and be filled with hope that the grace which had changed him could change them too” (= Seolah-olah Paulus berkata: ‘Lihatlah apa yang Kristus telah lakukan untukku! Jika seseorang seperti aku bisa diselamatkan, ada pengharapan untuk setiap orang’. ... Paulus tidak dengan segan-segan menyembunyikan catatan kejahatannya; ia menyatakan / memamerkannya dengan luas, supaya orang-orang lain bisa mendapatkan penguatan dan dipenuhi dengan pengharapan bahwa kasih karunia yang telah mengubah dia bisa mengubah mereka juga) - hal 48.
3) Kasus Paulus ini menunjukkan bahwa Allah bisa menggunakan kejahatan untuk kebaikan.
William Hendriksen: “Man proposes; God disposes. Man - for instance Paul before his conversion - may try to destroy the church; God will establish it. And for that purpose he will use the very man who tried to destroy it! Hence, though man is a mere creature of time, God is the King of the ages, over-ruling evil for good; directing to its predetermined goal whatever happens throughout each era of the world’s history” (= Manusia bermaksud / berniat; Allah yang mengatur / menentukan. Manusia, sebagai contoh Paulus sebelum pertobatannya - boleh mencoba untuk menghancurkan gereja; Allah akan meneguhkan gereja. Dan untuk tujuan itu Ia akan menggunakan orang yang mencoba untuk menghancurkan gereja! Karena itu, sekalipun manusia hanyalah suatu makhluk yang terbatas oleh waktu, Allah adalah Raja dari semua jaman, menggunakan kejahatan untuk kebaikan; mengarahkan kepada tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, apapun yang terjadi dalam sepanjang sejarah dunia) - hal 83.
1 Timotius 1: 17: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin”.
1) Mengapa Paulus tahu-tahu memuji Tuhan?
Adam Clarke: “This burst of thanksgiving and gratitude to God, naturally arose from the subject then under his pen and eye” (= Ledakan terima kasih dan rasa syukur kepada Allah, secara alamiah muncul dari pokok yang pada saat itu ada di bawah pena dan matanya).
2) Pujian / doxology yang Paulus berikan bagi Tuhan.
a) ‘Raja segala zaman’ secara hurufiah adalah ‘the King of the ages’ atau ‘the King of eternities’. Ini jelas menunjukkan kekekalan dari Allah.
b) ‘Allah yang kekal’ merupakan terjemahan yang salah.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘immortal’ (= yang tidak bisa mati).
Clarke mengatakan bahwa terjemahan seharusnya adalah ‘incorruptible’ (= yang tidak bisa hancur / busuk).
c) ‘yang tak nampak’.
Bdk. 1Tim 6:16 - “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. BagiNyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin”.
d) ‘yang esa’.
NIV/NASB: ‘the only God’ (= satu-satunya Allah).
1. Ini tidak bertentangan dengan doktrin Allah Tritunggal, atau doktrin tentang keilahian Kristus, atau doktrin tentang keilahian Roh Kudus, karena sekalipun kita mempercayai bahwa Yesus dan Roh Kudus juga adalah Allah, tetapi kita tidak mempercayai adalah 3 Allah.
2. Clarke mengatakan bahwa ada manuscripts yang menuliskan ‘the only wise God’ (= satu-satunya Allah yang bijaksana). Ia tak tahu mana yang benar, tetapi kata ‘wise’ mungkin diambil dari Ro 16:27 - “bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat (RSV/NIV/NASB: ‘the only wise God’), oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin”.
1 Timotius 1: 18: “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”.
1) ‘Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu ....’.
Bdk. 1Timotius 4:14 - “Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.
Kelihatannya, Timotius pernah mendapatkan nubuat tentang panggilan pelayanannya, dan Paulus menyuruh Timotius mengingat hal ini untuk menguatkan dirinya dalam pelayanan.
Penerapan:
Kalau saudara ‘melayani Tuhan’ tanpa pernah mempunyai keyakinan terhadap panggilan Tuhan, maka saudara tidak mempunyai apapun untuk diingat, yang bisa menguatkan saudara. Tetapi kalau saudara betul-betul pernah mendapatkan panggilan Tuhan ke dalam pelayanan itu, sekalipun itu tidak saudara dapatkan melalui nubuat seperti halnya Timotius, maka hal itu bisa menguatkan saudara dalam pelayanan. Karena itu, kita perlu menggumulkan dulu kehendak Tuhan tentang pelayanan kita.
