HANYA ADA SATU INJIL YANG BENAR

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

Mengulang kembali apa yang telah saya sampaikan dalam ibadah raya kita Minggu yang lalu Injil berasal dari kata Yunani “euangelion” dan kata kerjanya “euangelizo”, yang berarti “kabar baik”. Namun, ada banyak kabar baik di dalam Alkitab yang berhubungan dengan berkat materi dan tidak berhubungan dengan keselamatan. 
HANYA ADA SATU INJIL YANG BENAR
gadget, otomotif, bisnis
Sebagai contoh, Septaguinta berkali-kali memakai kata euangelion ini yang terkait dengan berkat materi bukan keselamatan (2 Samuel 4:10; 18:19,20,22,26,27,31; 1 Raja-raja 1:42; 2 Raja-raja 7:9; 1 Tawarikh 10:9; Yesaya 40:9; 52:7; 61:1, dan lainnya). Jadi kabar baik tidak selalu sama dengan keselamatan. 

Karena itu perlu ditegaskan kembali, bahwa saat kita berbicara tentang Injil maka yang dimaksud di sini adalah Injil keselamatan (Efesus 1:13) yaitu kabar baik dari Allah yang berhubungan dengan keselamatan rohani. Mayoritas Perjanjian Baru memakai kata Injil tanpa prase keterangan apa pun. Kelihatannya ketika para penulis Perjanjian Baru menggunakan kata Injil tanpa keterangan apa pun, maka yang mereka maksudkan adalah Injil yang sedang diberitakan dan bukan Injil yang belum dinyatakan.

Walaupun ada banyak keterangan yang menyertai kata Injil yang akan-akan menjelaskan ada banyak Injil di dalam Alkitab, namun sebenarnya hanya ada satu Injil. Di dalam Perjanjian Baru kita mendapati kata Injil yang disertai keterangan-keterangan yang mengikutinya seperti : Injil Allah (Roma 1:1; 15:16; 2 Korintus 11;7; 1 Tesalonika 2:2,8,9; 1 Petrus 4:17), Injilku atau Injil Paulus (Roma 16:25-16; 2 Timotius 2:8), Injil Kristus (Roma 15:19, 9; 1 Korintus 9:12,18; 2 Korintus 2:12; 19:13; 10:14; Galatia 1:7; Filipi 1:27; 1 Tesalonika 3:2), Injil Damai Sejahtera (Roma 10:15; Efesus 6:15); Injil untuk orang-orang tak bersunat (Galatia 2:1-9); Injil untuk orang-orang bersunat (Galatia 2:7), Injil Kerajaan (Matius 4:23; 9:35; 24:14; Markus 1:14) dan Injil kasih karunia (Kisah Para Rasul 20:24; Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Kita tidak perlu bingung dengan banyaknya istilah-istilah keterangan dalam kata Injil tersebut. 

Karena sebenarnya hanya ada satu Injil yaitu kabar baik yang berhubungan dengan keselamatan yang sudah dikerjakan oleh Kristus. Hal ini perlu ditegaskan sebab Injil kerajaan yang diberitakan Kristus dan rasul-rasul pada masa pelayanan Kristus di bumi sama sekali tidak mengandung pengajaran bahwa Kristus akan mati bagi dosa-dosa dunia, padahal berita tersebut (kematian Kristus bagi dosa dunia) justru menjadi jantung Injil yang diberitakan oleh para rasul setelah kenaikan Kristus ke surga. 

Jadi, sekali lagi, ketika kita menyebut Injil, maka yang kita maksudkan adalah semua kabar baik dari Allah yang dibungkus dalam kematian Kristus. Dengan demikian Injil itu berkaitan dengan keselamatan, yaitu penerimaan hidup kekal dan semua berkat-berkat yang terkandung di dalamnya baik berkat rohani maupun berkat jasmani.

