MARKUS 15:1-15 (YESUS DI HADAPAN PONTIUS PILATUS)
Pdt. Budi Asali, M.Div.
otomotif, gadget, bisnis |
Markus 15:1-15 - “(1) Pagi-pagi benar imam-imam kepala bersama tua-tua dan ahli-ahli Taurat dan seluruh Mahkamah Agama sudah bulat mupakatnya. Mereka membelenggu Yesus lalu membawaNya dan menyerahkanNya kepada Pilatus. (2)Pilatus bertanya kepadaNya: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ Jawab Yesus: ‘Engkau sendiri mengatakannya.’ (3) Lalu imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Dia. (4) Pilatus bertanya pula kepadaNya, katanya: ‘Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!’ (5) Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab lagi, sehingga Pilatus merasa heran. (6) Telah menjadi kebiasaan untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu menurut permintaan orang banyak. (7) Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa orang pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan. (8) Maka datanglah orang banyak dan meminta supaya sekarang kebiasaan itu diikuti juga. (9) Pilatusmenjawab mereka dan bertanya: ‘Apakah kamu menghendaki supaya kubebaskan raja orang Yahudi ini?’ (10) Ia memang mengetahui, bahwa imam-imam kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki. (11) Tetapi imam-imam kepala menghasut orang banyak untuk meminta supaya Barabaslah yang dibebaskannya bagi mereka. (12) Pilatus sekali lagi menjawab dan bertanya kepada mereka: ‘Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan orang yang kamu sebut raja orang Yahudi ini?’ (13) Maka mereka berteriak lagi, katanya: ‘Salibkanlah Dia!’ (14) Lalu Pilatus berkata kepada mereka: ‘Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukanNya?’ Namun mereka makin keras berteriak: ‘Salibkanlah Dia!’ (15) Dan oleh karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barabas bagi mereka. Tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan”.
I) YESUS DIBAWA KEPADA PONTIUS PILATUS (Markus 15:1).
1) Siapakah Pontius Pilatus itu?
Pulpit Commentary: “Judea was now added to the province of Syria, and governed by procurators, of whom Pontius Pilate was the fifth” (= Sekarang Yudea ditambahkan kepada propinsi Syria, dan diperintah oleh prokurator-prokurator, yang mana Pontius Pilatus adalah yang kelima) - hal 303.
2) Mengapa orang Yahudi membawa Yesus kepada Pontius Pilatus?
a) Mereka harus membawa Yesus kepada Pontius Pilatus karena mereka sendiri tidak boleh menjatuhkan / melaksanakan hukuman mati.
Yohanes 18:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Calvin: “the stoning of Stephen (Acts 7:59) took place in a seditious manner, as happens in cases of tumult; but it was proper that the Son of God should be solemnly condemned by an earthly judge, that he might efface our condemnation in heaven” [= perajaman terhadap Stefanus (Kis 7:59) terjadi dalam suatu cara yang bersifat pemberontakan, seperti yang terjadi dalam kasus-kasus huru-hara; tetapi adalah merupakan sesuatu yang benar bahwa Anak Allah harus dihukum dengan khidmat / serius oleh seorang hakim duniawi, supaya Ia bisa menghapus hukuman kita di surga] - hal 268.
Tetapi sekalipun dengan membawa Yesus kepada Pontius Pilatus ini orang-orang Yahudi itu mentaati hukum Romawi, tetapi ada hukum lain yang mereka langgar.
Pulpit Commentary: “But there was another law which was also violated. It was now Friday. In capital cases, sentence of condemnation might not legally be pronounced on the day of the trial. Yet our Lord was tried, condemned, and crucified on the same day” (= Tetapi ada hukum lain yang juga dilanggar. Saat itu adalah hari Jum’at. Dalam kasus hukuman mati, penjatuhan hukuman tidak boleh diumumkan secara hukum pada hari pengadilan. Tetapi Tuhan kita diadili, dihukum / dinyatakan bersalah, dan disalibkan pada hari yang sama) - hal 303.
b) Penyerahan Yesus kepada Pontius Pilatus ini harus terjadi untuk menggenapi nubuat Yesus dalam Mark 10:33b: ‘mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah’. Bandingkan dengan terjemahan NIV yang lebih hurufiah: ‘They ... will hand him over to the Gentiles’ (= Mereka ... akan menyerahkan Dia kepada orang-orang non Yahudi)].