2) ‘engkau memperjuangkan perjuangan yang baik’.
Memang kehidupan, dan khususnya pelayanan, orang Kristen merupakan suatu peperangan melawan setan dan dosa.
Efesus 6:10-12 - “(10) Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya. (11) Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; (12) karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”.
Matthew Henry: “The ministry is a warfare, it is a good warfare against sin and Satan: and under the banner of the Lord Jesus, who is the Captain of our salvation (Heb. 2:10), and in his cause, and against his enemies, ministers are in a particular manner engaged” [= Pelayanan merupakan suatu peperangan, itu merupakan suatu perang yang baik melawan dosa dan setan: dan di bawah panji dari Tuhan Yesus, yang adalah Kapten dari keselamatan kita (Ibr 2:10), dan dalam perkaraNya, dan melawan musuh-musuhNya, pelayan-pelayan / pendeta-pendeta terlibat dalam suatu cara yang khusus].
Catatan: Ibrani 2:10 - “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah - yang bagiNya dan olehNya segala sesuatu dijadikan -, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan”.
Bagian yang saya garis bawahi itu salah terjemahan.
KJV: ‘the captain of their salvation’ (= kapten keselamatan mereka).
NIV/NASB: ‘the author of their salvation’ (= pencipta / pemulai keselamatan mereka).
Matthew Henry menggunakan KJV dan karena itu ia menyebut Yesus sebagai kapten keselamatan.
3) ‘dengan iman dan hati nurani yang murni’.
a) ‘iman’.
Calvin menafsirkan bahwa kata ‘iman’ di sini menunjuk pada ‘ajaran yang sehat’, sama seperti kata ‘iman’ dalam 1Tim 3:9 - “melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci”.
Contoh lain dimana kata ‘iman’ diartikan sebagai ‘ajaran’ / ‘Injil’: Gal 1:23 - “Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya”.
Adam Clarke juga berpandangan sama dengan Calvin. ‘Iman’ di sini ia anggap sebagai semua kebenaran dalam ajaran Kristen.
Albert Barnes menganggap bahwa kata-kata ‘holding faith’ (= memegang iman) di sini berarti bahwa Timotius disuruh untuk menjadi tentara yang setia. Tetapi saya lebih setuju dengan arti yang diberikan oleh Calvin dan Clarke di atas yang mengatakan bahwa iman menunjuk kepada ‘ajaran yang benar’ / ‘injil’.
Jadi, Timotius diperintahkan oleh Paulus untuk berjuang dengan mempertahankan ajaran Injil / ajaran yang sehat. Memang, kalau kita berjuang dengan menggunakan ajaran yang sesat, maka pada hakekatnya kita berperang untuk setan, bukan untuk Tuhan.
b) ‘hati nurani yang murni’.
Memelihara hati nurani yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang Kristen, tetapi terutama bagi pelayan-pelayan Tuhan.
Homer A. Kent, Jr.: “As Timothy carried out the injunction of Paul, he would be campaigning as a soldier should in the good war, the campaign against the opponents of Christ and the gospel. But he must be careful in maintaining his own faith and conscience. This is a reference to the inward state of the minister. He must keep his own faith in good condition. He must be uncompromising on the matter of sound doctrine. The religious teacher who knows the truth but teaches falsehood, or allows it to be taught under his jurisdiction, will not have a good conscience, at least not at the outset. His conscience will condemn such perversion. However, persistence in such a course may dull the conscience so that it fails to be a helpful guide. Thus the minister should be very much concerned that his ministry is in accord with the standard of God’s Word, in order that his conscience will be good, that is, it will function properly and have nothing to condemn” (= Pada waktu Timotius melaksanakan perintah Paulus, ia akan berkampanye / bekerja seperti seorang tentara dalam perang yang baik, kampanye terhadap penentang-penentang Kristus dan injil. Tetapi ia harus hati-hati dalam memelihara iman dan hati nuraninya sendiri. Ini merupakan suatu petunjuk bagi keadaan di dalam dari seorang pelayan / pendeta. Ia harus memelihara imannya sendiri dalam kondisi yang baik. Ia tidak boleh berkompromi tentang persoalan doktrin yang sehat. Guru agama yang mengetahui kebenaran tetapi mengajarkan kepalsuan, atau mengijinkannya diajarkan dalam daerah kekuasaannya, tidak akan mempunyai hati nurani yang baik, setidaknya tidak pada permulaannya. Hati nuraninya akan mengecam penyimpangan seperti itu. Tetapi kekerasan hati dalam jalan seperti itu akan menumpulkan hati nurani sehingga hati nurani itu gagal untuk menjadi pembimbing yang berguna. Karena itu, pelayan / pendeta itu harus sangat memperhatikan bahwa pelayanannya sesuai dengan standard Firman Allah, supaya hati nuraninya akan baik, artinya, hati nurani itu akan berfungsi secara benar dan tidak mempunyai apapun untuk dikecam) - hal 92.
