PENGETAHUAN TENTANG SILSILAH (ULANGAN 32:7)

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th

“Ingatlah (zãkar) kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah (bin) tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah (šã’al) kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu” (Ulangan 32:7)

PENGETAHUAN TENTANG SILSILAH  (ULANGAN 32:7)
otomotif, bisnis
PENDAHULUAN

Menurut W.J.S. Poerwadarminta, yang dimaksud dengan silsilah adalah “asal usul suatu keluarga, susur galur (keturunan), dan sejarah”.[1] Pengertian istilah tersebut sesuai dengan pengertian Alkitab. Istilah modern untuk silsilah adalah “geanologi”, yaitu ilmu tentang silsilah. 

Istilah silsilah dalam Perjanjian Lama ialah “daftar nama-nama para leluhur, atau garis keturunan dari seorang atau beberapa orang”. Atau secara sederhana berarti “nama-nama orang yg terlibat dalam suatu keadaan tertentu”. Silsilah dalam Perjanjian Lama terdapat terutama di Pentateukh, Ezra, Nehemia dan Tawarikh. Dalam ketiga Kitab terakhir bentuk kata kerja “יחש (yakhas)” selalu refleksif intensif (hit ya khes), “daftar diri sendiri dalam silsilah” (Ezra 2:62; 8:1, 3; Nehemia 7:5,65; I Tawarikh 4:33; 5:1, 7,17; 7:5, 7, 9, 40; 9:1, 22; 2 Tawarikh 12: 15; 3l: 16-19). 

Istilah “תולדות (toledot)” dalam Kejadian dipakai dalam pengertian “daftar keturunan”. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, ada dua silsilah yang disebutkan, yang secara husus berhubungan dengan leluhur manusiawi Yesus Kristus (Matius 1 :1-17; Lukas 3:23-38). [2] Kata Yunani yang digunakan untuk silsilah Matius 1 :1 adalah “geneseōs” yang berarti “asul usul keluarga atau sejarah”.[3] Jadi, istilah silsilah yang digunakan dalam pengertian umum maupun Alkitabiah dihubungkan dengan orang tua dan leluhur seseorang.[4]

Pada umumnya ada dua bentuk silsilah, yaitu : 

(1) Silsilah dalam bentuk vertikal naik dan vertikal turun, yaitu silsilah yang disusun dalam bentuk daftar ke atas menelusuri leluhur atau nenek moyang (vertikal naik) dan atau silsilah yang disusun dalam bentuk daftar ke bawah menelusuri keturunan penenerus (vertikal turun). Di dalam Alkitab, Lukas 3:23-38 adalah sislsilah yang mewakili vertikal naik, di mana silsilah tersebut menelusuri mulai dari Yesus sampai kepada Adam dan Allah. Sedangkan Kejadian 5:1-32 dan Kejadian 11:10-32 adalah sislsilah yang mewakili vertikal turun, di mana silsilah terfokus pada tokoh yang ditampilkan terakhir (keturunan terakhir) dalam daftar tersebut. Dalam Kejadian 5 tokoh silsilah terfokus pada Nuh, sedangkan dalam Kejadian 11 tokoh silsilah terfokus pada Abraham. 

(2) Silsilah dalam bentuk vertikal dan horisontal. Silsilah vertikal dicatat dengan berpusat pada aliran garis keturunan langsung. Silsilah yang mewakili silsilah vertikal adalah silsilah garis keturunan Kain di Kejadian 4:16-24. Sedangkan silsilah horisontal mencatat tentang silsilah anak-anak lelaki dari seorang tokoh secara serentak, misalnya : Silsilah Ham dan Yafet, dua dari tiga anak laki-laki Nuh (Kejadian 10:2-20), Silsilah Nahor (Kejadian 22:20-24), garis keturunan ketura (Kejadian 25:1-6), keturunan Ismail (Kejadian 25:12-16), keturunan Esau (Kejadian 36:1-43), merupakan contoh-contoh dari silsilah horisontal.[5]

HUBUNGAN ULANGAN 32:7 DENGAN PENGETAHUAN SILSILAH

Nyanyian Musa dalam Ulangan 32 bertemakan kesuraman atas pemberontakan, pengkhiatan, kejatuhan serta penghakiman Allah atas Israel. Akan tetapi, arti sebenarnya yang digambarkan dalam nyanyian tersebut adalah kasih dan kemurahan hati Allah yang tidak terbatas terhadap umat pilihanNya. Secara khusus dalam ayat bacaan kita di atas (Ulangan 32:7), Musa mencemaskan sejarah suram yang dapat saja terulang setelah bangsa Israel masuk dan menetap di Kanaan, negeri Perjanjian. Karena itu, Musa dalam ayat tersebut memberikan tiga perintah spesifik agar Israel dapat mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut terulang kembali dan menang atas segala kemalangan. 

