3 ARTI MISKIN DI HADAPAN ALLAH (MATIUS 5:3)

Pdt. Benyamin F. Intan, Ph.D.

Matius 5:3 TB ”Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga

3 ARTI MISKIN DI HADAPAN ALLAH (MATIUS 5:3). Khotbah di bukit dalam Matius 5:1-7 merupakan eksklusif hanya diberikan kepada murid-murid Tuhan Yesus. Kita melihat saat itu Yesus menjauhkan diri dari orang banyak, Dia naik ke atas bukit, lalu hanya diikuti oleh para murid-murid dan kemudian Dia mengajarkan khotbah di bukit ini. 
3 ARTI MISKIN DI HADAPAN ALLAH (MATIUS 5:3)
bisnis, asuransi, otomotif
Khotbah di bukit ini adalah kebenaran Tuhan yang hanya ditujukan kepada orang Kristen. John Stott coba membagikan artinya khotbah di bukit, dia mengatakan delapan ucapan bahagia. Matius 5:1-12 yang akan digumuli beberapa minggu ini, merupakan karakter Kristen. Matius 5:13-16 tentang garam dan terang dunia berbicara bagaimana pengaruh Kristen. 

Matius 5:17-48, berbicara tentang kebenaran Kristen. Matius 6:1-18, berbicara tentang kesalehan Kristen, Matius 7:1-27 tentang komitmen orang Kristen. Jadi mulai dari pasal 5 hingga 7 bicara ekslusif kepada Anda dan saya sebagai umat Tuhan. Dengan kata lain Matius pasal 5-7 ini bicara tentang diri Tuhan Yesus, ketika kita bicara tentang garam dan terang dunia, kita melihat Tuhan Yesus, mempengaruhi dunia sebagai garam dan terang. 

Apabila kita bicara tentang ucapan bahagia, berbahagialah orang yang suci hatinya, kita akan belajar kesucian dari Tuhan Yesus, kemudian dikatakan berbahagialah orang yang dicela, dianiaya, difitnah, semuanya ini dialami luar biasa oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Semua yang dibicarakan di sini adalah tentang hidup dan pengajaran Tuhan Yesus.

Pada hari ini kita mulai dengan ucapan bahagia yang pertama, Injil Matius 5:3. Terdapat tiga (3) arti Miskin di Hadapan Allah, yaitu: 

1. Pertama Kita perlu memahami makna kemiskinan di hadapan Allah. Di sini, miskin bukanlah soal harta. Alkitab menyebutkan bahwa sulit bagi orang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan surga, seperti yang kita lihat dalam Matius 19:24. Dalam kisah Lazarus dan orang kaya, orang kaya itu berakhir di neraka, sementara Lazarus yang miskin dan sakit justru masuk surga.

Namun, penting untuk diingat bahwa Abraham, yang juga ada di surga, jauh lebih kaya daripada orang kaya dalam cerita tersebut. Jadi, kemiskinan di sini bukanlah kemiskinan materi. Dalam bahasa Indonesia, istilah "miskin di hadapan Allah" diterjemahkan dari ungkapan asli yang berarti "poor in spirit" (miskin secara spiritual). Istilah ini tidak sama dengan makna negatif "poor spirited," tetapi merujuk pada keadaan spiritual yang miskin.

Dalam bahasa Yunani, ada dua istilah untuk miskin: pertama, "penês," yang berarti seseorang yang hidup sederhana dan tidak kaya. Kedua, "ptôkhos," yang merujuk pada kemiskinan yang ekstrem—miskin hingga tidak memiliki apa-apa dan hanya bisa bertahan jika ada yang memberi. Istilah "miskin spiritual" merujuk pada "ptôkhos," yang menggambarkan keadaan kebangkrutan spiritual.