1 Timotius 1: 19-20: “(19) Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka, (20) di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat”.
1) Bahayanya kalau kita tidak memelihara hati nurani yang baik (1 Timotius 1: 19).
Pulpit Commentary: “deviations from the true faith are preceded by violations of the conscience. The surest way to maintain a pure faith is to maintain a good and tender conscience” (= penyimpangan dari iman yang benar didahului oleh pelanggaran hati nurani. Jalan yang paling pasti untuk mempertahankan iman yang murni adalah dengan mempertahankan hati nurani yang baik dan lembut) - hal 7.
Barnes’ Notes: “The truth thus taught is, that people make shipwreck of their faith by not keeping a good conscience. They love sin. They follow the leadings of passion. They choose to indulge in carnal propensities” (= Maka kebenaran yang diajarkan adalah bahwa orang-orang kandas imannya dengan tidak memelihara hati nurani yang baik. Mereka mencintai dosa. Mereka mengikuti pimpinan dari nafsu. Mereka memilih untuk memuaskan kecenderungan daging).
Calvin: “He shows how necessary it is that faith be accompanied by a good conscience; because, on the other hand, the punishment of a bad conscience is turning aside from the path of duty. They who do not serve God with a sincere and a perfect heart, but give a loose rein to wicked dispositions, even though at first they had a sound understanding, come to lose it altogether. This passage ought to be carefully observed. We know that the treasure of sound doctrine is invaluable, and therefore there is nothing that we ought to dread more than to have it taken from us. But Paul here informs us, that there is only one way of keeping it safe; and that is, to secure it by the locks and bars of a good conscience. This is what we experience every day; for how comes it that there are so many who, laying aside the gospel, rush into wicked sects, or become involved in monstrous errors? It is because, by this kind of blindness, God punishes hypocrisy; as, on the other hand, a genuine fear of God gives strength for perseverance” (= Ia menunjukkan betapa pentingnya bahwa iman disertai dengan hati nurani yang baik; karena sebaliknya, hukuman dari suatu hati nurani yang buruk adalah penyimpangan dari jalan kewajiban. Mereka yang tidak melayani Allah dengan suatu hati yang tulus dan sempurna, tetapi memberikan kendali yang longgar pada kecenderungan yang jahat, sekalipun mula-mula mereka mempunyai pengertian yang sehat, akan kehilangan semuanya. Text ini harus diperhatkan baik-baik. Kita tahu bahwa harta dari ajaran yang sehat merupakan sesuatu yang tidak terhingga nilainya, dan karena itu tidak ada hal lain yang harus lebih kita takuti dari pada diambilnya hal itu dari kita. Tetapi di sini Paulus memberitahu kita, bahwa hanya ada satu jalan untuk memeliharanya tetap aman; dan itu adalah dengan melindunginya / menguncinya dengan kunci dan palang / jeruji dari suatu hati nurani yang baik. Ini yang kita alami setiap hari; karena bagaimana mungkin bahwa ada begitu banyak orang yang menyingkirkan injil dan berlari ke dalam sekte-sekte jahat, atau menjadi terlibat dalam kesalahan-kesalahan yang besar? Itu adalah karena dengan kebutaan jenis ini, Allah menghukum kemunafikan; seperti sebaliknya, suatu rasa takut yang sungguh-sungguh kepada Allah memberikan kekuatan untuk bertekun) - hal 45-46.
Calvin: “All the errors that have existed in the Christian Church from the beginning, proceeded from this source, that in some persons, ambition, and in others, covetousness, extinguished the true fear of God. A bad conscience is, therefore, the mother of all heresies” (= Semua kesalahan yang ada dalam Gereja Kristen dari semula, dimulai dari sumber ini, bahwa dalam beberapa orang, ambisi, dan dalam orang-orang lain, ketamakan, memadamkan rasa takut yang benar terhadap Allah. Karena itu, hati nurani yang buruk adalah ibu dari semua bidat) - hal 46.