Musa memerintahkan demikian, “Ingatlah (zãkar) kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah (bin) tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah (šã’al) kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu” (Ulangan 32:7).[6] Ketiga perintah ini “Ingatlah.., perhatikanlah.., dan tanyakanlah..” menunjukkan kasih Allah yang besar pada umat pilihan-Nya. Allah yang merencanakan dan memilih mereka dari sebelum permulaan zaman (Ulangan 32:8-9,49; Bandingkan Nehemia 9:7; Efesus 1:4-5), bahwa Dia berdaulat atas segala sesuatu dan juga berdaulat atas sejarah, Dia adalah sumber segala berkat, karena itu Dia akan memelihara masa depan mereka.[7]

Secara khusus, perintah dalam frase “perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu” dalam Ulangan 32:7 sangat penting bukan hanya bagi Israel di masa lalu, tetapi juga bagi kita yang hidup saat ini. Frase tersebut mengandung kebenaran-keberanan penting yang berhubungan dengan silsilah, yaitu : 

(1) Kata Ibrani “perhatikanlah” dalam frase “perhatikanlah tahun-tahun dalam keturunan yang lalu” adalah “bin” yang berarti “membedakan; ketajaman untuk memperoleh pengertian yang dalam”. Kata tersebut menujuk kepada aksi mengamati secara dekat atau mempelajari prinsip dari sesuatu hal atau peristiwa untuk memperoleh pengertian dan wawasan yang seksama. 

(2) Sedangkan frase “tahun-tahun keturunan yang lalu” menujuk kepada sebuah titik dalam sejarah yang lebih terperinci dan nyata dibandingkan frase “zaman dahulu kala”. (Frase “zaman dahulu kala” “yémôt ‘ôlám” yang berarti “masa lampau yang menjangkau sampai zaman purbakala”). Kata “tahun-tahun” dalam ayat ini adalah adalah “šénôt” bentuk jamak dari kata “šãna” yang berarti “tahun”. Jika frase “zaman dahulu kala” menunjuk kepada keseluruhan waktu di masa lampaui, maka frase “tahun-tahun” menunjukkan kepada sebuah titik waktu khusus yang penting dan penuh arti di dalam kurun waktu “zaman dahulu kala” itu. 

(3) Kata Ibrani “keturunan-keturunan yang lalu” disusun dari pengulangan kata “dôr” yang berarti “angkatan atau generasi” yang menunjuk kepada setiap generasi yang muncul dalam sejarah penyelamatan dari Allah.[8]

Jadi maksud frase “tahun-tahun keturunan yang lalu” menunjuk kepada penyelenggaraan terperinci sejarah penebusan oleh Allah dalam setiap generasi. Dan, intisari penyelenggaraan Allah dalam sejarah penebusan dari setiap generasi ditampilkan dan dicatat dalam bentuk terpadat sebagai “silsilah”. Itu sebab, silsilah yang dicatat dalam Alkitab sangatlah penting untuk dipelajari (bandingkan Kejadian 5:1-23; Matius 1:1-25). 

Ringkasnya, bahwa dalam frase “perhatikanlah tahun-tahun dalam keturunan yang lalu” terkandung makna agar Israel memperhatikan peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman dari mereka yang pernah tampil dalam tahun-tahun keturunan yang lalu. Ini mengingatkan kita kepada nasehat Nabi Yesaya yang mendorong orang Israel untuk memperhatikan iman para leluhur mereka seperti Abraham dan Sara, serta sejarah Israel di masa lampau (Yesaya 51:1-2).[9] Berawal dari penjelasan-penjelasan inilah kita menganggap pentingnya pengetahuan tentang silsilah keluarga, khususnya bagi orang Kristen.