Catatan:

"Orang-orang miskin (hoi ptōchoi) sering disebut dalam Alkitab. Kata ptōchos kadangkala dibedakan dari penēs. Yang terakhir berarti “tidak memiliki kemewahan” (hidup sangat sederhana), yang pertama berarti “tidak memiliki apa-apa sama sekali.” Seorang ptōchos hanya mengandalkan pemberian orang lain untuk bertahan hidup.

Demikian pula dengan orang yang miskin secara rohani / miskin di hadapan Allah. Orang yang miskin rohani di hadapan Allah menyadari bahwa ia tidak mempunyai perbuatan baik/amal yang dapat diandalkan agar masuk surga . Ia hanya menggantungkan hidup sepenuhnya pada Allah untuk keselamatannya".

Jadi ketika Tuhan Yesus berkata berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, ialah orang itu sadar bahwa dia adalah orang yang begitu berdosa. Lukas 18:9-14 menceritakan tentang Farisi dan pemungut cukai berdoa di bait Allah. Kedua orang ini sama-sama manusia yang berdosa, mereka sama-sama miskin di hadapan Allah, tetapi orang Farisi jauh daripada merasa miskin di hadapan Allah. Orang Farisi ketika berdoa, dia memuji dan membanggakan bahwa dirinya begitu suci, lalu dia membandingkan dirinya dengan sampah-sampah masyarakat, dia tidak seperti pencuri, penjinah, dan pemungut cukai ini, dia bersyukur kepada Tuhan bahwa dia adalah orang yang begitu suci. 

Sedangkan pemungut cukai sadar bahwa dia begitu miskin di hadapan Allah, sambil memukul-mukul diri dan bercucuran air mata, dan berkata, ya Allah kasihanilah aku, orang berdosa ini. Pemungut cukai ini adalah orang yang miskin di hadapan Allah tetapi bukan orang Farisi itu. Lalu Tuhan Yesus berkata, pemungut cukai ini pulang sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah. Pemungut cukai bisa sadar bahwa dia manusia yang berdosa, karena ada Roh Kudus di dalam hati dia. Roh Kudus yang membuat kita merasa miskin di hadapan Allah. 

Fungsi Roh Kudus itu yaitu kita dapat lihat dalam Yohanes 16:8, ‘Ia’ di sini adalah Roh Kudus, jikalau Ia dimeteraikan dalam hati kita, Ia akan melakukan tiga hal yaitu: menginsafkan kita akan dosa, menginsafkan kita akan kebenaran, dan menginsafkan kita akan penghakiman. Pemungut cukai, ketika dia masuk berdoa, dia berdiri jauh-jauh di ujung di dalam kebaktian dan tidak berani menengadah ke langit. 

Pemungut cukai, pertama sadar dia orang yang berdosa dan tidak layak di hadapan Tuhan. 

Hal kedua, muncul kengerian akan penghakiman Tuhan, ada penyesalan yang begitu dalam, itu sebabnya dia memukul-mukul diri. 

Hal ketiga, menuntun pemungut cukai ini kepada kebenaran, dia merasa powerless, tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan dosa dia, dengan cucuran air mata minta pengampunan kepada Tuhan, muncul satu harapan bergantung sepenuhnya hanya kepada Tuhan. 

Tiga hal ini, apabila Roh Kudus ada di dalam hati kita, maka akan muncul di dalam hidup kita. Dalam penginjilan harus ada ketiga hal ini yaitu, firman itu harus menyadarkan akan dosa, kemudian menggambarkan neraka, kengerian di dalam penghakiman, dan di situ membawa orang-orang kepada penyesalan, dan ketiga mereka merasa powerless, tidak berdaya dan berharap hanya kepada Tuhan. Kita melihat Yudas, pertama, Yudas sadar akan perbuatan dosanya. 

