MAKNA MENGIKUT YESUS (LUKAS 9:57-62)

Pdt.Sutjipto Subeno.
MAKNA MENGIKUT YESUS (LUKAS 9:57-62). Gereja Tuhan secara reguler telah menjalankan Baptis, Sidi dan Atestasi sebagai moment masuknya beberapa orang menjadi anggota Gereja yang percaya kepada Kristus. Namun seringkali orang Kristen menyatakan kesediaannya untuk mengikut Kristus tanpa disertai dengan kedalaman makna yang sesungguhnya melainkan memegang prinsip ‘pokoknya percaya kepada Tuhan Yesus’. 
MAKNA MENGIKUT YESUS (LUKAS 9:57-62)
keuangan, bisnis, otomotif
Prinsip semacam ini sangat berbahaya karena Iblis pun percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru selamat dunia dan Oknum kedua dari Allah Tritunggal. Justru, itulah yang dijadikan sebagai alasan untuk merusak dan menghancurkan seluruh misi-Nya atas umat manusia. Ironisnya, banyak orang dunia tidak mau percaya kepada-Nya. 

Dan jika orang Kristen percaya kepada Tuhan sama seperti Iblis percaya kepada-Nya maka Kekristenan tidak berbeda dengan Iblis. Masalah ini termasuk sangat serius karena Kekristenan ditempatkan pada posisi yang salah sehingga pengertian percaya kepada Kristus harus ditegaskan lagi. Ketika mengikut Dia maka anak Tuhan harus menunjukkan kesungguhannya dalam beriman kepada Yesus sebagai dasar iman Kristen sejati. Dan dalam Lukas 9:57-62 Tuhan Yesus memberikan 3 contoh negatif agar semua pengikut-Nya secara serius mampu memahami makna mengikut Dia.

Sebelum Yesus mengajarkan hal mengikut Dia, Lukas mencatat bahwa konteks pembahasan perihal ini memungkinkan timbulnya pergunjingan tentang seseorang yang ingin memahami makna mengikut Yesus sehingga ia harus berhadapan dengan kondisi rancu dan membingungkan. Konteks pembahasan berita ini dimulai dengan pemberitahuan kedua tentang penderitaan Yesus (Lukas 9:43b-45). 

Ketika menyampaikan berita tentang penderitaan-Nya, Tuhan Yesus sedang berbeban berat dan bersusah hati. Namun para murid-Nya tidak menghiraukan kesusahan dan penderitaan Sang Guru melainkan mulai mempergunjingkan siapa yang terbesar di antara mereka. Tingkah semacam ini sungguh tidak pantas dilakukan oleh para murid yang berstatus sebagai pengikut Kristus. 

Kasus ini berlanjut dengan adanya seseorang yang bukan murid Yesus tapi mampu mengusir setan seperti yang dilakukan oleh para murid (Lukas 9:49-50) sehingga melihat kenyataan tersebut, mereka menjadi kebingungan dan berkata, “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi namaMu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Setelah kasus ini, barulah Lukas menceritakan 3 contoh yang diberikan oleh Tuhan Yesus untuk menunjukkan bahwa kedua kasus di atas tidak sesuai dengan model pengikut Yesus sejati supaya semua orang Kristen dapat mengevaluasi diri karena sesungguhnya mengikut Yesus menyangkut keseluruhan integritas.

Pertama, dikisahkan dalam Lukas 9:57, “Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi.” Komitmen yang ditunjukkan dengan antusias seperti ini termasuk sangat baik namun Tuhan Yesus yang telah mengetahui maksud dan tujuannya, memberikan respon negatif dengan mengatakan, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Lukas­ 9:58) yang berarti bahwa tidak ada yang dapat diharapkan dari-Nya karena Ia tidak dapat dimanipulasi oleh siapa pun.

Contoh pertama ini memperlihatkan adanya problem motivasi dalam mengikut Yesus. Banyak orang telah menyaksikan berbagai mukjizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dan sebagian besar dari mereka berpikir bahwa mengikut Dia merupakan suatu keuntungan besar karena Ia sanggup memberikan kenikmatan hidup di dunia ini. 

Dengan kata lain, mereka bersedia mengikut Dia karena adanya prospek yang dikejar yaitu harapan mereka bahwa suatu saat nanti Tuhan Yesus akan menjadi raja atas bangsa Israel dan salah satu di antara mereka akan diangkat menjadi perdana menteri, sedang murid yang lain akan mendapatkan posisi di senat. Motivasi semacam ini mutlak salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sehingga perlu dimurnikan dari penyelewengan motivasi yang disebabkan oleh keinginan pribadi.

Seperti pembahasan pada Minggu lalu, orang Yahudi berpikir untuk menjadikan Yesus sebagai raja agar mereka dapat makan kenyang setiap hari. Dengan kata lain, menjadikan Yesus sebagai raja merupakan pemecahan masalah kesulitan pangan yang sering kali terjadi. Jika Yesus mampu memberi makan sepuluh ribu orang hanya dengan bermodalkan 5 roti dan 2 ekor ikan maka tentu Ia sanggup memberi makan seluruh rakyat di negara tersebut dan kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Selain aspek pangan, orang Yahudi juga mempertimbangkan aspek kesehatan. 

