CACAT WANITA (BELAJAR DARI KITAB AMSAL)
Betapa terkejutnya kita, waktu mendengar seorang Kristen, yang juga aktivis gereja, dikabarkan meninggalkan pasangannya dan memilih hidup bersama bekas teman sekolahnya dulu, setelah beberapa kali mereka bertemu dalam reuni sekolah; orang bilang itu namanya ‘CLBK’ (Cinta Lama Bersemi Kembali). Atau, ketika kita mendengar seorang bendahara arisan warga membawa lari uang arisan, padahal dia aktivis Persekutuan Wanita di gerejanya.
Selain itu, masih ada kasus-kasus memalukan lainnya. Mungkin kita bertanya-tanya dalam hati, mengapa seorang Kristen, bahkan seorang aktivis gereja bisa jatuh ke dalam dosa yang begitu dalam? Apa hati nuraninya sudah mati, sehingga tidak bisa mendengar suara Roh Kudus yang memperingatkan dia?
Kita memang sangat memerlukan pertolongan dan anugerah Allah, supaya diberi kepekaan untuk menjauhkan diri dari godaan dan pencobaan; namun pertanyaannya: bagaimana kita mengenali godaan Iblis, yang berhasil menjatuhkan wanita pertama di dunia ini? Sebagai seorang wanita, bagaimana kita menyadari kelemahan atau ‘cacat’ kita, sehingga bisa segera menjauhkan diri dari godaan dan tidak jatuh? Wanita seperti apa yang berkenan di hadapan Allah?
Pola Godaan dan Kejatuhan Wanita
Dosa masuk ke dalam ciptaan melalui seorang wanita, dan Iblis masih menggunakan pola yang sama untuk menjatuhkan manusia, khususnya wanita. Kita akan belajar dari Kitab Suci, bagaimana pola godaan yang dipakai Iblis, dan bagaimana respons Hawa terhadap godaan itu sehingga membawanya jatuh ke dalam dosa.
Pertama, Hawa berada di tempat yang salah. Hawa berada dekat dengan pohon buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, yang Tuhan larang mereka memakannya; seharusnya Hawa menjauhi pohon itu. Berada dekat dengan objek yang dilarang Tuhan, berarti kita sendiri yang membawa diri ke dalam pencobaan. Kalimat dalam Amsal 4:15 mengatakan: “Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah daripadanya dan jalanlah terus.”
Kedua, Hawa membiarkan dirinya berkomunikasi dengan Setan, yang adalah musuh Allah. Setan datang dengan pertanyaan yang memutarbalikkan Firman Tuhan: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Kejadian 3:1); padahal yang Tuhan katakan kepada mereka: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari kamu memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2: 16-17).
Kita harus hati-hati dan teliti mendengar Firman Tuhan, sehingga tidak mudah diputarbalikkan oleh setan. Perhatikan di sini, Setan menambahkan kata “jangan” kepada perintah Tuhan sehingga pengertiannya jadi berbeda 180 derajat. Dan, Hawa mendengarkan perkataan itu lalu dia pun menjawab, artinya dia membiarkan dirinya masuk dalam komunikasi dengan Setan.
Ketiga, Hawa merespons dengan tidak tepat, Hawa ikut-ikutan menambahkan kata-kata yang tidak dikatakan Tuhan. Kita sudah melihat di bagian kedua tadi, apa yang Tuhan firmankan kepada mereka; sekarang bandingkan dengan yang Hawa katakan waktu dia menjawab ular di pasal 3:3, “… tetapi tentang buah pohon yang ada di tengahtengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan atau pun raba buah itu, nanti kamu mati.” Hawa menambahkan kata “raba buah itu”. Hanya mendekat pada pohon yang dilarang saja sudah tidak boleh, apalagi sampai meraba buah itu. Ketika kita sudah berada begitu dekat dengan pencobaan, hati kita akan terpikat dan kita akan segera tergelincir masuk ke dalam pencobaan itu sendiri.