3) Yesus di hadapan Pontius Pilatus.
Calvin: “Though it was a shocking exhibition, and highly incompatible with the majesty of the Son of God, to be dragged before the judgment-seat of a profane man, to be tried on the charge of a capital offence, as a malefactor in chains; yet we ought to remember that our salvation consists in the doctrine of the cross, which is folly to the Greeks, and an offence to the Jews, (1Cor. 1:23)” [= Sekalipun itu merupakan suatu pertunjukan yang mengejutkan, dan sangat tidak cocok dengan keagungan dari Anak Allah, untuk diseret ke hadapan kursi penghakiman dari seorang yang duniawi, diadili dengan tuduhan pelanggaran yang besar / pelanggaran yang diancam dengan hukuman mati, sebagai seorang kriminil dalam belenggu; tetapi kita harus mengingat bahwa keselamatan kita tercakup dalam doktrin tentang salib, yang merupakan kebodohan untuk orang Yunani, dan batu sandungan untuk orang Yahudi (1Korintus 1:23)] - hal 274-275.
Calvin: “For the Son of God chose to stand bound before an earthly judge, and there to receive sentence of death, in order that we, delivered from condemnation, may not fear to approach freely to the heavenly throne of God. ... So then, the Son of God stood, as a criminal, before a mortal man, and there permitted himself to be accused and condemned, that we may stand boldly before God. His enemies, indeed, endeavoured to fasten upon him everlasting infamy; but we ought rather to look at the end to which the providence of God directs us. For if we recollect how dreadful is the judgment-seat of God, and that we could never have been acquitted there, unless Christ had been pronounced to be guilty on earth, we shall never be ashamed of glorying in his chains” (= Karena Anak Allah memilih untuk berdiri dalam keadaan terbelenggu di hadapan seorang hakim duniawi, dan di sana menerima hukuman mati, supaya kita, dibebaskan dari penghukuman, tidak lagi takut untuk mendekat dengan bebas kepada takhta surgawi Allah. ... Demikianlah, Anak Allah berdiri, sebagai seorang kriminil, di hadapan manusia yang fana, dan mengijinkan diriNya sendiri dituduh dan dihukum, supaya kita bisa berdiri dengan berani di hadapan Allah. Memang musuh-musuhNya berusaha untuk melekatkan kepadaNya suatu reputasi jelek secara kekal; tetapi kita harus lebih memandang pada tujuan kemana providensia Allah memimpin kita. Karena jika kita mengingat betapa menakutkan kursi penghakiman Allah, dan bahwa kita tidak pernah bisa dibebaskan di sana, kecuali Kristus telah dinyatakan bersalah di bumi, kita tidak akan pernah malu untuk bermegah dalam belengguNya) - hal 275.
II) PONTIUS PILATUS BERUSAHA MELEPASKAN YESUS.
1) Pontius Pilatus bertanya: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ (Markus 15: 2a).
Pertanyaan ini muncul karena tuduhan yang diberikan kepada Kristus dalam Lukas 23:2, dimana Ia dituduh bahwa Ia mengclaim diriNya sebagai raja.
Calvin: “Nothing could have been more odious than this crime to Pilate, whose greatest anxiety was to preserve the kingdom in a state of quietness. ... In like manner, even at the present day, Satan labours to expose the Gospel to hatred or suspicion on this plea, as if Christ, by erecting his kingdom, were overturning all the governments of the world, and destroying the authority of kings and magistrates” (= Tidak ada yang lebih menjengkelkan dari pada kejahatan ini bagi Pilatus, yang tugasnya adalah memelihara kerajaan itu supaya ada dalam keadaan tenang. ... Dengan cara yang sama, bahkan pada jaman ini, setan berusaha untuk menyingkapkan Injil terhadap kebencian dan kecurigaan pada pernyataan ini, seakan-akan Kristus, dengan menegakkan kerajaanNya, menggulingkan semua pemerintahan dunia, dan menghancurkan otoritas dari raja-raja dan hakim-hakim) - hal 276.
