5 INTI HATI TUHAN DI TENGAH PANDEMI
Oleh : Rev. Dr. Victor Attalah
Sepanjang musim panas tahun 1665, mayat bergelimpangan di jalan-jalan kota London (Inggris). Setiap malam warga berteriak memohon “ keluarlah kematian”. Tiap hari para pria membawa kereta untuk menguburkan dan mengupacarakan jenazah korban wabah sampar Bubonic di pemakaman masal di luar kota. Ketika ada seseorang sakit maka dia dan Kelurganya akan diisolasi di rumah, dan pintu rumahnya akan dikasih cat palang merah dan ditambahkan tulisan di bawahnya “Tuhan kasihanilah kami”.
gadget, bisnis, otomotif |
Puluhan ribu orang di London mati di bulan Juli saja, dan lebih dari seratus ribu mati di bulan Agustus. Bisa dibayangkan kepanikan yang luar biasa dari warga kota. Jika keluarga punya cukup banyak uang, mereka akan segera meninggalkan rumah mereka dan pergi keluar kota. Raja Inggris waktu itu, Charles II dan keluarganya mengungsi ke Oxford. Tetapi banyak warga tidak punya kemampuan untuk pergi mengungsi, dan juga mereka tidak tahu bahwa penyakit ini karena kurangnya kebersihan dan sanitasi kota. Itu sebabnya wabah sampar ini menyebar bagaikan api liar yang menghabiskan kota, dan hanya menyisakan sampah dan sisa-sisa kebusukan.
Banyak gereja tutup dan pendeta lari meninggalkan kota. Tetapi ada seorang gembala yang tinggal dalam situasi ini yaitu Thomas Brooks. Dia adalah seorang Puritan dan berasal dari keluarga berada dan melayani di London Utara. Gerejanya berada di tengah-tengah masyarakat miskin dan banyak kejahatan moral di sana. Itu sebabnya gereja dia paling rawan dengan wabah sampar ini dan bahkan kebutuhan dasar manusia pun kurang di daerah itu.
Meskipun keluarga Brooks punya uang dan dapat pergi meninggalkan gerejanya, dia tidak pergi karena menyadari bahwa jemaatnya sangat memerlukan kehadirannya sebagai gembala., dan karena dia mengasihi jemaatnya, dia memutuskan untuk tinggal sebagai gembala yang setia menjaga kawanan dombanya.
Selama masa wabah ini, Brooks tanpa takut berkhotbah kepada jemaatnya, mengunjungi mereka dan mempeduikan yang sakit dan sekarat. Dari peristiwa ini dia menuliskan sebuah tulisan klasik yang pendek dengan judul“A Heavenly Cordial (Hati Surgawi)” Buku ini ditujukan kepada semua hamba Tuhan yang mengalami wabah ini dan dipulihkan, atau sedang kena sakit.
Juga untuk mereka yang lari dari kota, yang karenanya hubungan dengan jemaat tetap baik atau hilang. Inilah buku yang Brooks tulis yang disebutnya “Divine Maxims (Inti Hati Tuhan)” atau “conclusions (kesimpulan)” yang diambilnya dari kebenaran Alkitab. Dia berharap buku ini menjadi penguatan bagi jemaat Tuhan di tengah waktu yang mengerikan itu.
Garis besar berikut ini adalah 5 (lima) inti yang merupakan hati Tuhan yang diekspresikan dalam terminologi moderen sehingga dapat diaplikasikan dalam kondisi saat ini:
1. Keadaan di sekitar kita tidaklah menunjukkan Allah berkenan atau tidak berkenan kepada kita.
Yesus memberikan murid-murid-Nya pelajaran penting dengan poin ini. “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (Yohanes 9:1-3).