Keempat, Hawa mengecilkan akibat dosa dari ‘pasti mati’ menjadi ‘nanti mati’, sehingga pengertiannya jadi cuma suatu kemungkinan akan mati/binasa. Di dunia kita hari ini, hal yang sama juga sudah sering dilakukan. Misalnya, orang mengatakan aborsi itu bukan pembunuhan, aborsi cuma salah satu metode ‘keluarga berencana.’ Di situ dosa diminimalisasi/diperkecil sedemikian rupa, sampai-sampai kita tidak menyadari lagi bahwa hal itu adalah dosa.
Sebagai anak Allah, sangatlah penting mengenali pola ini supaya kita tidak mudah jatuh ke dalam dosa. Iblis sering membuat kita mencurigai perintah Tuhan, membuat kita tidak puas dengan pengaturan Tuhan bagi hidup kita. Ketidakpuasan inilah yang memimpin kepada dosa. Hawa seharusnya cukup mengatakan “saya sudah seperti Allah!” karena dia memang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tapi dia malah berkomunikasi panjang lebar dengan si Setan. Kita sering terjebak dalam godaan ini, kita tidak puas, dan itu membawa kepada dosa.
Ketidakpuasan atas kondisi keuangan, membuat orang mencuri, korupsi, menipu, dan tindakan-tindakan dosa lainnya. Ketidakpuasan terhadap pasangan dan kehidupan pernikahan, membuat orang selingkuh; dan seterusnya. Kita tidak boleh menganggap enteng pola ini, karena ketika kita jatuh ke dalam dosa, kita akan memengaruhi orang-orang sekitar kita untuk melakukan hal yang sama, seperti Hawa memengaruhi Adam untuk ikut makan buah yang dilarang itu. Rantai ini terus menyebar ke dalam dunia dan ke generasi-generasi berikutnya. Hanya darah Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya saja yang dapat memutuskan rantai dosa ini.
Setelah mengenal pola godaan iblis yang menjatuhkan manusia, kita juga harus menyadari kelemahan kita, sehingga tidak mudah tergoda dan jatuh. Salomo berdosa di hadapan Allah dengan menikahi wanita-wanita yang menyembah berhala. Salomo ini juga yang menulis begitu banyak katakata bijaksana dalam Kitab Amsal. Di situ dia menyimpulkan ada dua kategori wanita yang dikontraskan. Yang pertama, wanita yang terpisah dari Allah; dalam Amsal disebut wanita jalang, wanita asing, wanita jahat. Yang kedua, wanita yang diperkenan Allah; dalam Amsal disebut wanita yang takut akan Allah.
Sekarang kita mau melihat dari Kitab Amsal, hal-hal apa yang menjadi ‘cacat’ seorang wanita. Dari situ, kita perlu melihat diri kita juga, ‘cacat’ apa saja yang masih ada pada diri kita, yang harus kita ubah dan tinggalkan.
Apa yang Ditulis Alkitab Tentang ‘Cacat’ Wanita?
• Tidak tulus
Wanita yang dikatakan ‘jahat’ di dalam Amsal, memberikan pujian yang tidak tulus, dan dengan motivasi yang salah pula. Penulis Amsal mengajarkan untuk menghindari wanita yang demikian; “… supaya engkau terlepas dari perempuan jalang, dari perempuan yang asing yang licin perkataannya” (Amsal 2: 16).
Di dalam terjemahan Bahasa Inggris, kata-kata “licin perkataannya” memakai istilah “flattereth with her words”, atau kalau dalam bahasa gaul sekarang, orang sering menyebut dengan ‘lebay’ –maksudnya berlebihan. Wanita seperti di Amsal ini memuji orang lain dengan berlebihan supaya dia punya banyak teman dan mereka suka berteman dengannya. Wanita yang senang memuji, sebenarnya dia juga wanita yang senang dipuji. Dia hidup dari pujian dan menyenangkan dirinya dengan pujian, terutama yang berurusan dengan kecantikannya.
Dia senang kalau dikatakan cantik, keren, seksi, modis; tapi tidak suka menerima pandangan orang lain tentang kekurangan dirinya. Kalau dikritik, dia menjadi marah; dia mengelak: “Saya tidak seperti itu lho… Kamu salah menilai, sebenarnya saya seperti ini… .” Kelemahan senang dipuji ini, justru menjadi titik kekuatan musuh untuk menjatuhkan wanita. Waspadalah akan kelemahan yang seringkali tidak kita sadari ini.