2) Yesus menjawab pertanyaan itu dengan kata-kata: ‘Engkau sendiri mengatakannya’ (Markus 15: 2b).
William Barclay: “Pilate asked Jesus, ‘Are you the King of the Jews?’ Jesus gave him a strange answer. He said, ‘It is you who say so.’ Jesus did not say yes or no. What he did say was, ‘I may have claimed to be the King of the Jews, but you know very well that the interpretation that my accusers are putting on that claim is not my interpretation. I am no political revolutionary. My kingdom is a kingdom of love.’” (= Pilatus bertanya kepada Yesus: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ Yesus memberinya jawaban yang aneh. Ia berkata: ‘Adalah engkau yang mengatakan demikian’. Yesus tidak berkata ya atau tidak. Apa yang Ia katakan adalah: ‘Aku bisa mengclaim sebagai Raja orang Yahudi, tetapi engkau tahu benar bahwa penafsiran yang diberikan oleh para penuduhKu terhadap claim itu bukanlah penafsiranKu. Aku bukan seorang revolusioner politik. KerajaanKu adalah kerajaan kasih’) - hal 354.
Saya berpendapat bahwa dengan membandingkan Mat 26:63-64, Lukas 22:70-71 dengan Mark 14:61-62, terlihat bahwa ungkapan seperti itu artinya adalah ‘Ya’, bukan seperti yang dikatakan oleh Barclay. Juga kalau kita melihat Yohanes 18:33-37, terlihat bahwa arti jawaban Yesus tidak mungkin seperti yang dikatakan oleh Barclay.
Matius 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.
Lukas 22:70-71 - “(70) Kata mereka semua: ‘Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?’ Jawab Yesus: ‘Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.’ (71) Lalu kata mereka: ‘Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari mulutNya sendiri."”.
Markus 14:61-62 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’”.
Yohanes 18:33-37 - “(33) Maka kembalilah Pilatus ke dalam gedung pengadilan, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau inikah raja orang Yahudi?’ (34) Jawab Yesus: ‘Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?’ (35) Kata Pilatus: ‘Apakah aku seorang Yahudi? BangsaMu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?’ (36) Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’ (37) Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.’”.
3) Para imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Yesus, tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab tuduhan-tuduhan tersebut (Markus 15: 3-5).
Tuduhan-tuduhan itu adalah fitnah, dan tentu saja sebetulnya Yesus bisa saja menjawab / membantahnya, tetapi Yesus tidak mau menjawab sama sekali. Ia tidak membenarkan tuduhan-tuduhan itu, karena kalau demikian Ia berdusta. Diamnya Kristus ini menggenapi nubuat Yesaya dalam Yesaya 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya”.
Tetapi sekalipun Yesus tidak menjawab, Pontius Pilatus tetap sadar bahwa Yesus tidak bersalah (Markus 15: 14), dan ia juga tahu bahwa imam-imam kepala itu menyerahkan Yesus karena dengki (Markus 15: 10).
Calvin: “The integrity of Christ was such that the judge saw it plainly without any defence” (= Ketulusan Kristus adalah sedemikian rupa sehingga sang hakim melihatnya dengan jelas tanpa pembelaan apapun) - hal 277.
Ini menyebabkan Pontius Pilatus ingin melepaskan Yesus (Markus 15: 6-14).
4) Kebiasaan membebaskan seorang penjahat pada hari raya Paskah (ay 6-11,15).
a) Ini jelas merupakan suatu kebiasaan yang salah, yang bertentangan Firman Tuhan.