PENTINGNYA MENGETAHUI SILSILAH

Mengetahui silsilah seseorang itu penting! Mungkin ada yang berkata, bukankah Yesus pernah mengatakan demikian, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18). Memang betul Yesulah yang mengatakan demikian, namun konteks ayat ini tidak secara langsung dimaksudkan berhubungan dengan silsilah. 

Jika diperhatikan secara keseluruhan (Matius 7:22-23), tidak boleh dilepaskan dari ayat-ayat sebelumnya khususnya ayat 15 di mana Kristus sedang berbicara tentang kewaspadaan terhadap “nabi-nabi palsu” yang berusaha mengelabui orang-orang percaya dengan cara penyamaran atau pemalsuan. “Pemalsuan adalah upaya untuk menyerupai yang asli tetapi tidak memiliki mutu atau kualitas seperti aslinya”. Kata lain untuk “palsu” adalah “tiruan atau imitasi”. Nabi-nabi palsu ini dapat dikenali oleh orang percaya dari “buahnya”. Kristus mengatakan “dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:17). 

Yang dimaksud dengan buah di sini bukanlah hasil pekerjaan berupa kemampuan untuk “bernubuat, mengusir setan dan penyembuhan”, melainkan kemurnian “ajaran, motivasi, karakter dan perilaku hidup” yang sesuai dengan kehendak Tuhan (Bandingkan: 2 Petrus 2:1-22; Matius 7:21). Jadi, ayat ini tidak dimaksudkan untuk menyamakan sebuah pohon dengan silsilah, melainkan lebih merupakan peringatan kepada orang Kristen untuk mewaspadai kepalsuan dan agar berhati-hati.

Mengetahui silsilah seseorang itu penting, meskipun silsilah bukanlah segalanya. Alasan pentingnya mengetahui silsilah seseorang terutama karena : 

(1) Silsilah memberi kita informasi tentang asal-usul seseorang, mulai dari orang tuanya, keluarganya, hingga leluhurnya; 

(2) Silsilah juga akan mengungkapkan tata nilai yang mempengaruhi watak, perilaku, dan kebiasaan seseorang yang diwarisi dari leluhurnya. 

Jati diri dan kepribadian seseorang terbentuk dan dikembangkan oleh orang-orang di mana ia tumbuh bersama mereka. Semua orang bertumbuh menjadi dewasa, dan semua orang tumbuh dewasa di suatu tempat dalam lingkungan keluarga. 

Itu berarti keluarga berperan penting dalam pembentukan seseorang. Ahli pendidikan moral, Robert Coles mengakui bahwa keluarga merupakan lingkungan primer dalam membentuk kecerdasan moral anak.[10] Sebelum anak menerima pengaruh dari teman sebaya dan guru di sekolah, ia sudah lebih dulu dibentuk ibu dan ayahnya, serta dipengaruhi saudara maupun pengasuhnya.[11] 

 Kita tahu bahwa setiap pribadi (individu) dikenali melalui sifat-sifat (karakter) yang khas baginya. Walaupun terdapat banyak perbedaan pendapat antara para ahli psikologi dan ahli teori kepribadian, namun mereka memiliki kesamaan pendapat, yaitu bahwa “setiap pribadi mempunyai ciri-cirinya yang khas. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai ciri seratus persen sama dengan orang lain: setiap orang adalah pribadi yang khusus”.[12]

Pembentukan pribadi seseorang mencakup kombinasi dari beberapa unsur yang tidak mungkin dapat dihindari, yaitu unsur hereditas, unsur lingkungan, dan kebiasaan. 

(1) Unsur hereditas adalah unsur-unsur yang dibawa (diwariskan) dari orang tua melalui proses kelahiran, seperti keadaan fisik, intelektual, emosional, temperamen dan spiritual; 

(2) Unsur lingkungan mempunyai peranan dan pengaruh yang besar dalam membentuk karakter dari pribadi seseorang. Unsur lingkungan di sini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan tradisi dan budaya, serta lingkungan alamiah (tempat tinggal); 

(3) Unsur kebiasaan adalah suatu tindakan atau tingkah laku yang terus menerus dilakukan menjadi suatu keyakinan atau keharusan. Kebiasaan-kebiasaan ini akan turut membentuk karakter seseorang. Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada lagi satu unsur yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu : 

(4) unsur regenerasi atau kelahiran baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru unsur regenerasi ini sangat menentukan dalam pembentukan karakter Kristen, karena tanpa regenerasi ini kita gagal menyenangkan Allah (Efesus 2:5; 2 Korintus 5:17).