• Berhati jahat dan licik, menghancurkan orang lain demi kepentingannya sendiri
Amsal 6:24 mengajarkan bahwa seseorang harus memperhatikan perintah, ajaran dan teguran yang mendidik, itu disambung dengan kalimat: “yang melindungi engkau terhadap perempuan jahat, terhadap kelicikan lidah perempuan asing.” Wanita seperti ini, cerewet dan liat hatinya (Amsal 7:11). Wanita seperti ini membuat orang jatuh ke dalam lubang yang dalam. Perkataan wanita ini “menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutnya lebih licin daripada minyak” (Amsal 5:3), sehingga memperdaya orang untuk berbuat dosa.
Kelemahan ini juga berhubungan dengan mulut, yang mengeluarkan kata-kata licik akibat dari pikirannya yang jahat, sehingga memperdaya orang lain. Kita sering menonton sinetron-sinetron, yang menggambarkan wanita nyinyir penuh tipu muslihat, mereka menjebak orang lain dalam rencananya tanpa merasa bersalah demi kepentingannya sendiri, seperti dikatakan dalam Amsal 6: 26, “… karena bagi seorang sundal, sepotong rotilah yang penting.”
Kita harus waspada dengan pikiran dan perkataan kita. Wanita yang telah bertobat dan mempunyai hidup baru akan berhati-hati dengan lidahnya, karena dia tahu, setiap perkataannya yang tidak beres akan sangat mendukakan hati Allah. Ini tentunya berkaitan dan terletak pada bagaimana relasinya dengan Allah. Dia harus mengalami kasih Allah yang memberikan pengampunan dan membebaskan dari kepahitan, sehingga yang keluar dari hati dan lidahnya adalah perkataan yang lemah lembut dan tulus.
• Berpakaian tidak sopan dan tidak susila
Dikatakan di dalam Amsal 7:10, seorang wanita yang berpakaian tidak sopan itu seperti perempuan sundal yang berhati licik; selanjutnya, “Seperti anting-anting emas di jungur babi, demikianlah perempuan cantik yang tidak susila” (Amsal 11:22). Apakah maksud dari kalimat ini? Apakah yang dimaksud dengan berpakaian tidak sopan itu?
Mode dalam berpakaian sangat berpengaruh pada zaman ini. Di acara arisan, ibu-ibu berlomba-lomba dengan pakaian, sepatu, dan tasnya. Gaun malam yang modis dipakai sebagai ajang kompetisi yang tidak terlihat. Kita mungkin juga melihat orang Kristen –dalam hal ini gadis-gadis, ibu-ibu, bahkan wanita usia lanjut-- memakai hotpants (celana pendek yang seronok), sementara agama lain mengharuskan wanitanya memakai pakaian tertutup.
Ini paradoks. Wanita Kristen berpakaian minim tanpa melihat waktu dan tempat. Bolehkah kita berpakaian minim? Boleh, jika sesuai dengan waktu dan tempatnya, seperti di kolam renang. Akan terlihat konyol jika kita pakai piyama (baju tidur) masuk ke kolam renang; orang akan berkata: “Hei!… ada wanita edan di kolam renang!” Demikian juga kalau kita pakai pakaian renang pergi ke mall, orang akan berteriak yang sama.
Wanita yang bijak harus mengerti etika berpakaian, sehingga ia tidak disebut gadis atau wanita gampangan yang jadi sasaran pria iseng, karena dia mengerti bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19) dan telah dibeli dengan darah Kristus, sehingga harus memuliakan Allah dengan tubuhnya (1 Korintus 16:20).
Pakailah pakaian yang sesuai dengan keadaan, tanpa ingin menonjolkan kecantikan lahiriah (outer beauty) dan kemolekan diri, karena dalam Amsal 31:30 dikatakan: “kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia”. Pakailah pakaian yang mencerminkan karakter yang takut akan Tuhan sehingga memancarkan kecantikan yang dari dalam (inner beauty) karena hal itulah yang akan menjadi pujian baginya, seperti yang dikatakan di dalam ayat yang sama: “… tetapi istri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.”
