1 SAMUEL 15:1-35 (SAMUEL DAN SAUL)

Pdt. Budi Asali MDIV.
1 SAMUEL 15:1-35 (SAMUEL DAN SAUL)
Apa yang diceritakan secara singkat dalam 1Samuel 14:48, sekarang diceritakan secara panjang lebar dalam 1Samuel 15 . Tetapi dalam 1Samuel 14:48 hanya disoroti baiknya saja, dan karena itu dikatakan ‘Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang gagah perkasa, memukul kalah orang Amalek, dan melepaskan Israel dari tangan orang yang merampasi mereka’. Sedangkan sekarang dalam 1Samuel 15 diceritakan hal jeleknya.

I) Perintah Tuhan kepada Saul.

1) Perintah Tuhan kepada Saul didahului dengan kata-kata yang mengingatkan bahwa Saul menjadi raja karena Tuhan yang mengangkatnya menjadi raja (1Samuel 15: 1). Ini menjadi alasan mengapa Saul, sekalipun ia adalah seorang raja, tetap harus mentaati perintah Tuhan.

Penerapan: Apakah saudara mempunyai kedudukan tinggi? Ingat bahwa Tuhanlah yang mengangkat saudara (bdk. Mazmur 75:7-8), dan karena itu janganlah kedudukan tinggi itu menyebabkan saudara tidak mentaati Tuhan.

2) Tuhan memerintahkan Saul untuk memusnahkan seluruh bangsa Amalek beserta ternaknya (1Samuel 15: 3).

a) Apa sebabnya Tuhan menyuruh Saul untuk memusnahkan Amalek?

Tuhan menyuruh memusnahkan Amalek, karena Amalek pernah melakukan kejahatan kepada Israel, ketika Israel baru keluar dari Mesir (1Samuel 15: 2 bdk. Keluaran 17:8 Ulangan 25:18-19). Ini menunjukkan bahwa Tuhan mengingat dosa Amalek / manusia! Tetapi tentu saja untuk orang beriman yang telah mengakui dosanya, Tuhan tidak lagi mengingat-ingat dosanya (Yes 38:17b Yesaya 43:25 Mikha 7:18-19).

Tetapi orang Amalek saat itu tidak dihukum karena dosa nenek moyangnya pada jaman Musa (Yeh 18:20). 1Samuel 15: 33 menunjukkan dosa Amalek dan rajanya yang bernama Agag, dan demikian juga 1Sam 14:48b menunjukkan bahwa Amalek telah merampasi [NIV: ‘had plundered’ (= telah menjarah)] orang Israel.

Matthew Poole: “I seem to have forgotten, but now I will show that I remember, and now will revenge, those old injuries done four hundred years ago, which now I will punish in their children; which was the more just, because they continued in their parents’ cruel practices, below, ver. 33” (= Aku kelihatannya telah lupa, tetapi sekarang Aku akan menunjukkan bahwa Aku ingat, dan sekarang akan membalas, luka lama yang dilakukan 400 tahun yang lalu, yang sekarang akan Kuhukum dalam anak-anak / keturunan mereka; yang merupakan hal yang adil, karena mereka meneruskan praktek-praktek kejam orang tua / nenek moyang mereka, di bawah, 1Samuel 15: 33) - hal 549.

b) Amalek harus dimusnahkan secara total, termasuk ternaknya (1Samuel 15: 3).

Adam Clarke: “This war was not for plunder, for God commanded that all the property as well as all the people should be destroyed” (= Perang ini bukan untuk penjarahan, karena Allah memerintahkan bahwa semua milik maupun orang / rakyatnya harus dihancurkan) - hal 255.

1Samuel 15: 3: ‘kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu’.

Matthew Poole: “Infant and suckling; for their parents’ crime and punishment; which was not unjust, because God is the supreme Lord and giver of life, and can require his own when he pleaseth; infants also are born in sin, Psal. 51:5, and therefore liable to God’s wrath, Eph. 2:3, and to death, Rom. 5:12,14. Their death also was rather a mercy than a curse to them, as being the occasion of preventing the vast increase of their sin and punishment” (= Bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu; karena kejahatan dan hukuman orang tua mereka; yang bukan tidak adil, karena Allah adalah Tuhan yang tertinggi dan pemberi kehidupan, dan bisa menuntut miliknya pada waktu Ia berkenan; bayi-bayi juga dilahirkan dalam dosa, Mazmur 51:7, dan karena itu dapat dikenakan murka Allah, Ef 2:3, dan kematian, Ro 5:12,14. Kematian mereka juga lebih merupakan belas kasihan dari pada kutuk bagi mereka, karena merupakan kejadian yang menghalangi penambahan yang sangat banyak dari dosa dan hukuman mereka) - hal 549.