2) ‘dan karena itu kandaslah iman mereka’ (1 Timotius 1: 19b).
Adam Clarke menggunakan bagian ini untuk menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus).
Adam Clarke: “‘Of whom is Hymeneus and Alexander.’ Who had the faith but thrust it away; who had a good conscience through believing, but made shipwreck of it. Hence, we find that all this was not only possible, but did actually take place, though some have endeavoured to maintain the contrary; who, confounding eternity with a state of probation, have supposed that if a man once enter into the grace of God in this life, he must necessarily continue in it to all eternity. Thousands of texts and thousands of facts refute this doctrine” (= ‘di antaranya Himeneus dan Alexander’. Yang dulu mempunyai iman tetapi menolaknya / membuangnya; yang dulu mempunyai hati nurani yang baik melalui tindakan percaya, tetapi lalu mengandaskannya. Karena itu, kami mendapatkan bahwa semua ini bukan hanya mungkin, tetapi sungguh-sungguh terjadi, sekalipun beberapa orang telah berusaha untuk mempertahankan sebaliknya; yang, mengacaukan kekekalan dengan masa percobaan, telah menduga / menganggap bahwa jika seseorang satu kali masuk ke dalam kasih karunia Allah dalam hidup ini, ia pasti terus di dalamnya sampai kekekalan. Ribuan text dan ribuan fakta menyangkal / membuktikan salah doktrin ini).
Adam Clarke salah karena:
a) Kitab Suci sering menulis menurut kelihatannya atau menurut pengakuan orangnya, bukan menurut fakta. Contoh:
· Yoh 2:23-25 - “(23) Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakanNya. (24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia”.
Yohanes 2:23 mengatakan bahwa banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi kata-kata dalam Yoh 2:24-25 jelas menunjukkan bahwa mereka bukan orang percaya yang sejati.
· Yohanes 6:66 - “Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang itu adalah murid-murid Yesus, tetapi mereka bisa mengundurkan diri dari Yesus / tidak lagi mengikut Yesus.
Bdk. Yohanes 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
· Kisah Para Rasul 8:13 - “Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi”.
Ayat ini mengatakan bahwa Simon menjadi percaya, tetapi kalau saudara membaca terus cerita ini, maka dari kata-kata Simon Petrus kepada Simon ini, terlihat dengan jelas bahwa Simon ini bukan orang percaya yang sungguh-sungguh.
Jadi, kalau dalam text ini digambarkan bahwa Himeneus dan Alexander tadinya beriman, itu tidak harus diartikan bahwa mereka sungguh-sungguh beriman.
b) Kita tak bisa mengatakan bahwa ada ribuan fakta menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) sekalipun kita melihat ada banyak orang Kristen, bahkan pendeta, yang murtad. Mengapa? Karena kita tidak bisa tahu apakah mereka orang kristen yang sejati atau sekedar orang kristen KTP.
Sebaliknya, 1Yohanes 2:18-19 menyatakan bahwa kalau seseorang bisa murtad, itu membuktikan bahwa ia adalah orang kristen KTP.
1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.
Mengenai orang-orang yang jatuh ini Clarke mengomentari dengan mengutip 1Kor 13:12 - “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!”. Ia lalu melanjutkan dengan berkata sebagai berikut:
“He that is self-confident is already half fallen. He who professes to believe that God will absolutely keep him from falling finally, and neglects watching unto prayer, is not in a safer state. He who lives by the moment, walks in the light, and maintains his communion with God, is in no danger of apostasy” [= Ia yang yakin pada diri sendiri, sudah setengah jatuh. Ia yang mengaku percaya bahwa Allah akan secara mutlak menjaga dia dari kejatuhan akhir, dan mengabaikan tindakan berjaga-jaga pada doa, tidak berada dalam keadaan yang lebih aman. Ia yang hidup untuk saat ini (?), berjalan dalam terang, dan memelihara persekutuannya dengan Allah, tidak ada dalam bahaya kemurtadan].
Tanggapan saya:
Calvinisme tak pernah mengajarkan keyakinan kepada diri sendiri. Kita mempercayai bahwa sekali kita sungguh-sungguh percaya, kita tidak akan pernah terhilang, bukan karena kita yang akan bertekun / memegang Allah, tetapi karena Allah yang setia itu yang memegang kita! Tidak ada kesombongan dalam kepercayaan seperti ini, dan sama sekali tak cocok untuk menerapkan 1Korintus 13:12 terhadap orang yang mempunyai kepercayaan seperti ini!