INJIL KASIH KARUNIA

Salah satu keterangan yang menyertai kata Injil adalah kasih karunia atau anugerah. Injil Kasih karunia merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Injil ini juga disebut Paulus dengan sebutan “Injilku” (Roma 16:25-16; 2 Timotius 2:8), dan sebutan lainnya seperti: Injil Allah (Roma 1:1; 15:16; 2 Korintus 11;7; 1 Tesalonika 2:2,8,9), Injil Kristus (Roma 15:19, 9; 1 Korintus 9:12,18; 2 Korintus 2:12; 19:13; 10:14; Galatia 1:7; Filipi 1:27; 1 Tesalonika 3:2), Injil Damai Sejahtera (Roma 10:15; Efesus 6:15); Injil untuk orang-orang tak bersunat (Galatia 2:1-9). 

Namun yang terpenting berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya dalam Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : 

(1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya di antara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. 

(2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apa pun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi maupun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).

Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3). 

Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24). 

Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. 

Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tunjukkan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksud-Nya bagi jemaat Perjanjian Baru.

DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH OLEH IMAN

John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorang pun akan sungguh-sungguh-memuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman. 

Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.” (Hall, David W & Peter A. Lillback., Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. hal. 335). 

Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului konversi. Regenerasi ini memampukan seseorang untuk percaya kepada Kristus bagi keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respons di dalam pertobatan melalui iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. 

Iman dan pertobatan disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).

Jadi keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. 

R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”. (Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263). 

Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. 

Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). 

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).

DIBENARKAN KARENA BERIMAN DI DALAM KRISTUS

Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. 

Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapa pun yang percaya kepada Anak-Nya, Yesus Kristus. 

Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepada-Nya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mepercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus.

Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakuan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. 

Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerima-Nya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuat-Nya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). 

Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.

Rasul Paulus mengajar bahwa orang-orang percaya tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, dan karena mereka tidak berada di bawah hukum Taurat mereka tidak bisa dihukum karena melanggar hukum Taurat. “kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Roma 6:14). 

Dosa-dosa selanjutnya tidak mungkin bisa menyebabkan kejatuhan mereka, karena mereka ada di bawah sistem dari kasih karunia dan tidak diperlakukan sesuai dengan yang mereka layak dapatkan. Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan bahkan bagian terkecil dari keselamatannya menjadi “seorang yang berhutang untuk melakukan seluruh hukum Taurat, yaitu, memberikan ketaatan yang sempurna dengan kekuatannya sendiri dan dengan demikian layak mendapatkan keselamatannya” (Bandingkan Galatia 5:3). 

Selanjutnya, rasul Paulus menegaskan pentingnya hidup di dalam kasih karunia dengan berkata, “kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:4). Bagi orang percaya, pembenaran tidak lagi tergantung kepada kepatuhannya terhadap hukum Taurat (legalisme), baik secara keseluruhan maupun sebagian (parsial) tetapi berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. 

Paulus mengatakan, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Roma 5:20-21).

Kebenaran yang kita miliki adalah sebuah anugerah (Roma 5:21). Apakah anugerah itu? Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” sering kali oleh beberapa orang disamakan dengan “belas kasihan”. Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah, disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. 

Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmat-Nya, Ia menahan murka-Nya, dan sebaliknya memberi kita anugerah-Nya (Efesus 2:4). 

Jadi, kasih Allah yang besar itu (Yohanes 3:16), dinyatakan dalam kemurahan-Nya melalui dua pemberian, yaitu anugerah dan rahmat. Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki Anda dan dihukum mati, dan Anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan. Jika Anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. 

Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika Anda membawa si pembunuh anak Anda itu ke rumah Anda dan mengadopsinya sebagai anak Anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan Anda berikan kepada anak Anda, itu kasih karunia atau anugerah.”

Rasul Paulus dalam Galatia 3:11, mengatakan bahwa tidak seorang pun akan dibenarkan dengan mematuhi hukum Taurat. Jika pembenaran dalam Perjanjian Lama dilihat berdasarkan perbuatan ketaatan pada hukum Taurat, maka pembenaran dalam Perjanjian Baru berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. 

Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, di bawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34). 

Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Tetapi, rasul Paulus dengan tegas menolak para pengajar Yudaiser (Yahudi Kristen) yang menghasut dan mempengaruhi orang-orang Kristen yang masih baru di Galatia agar kembali ke legalisme hukum Taurat dengan cara memaksa mereka agar disunat dan mengikat diri dengan hukum Taurat sebagai syarat utama untuk diselamatkan dan menjadi anggota gereja (Galatia 5). 

Paulus menyampaikan ajaran dan pendiriannya bahwa satu-satunya syarat untuk selamat adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat (Galatia 2:16), dan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum Taurat tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan (Galatia 5:1-6). 

Perhatikan juga kalimat akhir dalam khotbah Paulus pada waktu ia berada di Antiokhia dalam Kisah Para Rasul 13:14-41, yang menegaskan, “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu per oleh dari hukum Musa” (Kisah Para Rasul 13:38-39).

AJARAN INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR

Pertama, ajaran Injil kasih karunia yang benar dalam Perjanjian Baru selalu berhubungan dengan Pribadi Kristus dan karya-Nya yang sempurna (sudah selesai) di kayu salib. Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. 

Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai). Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan. 

Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 167). 

Di tempat lain, Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai pendamaian? Melalui kematian-Nya (Roma 5:10). Karena Kristus adalah Allah, kematian-Nya tak ternilai harga-Nya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”. (Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 124). 

Berita pendamaian yang sudah selesai Yesus kerjakan itu harus disampaikan kepada dunia oleh orang-orang percaya melalui pemberitaan Injil dengan panggilan “berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20), dan “percayalah kepada Yesus Kristus maka engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:31). Yesus selalu dimuliakan saat Injil kasih Karunia diberitakan. Tidak ada kasih karunia tanpa Yesus Kristus! Karena itu, tidak ada pengajaran kasih karunia tanpa Yesus Kristus. Kita tidak dapat memisahkan Yesus Kristus dari kasih karunia. 

Jika ada orang-orang yang mengajarkan kasih karunia terlepas dari Kristus atau dengan kata lain tidak memuliakan Kristus dan karya-karya-Nya, itu bukanlah Injil kasih karunia.

Kedua, dalam Injil kasih karunia, Allah mengubah orang berdosa menjadi orang benar (Roma 3:21-26) dengan cara menjadikan kita benar dalam Kristus (2 Korintus 5:21) dan memberikan anugerah kebenaran kepada orang percaya (Roma 5:17). Pada saat kita menerima Kristus, kita ditempatkan dalam Kristus, dan seketika itu juga kita dibenarkan! Rasul Paulus mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan (dikaiothentes) karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). 

Pembenaran adalah tindakan yudisial Allah yang mendeklarasikan bahwa orang berdosa yang percaya dalam Kristus sebagai orang yang dibenarkan. Pembenaran, berdasarkan kata Yunani “dikaioo (dibenarkan)” dalam ayat di atas memiliki baik aspek negatif maupun positif. Secara negatif, pembenaran berarti “Allah mengangkat dosa orang percaya”; dan secara positif, pembenaran berarti “Allah menganugerahkan kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya” (Bandingkan Roma 3:24, 28; 5:9; Galatia 2:16). 

Pembenaran menyangkut pelimpahan kebenaran atas orang percaya dan berhak atas semua berkat yang dijanjikan atas orang benar. Jadi pembenaran bukan karena kita melainkan karena Kristus. Kebenaran Kristus yang dimputasikan (dipertalikan) kepada kita telah memenuhi segala tuntutan Allah, dan kita menerima kebenaran ini dengan iman (Roma 5:1-2). Jadi, kebenaran yang dimiliki orang Kristen adalah anugerah (Roma 3:24; 5:17).