• Bebal, suka bertengkar, pemarah
Cacat wanita selanjutnya yang dikatakan dalam kitab Amsal adalah bebal, suka berargumentasi, bahkan menyukai kontroversi. Amsal mengatakan, istri yang bebal itu seperti “tiris yang tidak henti-hentinya menitik” (Amsal 19:13b) sehingga suaminya lebih baik “tinggal di sotoh rumah” (Amsal 21:9) atau di “padang gurun daripada serumah dengan wanita yang suka bertengkar dan pemarah” (Amsal 21:19).
Mungkin kalimat Amsal di atas terdengar sangat menakutkan; kita membayangkan suasana rumah yang kacau. Ada istri yang cerewet dan suka bertengkar sehingga suaminya lebih suka lari ke sotoh/sudut rumah untuk menyendiri, atau memilih tinggal di padang gurun daripada berargumentasi dengan istrinya yang cerewet itu. Dalam hal ini, orang sering kali menganggap suami seperti itu hebat karena dia tidak lari atau kawin lagi. Tapi cukupkah itu?
Bebal, suka bertengkar, dan pemarah, adalah sebuah belenggu dosa dari seorang wanita, yang memberikan kepahitan kepada siapa pun yang dekat dengannya. Itu sebabnya teman-temannya, suaminya, atau bahkan anaknya lebih suka menjauh daripada dekat-dekat dan berkomunikasi dengan dia. Belenggu dosa ini seperti rayap yang menggerogoti kayu, tidak pernah berakhir selain dengan cara melenyapkan rayap tersebut dari sumbernya.
Sesungguhnya kita harus berbelas kasihan kepada wanita yang seperti ini. Wanita ini ‘cacat’ secara rohani, dan juga fisik. Seperti orang yang cacat bisu, ia tidak bisa bicara. Ia mudah marah ketika lawan bicaranya sulit mengerti. Amarahnya mudah tersulut dan membuat dia terpancing untuk bertengkar; bahkan bisa jadi dia sendiri yang menjadi provokator, menyulutkan kemarahan yang lebih besar lagi pada orang-orang sekelilingnya.
Ia akhirnya juga bisa mengalami depresi. Wanita bebal seperti yang ditulis di dalam Amsal ini, sebenarnya cacat rohani, tidak bisa diperbaiki hanya secara lahiriah, kecuali ia datang kepada sumber air hidup yaitu Kristus. Ia memerlukan pengampunan atas dosanya yang sudah menyakiti begitu banyak orang. Ia perlu diterangi Roh Kudus sehingga sadar betapa besar dosa pembenaran diri atau mengasihani diri, yang selama ini dia lakukan dengan cara marah-marah, bicara kasar, dsb. Tanpa pertobatan dan mengenali kelemahannya, kelakuannya makin hari akan makin menyedihkan.
• Suka mengeluh dan tidak berpengetahuan
“Perempuan bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman dan tidak tahu malu” (Amsal 9:13). Kekurangan wanita yang lainnya adalah: di satu sisi, sering kali mengeluh dan menuntut; sementara di sisi lain maunya serba gampang, tidak mau tahu apa-apa, tidak mau belajar, malas membaca untuk menambah pengetahuannya.
Ini model wanita yang lebih senang bergosip; gosip tentang teman-temannya, tentang politik, tentang artis-artis, dsb. Dalam kehidupan rohani, sering kali wanita seperti ini merasa cukup ber-“saat teduh” dengan membaca satu ayat dari buku renungan harian dan tidak menggali lebih dalam lagi -termasuk dari buku-buku rohani yang baik, jurnal Kristen, dsb.-- untuk lebih mengenali kekurangan dan memperbaiki karakternya.
Sering juga terjadi, wanita tidak bisa berelasi dengan baik karena kurang berpengetahuan –atau sering disebut ‘kuper’ alias kurang pergaulan— sehingga ketika diajak bicara, banyak hal yang tidak bisa ‘nyambung’. Ini sebenarnya identik dengan kurang pengetahuan. Orang yang berpengetahuan luas akan mudah ‘nyambung’ dengan siapa pun, selama dirinya rendah hati.