II) Ketidak-taatan Saul.

1) Saul lalu mengumpulkan tentara dan mengatur strategi (1Samuel 15: 4-5).

2) Saul menyuruh orang Keni, yang tinggal di antara orang Amalek, untuk menyingkir dari antara orang Amalek, supaya mereka tidak dimusnahkan bersama-sama dengan orang Amalek, karena orang Keni mempunyai hubungan yang baik dengan Israel (bdk. Hak 1:16), dan orang Keni lalu menuruti perintah Saul ini (1Samuel 15: 6).

3) Saul lalu memukul kalah orang Amalek (1Samuel 15: 7).

Ia menangkap hidup-hidup raja Amalek, yaitu Agag, sedangkan segenap rakyat Amalek ditumpasnya (ay 8). Sedangkan ternak, hanya yang tidak / kurang baik yang ditumpas, tetapi yang baik / terbaik tidak ditumpas (1Samuel 15: 9).

a) Raja Amalek, yaitu Agag.

Agag adalah nama resmi raja Amalek, sama seperti nama Firaun bagi raja Mesir (bdk. Bilangan 24:7 dimana nama Agag sudah muncul pada jaman Bileam / Musa).

Kita tidak tahu mengapa Saul tidak membunuh Agag, tetapi menangkapnya hidup-hidup, tetapi apapun alasannya, ini bertentangan dengan perintah Tuhan yang menyuruhnya untuk membunuh semua.

b) Apakah seluruh rakyat Amalek ditumpas?

Sekalipun 1Samuel 15: 8 mengatakan ‘segenap rakyatnya ditumpasnya’, tetapi rupanya Amalek tidak betul-betul dimusnahkan secara total, karena dalam 1Samuel 27:8, 1Sam 30, dan 2Sam 8:12 terlihat bahwa orang Amalek masih ada pada jaman Daud, dan baru dimusnahkan secara total pada jaman Hizkia (1Taw 4:43).

Keil & Delitzsch: “‘All,’ i.e. all that fell into the hands of the Israelites. For it follows from the very nature of the case that many escaped, and consequently there is nothing striking in the fact that Amalekites are mentioned again at a later period (ch. 27:8 30:1 2Sam 8:12). The last remnant was destroyed by the Simeonites upon the mountains of Seir in the reign of Hezekiah (1Chron. 4:43)” [= ‘Segenap’ yaitu semua yang jatuh ke tangan orang Israel. Karena dari keadaan kasusnya terlihat bahwa banyak yang lolos, dan karenanya tidak ada yang luar biasa dalam fakta bahwa orang Amalek disebutkan lagi pada masa belakangan (27:8 30:1 2Sam 8:12). Sisa yang terakhir dihancurkan oleh suku Simeon di pegu-nungan Seir pada masa pemerintahan Hizkia (1Taw 4:43)] - hal 152.

c) Tentang ternak, Saul hanya menumpas ternak yang tidak berharga dan buruk (Pulpit Commentary: ‘the second best’ / ‘yang terbaik kedua’), sedangkan yang baik / terbaik tidak ditumpas.

Mungkin Saul dan rakyat / tentaranya merasa sayang membunuh / membuang sia-sia ternak yang terbaik itu, dan mungkin mereka mendukungnya dengan berargumentasi: yang berdosa kan orangnya, ternaknya kan tidak salah? Atau: dari pada dibunuh dan terbuang sia-sia, bukankah lebih baik kalau digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna?

Pulpit Commentary: “It is very dangerous to begin to compare our wishes and plans with the clear will of God; every thought should at once be brought into subjection” (= Adalah sangat berbahaya untuk mulai membandingkan keinginan dan rencana kita dengan kehendak yang jelas dari Allah; setiap pemikiran harus segera dibawa pada ketundukan) - hal 275.