Ketiga, dalam Injil kasih karunia, pembenaran orang Kristen (yang diperhitungkan dalam kematian Kristus) dibuktikan oleh kesucian hidup. Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). 

Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu. 

Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus. Iman yang tidak mengasilkan buah (kehidupan) yang kudus (baik) bukanlah iman sejati (Yakobus 2:14-17). Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus.

TEGURAN KARENA BERPALING DARI INJIL KASIH KARUNIA

Legalisme dalam Kekristenan adalah ajaran dan prakteknya ingin membawa Kekristenan kembali kepada adat istiadat Yahudi atau tradisi rabinik Yudaisme tertentu, padahal Yesus dan para rasulNya sudah melepaskan kita dari kuk tersebut. 

Rasul Paulus Paulus mengecam jemaat di Galatia yang ingin kembali kepada legalisme hukum Taurat, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Galatia 3:1-5).

Kata Yunani “bodoh” adalah “anoētos” yang berarti “tidak terpelajar; atau tidak berpengertian”. Kata ini digunakan sebanyak 6 kali dalam Perjanjian Baru Yunani (Galatia 3:1,3; bandingkan Lukas 24:25; Roma 1:14; 1 Timotius 6:9; Titus 3:3). Kata Yunani “mempesona” adalah “baskainō” yang berarti “menyihir, mempengaruhi, menipu”. Kata ini digunakan hanya 1 kali dalam Perjanjian Baru. 

Dibandingkan jemaat Galatia ada satu jemaat yang paling paling bermasalah, yaitu jemaat di Korintus. Jemaat Korintus ini bermasalah baik secara doktrinal, kurangnya moralitas, hubungan seksual di antara anggota keluarga (incest), hubungan dengan persembahan berhala dan sebagainya. Sekalipun demikian, Paulus tidak pernah menyebut jemaat Korintus ini sebagai “orang-orang yang bodoh”. 

Reaksi Paulus ini menunjukkan bahwa ia begitu tidak senang terhadap legalisme hukum Taurat bagi keselamatan yang diajarkan dalam jemaat di Galatia. Sebab bagi pakar hukum Taurat yang telah diubahkan oleh Kristus ini jelaslah bahwa “Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "tidak ada seorang pun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat” (Galatia 2:16).

Rasul Paulus menyebutkan adanya Injil lain yang berbeda dari Injil kasih karunia yang diberitakannya (Galatia 1:6-7). Terhadap hal tersebut rasul Paulus sangat marah sehingga ia menyatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah (anathema ) dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah (anathema ) dia” (Galatia 1:8-9). 
HANYA ADA SATU INJIL YANG BENAR
gadget, otomotif, bisnis
Kata Yunani “anathema (αναθεμα)” disini berarti “dihukum untuk binasa dan akan menerima murka Allah”. Paulus hanya dua kali menyebut anathema ini, yaitu dalam hubungannya dengan orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Korintus 16:22) dan orang yang memutarbalikan Injil (Galatia 1:8-9). Kepada mereka yang memberitakan Injil yang lain dari yang telah diberitakan Paulus sebagaimana yang dinyatakan oleh Kristus kepadanya, rasul Paulus menegaskan bahwa hukuman (anathema) Allah ada pada orang tersebut.

AJARAN YANG SALAH TENTANG KASIH KARUNIA

Ajaran tentang kasih karunia telah disalah mengerti. Ajaran ini oleh beberapa orang dianggap sebagai ajaran murahan karena menekankan keselamatan bukan berdasarkan perbuatan tetapi semata-mata pemberian Allah. Kesalahpahaman ini sebenarnya muncul karena ada ajaran yang keliru tentang kasih karunia dalam Kekristenan. 