Jadi, setiap orang menjadi apa adanya diri mereka sekarang ini sebagian besar karena pengaruh keluarga yang membesarkannya. Dengan kata lain, keluarga adalah faktor kontribusi terbesar dan terpenting dalam menjadikan seseorang apa adanya orang tersebut. Yang dimaksud dengan keluarga disini bisa jadi merupakan keluarga tradisional dengan orang tua yang saling mengasihi dan memberikan dukungan bagi setiap anggota keluarga. 

Ini mungkin juga juga keluarga yang telah bercerai lengkap dengan saudara tiri. Keluarga di sini juga juga mungkin mengacu pada keluarga asuh, keluarga angkat, keluarga sahabat, keluarga yang sangat besar, atau bahkan keluarga di panti asuhan, di mana seseorang dibentuk dan dibesarkan. Di jenis keluarga yang mana pun kemungkinannya, kenyataannya adalah semua orang bertumbuh menjadi dewasa, dan semua orang tumbuh dewasa di suatu tempat dalam lingkungan keluarga.[13]

Di dalam bukunya You and Your Family, Dr. Tim La Haye memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. 

Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dari diagram ini kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. 

Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan karakter, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of origin).[14] Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun dalam membentuk karakter dan kebiasaan seseorang.

Memang tidak ada jaminan ataupun rumusan bahwa seseorang yang berasal dari silsilah yang baik pasti juga baik. Juga tidak bisa dikatakan bahwa seseorang yang memiliki silsilah yang kurang baik maka ia akan berdampak tidak baik pada masyarakat. Namun pada kenyataannya, secara sosiologis, silsilah yang baik dapat memberikan nilai tambah bagi seseorang di komunitas masyarakat tertentu, dan silsilah yang buruk dapat menjadikan seseorang dipandang remeh di komunitas masyarakat tertentu. 

Di Indonesia, dikenal slogan “bibit, bebet, bobot”, yang mana slogan ini dikaitkan dengan silsilah seseorang. Jadi, dengan mengetahui silsilah seseorang, maka kita tidak hanya akan mendapat informasi mengenai asal-usul dan keluarganya, tetapi kita juga akan mendapatkan petunjuk yang bermanfaat dalam menilai perilaku dan kebiasaan seseorang, di mana sebagian besar dari perilaku dan kebiasaan tersebut merupakan tata nilai yang diwarisi (didapat) dari keluarganya.

YESUS KRISTUS DAN SILSILAHNYA

Menarik untuk memperhatikan bahwa geanologi Yusuf dan Maria sama-sama berhubungan dengan Daud. Yusuf merupakan keturunan Daud melalui Salomo dan garis keturunan raja-raja Yehuda. Maria merupakan keturunan Daud melalui anak laki-laki Daud yang bernama Natan. 

Injil Matius merunut garis keturunan Yesus melalui garis keturunan Yusuf, yaitu dari Abraham, Daud, dan Yusuf (Matius 1:17), Ini sesuai dengan tradisi Yahudi, di mana Matius memang menulis Injil Matius yang ditujukan kepada orang-orang Kristen Yahudi. Karena Allah sudah berjanji bahwa Mesias merupakan keturunan Abraham (Kejadian 12:3; 22:18; Galatia 3:16) dan Daud (2 Samuel 7:12-19; Yeremia 23:5), maka Matius merunut silsilah Yesus sampai kepada kedua tokoh ini untuk membuktikan kepada orang Yahudi bahwa Yesus mempunyai silsilah yang tepat sehingga memenuhi syarat sebagai Mesias. 

Dengan demikian Matius menetapkan Yesus adalah keturunan Abraham dan Daud yang sah. Walaupun Yesus bukan anak Yusuf secara biologis karena Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Matius 1:18; Lukas 1:35), namun secara hukum Yahudi ia dicatat sebagai anak Yusuf dari putra Daud yang bernama Salomo.

