10 KHOTBAH TENTANG KEBANGUNAN ROHANI (6)

Pdt.Budi Asali, M.Div.

1.Pengharapan dan kenaikan Yesus ke surga

Ibrani 6:19-20 dan Yohanes 14:1-6
10 KHOTBAH TENTANG KEBANGUNAN ROHANI (6)
Ibrani 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.

Yoh 14:1-6 - “(1) ‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. (2) Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. (4) Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya: ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’ (6) Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

I) Pengharapan.

Dalam pembicaraan sehari-hari kalau kita menggunakan kata ‘pengharapan’ atau ‘berharap’, maka itu tidak menunjuk pada suatu kepastian, tetapi hanya merupakan suatu keinginan yang bisa terjadi, tetapi bisa juga tidak.

Misalnya:

1) Si A berharap untuk menjadi dokter, tetapi ternyata lulus SMApun tidak bisa.

2) Kita berharap gereja kita bertumbuh menjadi 500 orang, tetapi ternyata sampai sekarang cuma 100 orang.

Dalam Kitab Sucipun kata ‘pengharapan’ sering digunakan dalam arti seperti itu.

Misalnya:

a) Amsal 11:7 - “Pengharapan orang fasik gagal pada kematiannya, dan harapan orang jahat menjadi sia-sia”.

b) Yes 20:5 - “Maka orang akan terkejut dan malu karena Etiopia, pokok pengharapan mereka, dan karena Mesir, kebanggaan mereka”.

Tetapi dalam Kitab Suci seringkali kata ‘pengharapan’ digunakan dalam arti yang pasti, atau bisa diartikan sebagai ‘keyakinan’.

Misalnya:

1. Kis 24:15 - “Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar”.

2. Roma 5:2 - “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

Dalam arti seperti itulah kata ‘pengharapan’ digunakan dalam Ibr 6:19-20 ini.

Ibrani 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.

Bagi orang kristen, pengharapan akan keselamatan / masuk surga bukan sekedar suatu pengharapan dalam arti bisa terjadi, bisa juga tidak. Bagi orang kristen, pengharapan bukan berarti ‘mungkin’, atau ‘mudah-mudahan’, atau ‘kemungkinan besar’. Sama sekali tidak! Dalam agama lain tidak ada kepastian keselamatan. Mengapa? Karena semua agama lain mendasarkan keselamatannya pada perbuatan baik. Setidaknya perbuatan baik mempunyai andil dalam keselamatan mereka. Dan karena tidak seorangpun bisa tahu berapa banyaknya dosa maupun perbuatan baiknya, maka jelas bahwa dalam agama lain tidak mungkin ada seorangpun yang bisa yakin akan keselamatannya. Tetapi dalam kekristenan ada kepastian keselamatan. Pengharapan untuk masuk surga bukan cuma ‘mungkin’, ‘mudah-mudahan’, dsb, tetapi merupakan sesuatu yang pasti. Mengapa?

II) Alasan kepastian keselamatan.

1) Kristen mendasarkan keselamatan sama sekali bukan pada perbuatan baik, tetapi pada iman.

Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

2) Karena di atas kayu salib Yesus sudah menebus semua dosa kita.

Ini dinyatakan oleh:

a) Kata-kata ‘Sudah selesai’ di kayu salib’ (Yoh 19:30).

b) Ayat-ayat seperti:

1. Yeh 36:25 - “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu”.

2. Kol 2:13 - “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita”.

3. 1Yoh 1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.

4. Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.

3) Karena Yesus sudah bangkit dari antara orang mati.

Kalau Yesus tidak bangkit, itu menunjukkan bahwa maut sebagai upah dosa (Ro 6:23) belum Ia bereskan, dan dengan demikian dosa-dosa kita juga belum beres. Tetapi bahwa Ia sudah bangkit dari antara orang mati, itu menunjukkan bahwa semua dosa kita sudah Ia bereskan.

4) Karena kenaikan Yesus ke surga.

Mengapa kenaikan Yesus ke surga bisa memberi kepastian keselamatan?

a) Kenaikan Yesus ke surga dan diterimanya Ia di surga oleh Allah Bapa, menunjukkan bahwa misiNya untuk menebus dosa manusia memang sudah selesai.

b) Karena Yesus berkata bahwa Ia pergi / naik ke surga untuk menyediakan / mempersiapkan tempat bagi kita (yang percaya kepadaNya), dan Ia akan kembali untuk membawa kita ke tempatNya, supaya dimana Ia berada di situ kita berada.

Yoh 14:1-6 - “(1) ‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. (2) Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. (4) Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya: ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’ (6) Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

c) Karena Ibr 6:19-20 berkata bahwa Yesus masuk ke surga sebagai Perintis bagi kita.

Ibr 6:19-20 - “(19) Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (20) di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya”.

NIV: ‘(19) We have this hope as an anchor for the soul, firm and secure. It enters the inner sanctuary behind the curtain, (20) where Jesus, who went before us, has entered on our behalf. He has become a high priest forever, in the order of Melchizedek’ [= (19) Kami / kita mempunyai pengharapan ini sebagai suatu sauh / jangkar untuk jiwa, teguh dan aman / pasti. Itu (pengharapan tersebut) memasuki ruang maha suci di balik tabir, (20) kemana Yesus, yang pergi di depan kita / mendahului kita, telah masuk demi kepentingan kita. Ia telah menjadi Imam Besar selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek].

Karena penulis surat Ibrani ini menulis kepada orang-orang Yahudi, maka ia menggunakan Kemah / Bait Suci sebagai gambaran (Calvin, hal 154).

Calvin: “this was shadowed forth formerly under the Law; for the high priest entered the holy of holies, not in his own name only, but also in that of the people, ... so that in the person of one man all entered into the sanctuary together. ... Rightly then does the Apostle speak, when he reminds them that our high priest has entered into heaven; for he has not entered only for himself, but also for us” [= ini dulu digambarkan di bawah hukum Taurat; karena imam besar memasuki ruang maha suci, bukan hanya dalam namanya sendiri, tetapi juga dalam nama umat / bangsa (Israel), ... sehingga dalam diri satu orang semua masuk ke dalam ruang maha suci bersama-sama. ... Maka benarlah kata-kata sang Rasul, pada waktu ia mengingatkan mereka bahwa Imam Besar kita telah masuk ke dalam surga; karena Ia tidak masuk hanya untuk diriNya sendiri, tetapi juga untuk kita] - hal 154.

Catatan: Calvin menyebut ‘rasul’ karena ia beranggapan bahwa penulis surat Ibrani adalah rasul Paulus. Tetapi hampir semua penafsir-penafsir jaman sekarang menganggap bahwa Paulus bukanlah penulis dari surat Ibrani.

Calvin: “There is therefore no reason to fear that access to heaven will be closed up against our faith, as it is never disjoined from Christ. And as it becomes us to follow Christ who is gone before, he is therefore called our Forerunner, or precursor” (= Karena itu tidak ada alasan untuk takut bahwa jalan masuk ke surga akan ditutup terhadap iman kita, karena itu (surga / jalan masuk ke surga) tidak pernah dipisahkan dari Kristus. Dan karena kita mengikut Kristus yang telah pergi / masuk ke sana lebih dulu, karena itu Ia disebut Perintis kita) - hal 154.

Editor dari Calvin’s Commentary: “The prodromoV (PRODROMOS) is one who goes before to prepare the way for those who follow him. ... He has not only gone to prepare a place for his people; but he is also their leader whom they are to follow; and where he has entered they shall also enter. His entrance is a pledge of their entrance” [= Kata prodromoV / PRODROMOS artinya adalah seseorang yang berjalan di depan / pergi dahulu untuk mempersiapkan jalan bagi mereka yang mengikuti dia. ... Ia (Yesus) bukan hanya pergi untuk mempersiapkan tempat bagi umatNya; tetapi Ia juga adalah Pemimpin mereka yang harus mereka ikuti; dan kemana Ia telah masuk, mereka juga akan masuk. Masuknya Dia merupakan jaminan masuknya mereka] - hal 154-155 (footnote).

Karena itulah maka dalam ay 19nya dikatakan bahwa ‘pengharapan itu adalah sauh / jangkar yang kuat dan aman bagi jiwa kita’.

Orang-orang Arminian menafsirkan text yang indah ini sedemikian rupa sehingga menghancurkan kepastian keselamatan, dan menjadikan ‘pengharapan’ sekedar sebagai suatu keinginan yang bisa terjadi, bisa juga tidak.

Pulpit Commentary: “The Divine purpose may have been evinced by supplies of grace so abundant as to remove all doubt of the possibility of success; yet through the human will there may be failure; ... faith and patience are the conditions of fulfilment” (= Rencana ilahi mungkin telah ditunjukkan dengan jelas oleh suplai kasih karunia yang begitu banyak sehingga menyingkirkan semua keragu-raguan tentang kemungkinan kesuksesan; tetapi melalui kehendak manusia bisa ada kegagalan; ... iman dan kesabaran adalah syarat dari penggenapan) - hal 163.

Bandingkan dengan komentar Calvin di bawah ini, yang betul-betul menunjukkan jaminan keselamatan bagi orang kristen yang sejati.

Calvin: “It is a striking likeness when he compares faith leaning on God’s word to an anchor; for doubtless, as long as we sojourn in this world, we stand not on firm ground, but are tossed here and there as it were in the midst of the sea, and that indeed very turbulent; for Satan is incessantly stirring up innumerable storms, which would immediately upset and sink our vessel, were we not to cast our anchor fast in the deep. ... Thus when we united to God, though we must struggle with continual storms, we are yet beyond the peril of shipwreck. Hence he says, that this anchor is ‘sure’ and ‘stedfast,’ or safe and firm” (= Merupakan suatu kemiripan yang menyolok pada waktu ia membandingkan iman yang bersandar pada Firman Allah sebagai suatu jangkar; karena tidak diragukan bahwa selama kita tinggal dalam dunia ini, kita tidak berdiri pada tanah yang kokoh, tetapi kita diombang-ambingkan kesana kemari seakan-akan kita ada di tengah-tengah laut, yang betul-betul sedang bergolak; karena setan / Iblis dengan tak henti-hentinya membangkitkan sangat banyak badai, yang akan segera membalikkan dan menenggelamkan kapal kita, seandainya kita tidak membuang / memasukkan jangkar kita dengan teguh di kedalaman. ... Karena itu pada waktu kita dipersatukan dengan Allah, sekalipun kita harus bergumul dengan badai yang terus menerus, tetapi kita berada di luar bahaya kapal karam / kecelakaan kapal. Karena itu ia berkata bahwa sauh / jangkar ini ‘pasti’ dan ‘teguh’, atau aman dan teguh) - hal 153.

Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary memberikan komentar yang sangat bertentangan dengan komentar dari penafsir dari Pulpit Commentary di atas (ingat bahwa Pulpit Commentary mencakup tulisan dari banyak penulis / penafsir), dengan kata-kata di bawah ini.

Pulpit Commentary: “This text suggests, first of all, that the Christian life is a life of storm. It is exposed to storms of persecution, of doubt, of remorse, of inward corruption, of outward adversity, and to the last great storm of death. But, blessed be God, believers possess complete security in the midst of these storms” (= Pertama-tama text ini menunjukkan secara implicit bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan badai. Itu terbuka terhadap badai penganiayaan, keragu-raguan, penyesalan, kejahatan / kebejatan di dalam, kesengsaraan luar / lahiriah, sampai pada badai besar terakhir yaitu kematian. Tetapi terpujilah Allah, karena orang-orang percaya mempunyai keamanan yang sempurna di tengah-tengah badai-badai ini) - hal 165.

Pulpit Commentary: “This hope enables the Christian in deep distress to say, ‘Why art thou cast down, O my soul?’ (Ps. 42:11). And in wildest storms it inspires him to sing, ‘God is our Refuge and Strength, a very present Help in trouble,’ etc. (Ps. 46:1-3,7)” [= Pengharapan ini memampukan orang kristen dalam kesukaran / kesusahan / penderitaan yang dalam untuk berkata: ‘Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?’ (Maz 42:12). Dan dalam badai yang paling hebat ini mengilhaminya untuk menyanyi: ‘Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti’, dst. (Maz 46:2-4,8)] - hal 172-173.

Maz 42:12 - “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepadaNya, penolongku dan Allahku!”.

Maz 46:2-4,8 - “(2) Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. (3) Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; (4) sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela ... (8) TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela”.

Merupakan suatu yang menarik bagi saya bahwa sekalipun pada awal dari Ibrani pasal 6 ini (ay 4-6) terdapat text yang sering dianggap sebagai dasar bahwa keselamatan bisa hilang / orang kristen bisa kehilangan keselamatannya, tetapi pada akhir dari Ibr 6 ini diberikan suatu jaminan keselamatan bagi orang kristen yang sejati. Jadi, yang bisa murtad dalam ay 4-6 itu, pastilah hanya orang kristen KTP. Orang kristen yang sejati mempunyai jangkar yang ‘kuat dan aman’ / ‘pasti dan teguh’. Ini memang tidak berarti bahwa kita boleh hidup secara sembrono. Jaminan dari Allah tidak membuang tanggung jawab kita untuk hidup dengan sebaik-baiknya! Tetapi bagaimanapun juga, jaminan bagi orang percaya itu merupakan jaminan yang mutlak!

Kesimpulan / penutup.

Hari ini kita merayakan Hari Kenaikan Kristus ke surga. Apakah saudara merayakan dengan suatu pengharapan / keyakinan bahwa suatu hari kelak, saudara pasti akan masuk ke surga dan bersama-sama dengan Dia selama-lamanya?

-AMIN-

2.Darah Habel dan darah Kristus

Kej 4:1-12 Ibr 12:24

Kejadian 4:1-12 - “(1) Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: ‘Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.’ (2) Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani. (3) Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; (4) Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, (5) tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkanNya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. (6) Firman TUHAN kepada Kain: ‘Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? (7) Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’ (8) Kata Kain kepada Habel, adiknya: ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. (9) Firman TUHAN kepada Kain: ‘Di mana Habel, adikmu itu?’ Jawabnya: ‘Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?’ (10) FirmanNya: ‘Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepadaKu dari tanah. (11) Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. (12) Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.’”.

Ibrani 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

Pada jaman sekarang, ada banyak pembunuhan, baik yang dilakukan oleh orang-orang jahat ataupun oleh alat negara, dalam perang ada pembantaian, dsb.

I) Dua pembunuhan yang istimewa.

Hari ini kita akan mempelajari tentang 2 pembunuhan yang istimewa yang terdapat dalam Ibr 12:24.

1) Pembunuhan terhadap diri Habel (bdk. Kej 4:1-12).

a) Pertama-tama diceritakan bahwa Kain dan Habel sama-sama memberikan persembahan kepada Tuhan, tetapi persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahan Kain ditolak.

b) Tentu ada sebabnya mengapa persembahan Kain ditolak sedangkan persembahan Habel diterima.

· Habel adalah orang beriman / benar, dan persembahannya lebih baik dari persembahan Kain.

Kej 4:3-4 - “(3) Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; (4) Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu”.

Ibr 11:4 - “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati”.

· Kain hidup jahat, dan Habel hidup benar.

1Yoh 3:12 - “bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar”.

· ada juga penafsir yang mengatakan bahwa persembahan Kain tanpa darah, sedangkan persembahan Habel dengan darah (bdk. Kej 4:3-4).

Kej 4:2b-4 - “(2b) Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani. (3) Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; (4) Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni (dan) lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu”.

Bdk. Ibr 9:22 - “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”.

Perhatikan tentang penerimaan / penolakan persembahan itu dalam Kej 4:4b,5a. Jelas sekali bahwa Habel (pribadinya) diterima dulu, lalu persembahannya juga diterima. Kain ditolak orangnya, lalu persembahannya juga ditolak. Bandingkan dengan 2 ayat ini:

¨ Yes 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.

¨ Amsal 21:27 - “Korban orang fasik adalah kekejian, lebih-lebih kalau dipersembahkan dengan maksud jahat”.

Persembahan saudara hanya bisa diterima oleh Allah kalau Allah telah lebih dulu berkenan kepada saudara. Kalau Allah tidak berkenan kepada saudara, berapapun besarnya persembahan saudara, Ia tidak akan menerima persembahan itu. Allah tidak bisa disogok!

c) Seharusnya setelah persembahannya ditolak, Kain melakukan introspeksi dan bertobat. Tetapi ternyata Kain tidak melakukan hal itu. Ia justru menjadi panas / marah, dan mukanya muram.

Kej 4:5 - “tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkanNya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram”.

d) Tuhan lalu mengingatkan Kain.

Kejadian 4:6-7 - “(6) Firman TUHAN kepada Kain: ‘Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? (7) Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’”.

Ayat ini menunjukkan bahwa kalau kita hidup benar, itu akan membuat kita bahagia, tetapi sebaliknya kalau kita tidak berbuat baik, dosa itu mengintip kita!

Bandingkan dengan kasus Daud dalam 2Sam 11:2 - “Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya”.

Menganggur / tidak berbuat baik merupakan sesuatu yang membahayakan!

e) Tetapi Kain ternyata tidak mempedulikan Firman Tuhan.

Perhatikan bahwa ‘tidak mempedulikan Firman Tuhan’ merupakan sesuatu yang berakibat sangat fatal!

f) Kain mengajak Habel ke padang, dan lalu membunuh dia (Kej 4:8).

Pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel merupakan suatu pembunuhan yang istimewa karena itu adalah pembunuhan yang pertama dalam sejarah umat manusia.

2) Pembunuhan yang dilakukan terhadap diri Yesus Kristus.

Pembunuhan ini istimewa karena dilakukan terhadap Allah yang menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus.

Dalam pembunuhan terhadap Habel, jelas bahwa Kain adalah pembunuhnya.

Tetapi, dalam pembunuhan terhadap Kristus, siapakah pembunuhnya? Ada beberapa orang / golongan yang bisa dianggap bertanggung jawab sebagai pembunuh Yesus Kristus, yaitu:

a) Para tokoh agama Yahudi, Mahkamah Agama, dsb.

Sejak Yesus mulai melayani, mereka iri hati karena Yesus diikuti oleh banyak orang. Pada waktu Yesus mengaku sebagai Anak Allah, mereka menganggap Yesus menghujat Allah, dan mereka mau merajam Yesus. Mereka adalah dalang penangkapan terhadap Yesus. Mereka yang mengajukan saksi-saksi palsu dalam sidang Mahkamah Agama, dan akhirnya mereka menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Mereka juga mendesak Pontius Pilatus untuk menjatuhkan hukuman salib kepada Yesus. Jadi jelaslah bahwa mereka memang bertanggung jawab sebagai pembunuh Yesus.

b) Yudas Iskariot.

Ia menjual Gurunya dengan harga hanya 30 keping perak. Dia yang menunjukkan tempat Yesus berada kepada orang-orang yang mau menangkap Yesus. Jadi jelas bahwa Yudas Iskariot bertanggung jawab sebagai pembunuh Yesus.

c) Pontius Pilatus.

Orang-orang Yahudi tidak berhak menghukum mati seseorang, dan karena itu setelah Mahkamah Agama menjatuhkan hukuman mati, mereka membawa Yesus ke hadapan Pontius Pilatus, supaya Pontius Pilatus menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus.

Pontius Pilatus jelas melihat bahwa Yesus sama sekali tidak bersalah. Pontius Pilatus bisa, dan seharusnya, membebaskan Yesus. Tetapi ia takut kepada orang banyak, dan akhirnya sambil mencuci tangannya, ia menyerahkan Yesus untuk dihukum mati.

Jelas bahwa Pontius Pilatus juga bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap Yesus tersebut.

d) Raja Herodes.

Sebelum Pontius Pilatus menyerahkan Yesus untuk dihukum mati, ia berusaha ‘lepas tangan’ dengan mengirimkan Yesus kepada Herodes, karena ia tahu bahwa Yesus berasal dari Galilea, dan Herodes adalah raja wilayah Galilea.