Wanita yang tidak ‘nyambung’ ini akhirnya jadi gampang mengeluh, menyalahkan situasi dan kondisi, minta dikasihani, dsb., sehingga sering kali jadi beban bagi orang sekelilingnya. Seiring dengan kemajuan zaman, kita semua sebenarnya sangat dimudahkan untuk belajar, baik itu belajar berbagai pengetahuan, belajar bahasa, ataupun belajar pemahaman Alkitab dari berbagai sumber. Pertanyaannya, apakah kita mau, karena sebenarnya tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak bisa memperlengkapi diri dengan berbagai pengetahuan ini.
Kita juga perlu menyadari bahwa pengetahuan yang banyak perlu diiringi dengan hikmat dan takut akan Tuhan. Salomo adalah orang yang sangat berpengetahuan. Tuhan memberikan hikmat yang terbesar kepada Raja Salomo dalam sejarah Kerajaan Israel, melebihi raja-raja sebelumnya; tetapi hikmat tanpa takut dan taat kepada Firman TUHAN adalah sia-sia, sebagaimana kita lihat di dalam kejatuhan Salomo. Oleh karena itu, marilah kita menjadi wanita yang memperlengkapi diri dengan Firman Tuhan karena “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang Maha Kudus adalah pengertian” (Amsal 9:10).
• Berzinah secara fisik atau pikiran
Perzinahan bukan hanya secara fisik, tetapi bisa juga secara pikiran. Tuhan Yesus berkata “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28). Berzinah melibatkan pikiran dan hati. Menonton film porno, membayangkan pria atau wanita yang bukan pasangannya, juga adalah bentuk perzinahan.
Perzinahan digambarkan dengan ‘mendua hati.’ Ketika seorang istri mulai membandingkan pasangannya dengan pria lain, bahkan mengaguminya sampai mengikuti idolanya ke mana-mana seperti cheer leader, itu pun sudah mendua hati; dan wanita ini akan mudah tergelincir kepada perzinaan batin yang tidak kelihatan. Jika ia mengabaikan relasinya dengan Tuhan, dan tidak mengerti kondisi kerohaniannya yang sebenarnya, dia tidak akan merasa dirinya melakukan dosa perzinahan ini, dia merasa dirinya melakukan yang benar.
Tiliklah hati kita senantiasa sehingga jangan sampai kita mendua hati dan tidak merasa berbuat jahat, seperti yang dikatakan dalam Amsal 30:20, “Inilah jalan perempuan yang berzinah: ia makan, lalu menyeka mulutnya, dan berkata: Aku tidak berbuat jahat.”
Keenam ‘cacat’ yang kita pelajari dari kitab Amsal tadi, dengan mudah menguasai diri kita –khususnya wanita-- baik secara mental dan fisik, seperti lingkaran ‘spiral kematian’ yang tidak kelihatan. Siklus kekecewaan, frustasi, kepahitan, dan kebencian adalah momok wanita yang sering menghancurkan kehidupannya.
Itu sebabnya perjalanan spiritual yang terus-menerus dijalani sangat penting, karena akan membuat kita merasakan kasih Allah, yang akan melepaskan ‘spiral kematian’ yang membelenggu diri kita. Ketika belenggu cacat itu tidak terlepas, kita seperti sedang memberi makan cacat tersebut, sehingga cacat kita makin besar, makin menjadikannya lapar, dan akhirnya makin bertumbuh menjadi cacat raksasa yang menakutkan bagi orang sekeliling kita.
Ironisnya, di dunia ini perilaku seperti bicara kasar, licik, marah, manis di lidah tapi menipu seperti ular, dianggap sebagai kelebihan, dianggap sebagai perilaku superioritas; padahal perilaku seperti ini adalah serangan merusak yang tidak kelihatan tetapi menakutkan. Di dalam gereja, perilaku seperti ini sering diwujudkan dengan merasa diri lebih baik di dalam Tuhan, lebih rohani dibandingkan orang lain --padahal ini sikap dari seorang Kristen yang belum dewasa.