Sedangkan silsilah yang dicatat oleh Lukas merunut garis keturunan pria dalam garis keturunan Maria, yang juga dari keturunan Daud. Karena itu kemungkinan alasan mengapa Lukas dengan hati-hati menyatakan bahwa “... menurut anggapan orang, Ia (Yesus) adalah anak Yusuf, anak Eli,..” (Lukas 3:23). Menurut anggapan orang Yesus adalah anak Yusuf secara hukum, namun ia adalah anak Maria secara biologis. 

Keduanya benar! Dengan demikian penulis Injil menyatakan bahwa Yesus berhak menjadi Mesias karena Ia adalah keturunan Daud dari Yusuf secara hukum (menurut Daftar silsilah Matius) dan ia adalah keturunan Daud dari Maria secara biologis (menurut daftar silsilah Lukas). Hal ini merupakan suatu penggenapan yang unik dari nubuat Perjanjian Lama. Allah telah berjanji kepada Daud bahwa baik keturunannya maupun takhtanya akan sampai selama-lamanya (2 Samuel 7:12-16). 

Kepada Salomo, anak Daud, Allah menjanjikan bahwa takhta dan kerajaannya akan berlangsung selama-lamanya, tetapi sama sekali tidak menubuatkan keturunan Salomo. Hal ini menjadi jelas karena kemurtadan raja-raja Yehuda. Yoyakim raja Yehuda dikutuk dengan keras karena dosanya dan Kitab Suci menyatakan : "Ia tidak akan mempunyai keturunan yang akan duduk di atas takhta Daud, dan mayatnya akan tercampak, sehingga kena panas di waktu siang dan kena dingin di waktu malam. Aku akan menghukum dia, keturunannya dan hamba-hambanya karena kesalahan mereka..." (Yeremia 36:30-31). Konya, anak laki-laki Yoyakim, ditawan ketika Yerusalem jatuh dan garis keturunan raja-raja Yehuda berakhir di sana (bd. Yeremia 22:30).

Pertanyaan logis yang muncul ialah: Bagaimana Allah dapat menggenapkan janji-Nya kepada Daud apabila garis keturunan ini terputus? Jawabannya ialah bahwa garis keturunan Mesias diteruskan dan dijaga kelanjutannya melalui Natan, bukan melalui Salomo dan keturunannya. Dengan demikian hak sah atas takhta Daud diturunkan melalui Salomo dan Yoyakim kepada Yusuf, dan kepada “anak laki-laki” Yusuf yaitu Kristus. 

Tetapi secara biologis hak itu diturunkan melalui Natan dan Maria kepada Kristus. Jadi janji-janji Allah baik kepada Daud maupun kepada Salomo benar-benar digenapi sesuai yang tertulis, di dalam dan melalui Kristus. Hal ini sekaligus merupakan contoh jelas dari ketepatan nubuatan Perjanjian Lama dan supremasi Allah, di mana Allah yang berdaulat mengetahui sebelumnya tentang dosa-dosa raja-raja Yehuda dan kutuk yang akan menimpa mereka, dan pada saat yang sama ditentukan bahwa Kristus akan dilahirkan dari seorang perawan. Apabila Yesus adalah anak kandung Yusuf secara jasmani, maka ia harus disisihkan karena kutuk yang telah menimpa Yoyakim.

Namun, pelajaran penting yang dapat ditarik dari silsilah Yesus ini adalah : 

(1) bahwa bagi orang Ibrani (Yahudi), nilai keberadaan seseorang sering dikaitkan dengan silsilahNya. Itu sebabnya Matius ketika menulis Injil Matius, langsung mengawalinya dengan silsilah Yesus Kristus. 

(2) bahwa daftar silsilah Yesus Kristus yang ditulis oleh Matius dan Lukas menunjukan bahwa Yesus memiliki asal usul dan leluhur yang jelas. 