Dia sadar ketika dia berbuat dosa menjual Tuhan Yesus, dia sudah sadar akan dosanya, lalu dia dibayang-bayangi oleh kengerian penghakiman, lalu dia mencoba untuk menebus dosa dia dengan cara dia sendiri. Dia mengembalikan 30 keping perak kepada para imam. Dia pikir telah menyelesaikan dosanya dan dosanya telah ditebus, namun muncul terus perasaan bersalah, bagaimana dengan Yesus yang telah dikhianati, ditangkap dan dianiaya, Yudas tidak bisa mengembalikan semuanya itu lagi. 

Kemudian muncul bukan powerless atau bergantung kepada Tuhan tetapi yang muncul adalah hopeless, kemudian gantung diri dan mati. Hal ini bukanlah pertobatan yang sejati. Pertobatan yang sejati pada akhirnya akan menuntun kembali kepada Tuhan, akan mucul powerless, tidak lagi berdaya dan datang kepada Tuhan. Kita juga melihat bahwa orang kaya yang ada di neraka, dia sadar akan dosa-dosa dia. Dia kemudian ingat terus akan dosa-dosa dia. 

Kengerian penghakiman itu sedang dia rasakan. Namun tidak muncul perasaan untuk kembali kepada Tuhan. Orang kaya tersebut bertemu Abraham dan berkata, bangkitkan Lazarus dan masih ada lima saudaraku, agar saudaranya ini tidak masuk ke tempat terkutuk itu seperti orang kaya itu. Orang kaya ini menyatakan kepada Abraham bahwa dia masuk ke neraka karena Tuhan, di sini dia menyalahkan Tuhan, dan orang kaya ini tidak pernah bisa bertobat, dan tidak ada pertobatan yang sejati.

2. Hal kedua dari arti miskin di hadapan Allah adalah berbahagialah karena merekalah yang empunya kerajaan surga. Kata berbahagia dalam bahasa Inggris adalah bless dan dalam bahasa Yunani adalah makarios. Berbahagia di sini artinya Tuhan itu berkenan. Ketika Tuhan berkata berbahagialah berarti Tuhan itu memberikan approval, Tuhan berkenan kepada orang yang miskin spiritual di hadapan Dia. Adakah berkat yang lebih besar daripada Tuhan itu berkenan kepada kita?. Hal ini adalah berkat spiritual yang begitu besar bagi kita. 

Orang yang miskin, semiskin-miskinnya lalu menjadi orang yang begitu berbahagia. Lompatan gap ini begitu besar, tadinya begitu menyedihkan, mendapatkan berkat yang begitu luar biasa. Namun jangan lupa bahwa orang yang mendapat berkat besar di hadapan Allah di mulai dengan miskin di hadapan Allah. Mulai dengan kekosongan kemudian dia diisi dengan penuh berkat yang begitu besar. Injilpun bekerja demikian bagaimana seseorang mengenal Tuhan. 

Tuhan bekerja pertama menghancurkan hidup orang itu yaitu pegangan, berhala, segala macam idola, dan kepercayaannya dihancurkan oleh Tuhan, setelah itu ketika seseorang mendapatkan kekosongan, maka Tuhan mengisi orang tersebut dengan berkat spiritual yang besar. Ketika bayi Tuhan Yesus dibawa kepada Simeon, dia bernubuat bahwa Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang di Israel. 

Tuhan Yesus sebelum menyelamatkan umat pilihan-Nya, Dia akan menghancurkan semua pegangan hidup kita, kemudian dari situ Dia akan membangkitkan kita semua. Kita melihat anak yang hilang, uang menjadi berhala hidup dia. Lukas 15:11-32, menyatakan bahwa uang anak yang hilang itu habis, ketika uangnya habis, bencana kelaparan itu tiba. Maksud dari hal ini adalah ketika uangnya habis dia masih tetap melawan Tuhan, dia mau bekerja, namun Tuhan mengizinkan bencana kelaparan itu terjadi dan Tuhan menutup jalan hidup anak ini. 