Herodes juga tidak melihat kesalahan Yesus. Herodes sebetulnya bisa melepaskan Yesus, tetapi ia tidak mau melakukan hal itu, dan ia mengirimkan Yesus kembali kepada Pontius Pilatus.

Jelas bahwa Herodes juga bertanggung jawab sebagai pembunuh Yesus.

e) Masyarakat Yahudi.

Usaha terakhir Pontius Pilatus untuk melepaskan Yesus adalah dengan menghadapkan Yesus dan Barabas ke hadapan orang-orang Yahudi, dan lalu menanyakan: ‘Siapa yang kamu ingin aku lepaskan? Yesus atau Barabas?’.

Yesus selalu melakukan hal-hal yang baik, tindakan kasih, dan sebagainya, sedangkan Barabas adalah seseorang yang terkenal karena kejahatannya. Karena itu, seharusnya orang-orang Yahudi itu memilih supaya Pontius Pilatus membebaskan Yesus. Tetapi karena mereka sudah dihasut oleh para tokoh-tokoh Yahudi, maka mereka berkata: ‘Lepaskan Barabas, salibkan Dia!’. Ini menyebabkan Pontius Pilatus ‘terpaksa’ menyerahkan Yesus untuk disalibkan. Jadi, orang-orang Yahudi ini juga bertanggung jawab terhadap pembunuhan ini.

f) Tentara Romawi.

Merekalah yang memukuli Yesus dengan cambuk Romawi yang dipenuhi benda-benda tajam, memberikan mahkota duri, menyalibkan Yesus, menusuk rusuk Yesus dengan tombak, dsb.

Jadi jelas bahwa mereka juga bertanggung jawab sebagai pembunuh Yesus.

Apakah hanya 6 kelompok orang ini saja yang adalah pembunuh-pembunuh Yesus? Tidak! Semua orang dari segala jaman dan tempat, untuk siapa Yesus sudah mati, adalah pembunuh Yesus! Itu berarti bahwa saudara dan saya juga adalah pembunuh Yesus! Bukankah karena dosa-dosa kita Yesus harus menderita dan mati? Jadi, jelas bahwa saudara dan saya juga adalah pembunuh-pembunuh Yesus.

Mungkin saudara keberatan dan berkata: ‘Lho, bukankah waktu Yesus mati, saya belum ada, dan demikian juga dengan dosa-dosa saya?’. Memang, tetapi Allah sudah mengetahui dosa-dosa itu, dan Yesus membayarnya di atas kayu salib. Kalau tidak, saudara tidak bisa ditebus dan diselamatkan!

Ada suatu film berjudul ‘The Robe’ (= Jubah). Ini cerita fiksi, dan dalam film itu diceritakan tentang seorang Yunani bernama Dimetrius, yang menjadi hamba pada seorang perwira Romawi. Tetapi hubungan mereka satu sama lain baik sekali, tidak seperti hubungan tuan - hamba pada umumnya.

Waktu di Yerusalem, Dimetrius melihat Yesus masuk ke Yerusalem dengan menunggang seekor keledai. Ia ‘jatuh cinta’ kepada Yesus, sehingga waktu dia mendengar bahwa Yesus akan ditangkap dan dibunuh, ia berusaha untuk menggagalkannya. Tetapi ia gagal. Waktu ia melihat Yesus memikul salib dan jatuh, lalu dipukuli oleh para tentara Romawi, ia menyerang tentara Romawi itu, tetapi ia dipukul sehingga pingsan. Pada saat sadar dari pingsannya, ia melihat Yesus sudah disalibkan. Akhirnya ia tahu bahwa majikannya adalah kepala pasukan Romawi yang menyalibkan Yesus. Ia marah kepada majikannya, ia memaki-makinya, dan meninggalkannya.

Dimetrius hanya sadar bahwa majikannya adalah pembunuh Yesus, tetapi ia tidak sadar bahwa dirinya juga bertanggung jawab dalam pembunuhan terhadap Yesus itu.

Saudara-saudara yang kekasih, mungkin saudara seperti Dimetrius itu. Saudara jengkel dan muak terhadap tokoh-tokoh agama pada saat itu, Yudas Iskariot, Pontius Pilatus dsb., tetapi saudara lupa bahwa saudara juga adalah pembunuh Yesus. Setiap dosa yang saudara lakukan menunjukkan bahwa saudara mempunyai andil dalam pembunuhan terhadap Yesus!

II) Darah yang berteriak.

1) Sekarang kita kembali kepada pembunuhan terhadap Habel.

Pada waktu ia dibunuh, darahnya tercurah. Pada saat itu belum ada polisi, jaksa, hakim, pengadilan, dsb. Tetapi apakah urusannya berhenti di sana? Sama sekali tidak! Darah Habel berteriak! Berteriak kepada siapa?

a) Darah Habel berteriak kepada Allah.

Kej 4:10 - “FirmanNya: ‘Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepadaKu dari tanah”.

Ibr 11:4 - “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati”.

Mungkin teriakannya seperti ini: ‘Ya Tuhan, aku adalah anakMu yang setia kepadaMu, aku selalu memberi yang terbaik kepadaMu, aku selalu berusaha untuk mentaatiMu. Tetapi Tuhan, sekarang aku dibunuh tanpa alasan. O Tuhan yang maha adil, apakah Engkau akan berdiam diri melihat pembunuhan yang keji atas diriku ini?’.

Dengan kata lain, darah Habel berteriak kepada Allah untuk menuntut keadilan, menuntut Allah menghukum Kain, sehingga akhirnya Allah betul-betul menghukum Kain.

Kej 4:11-12 - “(11) Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. (12) Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.’”.

Tentu saja ini merupakan suatu kiasan. Sebetulnya bukan darah itu berteriak, tetapi pada waktu darah itu tercurah Allah melihatnya dan Allah menghukum.

Kalau saudara beranggapan bahwa kata-kata seperti ini hanyalah khayalan saya, dan kalau saudara beranggapan bahwa orang-orang beriman yang mati dibunuh tidak mungkin berdoa supaya Allah menghukum orang-orang yang membunuh mereka, maka lihatlah ayat di bawah ini.

Wah 6:10 - “Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?’”.

Yang berbicara dalam ayat-ayat ini adalah orang-orang beriman yang mati dibunuh, dan mereka meminta Allah menghakimi / menghukum orang-orang yang membunuh mereka!

b) Darah Habel berteriak kepada hati nurani dari Kain.

Ini memang tidak diceritakan, tetapi ini pasti ada. Bayangkan: orang-orang jaman sekarang sudah banyak melihat / mendengar tentang pembunuhan yang kejam. Kita sering melihat film tentang pembunuhan yang kejam, dsb, sehingga sedikit banyak hati nurani kita menjadi tumpul. Sekalipun demikian, tetap saja kalau kita membunuh seseorang, apalagi melihat darahnya tercurah dengan sangat banyak, maka hati nurani kita pasti kacau, gelisah dan takut.

Apalagi bagi Kain. Ia belum pernah melihat / mendengar apapun tentang pembunuhan, karena pada saat itu memang belum pernah ada pembunuhan. Karena itu, jelas bahwa hati nuraninya masih sangat peka. Karena itu, pada waktu ia melihat darah adiknya tercurah, dan adiknya menjadi kaku tak bernyawa lagi, pastilah ia takut dan gelisah. Mungkin ia tidak bisa tidur, dan kalaupun tidur ia akan diganggu oleh mimpi-mimpi buruk sehubungan dengan pembunuhan tersebut. Mungkin ini terjadi dalam sepanjang sisa hidupnya.

Jelas bahwa darah Habel sudah berteriak kepada hati nurani Kain dan mengacaukannya.

2) Sekarang kita beralih kepada pembunuhan terhadap Yesus.

Waktu Yesus dibunuh, darahNya juga tercurah. Kalau waktu darah Habel tercurah, darah itu berteriak, mungkinkah darah Kristus bungkam 1000 bahasa? Tidak mungkin!

Bdk. Ibr 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

Darah Yesus berteriak kepada siapa?

a) Darah Yesus juga berteriak kepada Allah.

Tetapi bagaimana teriakan darah Yesus itu? Apakah darahNya berteriak seperti ini: ‘Bapa, Engkau melihat AnakMu yang Tunggal, yang selalu hidup berkenan kepadaMu. Engkau lihat tangan dan kakiKu yang selalu melakukan hal-hal yang baik, dan melayani Engkau, sekarang dipakukan di kayu salib. Engkau melihat wajahKu yang selalu memancarkan kasih, sekarang diludahi, ditampar, dan berlumuran darah dari kepalaKu yang ditusuk dengan mahkota duri. Ya Bapa yang maha adil, hukumlah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan ini, dan buanglah mereka ke dalam neraka!’.

Saudara-saudara yang kekasih, kalau darah Yesus berteriak seperti itu kepada Allah, maka celakalah kita semua!

Tetapi puji Tuhan, darah Yesus tidak berteriak seperti itu.

Ibr 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

Kata-kata ‘lebih kuat’ ini salah terjemahan; seharusnya ‘lebih baik’!

TB2-LAI sama salahnya dengan TB1-LAI.

TL: ‘yang mengatakan perkara-perkara yang lebih baik daripada darah Habel’.

KJV: ‘speaketh better things than that of Abel’ (= mengatakan hal-hal yang lebih baik dari pada hal-hal yang dikatakan Habel).

RSV: ‘speaks more graciously than the blood of Abel’ (= berbicara dengan lebih murah hati dari pada darah Habel).

NIV: ‘speaks a better word than the blood of Abel’ (= mengucapkan suatu kata / ucapan yang lebih baik dari pada darah Habel).

NASB: ‘speaks better than the blood of Abel’ (= berbicara lebih baik dari pada darah Habel).

Ibr 12:24b (FAYH): ‘dan kepada darah yang dipercikkan yang memberikan anugerah pengampunan, bukan seperti darah Habel yang menjerit menuntut balas’.