(3) bahwa penyebutan dua nama leluhur Yesus, yaitu Abraham dan Daud, dalam daftar sislsilah Yesus yang ditulis oleh Matius bertujuan untuk mempertegas bahwa Yesus itu bukanlah orang sembarangan. Nama Abraham mengaitkan Yesus dengan keaslian-Nya sebagai orang Israel, bangsa yang dipilih Allah. Sedangkan Nama Daud mengaitkan Yesus dengan penggenapan janji tentang Juru selamat yang berasal dari keturunan Daud; 

(4) Bahwa orang-orang Yahudi perlu mengetahui silsilah Yesus Kristus agar mereka lebih terbuka menerima Yesus Kristus. Dengan mengetahui silsilah Yesus Kristus, orang-orang Yahudi bisa melihat kesetiaan Allah kepada umat-Nya dan bagaimana cara Allah menggenapi janji-Janji-Nya, sehingga mereka tidak punya alasan untuk menolak Dia. Namun, dalam kenyataannya, sementara satu kelompok menerima Tuhan Yesus karena mendengar ajaran dan perbuatan-perbuatanNya, maka kelompok yang lainnya, justru menolakNya ketika mereka mengetahui bahwa Tuhan Yesus adalah anak dari orang biasa, Yusuf dan Maria, (Matius 13:55-57; bandingkan Yohanes 6:42). Mereka tidak benar-benar memahami silsilahNya.

Ada lagi keunikan dari silsilah Yesus jika diperhatikan lebih teliti, yaitu dengan munculnya nama perempuan-perempuan yang latar belakangnya patut dipertanyakan dalam daftar silsilah Kristus yang dicatat Matius maupun Lukas seperti : Tamar yang tidur dan mendapatkan keturunan dari mertuanya, Rahab yang adalah pelacur, Rut yang adalah seorang asing, Betsyeba, istri Uria yang berzinah dengan Daud, adalah karena Allah ingin mengingatkan orang Yahudi bahwa banyak di antara laki-laki dan perempuan yang merupakan bagian dari leluhur Kristus, Sang Juru selamat adalah orang-orang yang tidak sempurna, tetapi yang memperolah kasih karunia, dan walaupun mereka melakukan kesalahan, mereka dipakai oleh Allah untuk menurunkan Mesias. 

David K. Lowery mengatakan, “Bahwa Tujuan Allah tercapai walalupun melalui situasi-situasi yang merugikan dan perilaku orang yang tercela, juga digambarkan oleh Matius dalam menyajikan silsilah Yesus... bahwa garis leluhur Yesus dari Abraham dan Daud melibatkan tidak sedikit tikungan dan liku-liku berbahaya, meski demikian tidak keberhasilan rencana Allah. 

Penyebutan empat perempuan dalam silsilah Yesus (Matius 1:1-17) merupakan ilustrasi tentang hal ini... mereka mengingatkan para pembaca bahwa Allah telah menunjukkan baelas kasihNya kepada orang-orang yang bukan Yahudi yang tidak layak dimasa lampau dan juga bahwa rencana Allah tidak digagalkan oleh kegagalan manusia... Meskipun tidak dimaksudkan menjadi teladan perilaku, melainkan menjadi pengingat bahwa anugerah Allah sering kali diberikan kepada orang-orang yang paling tidak mungkin dan yang selanjutnya berperan menyukseskan tujuan-Nya di dunia”.[15]

Demikian juga dengan kita! Penting untuk mengingat bahwa kita adalah orang-orang yang tidak sempurna dan membutuh kasih karunia Tuhan. Kita mengakui bahwa kita adalah orang-orang berdosa, namun yang telah diperbaharui (ditebus) dan diselamatkan semata-mata karena anugerah-Nya. 

Allah telah mengubah kita orang berdosa ini, menjadi orang benar (Roma 3:21-26) dengan cara menjadikan kita benar dalam Kristus (2 Korintus 5:21) dan memberikan anugerah kebenaran kepada kita (Roma 5:17). Pada saat kita menerima Kristus, kita ditempatkan dalam Kristus, dan seketika itu juga kita dibenarkan! Rasul Paulus mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan (dikaiothentes) karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). 

Pembenaran adalah tindakan yudisial Allah yang mendeklarasikan bahwa orang berdosa yang percaya dalam Kristus sebagai orang yang dibenarkan. Pembenaran, berdasarkan kata Yunani “dikaioo (dibenarkan)” dalam ayat di atas memiliki baik aspek negatif maupun positif. Secara negatif, pembenaran berarti “Allah mengangkat dosa orang percaya”; dan secara positif, pembenaran berarti “Allah menganugerahkan kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya” (Bandingkan Roma 3:24, 28; 5:9; Galatia 2:16). 