Calvin: “The custom of having one of the prisoners released by the governor on the festival, to gratify the people, was a foolish and improper practice, and, indeed, was an open abuse of the worship of God; for nothing could be more unreasonable than that festivals should be honoured by allowing crimes to go unpunished. God has armed magistrates with the sword, that they may punish with severity those crimes which cannot be tolerated without public injury; and hence it is evident that He does not wish to be worshipped by a violation of laws and punishments. But since nothing ought to be attempted but by the rule of his word, all that men gain by methods of worshipping God which have been rashly contrived by themselves is, that under the pretence of honouring, they often throw dishonour upon Him. We ought therefore to preserve such moderation, as not to offer to God any thing but what he requires; for he is so far from taking pleasure in profane gifts, that they provoke his anger the more” (= Kebiasaan untuk melepaskan seorang tahanan oleh gubernur pada hari raya, untuk memuaskan orang-orang, merupakan praktek yang bodoh dan salah, dan merupakan suatu penyalah-gunaan yang terang-terangan terhadap ibadah kepada Allah; karena tidak ada yang lebih tidak masuk akal dari pada bahwa hari raya dihormati dengan mengijinkan kejahatan tidak dihukum. Allah telah memperlengkapi hakim dengan pedang, supaya mereka menghukum dengan keras kejahatan-kejahatan yang tidak bisa ditoleransi tanpa merugikan masyarakat; dan dengan demikian jelaslah bahwa Ia tidak ingin disembah dengan suatu pelanggaran hukum dan hukuman. Tetapi karena tidak ada sesuatupun yang harus diusahakan kecuali dengan firmanNya sebagai kaidah, semua yang didapatkan manusia melalui metode-metode penyembahan terhadap Allah yang mereka buat sendiri dengan gegabah adalah, bahwa di bawah kedok penghormatan, mereka sering tidak menghormatiNya. Karena itu kita harus memelihara sikap moderat sedemikian rupa, sehingga tidak mempersembahkan kepada Allah apapun kecuali apa yang Ia wajibkan; karena Ia begitu jauh dari senang dalam menerima pemberian duniawi / cemar, sehingga itu justru makin membuatNya marah) - hal 282-283.
Penerapan: ada banyak tradisi dalam kebaktian jaman sekarang yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci, seperti: doa yang diiringi musik, atau ‘doa bersuara’, dan juga acara penyembahan dalam kalangan Kharismatik.
b) Pontius Pilatus bermaksud baik tetapi cara melaksanakannya salah.
Sekalipun hal ini dilakukan oleh Pontius Pilatus untuk membebaskan Kristus, tetapi ia jelas sudah berkompromi secara salah. Karena ia tahu bahwa Kristus tidak bersalah dan orang-orang Yahudilah yang bersalah, maka seharusnya ia melepaskan Kristus tanpa syarat! Dengan demikian orang akan mengenang Kristus sebagai orang yang tidak bersalah. Tetapi dengan cara yang ia pakai, andaikata caranya ini berhasil, dan Kristus bebas, maka orang banyak akan mengenang Kristus sebagai penjahat yang bisa bebas hanya karena tradisi pelepasan penjahat pada hari raya Paskah!
c) Nama penjahat itu adalah Barabas (Markus 15: 7); sedangkan menurut Matius 27:17 nama penjahat itu adalah Yesus Barabas.
Alan Cole (Tyndale): “Jesus, or Joshua, was a common first-century Jewish name” (= Yesus, atau Yosua, merupakan nama Yahudi yang umum pada abad pertama) - hal 234.
d) Orang-orang Yahudi, karena hasutan imam-imam kepala, memilih Barabas dari pada Kristus (ay 11). Ini merupakan suatu perendahan luar biasa bagi Kristus, seakan-akan seorang penjahat besar seperti Barabas lebih berharga dariNya.