Jadi, sekalipun darah Yesus memang berteriak kepada Allah, tetapi berbeda dengan darah Habel yang berteriak menuntut balas / keadilan, maka darah Yesus berteriak dengan nada yang lebih baik. Darah Yesus berteriak senada dengan teriakan / kata-kata Yesus di atas kayu salib: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat’ (Luk 23:34).

Calvin (tentang Ibr 12:24): “the blood of Christ is said to speak better things, because it avails to obtain pardon for our sins. The blood of Abel did not properly cry out; for it was his murder that called for vengeance before God. But the blood of Christ cries out, and the atonement made by it is heard daily” (= darah Kristus dikatakan mengatakan hal-hal yang lebih baik, karena darah itu berguna untuk mendapatkan pengampunan untuk dosa-dosa kita. Darah Habel tidak berteriak dengan benar; karena adalah pembunuhannya yang meminta pembalasan di hadapan Allah. Tetapi darah Kristus berteriak, dan penebusan yang dibuat oleh darah itu didengarkan setiap hari).

Bible Knowledge Commentary (tentang Ibr 12:24): “whose atoning blood does not cry for judgment as did Abel’s but secures the acceptance of all New-Covenant persons” (= yang darah penebusanNya tidak berteriak untuk penghakiman seperti yang dilakukan oleh darah Habel, tetapi memastikan penerimaan dari semua orang-orang Perjanjian Baru).

The Bible Exposition Commentary: New Testament (tentang Ibr 12:24): “We learned that Abel is still speaking (Heb 11:4); and here we discover that Christ’s blood speaks ‘better things than that of Abel’ (Heb 12:24). Abel’s blood spoke from the earth and cried for justice (Gen 4:10), while Christ’s blood speaks from heaven and announces mercy for sinners” [= Kita mempelajari / tahu bahwa Habel tetap berbicara (Ibr 11:4); dan di sini kita menemukan bahwa darah Kristus mengatakan ‘hal-hal yang lebih baik dari pada darah Habel’ (Ibr 12:24). Darah Habel berbicara dari bumi dan berteriak untuk keadilan (Kej 4:10), sedangkan darah Kristus berbicara dari surga dan mengumumkan belas kasihan untuk orang-orang berdosa].

Pulpit Commentary (tentang Ibr 12:24): “His blood cried from the ground for vengeance, with the accusing voice of primeval sin; Christ’s speaks only of reconciliation and peace” (= Darahnya berteriak atas dasar pembalasan, dengan suara menuduh dari dosa jaman purba; darah Kristus berbicara hanya tentang pendamaian dan damai).

Vincent (tentang Ibr 12:24): “‎The blood is personified, and its voice is contrasted with that of Abel, whose blood cried from the ground for vengeance upon his murderer (Gen 4:10). The voice of Christ’s blood calls for mercy and forgiveness” [= Darah dipersonifikasikan, dan suaranya dikontraskan dengan darah dari Habel, yang darahnya berteriak dari tanah untuk pembalasan terhadap pembunuhnya (Kej 4:10). Suara dari darah Kristus meminta belas kasihan dan pengampunan].

Catatan: saya memberikan banyak kutipan dari para penafsir, karena ada pandangan dari beberapa penafsir yang memberikan penafsiran yang berbeda. Saya tidak membahas pertentangannya di sini, tetapi nanti kalau membahas exposisi surat Ibrani. Tetapi bagi yang mengerti bahasa Inggris dan ingin mempelajarinya, saya memberikan kutipan dari buku tafsiran John Owen tentang surat Ibrani, yang mempertahankan pandangan ini.

John Owen (tentang Ibr 12:24): “He describes the blood of Christ by what it doth: ‘It speaketh better things than that of Abel.’ Some copies read para< to>n, which must refer unto the person of Abel in the first place, ‘than Abel speaks.’ Some, para< to>, which are followed by all the ancient scholiasts; and then it must refer to ai=ma, ‘blood,’ ‘the blood of Abel.’ ... [3.] Comparatively, it is said to speak ‘better things than that of Abel.’ For it is granted here that Abel is the genitive case, to be regulated by ai=ma, or ‘blood.’ But there was a double blood of Abel: 1st. The blood of the sacrifice that he offered: for he offered of ‘the firstlings of his flock, and of the fat thereof,’ Genesis 4:4; which was an offering by blood. 2dly. There was his own blood, which was shed by Cain. All the ancients take ‘the blood of Abel’ in this latter sense. Some of late have contended for the former, or the blood of the sacrifice which he offered. The blood of Christ, they say, was better, and spake better things than did Abel in his bloody sacrifice. But (be it spoken without reflection on them) this conjecture is very groundless, and remote from the scope of the place. For, 1st. There is no comparison intended between the sacrifice of Christ and those before the law; which belonged not at all to the design of the apostle. For it was only Mosaical institutions that he considered, in the preference which he gives to the sacrifice of Christ and the gospel, as is evident from the whole epistle. Nor did the Hebrews adhere to any other. Yet the pretense hereof is pleaded in the justification of this conjecture. 2dly. The apostle hath a respect unto some Scripture record of a thing well known to these Hebrews; but there is not any one word therein of any speaking of Abel by the blood of his sacrifice. 3dly. It is expressly recorded, that Abel’s own blood, after it was shed, did speak, cry, and plead for vengeance, or the punishment of the murderer. So speaks God himself: ‘The voice of thy brother’s blood crieth unto me from the ground,’ Genesis 4:10. And the only speaking of Abel is assigned by our apostle to be after his death, Hebrews 11:4, - that is, by his blood; whereunto express regard is had in this place. 4thly. The blood of the sacrifice of Abel did speak the very same things which the blood of Christ speaks, though in a way dark, typical, and obscure. It had nothing in itself of the same efficacy with the blood of Christ, but it spake of the same things. For being a sacrifice by blood, to make atonement in a typical representation of the sacrifice of Christ, it spake and pleaded, in the faith of the offerer, for mercy and pardon. But the opposition here between the things spoken for by the blood of sprinkling, and those spoken for by the blood of Abel, doth manifest that they were of diverse kinds, yea, contrary to one another. 5thly. The ground of the comparison used by the apostle is plainly this: That whereas, as unto men, the blood of Christ was shed unjustly, and he was murdered by their wicked hands, even as Abel was by the hands of Cain, - the consideration whereof might have cast many of the Jews who were consenting thereunto into Cain’s desperation, - he shows that the blood of Christ never cried, as Abel’s did, for vengeance on them by whom it was shed, but pleaded their pardon as sinners, and obtained it for many of them: so speaking things quite of another nature than did that of Abel. This, therefore, is the plain, obvious, and only true sense of the place” (= ).

b) Darah Yesus juga berteriak kepada hati nurani kita sebagai pembunuhNya.

Tetapi lagi-lagi, berbeda dengan teriakan darah Habel yang mengacaukan hati nurani pembunuhnya, darah Yesus berteriak juga dengan teriakan yang lebih baik, karena teriakan darah Yesus justru memberikan sukacita dan damai kepada hati nurani kita.

Memang pada saat Roh Kudus menyadarkan kita bahwa kita adalah pembunuh Yesus, maka itu akan membuat kita sedih dan takut. Tetapi pada saat kita tahu / sadar bahwa darah Yesus dicurahkan bukan hanya oleh kita, tetapi juga bagi kita, maka kita akan mendapatkan damai dan sukacita karena kita tahu bahwa semua dosa-dosa kita telah ditebus.

The Bible Exposition Commentary: New Testament (tentang Ibr 12:24): “Abel’s blood made Cain feel guilty (and rightly so) and drove him away in despair (Gen 4:13-15); but Christ’s blood frees us from guilt and has opened the way into the presence of God” [= Darah Habel membuat Kain merasa bersalah (dan dengan benar demikian) dan mendorongnya ke dalam keputus-asaan (Kej 4:13-15); tetapi darah Kristus membebaskan kita dari kesalahan dan telah membuka jalan ke dalam kehadiran / hadirat Allah].

Kej 4:13-14 - “(13) Kata Kain kepada TUHAN: ‘Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. (14) Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapanMu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku.’”.

III) Tanggapan kita.

Sekalipun darah Yesus berteriak kepada Allah untuk memintakan pengampunan bagi kita, itu tidak berarti bahwa kita secara otomatis mendapatkan pengampunan. Harus ada sesuatu yang kita lakukan sebagai tanggapan, dan barulah teriakan darah Yesus itu bermanfaat bagi kita, dan kita betul-betul diampuni dan mendapatkan damai dan sukacita.

Lalu apa tanggapan yang harus kita berikan?

Ibr 12:22-24 - “(22) Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, (23) dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, (24) dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

Jadi, saudara harus datang kepada Yesus, dan percaya bahwa Ia sudah mencurahkan darahNya untuk menebus dosa-dosa saudara, dan saudara harus menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka saudara akan mendapatkan pengampunan, hidup kekal, dan damai / sukacita.

Kalau saudara sudah datang / percaya kepada Yesus, dan saudara jatuh lagi ke dalam dosa, lalu bagaimana? Juga bagaimana kalau saudara jatuh ke dalam dosa yang sangat hebat, atau jatuh berulang-ulang ke dalam dosa yang sama? Mungkin saudara putus asa tentang hal itu, tetapi itu sama sekali tidak perlu. Karena apa? Karena darah Yesus masih tetap berteriak untuk kebaikan kita.

Dalam Ibr 12:24 itu, kata ‘berbicara’ dalam bahasa aslinya menggunakan present tense. Karena itu dalam bahasa Inggris bukan diterjemahkan ‘spoke’ (bentuk lampau), tetapi ‘speaks’ (bentuk present). Jadi darah Yesus berteriak bukan hanya pada jaman dulu, tetapi terus menerus berteriak.

Setiap kali saudara jatuh ke dalam dosa, darah Yesus berteriak kepada Bapa: ‘Bapa, ampunilah dia, karena dia tidak tahu apa yang dia lakukan’. Atau: ‘Bapa, ampunilah dia, karena Aku telah mati untuk dosa itu’. Atau: ‘Bapa ampunilah dosa itu, karena darahKu telah tercurah untuk menebus dosa itu’.