Pulpit Commentary: “And so he had in the half-way in which men generally keep God’s commandments, doing that part which is agreeable to themselves, and leaving that part undone which gives them neither pleasure nor profit” (= Dan begitulah ia ada di tengah jalan dimana manusia biasanya mentaati perintah Allah, melakukan bagian yang sesuai dengan diri mereka sendiri / menyenangkan diri mereka sendiri, dan tidak melakukan bagian yang tidak memberi mereka kesenangan ataupun keuntungan) - hal 266.

Jangan terlalu cepat berpikir, ‘Berapa sih harganya sapi / domba, kok dibelani sampai menentang perintah Tuhan?’. Ingat bahwa ini ternak dari satu bangsa. Berapa banyaknya ternaknya? Ternaknya Ayub saja jumlahnya 7000 kambing domba, 3000 unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina. Saya yakin ternaknya Amalek tentu jauh lebih banyak dari itu. Kalau domba satu harganya Rp 300.000,- dan sapi Rp 3 juta, sedangkan jumlah ternak itu ribuan, maka jelas nilainya jadi puluhan / ratusan milyar rupiah

Mungkin ini masih kurang relevan bagi saudara, karena kita tidak mengumpulkan harta dalam bentuk ternak. Karena itu saya akan memberi contoh yang mungkin lebih relevan untuk saudara. Saya punya teman yang orang tuanya mempunyai 3 buah patung berhala dari emas, yang katanya masing-masing beratnya 25 kg. Misalnya saudara menginjili orang itu, dan ia lalu bertobat, dan lalu menye-rahkan patung berhala itu kepada saudara, apa yang saudara akan lakukan dengan patung emas itu? Bdk. Ul 7:25-26 - “(25) Patung-patung allah mereka haruslah kamu bakar habis; perak dan emas yang ada pada mereka janganlah kauingini dan kauambil bagi dirimu sendiri, supaya jangan engkau terjerat karenanya, sebab hal itu adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu. (26) Dan janganlah engkau membawa sesuatu kekejian masuk ke dalam rumahmu, sehingga engkaupun ditumpas seperti itu; haruslah engkau benar-benar merasa jijik dan keji terhadap hal itu, sebab semuanya itu dikhususkan untuk dimusnahkan”.

Catatan: Kata-kata ‘dikhususkan untuk dimusnahkan’ dalam Ulangan 7:26 ini dalam bahasa Ibraninya adalah CHEREM, dan ini juga merupakan kata yang dipakai dalam 1Samuel 15:3 (‘tumpaslah’).

Atau misalnya ada orang mempunyai keris dari emas yang diisi kuasa gelap, diberi sesajen dsb. Kalau orang itu bertobat dan menyerahkan keris itu kepada saudara, maukah saudara mentaati perintah Tuhan dalam Ul 7:25-26 ini? Tegakah saudara menghancurkan / membuang emas itu? Tidakkah lebih baik ditengking roh jahatnya, dilebur, lalu dijual emasnya, dan emasnya dipersembahkan kepada Tuhan / untuk membangun gereja, atau untuk membantu orang miskin, dsb?

(Bdk. juga dengan Kis 19:19 dimana orang yang mempraktekkan sihir bertobat dan lalu membakar kitab-kitab sihir mereka senilai 50.000 uang perak).

Jadi, 1Samuel 15: 8-9 ini menunjukkan ketidaktaatan Saul terhadap perintah Tuhan dalam ay 3.

III) Akibat ketidaktaatan Saul.

1) Allah menyesal (ay 11a,35b).

1Samuel 15: 11a: ‘Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja’.

KJV: ‘It repenteth me that I have set up Saul to be king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan Saul raja).

RSV: ‘I repent that I have made Saul king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan Saul raja).

NIV: ‘I am grieved that I have made Saul king’ (= Aku sedih bahwa Aku telah menjadikan Saul raja).

NASB: ‘I regret that I have made Saul king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan Saul raja).

Kata-kata ‘Allah menyesal’ muncul banyak kali dalam Kitab Suci (Kej 6:5-6 Kel 32:10-14 1Sam 15:11a,35b Yesaya 38:1,5 Yeremia 18:8 Yunus 3:10 Amos 7:3,6). Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah rencanaNya? Saya menjawab: Tidak!

Penjelasan:

a) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci. Sedangkan 1Sam 15:29 dan Bil 23:19 mengatakan bahwa Allah tidak mungkin menyesal.