Oo, ini sangat penting! Situasi yang buruk tidak selalu berarti Allah kecewa dengan seseorang. Serin gkali “orang jahat” bisa lolos dari wabah sampar, dan “orang terbaik” bisa meninggal karenanya. Jadi kita tidak dapat mengambil asumsi bahwa Tuhan marah kepada kita jika kita kena penyakit , sama juga jangan kita berasumsi bahwa Tuhan berkenan kepada kita jika kita lolos dari wabah penyakit ini Perkenanan Allah yang tertinggi adalah didasarkan di dalam satu hal saja: hubungan pribadi seseorang dengan Yesus Kristus.
2. Wabah penyakit tidak mengubah kasih Allah kepada umat-Nya.
Jangan mendengarkan suara si jahat yang mungkin berbisik kepada Anda: “Jika Allah sungguh mengasihi Anda, Anda tidak akan menderita seperti ini”. Ini tidak benar sama sekali. Banyak pahlawan iman sepanjang zaman mengalami penyakit yang mengerikan, tetapi seperti yang Paulus katakan itu benar.
“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan . " Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8:35-37)
3. Pandemi dan wabah sampar hanya dapat menyentuh tubuh fisik manusia. Pandemi ini tidak dapat menyentuh jiwa kita.
Seburuk-buruknya yang dapat dilakukan penyakit adalah membunuh tubuh kita, tetapi jika kita memiliki relasi dengan Yesus Krstus maka jiwa kita selamat dan tidak dapat disentuh oleh virus apa pun. Oleh sebab itu kita tidak boleh takut akan hal yang dapat membunuh tubuh dan tidak ada yang lain lagu, karenanya, wabah sampar ini seharusnya membuat kita mengarahkan mata hati tertuju kepada Yesus.
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. (Matius 10:28)
4. Tidak ada orang baik yang mati karena bencana kecuali pekerjaan Tuhan di dalam dan melalui mereka telah selesai.
Tuhan mengetahui usia atau hari-hari dalam hidup kita.
Dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya. (Mazmur 139:16)
Dia mempersiapkan terlebih dahulu pekerjaan yang baik untuk kita lakukan (Efesus 2:10), dan tidak ada orang percaya akan mati sebelum ssegala esuatu yang Tuhan sudah mandatkan untuk kita kerjakan di dunia ini selesai.
5. Jika seorang percaya mati karena penyakit, dia bukan menerima kekalahan tapi justru kemenangan.
Itulah yang Paulus katakan ketika dia menulis, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:21).
Semua pandemi dan penyakit yang dapat menimpa orang percaya adalah untuk membawa mereka kepada kemuliaan. Dan meski pun orang yang saleh dapat saja tidak disembuhkan dari wabah, tapi dia pasti disembuhkan oleh wabah! Brooks menulis, “Kematian tubuh menghancurkan tubuh orang mati… kematian menyembuhkan semua penyakit (untuk orang percaya) sekaligus!” Dan jika orang Kristen meninggal dari wabah, “kursi pandemi akan menjadi kursi kemuliaan, yang mana dia akan dibawa ke hadirat Raja di atas segala raja.”
Hanya oleh keyakinan seperti ini terhadap pandemi yang begitu menghancurkan, seorang Thomas Brooks dapat memiliki keberanian untuk tetap tinggal di London dan melayani sesamanya. Brooks menjadi teladan luar biasa buat kita, khususnya saat ini kita sedang menghadapi pandemi baru.
Brooks menyimpulkan dengan pernyataan pendek, “ Jika orang yang saleh meninggal karena pandemi, dia tidak akan pernah lagi menderita, tergoda, dan diserang oleh Iblis lagi; dia tidak akan melihat awan, kemurungan, atau cemberut di hadapan wajah Tuhan lagi… Itu akan membebaskan dia dari semua dosa-dosanya, kesedihan, air mata, godaan, penindasan, perlawanan, dan penganiayaan.” Alangkah indahnya penguatan yang kita terima saat ini! Jika kita percaya di dalam Tuhan Yesus Kristus maka tidak ada sesuatu yang kita takuti.
Ditulis oleh Rev. Dr. Victor Attalah (Reformed Fellowship - Cyprus);