Ini memang bukan berarti bahwa kita boleh menyengaja untuk jatuh ke dalam dosa. Kita memang harus berusaha untuk hidup suci, tetapi setiap kali kita jatuh, darah Kristus selalu siap untuk mengampuni kita.

Bdk. 1Yoh 2:1 - “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil”.

-AMIN-

3.Suam-suam Kuku

Wahyu 3:14-22

Wah 3:14-22 - “(14) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: (15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu. (17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, (18) maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat. (19) Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (20) Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. (21) Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya. (22) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.’”.

Pendahuluan:

Kalau saudara jatuh cinta kepada seseorang maka ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi:

1) Cinta saudara diterima.

2) Cinta saudara ditolak.

3) Cinta saudara diterima tidak, ditolak juga tidak.

Saya pernah mempunyai seorang teman yang jatuh cinta kepada seorang gadis. Gadis itu diajak pergi mau, diajak nonton juga mau, diajak ke pesta juga mau, diajak dansa juga mau. Teman saya mengira gadis itu membalas / menerima cintanya. Tetapi pada saat mereka sedang berdansa, dan ia menyatakan cintanya kepada gadis itu, gadis itu menjawab: ‘Aku senang kepada kamu, tetapi aku tidak cinta kepada kamu’.

Saya yakin, bahwa semua orang paling tidak senang mendapatkan tanggapan ketiga ini! Jauh lebih baik ditolak mentah-mentah, dari pada menerima tanggapan setengah-setengah seperti ini.

Tuhan juga mempunyai sikap yang sama. Ia mencintai manusia di dunia ini, termasuk saudara. Dan Ia paling tidak senang kalau saudara membalas cintaNya setengah-setengah.

Orang Kristen tidak boleh setengah-setengah; orang Kristen harus fanatik!

Memang dalam dunia rohani, ataupun kekristenan, kita mengenal adanya fanatisme yang salah / ngawur, yang seperti sapi nyeruduk tanpa otak. Orang yang seperti ini bukannya menyenangkan atau memuliakan Tuhan, tetapi seringkali justru memalukan Tuhan. Tetapi fanatisme yang benar, yang betul-betul memperhatikan seluruh Kitab Suci, merupakan sesuatu yang harus ada dalam diri setiap orang kristen, karena Tuhan paling tidak senang dengan orang kristen yang setengah-setengah! Tuhan paling tidak senang dengan orang kristen yang tidak dingin, tidak panas, tetapi suam-suam kuku!

Wahyu 3: 15-16: “(15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu.”.

Supaya saudara bisa mengetahui apakah saudara termasuk orang kristen yang suam-suam kuku atau tidak, mari sekarang kita pelajari apa ciri dari orang kristen yang suam-suam kuku.

I) Ciri-ciri dari orang kristen yang suam-suam kuku.

1) Secara lahiriah dia ikut Tuhan, tetapi tidak ada keseriusan dalam hatinya.

Ay 15a: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas”.

Orang ‘dingin’ adalah orang yang menolak Kristus secara total. Ini menunjuk kepada orang yang di luar gereja secara total.

Orang ‘panas’ adalah orang kristen yang sungguh-sungguh / serius / bersemangat.

Orang ‘suam-suam kuku’ adalah orang yang secara lahiriah adalah orang kristen, ia pergi ke gereja, sudah dibaptis, membaca Kitab Suci / melakukan Saat Teduh, berdoa, dan bahkan melayani Tuhan. Tetapi semua itu dilakukan tanpa semangat / secara tidak sungguh-sungguh / asal-asalan.

Contoh tentang ketidak-sungguhannya adalah:

a) Gampang sekali membolos dari kebaktian / Pemahaman Alkitab. Alasannya 1001 macam, seperti undangan kawin / HUT, repot, lembur, ada teman datang, harus keluar kota, hujan lebat, arisan, dsb. Tetapi alasan yang sebenarnya adalah: dalam hatinya memang tidak terlalu niat!

b) Doa hanya 5 menit sehari atau bahkan kurang dari itu! Saat Teduhnya Senin Kamis / bogang-bogang. Juga banyak alasannya yang menyebabkan hal ini, seperti acara TV, pulang kemalaman dsb.

c) Dalam melakukan pelayanan ia tidak terlalu bertanggung jawab, sedikit-sedikit pelayanannya dioperkan ke orang lain / dibatalkan, dan kalaupun ia melakukan pelayanan itu, ia melakukannya asal-asalan, tidak dengan usaha terbaik / maximal. Mungkin ada dari saudara yang berkata: ‘O, aku nggak pernah gitu’, soalnya nggak pernah pelayanan. Itu tambah nemen!

d) Dalam pengudusan diri juga begitu. Baru godaan sedikit, sudah ndelosor / jatuh tersungkur!

Tentang orang yang suam-suam kuku ini Adam Clarke berkata: “Ye are neither heathens nor Christians - neither good nor evil - neither led away by false doctrine, nor thoroughly addicted to that which is true. In a word, they were listless and indifferent, and seemed to care little whether heathenism or Christianity prevailed” (= Kamu bukannya orang kafir ataupun Kristen - bukannya baik atau jahat - tidak disesatkan oleh ajaran palsu maupun sepenuhnya ketagihan / kecanduan terhadap apa yang benar. Singkatnya, mereka itu tidak bergairah dan acuh tak acuh, dan kelihatannya tak terlalu peduli apakah kekafiran atau kekristenan yang menang) - hal 985.

Renungkan: apakah saudara begitu rindu terhadap kebenaran, sampai bisa disebut sebagai ‘ketagihan / kecanduan’?

Adam Clarke: “If ever the words of Mr. Erskine, in his Gospel Sonnets, were true, they were true of this Church: ‘To good and evil equal bent, I’m both a devil and a saint’” (= Seandainya kata-kata dari Mr. Erskine, dalam Soneta Injilnya, adalah benar, maka kata-kata itu benar untuk gereja ini: ‘Condong secara sama pada kebaikan dan kejahatan, aku adalah baik setan maupun orang kudus’) - hal 985.

John Stott: “the church in Laodicea had now fallen on evil days, and Jesus Christ sends to it the sternest of the seven letters, containing much censure and no praise. The church had not been infected with the poison of any special sin or error. We read neither of heretics nor persecutors. But the Christians in Laodicea were neither cold not hot (v. 15)” [= gereja di Laodikia telah jatuh pada hari-hari yang jahat, dan Yesus Kristus mengirimkan kepada gereja ini surat yang paling keras dari ketujuh surat, yang berisikan banyak kritikan dan tidak ada pujian. Gereja ini tidak terpengaruh oleh racun dari dosa atau kesalahan yang khusus. Kita tidak membaca tentang ajaran sesat ataupun penganiaya. Tetapi orang-orang Kristen di Laodikia tidak dingin atau panas (ay 15)] - hal 115.

Apakah ciri ini ada pada saudara?

2) Ia mengutamakan keduniawian / hal-hal jasmani, khususnya uang, dari pada kerohanian.

Ay 17: “Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku”.

Ini memaksudkan kekayaan duniawi. Laodikia memang adalah salah satu kota yang terkaya di dunia pada saat itu, dan penduduknya pikirannya duniawi tok!

Apakah saudara adalah orang seperti itu? Yang dipikiri hanya uang, pekerjaan, pacar, keluarga, hobby, kesenangan-kesenangan duniawi, tetapi tidak pernah memikirkan bagaimana bisa lebih menyenangkan / memuliakan Tuhan?

Ingat godaan pertama yang dialami Yesus di padang gurun. Pada saat Ia sedang berpuasa (aktivitas rohani, menyangkal keduniawian), setan justru menawarkan keduniawian / makanan. Dan kalau setan melakukan itu terhadap Yesus, ia pasti juga melakukannya terhadap saudara. Ia pasti berusaha supaya saudara lebih mementingkan keduniawian / hal-hal jasmani dari kerohanian.

Kalau acara makan, Bazar, pekan keluarga, gembrudug datang semua. Tetapi kalau Pemahaman Alkitab, Seminar, sunyi senyap. Banyak gereja yang jemaatnya 1000 orang, tetapi yang datang Pemahaman Alkitab cuma 5-10 orang.

Kalau urusan kerja bisa datang tepat waktu, kalau urusan gereja datang terlambat.

Kalau kebaktian cari gereja yang dekat, tetapi kalau mencari makanan di pelosok kota yang paling jauhpun tetap didatangi, kalau diundang kemanten di Banyuwangipun mau datang.

Kalau mau kebaktian, hujan sedikit, tidak berangkat; tetapi kalau mau pergi ke orang kawin, biarpun banjir tetap berangkat!

Membaca Kitab Suci jarang-jarang, dan selalu merasa mengantuk pada waktu membacanya, tetapi kalau membaca majalah, koran, buku novel, dsb, bisa berjam-jam.

Kalau mendengar khotbah selama 1 jam teler, tetapi kalau nonton bioskop 3 film berturut-turut bisa.

Yang mana yang lebih saudara pentingkan: keduniawian / hal-hal jasmani atau kerohanian?

Sekarang ada gereja yang ‘pinter’. Maunya menggabungkan hal-hal rohani dan duniawi. Theologia Kemakmuran. Tetapi ini merupakan suatu omong kosong yang bertentangan dengan Mat 6:24!

Matius 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

Saudara, ingat bahwa semua yang duniawi akan berlalu, tetapi yang rohani yang akan menetap!

1Tim 4:8 - “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

1Yoh 2:17 - “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya”.