Keil & Delitzsch: “That this does not express any changeableness in the divine nature, but simply the sorrow of the divine love at the rebellion of sinners, is evident enough from ver. 29” (= Bahwa ini tidak menyatakan perubahan apapun dalam hakekat ilahi, tetapi sekedar kesedihan dari kasih ilahi terhadap pemberontakan orang berdosa, adalah cukup jelas dari ay 29) - hal 153.

Disamping itu, Ayub 42:1-2 Mazmur 33:10-11 Yesaya 14:24,26-27 Yesaya 46:10-11 Yeremia 4:28 menunjukkan bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah / gagal, tetapi sebaliknya pasti terlaksana.

Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.

Mazmur 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun”.

Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: “Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.

Yesaya 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melak-sanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Yeremia 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.

b) ‘Allah menyesal’ adalah bahasa Anthropomorphic / Anthropopathy.

Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphic (bahasa yang menggam­barkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphic, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian. Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yesaya 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yohanes 4:24).

Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.

Pulpit Commentary: “We cannot ascribe human feelings to God; yet it is only by the analogy of human feelings that we can know anything of the mind of God” (= Kita tidak bisa menganggap bahwa Allah memiliki perasaan-perasaan menusia; tetapi hanya dengan analogi tentang perasaan-perasaan manusia ini kita bisa mengetahui sesuatu dari pikiran Allah) - hal 272.

Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu.

Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!

Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah atau menyedihkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ harus dianggap sebagai kiasan dan hanyalah menunjukkan perubahan tindakan.

Calvin: “When God repents of having made Saul king, the change of mind is to be taken figuratively. A little later there is added: ‘The strength of Israel will not lie, nor be turned aside by repentance; for he is not man, that he may repent’ (1Sam. 15:29 p.). By these words openly and unfiguratively God’s unchangeableness is declared” [= Pada waktu Allah menyesal karena telah menjadikan Saul raja, perubahan pikiran harus dianggap sebagai kiasan. Sebentar lagi ditambahkan: ‘Kekuatan Israel / Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal’ (1Samuel 15:29). Dengan kata-kata ini secara terbuka / jelas dan tanpa kiasan ketidak-berubahan Allah dinyatakan] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, chapter XVII, no 12.

Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

Dan dalam tafsirannya tentang Kejadian 6:6 yang berbunyi: “maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya”, Keil & Delitzsch berkata sebagai berikut: “The force of ‘it repented the Lord,’ may be gathered from the explanatory ‘it grieved Him at His heart.’ This shows that the repentance of God does not presuppose any variableness in His nature or His purposes. In this sense God never repents of anything (1Sam. 15:29), ... The repentance of God is an anthropomorphic expression for the pain of the divine love at the sin of man” [= Pengaruh / arti dari ‘menyesallah Tuhan’ bisa didapatkan dari bagian yang bersifat menjelaskan ‘hal itu memilukan hatinya’. Ini menunjukkan bahwa penyesalan Allah tidak menunjukkan perubahan apapun dalam hakekat / sifatNya atau tujuan / rencanaNya. Dalam arti ini Allah tidak pernah menyesal tentang apapun (1Samuel 15:29), ... Penyesalan Allah merupakan pernyataan anthropomorphic untuk rasa sakit dari kasih ilahi terhadap dosa manusia] - hal 140.

c) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.

Illustrasi: Ada seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah piki­ran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.

Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya! Ajaran Arminian, yang mengatakan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya, dan bisa gagal rencanaNya, adalah ajaran yang tidak Alkitabiah!

2) Tuhan menolak Saul sebagai raja (ay 23b,26,28).

Ini akan saya bahas di bawah (IV,3,e).

IV) Samuel dan Saul.

1) Setelah mendengar kata-kata Tuhan dalam ay 11a, Samuel dikatakan menjadi sakit hati, dan lalu berdoa semalam-malaman kepada Tuhan (ay 11b).

1Samuel 15: 11b: ‘Maka sakit hatilah Samuel’.

KJV: ‘And it grieved Samuel’ (= Dan hal itu menyedihkan Samuel).

RSV: ‘And Samuel was angry’ (= Dan Samuel marah).

NIV: ‘Samuel was troubled’ (= Samuel susah).

NASB: ‘And Samuel was distressed’ (= Dan Samuel sedih).