Berhala keuangan dalam hidupnya dihancurkan oleh Tuhan. Lalu dia tetap dapat pekerjaan yang paling rendah di negeri itu yaitu memberi makan babi. Dia telah bekerja seminggu lewat hari sabat, bekerja hampir 10 hingga 12 jam begitu lelah dan tidak bisa makan, ingin makan hanya ada makanan babi kemudian akhirnya dia kembali ke rumah orang tuanya.

Miskin di hadapan Allah bukan hanya berhenti di sini, tetapi berbahagialah karena mereka akan empunya kerajaan surga. Berbahagia di sini adalah sukacita Ilahi, sukacita Ilahi yang tidak bisa dirampas oleh siapa pun, hal ini menjadi permanent dalam hidup seseorang yang hidup miskin di hadapan Allah. Segala macam kesakitan, maut tidak mungkin bisa merampas sukacita Ilahi ini. Ketika mengatakan sukacita Ilahi, maka orang tersebut telah mengalami sukacita Ilahi tersebut dan bukan tunggu nantinya. 

Bacaan kita dikatakan karena merekalah yang empunya kerajaan surga, dalam terjemahan ESV digunakan kalimat theirs is the kingdom of God, kalimat ini present tense, mereka sudah memiliki kerajaan surga. Kerajaan surga adalah kesempurnaan yang nanti ketika Tuhan Yesus datang yang kedua kali, tetapi di sini mereka sudah memiliki hal itu. Paulus menggunakan istilah already but not yet (sudah tetapi belum sempurna). 

Orang Kristen di dalam dunia ini, telah memiliki kerajaan surga, kita telah menikmati dan mencicipi kerajaan surga ketika dalam dunia ini, dalam dunia ini kita mengalami pemeliharaan Tuhan yang khusus, penyertaan Tuhan, keadilan Tuhan, kebenaran Tuhan, kebaikan Tuhan, kesucian Tuhan. Jikalau kita peka akan hidup kita di dalam dunia ini, kita akan melihat pemeliharaan Tuhan yang begitu spesial dalam hidup kita ini. 

Orang Kristen telah mencicipi kerajaan surga, maka akan membangkitkan selera, yaitu kerinduan akan kedatangan kerajaan Tuhan, kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Maka Paulus menyatakan mati adalah keuntungan, sukacita Ilahi akan menguatkan kita ketika kita mengalami berbagai macam tantangan dalam hidup kita, bahkan ketika kita mengalami maut sekalipun, hal itu yang akan menguatkan kita semua.

3. Ketiga, miskin di hadapan Allah diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia bukan miskin spiritual. Hal ini karena sewaktu menerjemahkan, penerjemah juga menginterpretasi. Orang bisa mengetahui dia miskin di hadapan Allah apabila dia berjumpa dengan Tuhan, dan dikonfrontasi di hadapan Allah. Yakub bergulat di tepi sungai Yabok dengan Tuhan dan di sana dia bukan hanya diencounter tetapi dikonfrontasi di hadapan Allah. 

Nabi Yesaya dalam Yesaya 6, ketika dia melihat Tuhan, bertemu dengan Tuhan di dalam penglihatan itu, lalu dia berkata celakalah aku, aku binasa, aku orang yang najis bibir, tinggal disekelilingku ini najis bibir, tetapi mataku telah melihat sang Raja, Tuhan alam semesta. Hal ini bukan sekedar perjumpaan dengan Tuhan tetapi juga konfrontasi sehingga Yesaya dapat melihat dia begitu najis bibir, dia begitu berdosa di hadapan Tuhan. 

Yesaya bisa melihat demikian karena Tuhan yang menyatakan dan memperlihatkan diri-Nya sehingga ada konfrontasi disitu. Anak yang bungsu dalam cerita anak yang hilang bisa kembali ke rumah ayahnya, karena dia disadarkan akan kesalahannya, dia mengalami konflik dan konfrontasi dari Tuhan. Orang yang miskin spiritual telah dikonfrontasi oleh Tuhan yang begitu suci, disitu dia akan mengetahui siapa dirinya, itu semata-mata karena anugerah Tuhan. Mengapa khotbah di bukit ini yang pertama bicara tentang miskin di hadapan bahwa untuk dapat menjalankan hal itu kita semata-mata hanya bersandar kepada anugerah Tuhan. 