J. Sidlow Baxter, dalam buku saat teduh tahunannya yang berjudul Awake My Heart, tgl 1 Maret, memberikan suatu cerita sebagai berikut:

“There was a young man in Lancashire who used to be anxious about salvation as he heard the preachers in the local church. He had determined, however, that when he grew up he would somehow become owner of a cotton mill; and not even salvation must interfere with that. For years he worked inordinately, until, in his forties, he owned a big mill and much money. Then he became ill and lay dying. He died frantically muttering, ‘Over there ... Jesus ... saying something ... but ... I cannot hear for the noise of the mill’” (= Ada seorang muda di Lancashire yang menguatirkan keselamatannya pada saat ia mendengar pengkhotbah-pengkhotbah di gereja lokal. Tetapi ia telah memutuskan bahwa kalau ia dewasa ia akan menjadi pemilik dari pemintalan kapas; dan bahkan keselamatan tidak boleh mencampuri hal itu. Selama bertahun-tahun ia bekerja bukan main banyaknya, sampai pada usia empatpuluhan ia memiliki pemintalan kapas yang besar dan banyak uang. Lalu ia jatuh sakit dan terbaring dalam keadaan sekarat. Ia mati dengan sangat ketakutan sambil berkomat-kamit: ‘Di sana ... Yesus ... berkata sesuatu ... tetapi ... saya tidak bisa mendengarnya karena suara bising pemintalan kapas’).

Ada banyak orang yang menyia-nyiakan kesempatan untuk datang kepada Yesus karena uang / pekerjaan. Contoh:

a) Pemuda kaya dalam Matius 19:16-22.

b) Pemilik babi dalam Markus 5:1-20.

J. Sidlow Baxter, dalam buku saat teduh tahunannya ‘Awake My Heart’, tgl 9 Maret, memberikan puisi sebagai berikut:

“Rabbi, begone! Thy powers

Bring loss to us and ours.

Our ways are not as Thine.

Thou lovest men, we, swine.

Oh, get you hence, Omnipotence,

And take this fool of Thine!

His soul? What care we for his soul?

What good to us that Thou hast made him whole,

Since we have lost our swine?

And Christ went sadly,

He had wrought for them a sign

Of love, and hope, and tenderness divine;

They wanted - swine!

Christ stands without our door and gently knocks;

But if our gold, or swine, the entrance blocks,

He forces no man’s hold - He will depart,

And leaves us to the meanness of our heart”

(= Rabi / Guru, enyahlah! KuasaMu

Membawa kerugian / kehilangan kepada kami dan milik kami

Jalan kami tidaklah seperti jalanMu

Engkau mengasihi manusia, kami mengasihi babi.

O, pergilah dari sini, Yang mahakuasa.

Dan bawalah orang tolol milikMu ini!

Jiwanya? Apa peduli kami tentang jiwanya?

Apa untungnya bagi kami bahwa Engkau telah membuatnya utuh,

Karena kami telah kehilangan babi kami?

Dan Kristus pergi dengan sedih,

Ia telah membuat tanda untuk mereka

Tentang kasih, dan pengharapan, dan kelembutan ilahi;

Mereka menginginkan - babi!

Kristus berdiri di luar pintu kita dan mengetuk dengan lembut;

Tetapi jika emas kita, atau babi, menutup jalan masuk,

Ia tidak memaksa penolakan manusia - Ia akan pergi,

Dan meninggalkan kita pada kepicikan / kejahatan hati kita).

3) Sombong dan tidak merasa butuh Tuhan.

Wahyu 3: 17: “Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa”.

Orang Laodikia memang sombong. Pada tahun 61 M. kota Laodikia dihancurkan oleh suatu gempa bumi yang hebat, dan pada waktu kota-kota lain mau menolong, penduduk Laodikia menolak bantuan dari luar, dan membangun kembali kotanya dengan kekuatan mereka sendiri. Mereka merasa tidak butuh manusia ataupun Tuhan!

Apakah saudara sombong? Apakah saudara merasa tidak butuh Tuhan? Kalau saudara tidak merasa perlu untuk mendekat kepada Tuhan, untuk berdoa, dsb, maka itu adalah bukti bahwa saudara tidak merasa butuh Tuhan!

II) Mengapa Tuhan paling tidak senang dengan orang yang suam-suam kuku?

1) Karena orang yang suam-suam kuku ini, sekalipun ada dalam gereja, sebetulnya bukanlah orang kristen.

Ada beda antara orang yang suam-suam kuku dengan orang yang kehilangan kasih yang semula (Wah 2:1-7). Orang yang kehilangan kasih yang semula, dulunya pernah sungguh-sungguh tetapi lalu mundur. Ini orang kristen yang sejati yang sedang jatuh. Tetapi orang yang suam-suam kuku dari dulu tidak pernah sungguh-sungguh. Ini adalah orang kristen KTP, dan ini terlihat dari ay 20: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”.

Ini menunjukkan bahwa Yesus ada di luar pintu hati mereka. Mereka ada di dalam gereja, tetapi di luar Kristus, dan Kristus ada di luar diri mereka. Jadi, jelas bahwa mereka juga belum selamat!

Kalau saudara adalah orang yang suam-suam kuku dan suatu hari saudara mati dan menghadap Tuhan, mungkin saudara akan berkata: ‘Tuhan bukankah aku sudah ke gereja, sudah dibaptis, sudah ikut Pemahaman Alkitab, sudah melayani Tuhan, dsb’? Maka Tuhan akan menjawab: ‘Aku tidak pernah mengenal kamu, enyahlah dari hadapanKu!’. Bdk. Mat 7:22-23 - “(22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

2) Orang yang suam-suam kuku ini sukar diinjili.

Ay 17b: “engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang”.

Semua kata-kata ini pasti dalam arti rohani. Jadi secara rohani, mereka itu melarat, miskin, buta dan telanjang, tetapi mereka tidak tahu hal itu! Mereka mengira mereka melek, padahal mereka buta. Mereka mengira mereka kaya rohani, padahal miskin rohani. Ketidak-tahuan ini yang membuat mereka sukar diinjili. Rasa PD terhadap kerohanian mereka ini membuat mereka sukar diinjili.

Kalau saudara bertemu dengan orang yang suam-suam kuku dan saudara memberitakan Injil kepada dia, maka ia pasti akan tersinggung, dan mungkin akan berkata: ‘Sudah tahu, sudah tahu. Saya sudah Kristen sejak lahir, kamu menginjili saya itu menghina ya?’.

Orang yang dingin, yang sama sekali berada di luar gereja, lebih mudah untuk diinjili. Karena itu Tuhan tidak senang dengan orang yang suam-suam kuku.

Pulpit Commentary: “Spiritual indifferentism is a most incorrigible condition. Theoretical infidelity we may break down by argument, but moral indifferentism cannot be touched by logic. The spiritually indifferent man shouts out his Creed every Sunday, damns the atheist, and yet himself is ‘without God in the world.’” (= Sikap acuh tak acuh secara rohani merupakan kondisi yang paling tidak bisa diperbaiki. Kekafiran teoretis bisa dihancurkan oleh argumentasi, tetapi sikap acuh tak acuh secara moral tidak bisa disentuh oleh logika. Orang yang acuh tak acuh secara rohani mengucapkan Pengakuan Imannya dengan keras setiap hari Minggu, mengecam orang atheis, tetapi ia sendiri ‘tanpa Allah di dunia ini’) - hal 142.

G. R. Beasley-Murray: “So alien to the spirit of Christ is the religious profession of the Laodiceans, John declares that the Lord would prefer them to be outright pagans. ... An honest atheist is more acceptable to the Lord than a self-satisfied religious man, for such a man’s religion has blunted his conscience and blinded him to his need for repentance. The road to the cross has always been easier for the publican than for the Pharisee” (= Pengakuan agamawi dari orang-orang Laodikia begitu asing bagi Roh Kristus, sehingga Yohanes menyatakan bahwa Tuhan lebih menginginkan mereka untuk menjadi kafir secara total. ... Seorang atheis yang jujur lebih bisa diterima oleh Tuhan dari pada seorang beragama yang puas dengan dirinya sendiri, karena agama dari orang seperti itu telah menumpulkan hati nuraninya dan membutakannya terhadap kebutuhan pertobatan. Jalan kepada salib selalu lebih mudah bagi pemungut cukai dari pada bagi orang Farisi) - hal 105.

Theodore H. Epp: “Seorang yang suam-suam kuku mempunyai indikasi kuat bahwa ia belum diselamatkan, tetapi juga bahwa ia merasa puas dengan dirinya sendiri dan sukar untuk beralih dari keadaan rohaninya yang acuh tak acuh. Masih lebih banyak harapan untuk keselamatan seorang yang sungguh-sungguh atheist, yang sama sekali tidak percaya akan Allah, daripada seorang yang mengaku beragama, yang merasa tinggi hati dan menipu dirinya sendiri. Para pemungut cukai dan orang sundal dapat lebih mudah dibawa masuk ke dalam kerajaan sorga daripada orang Farisi yang merasa dirinya suci dan tinggi hati” - hal 118.

3) Orang yang suam-suam kuku itu memalukan Tuhan.

Ay 18: “Maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat”.

Ketelanjangan yang memalukan itu artinya mereka ini hidup dalam dosa sedemikian rupa sehingga menjadi saksi yang sangat jelek untuk Tuhan.

Kalau orang kafir hidup dalam dosa, berzinah, tembak-tembakan rebutan duit, dsb, maka itu tidak memalukan Tuhan, karena mereka kafir.

Tetapi kalau orang kristen, apalagi dalam kalangan hamba Tuhan, mencuri, berzinah, rebutan duit sampai tembak-tembakan, dsb, itu sangat memalukan Tuhan!

Saya pernah membaca di koran tentang seseorang yang lapor ke polisi karena kerampokan. Waktu polisi menyediliki, mereka curiga, karena tidak ada tanda-tanda perampokan. Orang itu diinterogasi, dan akhirnya mengaku, bahwa uang yang hilang itu bukan hilang dirampok, tetapi ia gunakan untuk bersenang-senang dengan pelacur, padahal itu uang dari ‘perusahaan’ untuk tugas tertentu. Ini tentu bukan cerita yang menghebohkan seandainya orang itu bukan pendeta. Tetapi ia adalah seorang pendeta, yang diberi sejumlah uang oleh gereja, untuk pergi ke suatu tempat dalam memberitakan Injil di sana. Lalu uangnya habis untuk bersenang-senang dan ia lalu mengaku kerampokan. Ini merupakan sesuatu yang sangat memalukan Tuhan!