Pulpit Commentary: ‘it burned Samuel’ (= itu membakar Samuel).

Kata yang sama muncul dalam Yunus 4:1 dimana kata itu diterjemahkan ‘marah’.

Bandingkan ini dengan 1Samuel 15: 35b: ‘Samuel berdukacita karena Saul’.

RSV/NASB: ‘Samuel grieved over Saul’ (= Samuel sedih karena Saul).

KJV/NIV: ‘Samuel mourned for him’ (= Samuel berkabung untuknya).

Jadi kelihatannya dalam diri Samuel ada gabungan perasaan sedih dan marah. Ini sikap yang benar pada waktu melihat saudara seiman jatuh ke dalam dosa! Bandingkan dengan Kis 17:16 yang sekalipun dalam terjemahan Indonesia hanya mengatakan ‘sedih’ tetapi sebetulnya kata Yunaninya menunjukkan pada gabungan perasaan sedih, marah, kasihan dsb.

Tetapi ia bukan hanya sumpek / marah / sedih, tetapi juga berdoa sepanjang malam (ay 11 akhir). Mungkin ia berdoa supaya Tuhan mengampuni Saul, tetapi karena Saul tidak bertobat dengan sungguh-sungguh maka Tuhan tidak mengampuninya.

Perlu diingat bahwa sejak jaman Yakub, Tuhan sudah menetapkan bahwa raja-raja Israel akan muncul dari keturunan Yehuda (Kej 49:8-10), sehingga memang bukanlah rencana Tuhan kalau raja-raja Israel muncul dari keturunan Saul yang adalah dari suku Benyamin. Doa Samuel tidak sesuai dengan kehendak / rencana Tuhan dan karena itu tidak dikabulkan (bdk. 1Yohanes 5:14).

2) Paginya Samuel mau menemui Saul, tetapi Saul telah pergi ke Karmel untuk mendirikan baginya tanda peringatan (ay 12).

1Samuel 15: 12: ‘telah didirikannya baginya suatu tanda peringatan’.

NIV: ‘he has set up a monument in his own honor’ (= ia telah mendirikan sebuah monumen untuk kehormatannya sendiri).

Kata Ibrani yang diterjemahkan tanda peringatan / monument itu adalah YAD, yang arti hurufiahnya adalah ‘tangan’ [Bdk. 2Sam 18:18 - ‘tugu peringatan Absalom’. NIV: ‘Absalom’s monument’ (= monumen Absalom). Lit: ‘hand of Absalom’ (= tangan Absalom)].

Pulpit Commentary: “The trophy at Carmel is a token of his own self-satisfaction” (= Piala di Karmel merupakan tanda / bukti dari kepuasan dirinya sendiri) - hal 266.

Saul merasa puas dengan kemenangannya, dan ia ingin ‘membangun nama’ untuk dirinya sendiri dengan membangun monumen itu, padahal di mata Tuhan ia telah ‘melakukan apa yang jahat’ (ay 19b).

Bdk. Amsal 27:2 - “Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri”.

3) Dialog Saul - Samuel (1Samuel 15: 13-31).

a) Ketika Samuel bertemu dengan Saul, Saul menyapanya dengan suatu berkat, dan menyatakan bahwa ia telah melaksanakan perintah Tuhan (1Samuel 15: 13).

Bahwa Saul merasa sudah mentaati perintah Tuhan, tidak berarti betul-betul demikian (bdk. pemuda kaya dalam Matius 19:16-22).

Pulpit Commentary: “While Saul’s own conscience was silent they were proclaiming his disobedience” [= Sementara hati nurani Saul sendiri diam, mereka (ternak dalam ay 14) memproklamirkan ketidaktaatannya] - hal 266.

Bdk. 1Kor 4:3b,4 (NIV): “I do not even judge myself. My conscience is clear, but that does not make me innocent. It is the Lord who judges me” (= Aku bahkan tidak menghakimi diriku sendiri. Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku).

b) Samuel, yang mendengar bunyi ternak yang dijarah oleh Israel, lalu bertanya dalam ay 14: kalau engkau memang mentaati Tuhan, bunyi apakah itu? Memang kalau Saul mentaati perintah Tuhan dengan membasmi semua ternak, maka pasti pada saat itu tidak akan ada bunyi ternak.

c) Saul menyalahkan rakyat (1Samuel 15: 15,21 bdk. Kejadian 3:12-13).