Calvin: “Meanwhile, we ought to consider the purpose of God, by which Christ was appointed to be crucified, as if he had been the basest of men. The Jews, indeed, rage against him with blinded fury; but as God had appointed him to be a sacrifice to atone for the sins of the world, he permitted him to be placed even below a robber and murderer. That the Son of God was reduced so low none can properly remember without the deepest horror, and displeasure with themselves, and detestation of their own crimes. But hence also arises no ordinary ground of confidence; for Christ was sunk into the depths of ignominy, that he might obtain for us, by his humiliation, an ascent to the heavenly glory: he was reckoned worse than a robber, that he might admit us to the society of the angels of God. If this advantage be justly estimated, it will be more than sufficient to remove the offence of the cross” (= Sementara itu, kita harus merenungkan maksud / rencana Allah, oleh mana Kristus ditetapkan untuk disalibkan, seakan-akan Ia adalah orang yang paling hina. Memang orang Yahudi marah terhadapNya dengan kemarahan yang buta; tetapi karena Allah telah menetapkanNya untuk menjadi korban untuk menebus dosa-dosa dunia, Ia mengijinkanNya untuk ditempatkan bahkan di bawah seorang perampok dan pembunuh. Bahwa Anak Allah direndahkan / diturunkan sampai begitu rendah, tak seorangpun yang bisa mengingatnya dengan benar tanpa kejijikan yang terdalam, dan ketidaksenangan terhadap diri mereka sendiri, dan kebencian terhadap kejahatan-kejahatan mereka sendiri. Tetapi karena hal itu juga muncul suatu dasar yang luar biasa bagi keyakinan; karena Kristus telah tenggelam ke dalam keadaan memalukan yang terdalam, supaya Ia bisa mendapatkan bagi kita, oleh perendahanNya, suatu kenaikan kepada kemuliaan surgawi: Ia dianggap lebih jelek dari pada seorang perampok, supaya Ia bisa menerima kita pada perkumpulan para malaikat Allah. Jika keuntungan ini dinilai secara benar, itu lebih dari cukup untuk menyingkirkan batu sandungan dari salib) - hal 282.
5) Tuntutan penyaliban terhadap Yesus (Markus 15:12-14).
a) Dalam Matius 27:20 lagi-lagi dikatakan bahwa para imam kepalalah yang menghasut orang banyak supaya meminta pelepasan Barabas dan penyaliban Yesus.
Pulpit Commentary: “the chief priests had resolved to press for his crucifixion, little dreaming that they were doing what ‘God’s hand and God’s counsel had before determined to be done.’” (= para imam kepala telah memutuskan untuk memaksakan penyalibanNya, dan mereka tak pernah bermimpi bahwa mereka sedang melakukan apa yang ‘tangan / kuasa Allah dan rencana Allah telah tentukan sebelumnya untuk dilakukan’) - hal 304.
b) Kebanyakan penafsir menafsirkan bahwa bagian ini menunjukkan betapa plin-plannya orang banyak itu. Mereka adalah orang yang tadinya berteriak Hosana, dsb (Markus 11:8-10), tetapi sekarang mereka meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus disalibkan (Markus 15: 13-14). Tetapi Barclay mengatakan bahwa mungkin orang banyak yang berteriak ‘Hosana’ dalam Markus 11:8-10 adalah orang yang berbeda dengan yang sekarang berteriak ‘salibkan Dia’. Ia berkata bahwa grup yang sekarang ini mungkin adalah teman-teman Barabas. Tetapi saya berpendapat pandangan Barclay ini hanyalah merupakan fantasinya yang tak berdasar.
c) Mengapa mereka, yang adalah orang Yahudi, memilih salib, yang adalah hukuman Romawi?
1. Karena ini adalah hukuman yang paling menyakitkan / mengerikan
Pulpit Commentary menyebut penyaliban sebagai: “the most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever invented” (= hukuman yang paling menyakitkan, paling biadab / kejam, dan paling jahat yang pernah ditemukan oleh kekejaman manusia).
Kebencian mereka kepada Yesus menyebabkan mereka sengaja memilih hukuman yang paling menyakitkan / mengerikan untuk membunuh Yesus!