Ketika kita bergelut dengan firman Tuhan dan Tuhan menyuruh melakukan misi dia maka tidak mungkin kita bisa melakukan hal itu dengan kekuatan kita, semua bisa kita lakukan hanya dengan pertolongan Tuhan dan anugerah Tuhan, itu sebabnya bahwa 8 ucapan bahagia ini diawali dengan miskin di hadapan Allah, dan hal ini bukanlah suatu kebetulan di tempatkan di awal. Semua pengajaran dari khotbah di bukit ini, mampu kita melakukannya semata-mata dengan berkata kepada Tuhan, bahwa kita begitu miskin di hadapan Tuhan. 

Rasul Paulus seorang yang begitu pintar tetapi setelah dia menjadi orang Kristen, dia tidak bersandar pada kekuatan saya tetapi semata-mata kepada kekuatan dari Tuhan. I Korintus 2:1-5, kita melakukan segala pelayanan, semata-mata hanya dengan pertolongan Tuhan, dengan takut dan gentar. Kita menjalankan misi Tuhan dan pelayanan semata-mata adalah anugerah Tuhan.3 ARTI MISKIN DI HADAPAN ALLAH (MATIUS 5:3). AMIN-
--------------

Pendahuluan:

ayat pertama dalam Khotbah di Bukit, Matius 5:3, merupakan salah satu ayat yang paling sering dibahas dan dipahami dalam berbagai cara:

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” - Matius 5:3
3 ARTI MISKIN DI HADAPAN ALLAH (MATIUS 5:3)
Dalam terjemahan lain, ada juga yang menggunakan istilah “miskin dalam roh” (LAI TB). Tetapi apa sebenarnya maksud dari perkataan Yesus ini? Mengapa orang yang miskin di hadapan Allah dianggap berbahagia, bahkan disebut sebagai pewaris Kerajaan Surga? Artikel ini akan membahas tiga makna mendalam dari istilah "miskin di hadapan Allah" berdasarkan tafsiran Alkitab, konteks budaya saat itu, dan relevansinya dalam kehidupan kita saat ini.

1. Pengakuan Ketergantungan Total kepada Allah

Arti pertama dari miskin di hadapan Allah adalah sikap pengakuan bahwa manusia sepenuhnya bergantung pada Allah. Dalam bahasa Yunani, kata "miskin" yang digunakan dalam Matius 5:3 adalah ptōchos, yang menggambarkan seseorang yang sangat miskin sehingga ia benar-benar tidak memiliki apa pun untuk menunjang hidupnya sendiri dan bergantung sepenuhnya pada belas kasihan orang lain. Hal ini melampaui sekadar kekurangan materi; ini adalah ketidakberdayaan yang absolut.

a. Ketidakmampuan Spiritual

Sikap miskin di hadapan Allah menekankan bahwa manusia secara spiritual tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Dalam teologi Kristen, dosa telah memisahkan manusia dari Allah dan mengakibatkan kehancuran dalam relasi antara manusia dan Pencipta-Nya (Roma 3:23). Ketidakmampuan ini bukan hanya soal berbuat baik atau menaati hukum Taurat, melainkan juga ketidakmampuan untuk mencapai standar kesucian yang Allah tuntut.