Hal-hal inilah yang menyebabkan Tuhan lebih senang orang itu dingin dari pada suam-suam kuku. Tetapi Tuhan tentu lebih senang lagi kalau saudara panas.

III) Bagaimana caranya supaya menjadi panas?

1) Percayalah kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Ay 18: “Maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat”.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan tentang kata ‘membeli’ ini:

a) Kata ‘membeli’ tidak menunjuk pada ‘keselamatan karena usaha kita’.

Kata ‘membeli’ di sini, tidak boleh diartikan bahwa keselamatan didapatkan dengan usaha kita, karena ini akan bertentangan dengan Ro 3:24 (‘dengan cuma-cuma’) dan Yes 55:1 (‘tanpa uang pembeli ... tanpa bayaran’).

John Stott: “But why does He recommend the Laodiceans to buy from Him? Can salvation be bought? No. Certainly not. It is a free gift to us because it was purchased by Christ on the cross. His invitation ‘buy from me’ should not be pressed. He is doubtless using language appropriate to the commercially-minded Laodiceans. He likens Himself to a merchant who visits the city to sell his wares and goes into competition with other salesmen. ... Perhaps also He is thinking of Jehovah’s appeal: ‘Ho, every one who thirsts, come to the waters; and he who has no money, come, buy and eat! Come, buy wine and milk without money and without price’ (Is. 55:1)” [= Tetapi mengapa Ia menasihatkan jemaat Laodikia untuk membeli dari padaNya? Bisakah keselamatan dibeli? Tidak. Pasti tidak. Itu merupakan karunia cuma-cuma bagi kita karena itu dibeli oleh Kristus pada kayu salib. UndanganNya ‘belilah dari padaKu’ tidak boleh ditekankan. Tidak diragukan bahwa Ia menggunakan bahasa yang cocok dengan jemaat Laodikia yang mempunyai pikiran dagang. Ia menyamakan diriNya sendiri dengan seorang pedagang yang mengunjungi kota itu untuk menjual barang-barangnya dan bersaing dengan penjual-penjual yang lain. ... Mungkin ia juga memikirkan seruan Yehovah: ‘Hai, setiap orang yang haus, datanglah kepada air; dan ia yang tidak mempunyai uang, datanglah dan makanlah! Datanglah, belilah anggur dan susu tanpa uang dan tanpa harga’ (Yes 55:1)] - hal 122.

Catatan: Yes 55:1 ini diambil dari RSV dan saya terjemahkan dari RSV.

Bdk. Yes 55:1 versi Kitab Suci Indonesia: “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran”.

William R. Newell: “Grace is ever free. We buy it ‘without money and without price,’ although it cost Christ the fire of God’s judgment to get it for us” (= Kasih karunia selalu cuma-cuma. Kita membelinya ‘tanpa uang dan tanpa harga’, sekalipun Kristus harus menanggung api penghakiman Allah untuk mendapatkannya bagi kita) - hal 77.

b) Kata ‘membeli’ ini menunjukkan bahwa ikut Kristus membutuhkan pengorbanan dari pihak kita.

Pulpit Commentary: “Yet it was to be bought, and would entail the sacrifice of something which, though perhaps dear to them, would be nothing in comparison with the return they would obtain” (= Tetapi itu harus dibeli, dan akan memerlukan pengorbanan sesuatu, yang sekalipun mereka cintai, tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang akan mereka dapatkan sebagai gantinya) - hal 116.

Kalau saudara mau datang kepada Kristus, apakah Kristus mau menerima saudara? Kalau saudara mengundang Kristus untuk masuk ke dalam hati saudara apakah Ia mau masuk?

Ay 20: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”.

Ayat ini memberikan jaminan bahwa kalau saudara betul-betul percaya dan mengundang Yesus, Ia pasti mau masuk, mengampuni dosa saudara (bdk. ‘pakaian putih’ dalam ay 18) dan bersekutu dengan saudara!

William Barclay: “We see human responsibility. Christ knocks and a man can answer or refuse to answer. Christ does not break in; he must be invited in. ... Holman Hunt was right when in his famous picture ‘The Light of the World’ he painted the door of the human heart with no handle on the outside, for it can be opened only from within” (= Kita melihat tanggung jawab manusia. Kristus mengetok dan manusia bisa menjawab atau menolak untuk menjawab. Kristus tidak mendobrak; Ia harus diundang masuk. ... Holman Hunt benar ketika dalam foto / gambarnya yang terkenal ‘Terang Dunia’ ia melukis pintu dari hati manusia tanpa gagang pintu di luarnya, karena itu hanya bisa dibuka dari dalam) - hal 148.

Ini adalah langkah pertama dan terutama. Kalau langkah ini belum pernah dilakukan, maka langkah-langkah selanjutnya tidak akan ada gunanya.

2) Orang yang suam-suam kuku itu harus bertobat.

Ay 19: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”.

Saya menyoroti kata yang terakhir yaitu ‘bertobatlah’. Kalau saudara mau menjadi panas, saudara harus bertobat dari segala dosa. Dosa yang saudara pelihara menyebabkan saudara tidak bisa panas, tidak bisa maju dalam kerohanian, tidak bisa juga merasakan damai dan sukacita yang penuh dari Tuhan!

Ada cerita tentang sebuah kapal yang berlabuh di dekat pantai. Karena pantainya landai, kapal itu tidak bisa merapat. Lalu seorang pelaut kepingin bersenang-senang di daratan, dan ia minta ijin kepada kapten kapal. Kapten mengijinkan, tetapi memberinya pesan: ‘Besok pk. 5 pagi, kapal ini berangkat. Jadi kamu harus sudah kembali sebelum saat itu, atau kamu ditinggal!’. Pelaut itu pergi naik sekoci dengan dayung, dan setelah sampai ia menambatkan sekocinya di darat, dan ia lalu masuk ke suatu bar untuk bersenang-senang. Ia mabuk, dan waktu melihat jam, ia melihat bahwa pada saat itu sudah pk 4.30 pagi. Ia cepat-cepat pergi ke sekocinya, mendayung sekuat tenaga, tetapi ia tidak sampai-sampai ke kapalnya, dan kapalnya berangkat meninggalkan dia. Waktu ia sudah agak sadar, ia melihat ke belakang, dan ternyata sekocinya masih terikat di daratan.

Banyak orang mendayung tetapi tidak bisa maju-maju, karena terikat oleh dosa! Karena itu, bertobatlah dari segala dosa.

3) Orang yang suam-suam kuku ini harus bergairah dalam mencari Tuhan.

Ay 19: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”. Kata ‘relakanlah hatimu’ ini salah terjemahan!

KJV/RSV/NASB: ‘be zealous’ (= bersemangatlah).

NIV: ‘be earnest’ (= bersungguh-sungguhlah).

Living Bible: ‘so I must punish you, unless you turn from your indifference and become enthusiastic about the things of God’ (= jadi Aku harus menghukum engkau, kecuali engkau berbalik dari sikap acuh tak acuhmu dan menjadi bergairah tentang hal-hal / perkara-perkara dari Allah).

Bagian ini menekankan bahwa orang kristen harus melakukan suatu komitmen yang tegas untuk mencari Allah dengan sungguh-sungguh.

John Stott: “The idea of being on fire for Christ will strike some people as dangerous emotionalism. ‘Surely’, they will say, ‘we are not meant to go to extremes? You are not asking us to become hot-gospel fanatics?’ Well, wait a minute. It depends what you mean. If by ‘fanaticism’ you really mean ‘wholeheartedness’ then Christianity is a fanatical religion and every Christian should be a fanatic. But fanaticism is not wholeheartedness, nor is wholeheartedness fanaticism. Fanaticism is an unreasoning and unintelligent wholeheartedness. It is the running away of the heart with the head. ... ‘Commitment without reflexion is fanaticism in action; but reflexion without commitment is the paralysis of all action.’ What Jesus Christ desires and deserves is the reflexion which leads to commitment and the commitment which is born of reflexion. This is the meaning of wholeheartedness, or being aflame for God” (= Gagasan untuk ‘terbakar’ untuk Kristus akan dianggap oleh sebagian orang sebagai emosionalisme yang berbahaya. Mereka akan berkata: ‘Tentu saja kita tidak dimaksudkan untuk menjadi extrim, bukan? Engkau tidak meminta kita untuk menjadi orang yang fanatik terhadap injil?’ Nah, tunggu sebentar. Itu tergantung pada apa yang engkau maksudkan. Jika dengan ‘fanatisme’ engkau memaksudkan ‘ke-sepenuh-hati-an’ maka kekristenan adalah agama yang fanatik, dan setiap orang kristen harus menjadi seorang yang fanatik. Tetapi fanatisme bukanlah ‘ke-sepenuh-hati-an’ dan ‘ke-sepenuh-hati-an’ bukanlah fanatisme. Fanatisme merupakan ‘ke-sepenuh-hati-an yang tanpa akal’. Itu adalah hati yang terpisah dari kepala. ... ‘Komitmen tanpa pemikiran adalah fanatisme yang sedang beraksi; tetapi pemikiran tanpa komitmen merupakan pelumpuhan semua tindakan / aksi’. Apa yang diinginkan dan layak didapatkan oleh Yesus Kristus adalah pemikiran yang membawa kepada komitmen dan komitmen yang dilahirkan oleh pemikiran. Ini merupakan arti dari ke-sepenuh-hati-an, atau menyala bagi Allah) - hal 116-117.

Apapun yang terjadi, saya harus berbakti dengan rajin, ikut Pemahaman Alkitab dengan tekun, bersaat teduh dengan setia, berdoa dengan sungguh-sungguh dan sebagainya.

Kalau ada saat dimana saudara paling butuh makan, mungkin itu adalah saat dimana saudara tidak mempunyai nafsu makan. Kalau ada saat saudara paling butuh Firman Tuhan, itu adalah saat dimana saudara tidak kepingin mendengar Firman Tuhan / bosan terhadap Firman Tuhan.