Mereka sudah sering memperhatikan mukjizat penyembuhan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Karena itu, mereka berpikir jika Ia menjadi raja maka tidak perlu lagi pergi ke dokter dan terbeban dengan biaya pengobatan. Dengan motivasi semacam itu, mereka telah membuat kesalahan terbesar yang akhirnya memukul dan menyusahkan mereka sendiri karena seharusnya mereka tidak layak untuk menuntut apa pun dari Tuhan Yesus.

Kasus seperti ini terjadi tidak hanya pada jaman dulu tapi hingga saat ini. Banyak orang Kristen mengikut Yesus dengan motivasi yang salah antara lain untuk mencari kenikmatan hidup dan menghindari kesusahan, masalah serta penderitaan.

Kedua, dalam Lukas 9:59 dicatat bahwa Tuhan Yesuslah yang berinisiatif kali ini dengan berkata, “Ikutlah Aku.” Tetapi orang yang diajak-Nya memperlihatkan keberatan dengan menjawab, “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Lalu Ia sekali lagi berespon negatif, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Lukas 9:60). 

Ungkapan ‘menguburkan bapaku’ bukan berarti ayahnya telah meninggal tapi menunjukkan bahwa seorang anak dianggap sudah menyelesaikan tanggung jawabnya kepada orang tua setelah mereka meninggal. Jika mereka masih hidup maka si anak harus taat mutlak kepadanya. Menurut logika manusia, budaya ini memang wajar namun dalam prinsip kebenaran firman Tuhan, konsep ini sangat tidak wajar dan bersifat merusak karena Kekristenan menuntut setiap anak Tuhan untuk mengetahui dan memahami ordo secara tepat.


Sudah selayaknya, seorang anak harus tunduk kepada orangtua tapi ia harus lebih tunduk kepada Tuhan daripada orangtuanya karena otoritas Tuhan berada di posisi yang lebih tinggi daripada orangtua. Sedangkan ungkapan ‘orang mati menguburkan orang mati’ secara esensial mempunyai pengertian bahwa biarlah orang yang binasa karena melawan Tuhan, menguburkan sesamanya. Selanjutnya, Tuhan memerintahkan, “Pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah” sebagai bukti keselamatan seorang anak Tuhan.

Pada contoh kedua di atas, Tuhan Yesus menunjukkan otoritas-Nya dengan berinisiatif mengajak manusia untuk mengikut Dia. Otoritas yang digunakan dalam relasi ini adalah tepat, layak dan pantas karena Dialah Allah yang berhak memerintah dan menuntut manusia untuk mengikut Dia. Ironisnya, manusia justru menunjukkan respon keberatan. Ini menandakan bahwa manusia telah gagal dalam pemahaman ordo secara tepat dan penentuan prioritas dalam hidupnya. 

Dengan demikian, Tuhan sedang dilecehkan dan ditempatkan pada posisi yang tidak pantas. Padahal mengikut Yesus menuntut satu konsep tertinggi di mana Kristus diposisikan sebagai Tuhan dan yang lain berada di bawahnya berdasarkan konsep Ketuhanan Kristus. 

Dalam Teologi Reformed, ini dikenal sebagai the Lordship of Christ. Kalau tidak demikian maka akan muncul tuhan lain yang menuntun manusia pada jalur kebinasaan sehingga seluruh hidupnya tidak akan cukup memadai untuk memberitakan Injil. Karena itu, Pdt. Stephen Tong seringkali menekankan bahwa ini adalah Gereja Reformed Injili supaya semangat penginjilannya tidak hilang.

Ketiga, Tuhan Yesus tidak lagi berinisiatif mengajak melainkan manusia kembali menunjukkan inisiatifnya untuk mengikut Dia namun masih disertai dengan suatu keberatan, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (Lukas 9:61). Maka respon negatif segera diberikan oleh Tuhan Yesus, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Lukas 9:61). 

Kebiasaan minta ijin ini sering kali membahayakan Kekristenan sehingga harus diwaspadai. Jika mau mengikut Dia, Tuhan Yesus menuntut jemaat-Nya untuk tidak menengok ke kanan dan kiri lalu minta ijin untuk berhenti sejenak, karena banyaknya godaan di sekeliling yang sanggup memancing mereka untuk keluar dari jalur Tuhan..

Jadi, pengikut Yesus sejati adalah mereka yang mengikut Dia dengan motivasi murni yaitu menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan namun telah menyeleweng dan mengikut Setan sehingga ia harus kembali pada jalan Tuhan yang benar. Motivasi ini harus disertai dengan keseriusan dan kesediaan untuk taat mutlak pada Tuhan karena prioritas ordo-Nya berada di posisi pertama dan terutama. Semua ini dapat dicapai dengan berjalan lurus dan mengikut Dia. Alkitab tidak pernah mengajarkan orang Kristen untuk berpengalaman negatif. Realita negatif memang ada di dunia ini namun Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan baik dan positif. Dan ketika masuk ke dalam pengalaman negatif, berarti manusia mulai berjalan menuju pada kebinasaan secara bertahap. MAKNA MENGIKUT YESUS (LUKAS 9:57-62) Amin.
Next Post Previous Post