Dua pandangan yang mengajarkan secara keliru (sesat) tentang kasih karunia adalah universalisme dan antinominianisme. Orang-orang yang tidak dapat membedakan ajaran kasih karunia yang sejati dari kedua ajaran sesat (universalisme dan antinominianisme) tersebut segera menuduh setiap orang yang mengajarkan ajaran kasih karunia itu sama dengan universalisme atau pun antinominianisme. Disinilah kekeliruannya: menyamakan dan tidak bisa membedakan universalisme dan antinominianisme dari ajaran kasih karunia yang sejati, seperti yang diajarkan dalam Alkitab! Dan inilah akar dari kesalapahaman tersebut.


Pertama, ajaran sesat universalisme. 

Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa semua orang cepat atau lambat akan diselamatkan. Mereka menyatakan bahwa karena kasih karunia Tuhan maka semua orang akan diselamatkan meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Ajaran yang lebih baru dari universalisme mengajarkan bahwa semua orang saat ini diselamatkan, bahkan tanpa mempercayai Yesus Kristus. Universalisme juga mengajarkan bahwa neraka dan penghukuman kekal tidak sesuai dengan sifat kasih dan kemahakuasaan Tuhan. Pandangan ini mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. 

Pandangan dari universalisme klasik mengajarkan bahwa orang-orang yang telah hidup dengan tidak bertanggung jawab akan dihukum segera setelah kematian, tetapi tidak seorang pun akan dihukum secara kekal. Dengan kata lain, penghukuman tersebut bersifat sementara sambil menanti datangnya keselamatan. Sedangkan neo universalisme mengajarkan bawa semua orang saat ini diselamatkan, meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Saya menegaskan bahwa ajaran seperti itu adalah adalah dusta dari Iblis. Karena Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan hanya melalui Yesus Kristus (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 4:12).

Kedua, ajaran sesat antinominianism. 

Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa kebebasan orang Kristen sama dengan kemerdekaan dari hukum. Antinomianisme secara harafiah berarti anti hukum. Penganut pandangan ini menolak untuk melakukan hukum Allah. Kesalahan dari pandangan ini terutama adalah bahwa anugerah dipakai sebagai ijin bagi ketidaktaatan. Sebenarnya, orang Kristen memang telah dibebaskan dari hukum Taurat dan segala tuntutannya, tetapi bukan dari hukum Allah. Artinya orang Kristen bukanlah hidup tanpa hukum Allah yang mengaturnya karena saat ini mereka hidup berdasarkan hukum Kristus (Galatia 6:2). 

Kita dibebaskan dari hukum Taurat itu. Lalu, apakah hal ini berarti bahwa kita bebas melanggar hukum Taurat jika kita tidak lagi berada di bawah kekuasaannya? Sama sekali tidak! Dibebaskan dari hukum Taurat oleh Kristus tidak berarti bebas untuk melakukan dosa. Dibebaskan dari dosa tidaklah sama dengan bebas berbuat dosa! Karena kita tidak hanya mati bagi hukum Taurat, tetapi juga mati bagi dosa (Roma 6:2). 

Artinya, kita tidak lagi berada di bawah kekuasaan dosa. Dosa tidak lagi berkuasa atas orang yang percaya, hal ini karena mereka tidak lagi berada di bawah hukum Taurat. Sebab orang yang berada di bawah hukum Taurat, ia juga berada di bawah kekuasaan dosa (1 Korintus 15:56; Roma 7:5-6). Jadi, kebebasan Kristen bukan berarti hidup tanpa hukum, sebab setiap orang Kristen akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri di hadapan Tuhan (Roma 14:12). 

Lawan dari kebebasan adalah perhambaan, dan orang Kristen sejati telah dibawa dari perhambaan dosa menuju suatu kedudukan yang merdeka dari perhambaan tersebut di dalam Kristus (Roma 6:6, 16-22; Galatia 5:1). Lawan dari antinominianisme adalah ketaatan pada hukum. Tetapi, taat pada hukum yang mana? Tentu saja bagi orang Kristen yang dimaksud adalah taat pada hukum Kristus. HANYA ADA SATU INJIL YANG BENAR.
Next Post Previous Post