2. Ada tangan Allah / Providence of God yang mengatur sehingga mereka memilih hukuman ini.
Alan Cole (Tyndale): “it is hard to see why the crowd should thus shout, demanding a Roman death for Christ, ... Beheading was the Roman death for a citizen, as traditionally for Paul; crucifixion for a slave or foreigner, as traditionally for Peter (Jn. 21:18); while stoning was the normal form of Jewish death-sentence, from the earliest days (Jos. 7:25). ... So in the divine providence, the cross, besides its Roman associations of shame and a slave’s death, had a deeper meaning to the Jews (Gal 3:13)” [= sukar untuk mengerti mengapa orang banyak itu berteriak demikian, menuntut suatu kematian Romawi bagi Kristus, ... Pemenggalan adalah kematian Romawi untuk seorang warga negara (Romawi), seperti yang menurut tradisi terjadi pada Paulus; penyaliban untuk seorang budak atau orang asing, seperti yang menurut tradisi dilakukan terhadap Petrus (Yohanes 21:18); sementara perajaman merupakan bentuk normal dari hukuman mati Yahudi, dari jaman yang paling awal (Yosua 7:25). ... Juga dalam providensia ilahi, salib, disamping bagi orang Romawi berhubungan dengan hal yang memalukan dan kematian seorang budak, mempunyai arti yang lebih dalam bagi orang Yahudi (Galatia 3:13)] - hal 234.
Mengapa Allah mengatur seperti itu? Karena orang yang berbuat dosa / tidak mentaati Firman Tuhan adalah orang terkutuk (Ulangan 27:26 Gal 3:10b). Kristus menebus / memikul hukuman umat manusia, dan karena itu Ia harus menjadi terkutuk, dan karena itu Ia harus mengalami kematian yang terkutuk, yaitu tergantung pada salib (Galatia 3:13 Ulangan 21:23).
III) PENYESAHAN DAN PENYALIBAN YESUS.
Pontius Pilatus takut kepada orang banyak dan lebih ingin memuaskan hati orang banyak (Markus 15: 15a) dari pada melakukan apa yang ia anggap benar (yaitu membebaskan Yesus yang menurutnya tidak bersalah). Karena itu ia lalu menyerah pada tuntutan orang banyak, dan ia membebaskan Barabas tetapi menyesah dan menyalibkan Yesus (Markus 15: 15b).
1) Penyesahan.
William Barclay: “There can be hidden tragedy in a word. ‘When he had scourged him’ is one word in the Greek. The Roman scourge was a terrible thing. The criminal was bent and bound in such a way that his back was exposed. The scourge was a long leathern thong, studded here and there with sharpened pieces of lead and bits of bone. It literally tore a man’s back to ribbons. Sometimes it tore a man’s eye out. Some men died under it. Some men emerged from the ordeal raving mad. Few retained consciousness through it. That is what they inflicted on Jesus” (= Ada suatu tragedi tersembunyi dalam satu kata. ‘Pada waktu ia telah menyesahNya’ adalah satu kata dalam bahasa Yunani. Cambuk Romawi merupakan sesuatu yang menakutkan. Orang hukuman itu dibungkukkan dan diikat dengan cara sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka. Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, ditaburi di sana sini dengan potongan timah dan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah menyobek punggung manusia menjadi pita-pita. Kadang-kadang cambuk itu menyobek mata seseorang sehingga keluar. Sebagian orang mati di bawah pencambukan itu. Sebagian orang lain keluar dari siksaan itu mengoceh seperti orang gila. Sedikit orang mempertahankan kesadarannya melalui pencambukan itu. Itulah yang mereka berikan kepada Yesus) - hal 358.
2) Penyaliban.
Ini bukan hanya merupakan hukuman mati yang paling menyakitkan tetapi juga paling memalukan / hina / terkutuk.
‘Unger’s Bible Dictionary’: “Punishment by the cross was confined to slaves or malefactors of the worst class” (= Hukuman dengan salib dibatasi bagi budak-budak dan penjahat / kriminil dari golongan yang terburuk) - hal 229.
‘The New Bible Dictionary’: “Only slaves, provincials, and the lowest types of criminals were crucified, ... The cross, in the New Testament, is a symbol of shame and humiliation, ... Rome used it not only as an instrument of torture and execution but also as a shameful pillory reserved for the worst and lowest. To the Jews it was a sign of being accursed (Dt. 21:23; Gal. 3:13) ” [= Hanya budak, orang-orang dari propinsi, dan type kriminal yang paling rendah yang disalibkan, ... Salib, dalam Perjanjian Baru, merupakan simbol dari rasa malu dan perendahan, ... Roma menggunakannya bukan hanya sebagai alat penyiksaan dan pelaksanaan hukuman mati, tetapi juga sebagai tindakan mempermalukan yang disediakan untuk orang yang terburuk dan terendah. Bagi orang Yahudi itu merupakan suatu tanda dari keadaan terkutuk (Ulangan 21:23; Galatia 3:13)] - hal 279.
‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It was astonishing because Jesus the Messiah (God’s chosen one) was executed like a common criminal. The Jews found it impossible to accept that such a person could really be the Son of God - and many ordinary people just could not understand how the world could be saved by a person who had met such a bizarre end. Yet to the early Christians the cross had a deep meaning. ... The New Testament makes it clear that Jesus died on the cross, not because of his own wrong doing (the charges against him were false), but in the place of ordinary sinful men and women. He experienced the separation from God which they deserved, and so made possible forgiveness and new life for all who will trust their lives to Jesus as the one who died for our sins and rose again from death. In Jesus’ death on the cross we see the depths of God’s love” [= Adalah merupakan hal yang mengherankan karena Yesus sang Mesias (yang dipilih Allah) dihukum mati seperti seorang kriminil / penjahat biasa. Orang Yahudi menganggapnya tidak mungkin untuk menerima bahwa seorang seperti itu bisa sungguh-sungguh adalah Anak Allah - dan banyak orang biasa tidak bisa mengerti bagaimana dunia bisa diselamatkan oleh seseorang yang mengalami akhir yang begitu aneh. Tetapi bagi orang kristen mula-mula salib mempunyai arti yang dalam. ... Perjanjian Baru membuatnya jelas bahwa Yesus mati di kayu salib, bukan karena kesalahannya sendiri (tuduhan-tuduhan terhadapNya adalah palsu), tetapi di tempat / sebagai pengganti dari orang-orang berdosa. Ia mengalami perpisahan dengan Allah yang mereka layak dapatkan, dan dengan demikian membuat pengampunan dan hidup baru menjadi mungkin bagi semua yang mau mempercayakan hidup mereka kepada Yesus sebagai orang yang telah mati untuk dosa mereka dan telah bangkit kembali dari kematian. Dalam kematian Yesus di kayu salib kita melihat dalamnya kasih Allah] - hal 102.
IV) TANGGAPAN KITA.
Calvin: “Here, too, is brightly displayed the inconceivable mercy of God towards us, in bringing his only-begotten Son so low on our account. This was also a proof which Christ gave of his astonishing love towards us, that there was no ignominy to which he refused to submit for our salvation. But these matters call for secret meditation, rather than for the ornament of words” (= Di sini, juga ditunjukkan secara jelas belas kasihan yang tak dapat dimengerti dari Allah terhadap kita, dalam membawa Anak TunggalNya begitu rendah karena kita. Ini juga merupakan bukti yang diberikan Kristus tentang kasihNya yang mengherankan terhadap kita, sehingga tidak ada hal memalukan yang ditolakNya untuk keselamatan kita. Tetapi hal-hal ini perlu direnungkan dari pada hanya menjadi hiasan kata-kata) - hal 290-291.
Catatan: sebetulnya ini merupakan komentar Calvin tentang penghinaan dan peludahan yang dilakukan terhadap Yesus dalam Markus 16:20a, tetapi tentu kata-kata ini juga bisa diberlakukan terhadap penyaliban yang dilakukan terhadap Yesus.
Karena itu pada hari Jum’at Agung ini, mari kita sama-sama merenungkan penderitaan, perendahan dan kematian yang telah Kristus alami dengan rela bagi dosa-dosa kita. Kalau di antara saudara ada orang-orang yang belum pernah percaya dengan sungguh-sungguh dan diselamatkan, biarlah perenungan itu membawa saudara kepada iman dan penerimaan Kristus sebagai Juruselamat saudara. Sedangkan bagi saudara yang sudah percaya dan diselamatkan, biarlah perenungan itu mengembalikan saudara pada kasih yang semula, mengobarkan semangat saudara dalam mengikut, melayani, dan memuliakan Kristus yang sudah rela direndahkan bagi saudara. MARKUS 15:1-15 (YESUS DI HADAPAN PONTIUS PILATUS).
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-