Ada penafsir yang menganggap Saul tidak berdusta, tetapi saya lebih setuju dengan penafsir yang menganggap ini sebagai dusta / alasan untuk membenarkan diri.

Matthew Poole: “they could not do it without his privity and consent; and he should have used his power and authority to overrule them for God’s sake, as he had done formerly for his own sake. But the truth is, he was zealous for his own honour and interest, but lukewarm when God only was concerned” (= mereka tidak bisa melakukan itu tanpa sepengetahuannya dan persetujuannya; dan ia seharusnya telah menggunakan kuasa dan otoritasnya untuk menolak / mengesampingkan mereka demi Allah, seperti yang telah ia lakukan sebelumnya demi dirinya sendiri. Tetapi kebenarannya adalah, ia bersemangat untuk kehormatan dan kesenang-annya sendiri, tetapi suam-suam kuku pada waktu itu hanya bersang-kutan dengan Allah) - hal 550.

Bahkan dalam 1Samuel 15: 24 sekalipun secara lahiriah Saul mengaku salah, tetapi ia tetap menyalahkan rakyat. Ia berdalih bahwa ia takut kepada rakyat, sehingga lalu menuruti permintaannya.

Adam Clarke: “had he feared God more, he need have feared the people less” (= andaikata ia takut kepada Allah lebih banyak, ia perlu takut kepada rakyat lebih sedikit) - hal 256.

Tetapi sebetulnya pengakuan Saul bahwa ia takut kepada rakyat ini jelas omong kosong. Bahwa Saul tidak takut kepada rakyat dan bahkan mempunyai otoritas tinggi atas rakyat terlihat dari 1Sam 11:7 dan 1Sam 14:24,34,40.

Pulpit Commentary: “the people who so readily obeyed Saul before (ch. 14:24,34,40) would have obeyed him now, had he really wished it” [= rakyat yang begitu siap mentaati Saul sebelumnya (14:24,34,40) akan mentaatinya sekarang, seandainya ia sungguh-sungguh menginginkan-nya] - hal 266.

d) Saul juga berkata bahwa rakyat tidak membunuh ternak yang baik dengan maksud untuk mempersembahkannya sebagai korban kepada Tuhan (ay 15,21).

Samuel lalu menjawab bahwa ketaatan lebih penting dari pada memberi korban kepada Tuhan (1Samuel 15: 22-23).

1Samuel 15: 23: ‘kedegilan’.

KJV/RSV: ‘stubbornness’ (= kekeraskepalaan).

NIV: ‘arrogance’ (= kesombongan).

NASB: ‘insubordination’ (= ketidaktundukan / pembangkangan).

Keil & Delitzsch: “By saying this, Samuel did not reject sacrifices as worthless; he did not say that God took no pleasure in burnt-offerings and slain-offerings, but simply compared sacrifice with obedience to the command of God, and pronounced the latter of greater worth than the former” (= Dengan mengatakan ini, Samuel tidak menolak korban sebagai tidak berharga; ia tidak berkata bahwa Allah tidak senang dengan korban bakaran dan korban sembelihan, tetapi sekedar mem-bandingkan korban dengan ketaatan pada perintah Allah, dan menyatakan yang terakhir sebagai lebih bernilai dari pada yang pertama) - hal 155-156.

Keil & Delitzsch: “Opposition to God is compared by Samuel to soothsaying and oracles, because idolatry was manifested in both of them. All conscious disobedience is actually idolatry, because it makes self-will, the human I, into a god. So that all manifest opposition to the word and commandment of God is, like idolatry, a rejection of the true God” (= Menentang / melawan Allah dibandingkan oleh Samuel dengan tenung dan ramalan, karena penyembahan berhala dinyatakan dalam keduanya. Semua ketidaktaatan yang disadari sebenarnya adalah penyembahan berhala, karena itu membuat kehendak sendiri, ego manusia, sebagai suatu allah. Begitulah semua penentangan yang nyata terhadap firman dan perintah Allah adalah, seperti penyembahan berhala, suatu penolakan terhadap Allah yang benar) - hal 157.

1Samuel 15: 22-23 ini harus diingat oleh orang yang melakukan dosa dengan alasan supaya bisa memberi persembahan untuk Tuhan.