Orang yang "miskin di hadapan Allah" menyadari kondisi ini. Mereka menyadari bahwa tidak ada amal, perbuatan baik, atau upaya manusia yang bisa menyelamatkan mereka dari dosa. Kesadaran ini membawa mereka pada titik ketergantungan total kepada Allah, mengakui bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh melalui anugerah Allah yang diberikan melalui Yesus Kristus. Sebagaimana dikatakan dalam Efesus 2:8-9, keselamatan adalah pemberian Allah, bukan hasil usaha kita.

b. Penyerahan Diri

Ketergantungan total ini juga melibatkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang yang miskin di hadapan Allah menyerahkan seluruh hidupnya ke dalam tangan Tuhan, mengakui bahwa hanya melalui kehendak Allah mereka dapat hidup sesuai rencana-Nya. Penyerahan diri ini adalah inti dari iman Kristen: hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan bagi Allah.

Yesus mengajarkan bahwa sikap ini justru membawa kebahagiaan sejati, karena hanya dengan mengakui ketergantungan kita pada Allah, kita dapat benar-benar menerima anugerah dan kasih-Nya. Sikap ini bertolak belakang dengan sikap dunia yang cenderung mendorong manusia untuk mandiri, merasa cukup dengan diri sendiri, dan mengabaikan Allah.

2. Kerendahan Hati di Hadapan Allah

Makna kedua dari "miskin di hadapan Allah" adalah kerendahan hati. Orang yang miskin di hadapan Allah bukan hanya mengakui ketergantungan mereka pada-Nya, tetapi juga menunjukkan sikap hati yang rendah di hadapan Allah.

a. Kesadaran Akan Dosa

Kerendahan hati ini berasal dari kesadaran akan dosa. Dalam Matius 5:3, Yesus tidak berbicara tentang kemiskinan material, melainkan kemiskinan rohani. Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari betapa mereka telah jatuh dalam dosa dan betapa jauh mereka dari kesempurnaan yang Allah inginkan. Kesadaran ini tidak menimbulkan rasa putus asa, tetapi membawa mereka untuk merendahkan hati di hadapan Allah, memohon pengampunan dan kasih karunia-Nya.

Alkitab penuh dengan kisah-kisah orang-orang yang diubahkan oleh Allah setelah mereka merendahkan diri di hadapan-Nya. Salah satunya adalah raja Daud. Setelah berbuat dosa besar dengan mengambil Batsyeba dan membunuh Uria, Daud tidak mengeraskan hati. Sebaliknya, ia mengakui dosanya dan menulis Mazmur 51 yang penuh dengan pengakuan dosa dan kerendahan hati di hadapan Allah. Daud menyadari bahwa korban persembahan yang berkenan di hadapan Allah adalah hati yang hancur dan remuk (Mazmur 51:17).

b. Menolak Kesombongan Diri

Orang yang miskin di hadapan Allah menolak kesombongan. Dunia sering kali mengajarkan bahwa kita harus membangun rasa percaya diri berdasarkan apa yang kita capai, miliki, atau lakukan. Namun, Yesus menantang konsep ini. Miskin di hadapan Allah berarti menanggalkan semua kebanggaan diri dan mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah.

Rasul Paulus adalah contoh dari sikap ini. Meski sebelumnya ia sangat bangga dengan posisinya sebagai orang Farisi dan pelaksana hukum Taurat yang teliti, setelah bertemu Yesus, ia menganggap semuanya itu tidak lebih dari sampah (Filipi 3:7-8). Paulus menyadari bahwa satu-satunya yang berharga adalah pengenalan akan Kristus.

3. Kehendak untuk Mengandalkan Anugerah dan Bukan Usaha Sendiri

Makna ketiga dari "miskin di hadapan Allah" adalah kesediaan untuk mengandalkan anugerah Allah sepenuhnya, bukan usaha atau prestasi diri sendiri. Ini adalah inti dari Injil yang disampaikan Yesus kepada dunia.

a. Menolak Jalan Hukum Taurat

Dalam konteks orang Yahudi pada zaman Yesus, banyak yang beranggapan bahwa ketaatan kepada hukum Taurat adalah kunci untuk memperoleh Kerajaan Allah. Ahli Taurat dan orang Farisi memandang diri mereka sebagai orang yang benar di hadapan Allah karena mereka menjalankan hukum Taurat dengan sangat teliti. Namun, Yesus mengajarkan bahwa kebenaran yang sejati tidak datang dari menjalankan hukum Taurat, melainkan dari anugerah Allah.

Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari bahwa usaha manusia untuk menaati hukum Taurat tidak pernah cukup untuk menyelamatkan mereka. Ini karena hukum Taurat hanya menunjukkan kesalahan manusia, tetapi tidak mampu memberikan jalan keluar dari dosa. Seperti yang Paulus katakan dalam Roma 3:20, "Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat."

b. Mengandalkan Kasih Karunia Allah

Sebaliknya, mereka yang miskin di hadapan Allah mengandalkan kasih karunia-Nya. Kasih karunia ini adalah pemberian Allah yang diberikan secara cuma-cuma kepada mereka yang mau menerimanya dengan iman. Yesus datang untuk memberikan jalan baru kepada Allah, bukan melalui usaha manusia, tetapi melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."

Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari bahwa mereka tidak bisa memperoleh keselamatan melalui usaha mereka sendiri. Sebaliknya, mereka harus bersandar pada kasih karunia Allah yang diberikan melalui iman kepada Yesus Kristus. Dengan cara inilah mereka dapat mewarisi Kerajaan Surga.

Relevansi Miskin di Hadapan Allah dalam Kehidupan Saat Ini

Apa relevansi dari "miskin di hadapan Allah" dalam kehidupan kita saat ini? 

1.Pertama-tama, ini menantang pola pikir dunia modern yang sering kali mengutamakan kesuksesan, kekayaan, dan kekuatan sebagai indikator kebahagiaan dan keberhasilan. Dunia mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa didapatkan melalui pencapaian pribadi, namun Yesus menunjukkan jalan yang berlawanan: kebahagiaan sejati ada pada sikap pengakuan akan ketergantungan pada Allah.

2. Kedua, sikap miskin di hadapan Allah mengajarkan kita untuk berserah kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan kita. Dalam dunia yang penuh dengan tekanan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai semua keinginan kita, dan untuk menjadi mandiri, Yesus mengundang kita untuk datang kepada-Nya dengan segala kelemahan dan kekurangan kita. Ia menjanjikan bahwa orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang akan menikmati kebahagiaan sejati, karena mereka mengandalkan Allah, bukan diri mereka sendiri.

3. Ketiga, sikap ini membantu kita untuk tetap rendah hati dan selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian dari Allah. Segala talenta, kekayaan, dan kesempatan hidup datang dari Allah, bukan dari usaha kita sendiri. Ini mengingatkan kita untuk bersyukur dan tidak sombong, melainkan terus mencari kehendak Allah dalam hidup kita.

Kesimpulan

Menjadi miskin di hadapan Allah, seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam Matius 5:3, bukanlah soal kekurangan materi, tetapi pengakuan bahwa kita sepenuhnya bergantung kepada Allah, kerendahan hati di hadapan-Nya, dan keyakinan bahwa hanya melalui kasih karunia-Nya kita bisa memperoleh keselamatan. Inilah yang membuat orang miskin di hadapan Allah berbahagia, karena mereka akan mewarisi Kerajaan Surga—sebuah kerajaan yang tidak dibangun di atas kekuatan manusia, tetapi di atas kasih dan anugerah Allah yang tak terbatas.

Dengan demikian, panggilan untuk menjadi miskin di hadapan Allah adalah undangan bagi kita semua untuk merendahkan diri, menyerahkan hidup kita kepada-Nya, dan hidup dalam ketergantungan penuh pada kasih karunia-Nya.

___________________

Daftar Pustaka:

1. https://www.bible.com/id/bible/306/MAT.5.3.TB
2, https://en.wikipedia.org/wiki/Matthew_5:3

Next Post Previous Post