Tidak salah untuk mempercayai bahwa Allah akan menjaga secara mutlak supaya kita tidak terhilang, tetapi kepercayaan itu tidak membuang tanggung jawab untuk menjaga kerohanian dengan sebaik mungkin.
3) 1 Timotius 1: 20: ‘di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya jera mereka menghujat’.
a) Rupanya Himeneus ini adalah Himeneus yang sama dengan yang disebutkan dalam 2Timotius 2:17-18 - “(17) Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker. Di antara mereka termasuk Himeneus dan Filetus, (18) yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang”.
b) Demikian juga Alexander ini rupanya adalah Alexander yang sama dengan yang disebutkan dalam 2Tim 4:14 - “Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya”.
c) ‘telah kuserahkan kepada Iblis’. Apa artinya?
Bdk. 1Korintus 5:5 - “orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan”.
Barclay mengatakan ada 3 kemungkinan:
1. Dalam praktek pengucilan Yahudi seseorang yang berdosa mula-mula ditegur di depan umum. Kalau itu tak berhasil, maka orang itu dikeluarkan dari sinagog selama 30 hari. Kalau ia tetap tak mau bertobat, maka ia diletakkan di bawah kutuk, yang menyebabkan orang itu menjadi terkutuk, dihalangi dari persekutuan dengan manusia maupun Allah. Ini yang dimaksudkan dengan diserahkan kepada Iblis.
2. Ia memaksudkan bahwa orang-orang itu dikeluarkan dari gereja. Gereja adalah wilayah dari Allah, dan dunia adalah wilayah dari Iblis.
Bdk. 1Yohanes 5:19 - “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat”.
Jadi, orang yang dikeluarkan dari gereja, sama seperti diserahkan kepada Iblis.
3. Gereja berdoa supaya orang itu ditimpa suatu penderitaan fisik, yang dianggap diberikan oleh Iblis, supaya ia sadar.
Barclay mengambil pandangan ketiga, Calvin mengambil pandangan kedua. William Hendriksen menggabungkan keduanya. Saya lebih condong dengan pandangan Calvin.
d) ‘supaya jera mereka menghujat’.
NIV: ‘to be taught not to blaspheme’ (= untuk diajar untuk tidak menghujat).
NASB: ‘so that they may be taught not to blaspheme’ (= sehingga mereka bisa diajar untuk tidak menghujat).
Barnes’ Notes: “It is not entirely clear what is meant by ‘blaspheme’ in this place; ... It cannot be supposed that they were open and bold blasphemers, for such could not have maintained a place in the church, but rather that they held doctrines which the apostle regarded as amounting to blasphemy; that is, doctrines which were in fact a reproach on the divine character. There are many doctrines held by people which are in fact a reflection on the divine character, and which amount to the same thing as blasphemy. ... Let us be careful that we hold no views about God which are reproachful to him, and which, though we do not express it in words, may lead us to blaspheme him in our hearts” (= Tidak sepenuhnya jelas apa yang dimaksud dengan ‘menghujat’ di tempat ini; ... Tidak bisa dianggap bahwa mereka adalah penghujat terang-terangan dan berani, karena orang seperti itu tidak bisa tetap mendapat tempat dalam gereja, tetapi lebih baik diartikan bahwa mereka mempercayai ajaran yang oleh sang rasul dianggap sebagai penghujatan; yaitu ajaran yang dalam faktanya merupakan suatu celaan terhadap karakter ilahi. Ada banyak ajaran yang dipercaya oleh orang-orang yang dalam faktanya merupakan suatu bayangan dari karakter ilahi, dan yang menjadi hal yang sama dengan penghujatan. ... Hendaklah kita berhati-hati untuk tidak mempercayai / memegang pandangan tentang Allah yang merupakan suatu celaan terhadapNya, dan yang, sekalipun kita tidak menyatakannya dengan kata-kata, bisa membimbing kita untuk menghujat Dia dalam hati kita).
Kalau kata-kata ini benar, ini menunjukkan bahwa seseorang bisa dikucilkan, bukan hanya karena kehidupannya yang berdosa, tetapi karena ia memegang / mengajarkan ajaran yang sesat.
-AMIN-