Misalnya bekerja pada Sabat supaya bisa memberi lebih banyak kepada Tuhan.

Charles Haddon Spurgeon: “The sentence before us is worthy to be printed in letters of gold and hung up before the eyes of the present idolatrous generation, who are very fond of the fineries of will-worship, but utterly neglect the laws of God. Be it ever in your remembrance that to keep strictly in the path of your Savior’s command is better than any outward form of religion, and the hearken to His precept with an attentive ear is better than to bring the fat of rams, or any other precious thing to lay on His altar. ... though you should give your body to be burned and all your goods to feed the poor, if you do not hearken to the Lord’s precepts, all your formalities will profit you nothing. ... How many adorn their temples and decorate their priests, but refuse to obey the word of the Lord! My soul, come not into their secret” (= Kalimat di depan kita ini layak untuk dicetak dengan huruf dari emas dan digantung di depan mata dari generasi penyembahan berhala sekarang ini, yang sangat senang dengan keindahan dari penyembahan kehendak, tetapi sama sekali mengabaikan hukum-hukum Allah. Ingatlah selalu bahwa mentaati secara ketat perintah Juruselamatmu adalah lebih baik dari bentuk lahiriah / luar apapun dari agama, dan mendengarkan perintahNya dengan telinga yang memperhatikan adalah lebih baik dari membawa lemak domba jantan, atau benda-benda berharga lainnya untuk diletakkan di altarNya. ... sekalipun engkau memberikan tubuhmu untuk dibakar dan semua harta bendamu untuk memberi makan orang miskin, jika engkau tidak mendengar perintah Tuhan, semua upacaramu tidak akan memberimu keuntungan apa-apa. ... Betapa banyak orang yang memperindah Bait Allah mereka dan menghiasi imam-imam mereka, tetapi menolak untuk mentaati firman Tuhan! Jiwaku, janganlah datang kepada perkumpulan mereka) - ‘Morning and Evening’, Oct. 18, evening.

Bdk. Amsal 21:3 - “Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN dari pada korban”.

e) Ini menyebabkan Tuhan menolak Saul sebagai raja (ay 23b,26,28 bdk. Hosea 13:11 - “Aku memberikan engkau seorang raja dalam murkaKu dan mengambilnya dalam gemasKu”).

· Ini menyebabkan Saul lalu ‘mengaku dosa’ (1Samuel 15: 24,30).

Barnes’ Notes: “How was it that these repeated confessions were unavailing to obtain forgiveness, when David’s was? Because Saul only shrank from the punishment of his sin. David shrank in abhorrence from the sin itself (Ps. 51:4)” [= Mengapa pengakuan yang berulang-kali ini tidak berhasil mendapatkan pengampunan, sementara pengakuan Daud berhasil mendapatkannya? Karena Saul hanya berbalik karena hukuman dosanya. Daud berbalik dalam kejijikan dari dosa itu sendiri (Maz 51:6)] - hal 39.


· Saul memegang jubah Samuel sehingga jubah itu terkoyak, dan Samuel menggunakan peristiwa itu sebagai alat untuk memberitakan bahwa jabatan raja itu sudah dikoyakkan oleh Tuhan dari pada Saul dan diberikan kepada orang lain (1Samuel 15: 27-28).

Samuel menambahkan lagi ay 29.

1Samuel 15: 29: ‘Sang Mulia dari Israel’.

KJV: ‘the Strength of Israel’ (= Kekuatan Israel).

RSV/NIV/NASB: ‘the Glory of Israel’ (= Kemuliaan Israel).

Kata Ibraninya adalah NETSAH YISRAEL.

Keil & Delitzsch: ‘the Trust of Israel’ (= Kepercayaan israel).