Pembenaran menyangkut pelimpahan kebenaran atas orang percaya dan berhak atas semua berkat yang dijanjikan atas orang benar. Jadi pembenaran bukan karena kita melainkan karena Kristus. Kebenaran Kristus yang dimputasikan (dipertalikan) kepada kita telah memenuhi segala tuntutan Allah, dan kita menerima kebenaran ini dengan iman (Roma 5:1-2). Jadi, kebenaran yang dimiliki orang Kristen adalah anugerah (Roma 3:24; 5:17).

HIKMAH DARI MENGETAHUI SILSILAH

Orang Ibrani dan Indonesia, nampaknya memiliki cara pandang yang tidak jauh berbeda ketika mengaitkan seseorang dengan silsilahnya. Terlepas dari baik atau tidak baik, itulah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, yang nampaknya juga ada berlaku dalam komunitas Kristen. Misalnya, dalam budaya di Indonesia, bila seorang pria melamar seorang gadis, maka keluarga gadis itu akan menanyakan silsilah keluarga si pemuda. 

Hal ini perlu karena alasan 

(1) untuk menghindari pernikahan antara keluarga. Siapa tahu setelah dirunut keduanya memiliki hubungan kekerabatan atau kekeluargaan; 

(2) sebagai dasar penilaian untuk menerima atau menolak lamaran. Pada umumnya yang ditanyakan adalah orang tua, kakek nenek, hingga kakek buyutnya. 

Penelisikan juga dihubungkan dengan sosial ekonomi, harkat dan martabat, keagamaan dan lain sebagainya. Walaupun si pemuda dianggap baik dan memenuhi syarat, namun bila orang tua atau leluhur dipandang bermasalah, bisa jadi lamaran itu ditolak. Disini kita langsung ingat slogan yang terkenal “bibit, bebet, bobot”, yang mana slogan ini mengaitkan seseorang dengan silsilah keluarga dan leluhurnya.

Itulah realita yang sering kita temui, mengenai cara pandang masyarakat yang sering mengaitkan seseorang dengan keadaan keluarganya dan bukan hanya dengan kualitas atau kualifikasi orangnya. Cara pandangan seperti ini juga nampaknya, adakalanya diterapkan di dalam perekrutan pekerja oleh perusahaan dan bisnis. Karena itu, alangkah baiknya jika seseorang memiliki silsilah keluarga yang baik sehingga ia lebih mudah dan lebih cepat diterima di lingkungan tertentu, atau pun lingkungan masyarakat. 

Pertanyaannya : Apakah ini merupakan syarat mutlak? Bagaimana dengan mereka yang berasal dari keluarga berantakan (broken home) atau mereka yang diasuh dengan cara yang kasar dan buruk? Apakah mereka tidak akan diterima? Bagi seorang Kristen, mereka tidak lagi dinilai berdasarkan masa lalu dan latar belakang keluarganya yang buruk. 

Rasul Paulus menegaskan bahwa setiap orang percaya adalah ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17). Namun, kita juga tidak mungkin menolak cara pandang masyarakat tentang silsilah seseorang. Karena itu, orang tersebut harus dapat menunjukkan bahwa walaupun ia berasal dari silsilah keluarga yang buruk namun ia sendiri memiliki kualitas dan kualifikasi yang baik.

Perlu dipahami bahwa : 

(1) Silsilah bukanlah segalanya. Artinya tidak ada jaminan ataupun rumusan bahwa seseorang yang berasal dari silsilah yang baik pasti juga baik. Juga tidak bisa dikatakan bahwa seseorang yang memiliki silsilah yang kurang baik maka ia akan berdampak tidak baik pada masyarakat. Silsilah hanya merupakan tambahan atau pengurangan nilai dari masyarakat bagi bagi seseorang; 

(2) Silsilah bukan jaminan. Seseorang yang memiliki silsilah yang baik tidak merupakan jaminan bahwa ia secara otomatis bisa diterima dilingkungan tertentu dan lingkungan masyarakat. Perilaku yang baik dan pantas tetap menjadi penilaian bagi orang tersebut. 

Demikian juga seseorang dari dari latar belakang silsilah kurang baik, harus dapat menunjukkan bahwa kehidupannya yang baik dilingkungan masyarakat dan orang banyak. Dengan demikian ia sendiri akan bisa diterima karena perilakunya yang baik.


Nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, merupakan nasihat yang bagi kita orang percaya sekarang ini, bahwa setiap orang Kristen apa pun latar belakang silsilahnya, secara pribadi ia harus menunjukkan kualifikasi hidup baru yang merupakan anugerah Allah baginya, demikian, 

“Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu (Efesus 4:17-32).

Selanjutnya rasul Paulus mengatakan, “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono -- karena hal-hal ini tidak pantas -- tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur. Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka. Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuah kan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuah kan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5:1-21).

REFERENSI

Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Archer, Gleason L., 2009. Encyclopedia of Bible Difficulties. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.

Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan

Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

King, Clayton & Charie King., 2012. Dua Belas Pertanyaan yang Harus Diajukan Sebelum Menikah. Terjemahan, Penerbit Immanuel.

Park, Abraham,. 2010. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan. Terjemahan, Diterbitkan PT. Grasindo & Yayasan Damai Sejahtera Utama : Jakarta.

Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.

Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.

Poerdarminta, W.J.S., 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Penerbit Balai Pustaka: Jakarta.

Monks, F.J, AMP. Knoers, & Siti Rahayu Haditono., 1994. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Edisi Revisi. Diterbitkan dan dicetak : Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.

Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Sidjabat, Binsen S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Wolf, Herbert., 2004. Pengenalan Pentateukh. Terjemahan, penerbit Gandum Mas : Malang.

Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.

Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;

(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).

[1] Poerdarminta, W.J.S., 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Penerbit Balai Pustaka: Jakarta, hal. 1123.

[2] Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 402-403.

[3] Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid II. Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 163.

[4] Walaupun istilah silsilah dalam pengertian umum maupun Alkitabiah dihubungkan dengan orang tua dan leluhur seseorang, namun rasul Paulus Dalam 1 Timotius 1:4 dan Titus 3:9 juga menyebut kata “silsilah”, yang mana istilah silsilah dalam ayat tersebut dipakai dalam pengertian yang rendah, yang terkait dengan “pertanyaan-pertanyaan bodoh dan sia-sia”. Adalah mungkin bahwa dalam pikiran Paulus ada beberapa mitos yang didasarkan pada Perjanjian Lama yang terdapat dalam Kitab-kitab Apokrifa Yahudi Kitab Yubilium (the Book of Jubilees), atau silsilah-silsilah aeon (ilah-ilah) yang terdapat dalam pustaka Gnostik. Jadi secara jelas istilah rasul Paulus mengani silsilah dalam 1 Timotius 1:4 dan Titus 3:9 tidak menunjuk kepada silsilah dalam Perjanjian Lama (Douglas, J.D., ed, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 2, hal. 402-403).

[5] Park, Abraham,. 2010. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan. Terjemahan, Diterbitkan bersama PT. Grasindo & Yayasan Damai Sejahtera Utama : Jakarta, hal. 40-41.

[6] Ibid, hal. 15-16.

[7] Kedaulatan Allah berarti bahwa Ia adalah Pribadi yang utama di alam semesta dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Ia mencipta, memelihara, dan memerintah segala sesuatu secara sempurna. Ia sepenuhnya menguasai segala sesuatu, dan semua mahluk ciptaan berada dibawahNya, dan Ia berbuat segala sesuatu kepada mereka sesuai dengan yang dikehendakiNya. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah itu sewenang-wenang, karena segala sesuatu yang dilaksanakanNya sesuai dengan rencanaNya dalam kekekalan menurut kehendakNya. Dengan demikian Allah bebas dan tidak dibatasi oleh apapun selain oleh kehendakNya sendiri, untuk merencanakan dan bertindak sesuai dengan yang dikehendakiNya.

[8] Park, Abraham,. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan, hal. 22-23.

[9] Ibid.

[10] Sidjabat, Binsen S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit ANDI : Yogyakarta, hal. 17.

[11] Ibid.

[12] Monks, F.J, AMP. Knoers, & Siti Rahayu Haditono., 1994. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Edisi Revisi. Diterbitkan dan dicetak : Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, hal. 3.

[13] King, Clayton & Charie King., 2012. Dua Belas Pertanyaan yang Harus Diajukan Sebelum Menikah. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta, hal. 121.

[14] Sidjabat, Binsen S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit ANDI : Yogyakarta, hal. 17-18.

[15] Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 18-19.PENGETAHUAN TENTANG SILSILAH  (ULANGAN 32:7).
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post