Wanita yang dewasa rohani adalah wanita yang tahu kekurangan dirinya, dan selalu minta pertolongan Tuhan untuk terus diubah, terus dibentuk sehingga semakin hari semakin menyerupai Kristus. Rendah hati, belajar mempunyai belas kasihan kepada wanita-wanita ‘cacat’ yang berlebihan, dan berdoa bagi mereka supaya belas kasihan Tuhan mempertobatkan mereka menjadi manusia yang baru di hadapan Tuhan. Seorang wanita dikatakan saleh dan berkenan kepada Allah, ketika wanita ini mempunyai kerendahan hati untuk rela dibentuk terus-menerus, dikuduskan oleh Roh Kudus seumur hidupnya, sampai Tuhan memanggilnya pulang ke rumah Bapa di Surga.
Sebagai penutup, saya ingin menceritakan bagaimana rekan rohani saya bertemu dengan seorang wanita saleh dan ibu yang cinta Tuhan, yang begitu rendah hati dan sangat mengasihi Tuhan. Dalam satu diskusi, wanita ini bercerita bagaimana dirinya berjuang untuk kuliah menjadi Sarjana Teologi.
Wanita ini penampilannya sangat bersahaja dan terlihat sederhana. Ia tidak punya uang untuk biaya kuliahnya, karena ia punya enam anak yang masih perlu dibiayai, sementara suaminya seorang Pendeta, yang tidak memiliki penghasilan yang berlebihan. Tapi Tuhan mempersiapkan orang-orang untuk membiayai kuliahnya.
Wanita beranak enam ini, terpaksa harus membawa dua anaknya yang paling kecil ke kota tempat ia kuliah. Waktu kuliah, kedua anaknya itu berdiri di depan kelas sambil terus melihat mamanya karena mereka takut ditinggal. Sungguh sangat mengharukan. Wanita ini terus berjuang sampai ia lulus S1.
Perjuangan berikutnya, ketika ia mengambil S2 dengan beasiswa dari gereja di Jerman. Kali ini, dia harus membawa tiga orang anaknya. Pada waktu itu, anak yang besar –seorang anak perempuan-- mengambil kuliah S1, sementara dua anak yang lainnya masih kecil, maka sambil kuliah, si kakak perempuan dan ibunya bersama-sama mengasuh dua anak yang masih kecil.
Dalam anugerah Tuhan, Ibu ini akhirnya bisa menyelesaikan S2-nya; dan dia mengatakan: “Kita, sebagai pelayan Tuhan, tidak perlu banyak kuatir, kerjakan saja apa yang Tuhan tugaskan dalam gereja-Nya, selebihnya kita serahkan kepada Dia, yang memelihara hidup kita, seperti yang Tuhan sudah kerjakan dalam hidup saya, suami dan anak-anak saya.”
Ibu yang saleh ini sudah membuktikan bahwa Tuhan memelihara anak-anak-Nya yang berjalan bersama Tuhan dan hidup dalam kasih Tuhan. Anak pertamanya sudah menjadi dokter. Anak yang kedua menjadi Insinyur dan menyelesaikan S2 dengan beasiswa di Universitas Indonesia. Anak yang ketiga belajar Graphic Design dengan beasiswa di universitas negeri, sedangkan anak-anak yang lain masih sekolah dan kuliah.
Cerita itu memperlihatkan, bagaimana seorang wanita bisa begitu menjadi berkat, dan keluarganya pun diberkati, ketika dia hidup saleh, takut akan Tuhan, hidup bergaul dengan Firman Tuhan sehingga memiliki pikiran Kristus. Dan, itu tidak tergantung dari banyaknya materi. Justru dalam kesederhanaan, iman mereka menjadi teladan.
Wanita dapat mengurangi atau menghilangkan cacatnya bila ia bertobat. Tidak berhenti di situ, kita juga perlu terus membaca dan merenungkan Firman Tuhan dengan dipimpin Roh Kudus, sehingga hidupnya memiliki pikiran Kristus. Terus mau belajar dan bertumbuh dalam iman, pikiran, dan pengetahuan, sampai kita semua menggenapi rencana Tuhan di dalam hidup kita masing-masing sehingga kita boleh mengatakan perkataan yang sama dengan Kristus dalam Yohanes 4:34 : “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”CACAT WANITA (BELAJAR DARI KITAB AMSAL)