Keil & Delitzsch: “NETSAH signifies constancy, endurance, then confidence, trust, because a man can trust in what is constant. This meaning is to be retained here, where the word is used as a name for God, and not the meaning ‘gloria’, which is taken in 1Chron. 29:11 from the Aramean usage of speech, and would be altogether unsuitable here, where the context suggests the idea of unchangeableness. For a man’s repentance or regret arises from his changeableness, from the fluctuations in his desires and actions. This is never the case with God; consequently He is NETSAH YISRAEL, the unchangeable One, in whom Israel can trust, since He does not lie or deceive, or repent of His purposes. These words are spoken theomorphically, whereas in ver. 11 and other passages, which speak of God as repenting, the words are to be understood anthropomorphically” (= NETSAH berarti ketetapan, ketahanan, lalu keyakinan, kepercayaan, karena seseorang bisa mempercayai apa yang tetap. Arti ini harus dipertahankan di sini, dimana kata ini dipakai sebagai suatu nama bagi Allah, dan bukan arti ‘mulia’, yang diambil dari 1Taw 29:11 dari cara bicara orang Aram / Syria, dan sama sekali tidak cocok di sini, dimana kontex menunjukkan gagasan tentang ketidak-bisa-berubahan. Untuk seorang manusia pertobatan atau penyesalan muncul dari kebisa-berubahannya, dari perubahan dalam keinginan dan tindakannya. Ini tidak pernah terjadi dengan Allah; dan karenanya Ia adalah NETSAH YISRAEL, Yang tidak bisa berubah, yang bisa dipercayai oleh Israel, karena Ia tidak berdusta atau menipu, atau menyesali rencana / tujuanNya. Kata-kata ini diucapkan secara theomorphic, sedangkan dalam ay 11 dan bagian-bagian lain, yang berbicara tentang penyesalan Allah, kata-kata itu harus dimengerti secara anthropomorphic) - hal 158.

Pulpit Commentary: “In ver. 11 God was said to repent, because there was what appeared to be a change in the Divine counsel. ... But such modes of speaking are in condescension to human weakness. Absolutely with God there is no change” (= Dalam ay 11 Allah dikatakan menyesal, karena di sana kelihatannya ada perubahan dalam rencana ilahi. ... Tetapi cara berbicara seperti itu merupakan perendahan kepada kelemahan manusia. Secara mutlak dengan Allah tidak ada perubahan) - hal 268.

Jadi, 1Samuel 15: 29 ini menunjukkan bahwa bagaimanapun Saul mau berusaha / memaksa supaya ia tetap menjadi raja, Tuhan tidak berubah dari keputusanNya.

f) Saul mendesak supaya Samuel ikut dia, supaya ia tidak kehilangan muka di depan rakyatnya (ay 30), dan Samuel lalu menurutinya (1Samuel 15: 31).

Poole berkata bahwa Samuel akhirnya ikut Saul, karena:

· ia tak mau rakyat tak hormati Saul sebagai raja, karena nanti menjadi seperti domba tak bergembala.

· ia mau membunuh Agag sesuai dengan kehendak Tuhan.

4) Samuel membunuh Agag (1Samuel 15: 32-33).

5) 1Samuel 15: 35: ‘Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi’.

RSV/NASB: ‘And Samuel did not see Saul again until the day of his death’ (= Dan Samuel tidak melihat Saul lagi sampai hari kematiannya). Ini = KS Ind.

KJV: ‘And Samuel came no more to see Saul until the day of his death’ (= Dan Samuel tidak datang lagi untuk melihat Saul sampai hari kematiannya).

NIV: ‘Until the day Samuel died, he did not go to see Saul again’ (= Sampai hari kematian Samuel, ia tidak pergi melihat Saul lagi).

Dalam 1Samuel 19:24 Samuel melihat Saul lagi, tetapi itu terjadi bukan karena ia pergi melihat Saul, tetapi Saullah yang datang kepadanya.

Pulpit Commentary: “the words have a higher meaning than the mere seeing or meeting one with the other. They involve the cessation of that relation in which Samuel and Saul had previously stood to one another as respectively the prophet and king of the same Jehovah. Saul was no longer the representative of Jehovah, and consequently Samuel no more came to him, bearing messages and commands, and giving him counsel and guidance from God” (= kata-kata ini mempunyai arti yang lebih tinggi dari pada semata-mata melihat atau bertemu satu sama lain. Ini mencakup penghentian dari hubungan yang lalu dimana Samuel dan Saul adalah nabi dan raja dari Yehovah yang sama. Saul tidak lagi merupakan wakil Yehovah, dan karenanya Samuel tidak lagi datang kepadanya, membawa pesan dan perintah, dan memberinya nasehat dan pimpinan dari Allah) - hal 268.

Penutup / kesimpulan.

Di sini kita melihat sejarah dari orang yang makin lama makin menjauhi Tuhan! Jangan menirunya!
-AMIN-
Next Post Previous Post