Kalau ada saat dimana saudara paling butuh bernafas, mungkin itu adalah saat dimana saudara sukar bernafas. Kalau ada saat saudara paling butuh doa itu adalah saat dimana saudara tidak kepingin berdoa / malas berdoa.

Penutup.

Maukah saudara menjadi panas? Tuhan memberkati saudara.

-AMIN-

4.Kematian rohani

Yohanes 10:10

Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

Ada seorang pendeta baru di suatu gereja yang mempunyai 2.000 jemaat (dalam daftar). Tetapi pada waktu kebaktian, yang hadir hanya sekitar 20 orang. Pendeta itu lalu membuat pengumuman yang disebarkan kepada setiap jemaat. Pengumuman itu mengatakan bahwa ada seorang jemaat yang mati, dan pada hari dan tanggal tertentu akan dikuburkan, dan didahului dengan upacara penguburan di gereja. Semua jemaat diundang untuk hadir.

Dan jemaat memang hadir. Kalau kebaktian mereka tidak hadir, tetapi kalau upacara penguburan mereka hadir. Mungkin mereka takut kalau mereka tidak hadir, nanti pada saat mereka mati tidak ada yang hadir. Jadi gereja itu penuh sesak. Pendeta lalu naik mimbar dan mulai berbicara: ‘Saudara sekalian, saudara diberi tahu bahwa ada jemaat yang mati, tetapi saudara belum tahu siapa yang mati itu. Karena itu saya persilahkan satu per satu maju ke depan, untuk melihat ke dalam peti mati (yang belum ditutup), supaya saudara tahu siapa jemaat yang mati itu’.

Maka jemaat satu per satu maju ke depan dan melihat ke dalam peti mati. Setiap orang yang melihat ke dalam peti itu kelihatan kaget. Mengapa? Karena peti mati itu ternyata kosong dan pendeta itu memasang sebuah cermin di dasar peti itu, sehingga setiap orang yang melihat ke dalam peti melihat wajah / dirinya sendiri di dalam peti.

Setelah semua selesai, pendeta itu lalu mulai khotbah: ‘Sekarang saudara semua pasti tahu siapa yang mati. Tidak lain dan tidak bukan itu adalah saudara sendiri. Saudara memang hidup secara jasmani, tetapi mati secara rohani’.

Saudara-saudara yang kekasih, bagaimana dengan diri saudara sendiri? Apakah saudara sama dengan jemaat gereja tersebut? Apakah saudara hanya hidup secara jasmani, tetapi mati secara rohani?

I) Kematian rohani.

Kitab Suci memang mengajarkan bahwa manusia berdosa itu bukan hanya sekedar sakit secara rohani, tetapi mati secara rohani, terlihat dari:

1) Yoh 10:10b - “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

Bahwa Yesus datang dengan tujuan supaya mereka / manusia berdosa mempunyai hidup, jelas menunjukkan bahwa manusia itu mati (secara rohani).

2) Efesus 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.

Mati secara rohani / mati dalam dosa artinya adalah:

a) Ia aktif berbuat dosa.

Ini terlihat dari Ef 2:1-3 di atas, yang sekalipun dalam ay 1nya menunjukkan bahwa manusia itu mati dalam dosa, tetapi menunjukkan dalam ay 2-3nya bahwa itu adalah kehidupan yang berdosa.

Jadi, kalau di atas telah kita lihat bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik, maka sekarang kita lihat bahwa manusia berdosa itu aktif / terus menerus berbuat dosa.

b) Ia tidak peduli pada hal-hal rohani, baik dosanya maupun Allah, Firman Tuhan / Injil, dsb. Ini menyebabkan ia:

1. Tidak kenal Allah, dan tidak peduli kepada Allah.

Roma 3:10-18 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (13) Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. (14) Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, (15) kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. (16) Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, (17) dan jalan damai tidak mereka kenal; (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.

Penerapan: bisakah saudara berkata dengan tulus dan jujur bahwa saudara peduli Allah dan kenal Allah? Kalau tidak, saudara adalah orang yang mati secara rohani.

Ini membawa konsekwensi lain, yaitu orang yang mati secara rohani itu tidak akan mempunyai damai dalam hatinya. Manusia baru bisa damai kalau mempunyai damai dengan Allah dan persekutuan yang baik dengan Allah. Tetapi orang yang mati rohani ini tak peduli Allah dan tak kenal Allah, sehingga ia tidak mungkin bisa mempunyai damai. Ia boleh mempunyai banyak uang, mobil, rumah mewah, semua kesenangan duniawi, tetapi ia tidak bisa mempunyai damai, sukacita, kebahagiaan yang sejati. Apakah saudara seperti itu?

2. Berani berbuat dosa dan tidak menyesal setelah tahu dirinya melakukan dosa, dan bahkan ‘krasan’ di dalam dosa.

Dosa merupakan suatu persoalan rohani dan karena itu orang yang mati secara rohani tidak akan mempedulikan dosa. Tahu kalau dusta itu dosa, dia tetap berdusta. Tahu kalau zinah itu dosa, dia tetap berzinah. Tahu kalau benci itu dosa, dia tetap membenci dan mendendam, dsb. Apakah saudara seperti itu? Kalau ya, saudara adalah orang yang mati secara rohani.

3. Tidak senang doa, dan tidak bisa doa.

Dosa merupakan suatu persoalan rohani, dan karena itu orang yang mati secara rohani tidak bisa berdoa (tak bisa konsentrasi, ngelamun, dsb), dan tidak senang berdoa.

Ada orang yang berkata: ‘Banyak orang memperlakukan Tuhan sebagai seorang pengacara. Mereka hanya datang kepadanya kalau mereka mendapatkan problem’. Kalau saudara termasuk orang seperti ini, itu menunjukkan bahwa saudara adalah orang yang mati secara rohani.

4. Tidak senang pada Firman Tuhan / Kitab Suci.

Kitab Suci / Firman Tuhan adalah hal rohani, dan karena itu orang yang mati secara rohani tidak akan menyenanginya.

Apakah saudara senang membaca Kitab Suci? Bersaat teduh? Belajar Firman Tuhan? Dengar khotbah? Ingat bahwa ada beda antara senang / rindu pada Firman Tuhan, dan sekedar mau mendengar Firman Tuhan. Juga ada beda antara senang mendengar khotbah, dan senang kepada Firman Tuhan. Karena apa? Karena tidak semua khotbah adalah Firman Tuhan. Jaman sekarang ada banyak khotbah yang hanya dipenuhi dengan lelucon, cerita dan kesaksian, tetapi tidak ada pelajaran Kitab Sucinya. Itu bukan Firman Tuhan! Orang kafirpun bisa senang khotbah seperti itu. Juga ada orang yang senang khotbah, asal khotbahnya menyenangkan telinga, seperti memberikan penghiburan, menjanjikan kesembuhan, kekayaan, dsb. Ini lagi-lagi bukan senang Firman Tuhan. Kalau saudara memang senang Firman Tuhan, harus senang semua, bahkan yang menegur dan menyingkapkan dosa-dosa saudara.

Coba pikirkan dari sudut Firman Tuhan ini? Apakah saudara hidup atau mati secara rohani?

Saudara-saudara yang kekasih, apakah saudara adalah orang yang mati secara rohani? Kalau ya, jangan anggap enteng hal itu, karena itu akan membawa saudara ke tempat kebinasaan yang kekal, yaitu neraka!

II) Yesus datang supaya kita hidup secara rohani.

Allah tahu bahwa penyebab kematian rohani itu adalah dosa (Kej 2:16-17). Karena itu, kalau Allah mau membereskan kematian rohani itu, Ia harus membereskan penyebabnya, yaitu dosa. Lalu bagaimana?

1) Diampuni begitu saja? Tidak mungkin, karena Allah itu adil. Kalau Ia mengampuni begitu saja, Ia kehilangan keadilanNya!

2) Menyuruh manusia yang mati rohani itu berbuat baik? Juga tidak mungkin, karena manusia yang mati secara rohani itu, senang berbuat dosa, dan tidak bisa berbuat baik.

Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh oleh Allah adalah: Ia sendiri harus menebus dosa kita atau menerima hukuman dosa kita. Tetapi hukuman dosa salah satunya adalah maut / kematian, dan Allah tidak bisa mati. Supaya bisa mati, maka Allah harus menjadi manusia. Dan inilah yang Allah lakukan dalam diri Yesus Kristus. Karena itu Yesus berkata dalam Yoh 10:10b - “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

Ada beberapa hal yang ingin saya soroti:

a) Aku datang. Ini menunjukkan Yesus sudah ada sebelum lahir, dan itu menunjukkan keilahian Yesus.

b) Ia datang untuk memberikan hidup rohani kepada manusia yang mati secara rohani. Karena itu, Ia mendertita dan mati di kayu salib untuk memikul hukuman dosa kita. Ia yang hidup harus mati, supaya kita yang mati menjadi hidup.

III) Tanggapan kita.

Bahwa Yesus sudah mati menebus dosa-dosa umat manusia tak berarti bahwa semua manusia menjadi hidup secara rohani / mendapatkan kehidupan secara rohani.

Kita harus percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, baru kita akan mendapat hidup secara rohani. Tetapi bagaimana manusia bisa percaya? Memang sebetulnya manusia yang mati secara rohani itu tidak akan mau dan tidak akan bisa percaya kepada Yesus dengan kekuatan dan kemauannya sendiri. Injil dan iman adalah persoalan rohani, dan karena manusia itu mati secara rohani, maka manusia tidak bisa mengerti Injil, menghargai Injil, apalagi percaya kepada Injil.

Jadi Allah harus melakukan sesuatu yang lain, yaitu melahir-barukan manusia yang mati secara rohani itu. Dalam doktrin Reformed, lahir baru tidak sama dengan iman. Lahir baru mendahului iman. Lahir baru merupakan pekerjaan Roh Kudus secara mutlak. Kita pasif total. Dia melahirbarukan kita, sehingga kita mulai hidup secara rohani, dan kita mulai bisa mendengar Injil, menghargai Injil dan mempercayainya.

Karena kelahiran baru itu mutlak adalah pekerjaan Roh Kudus, itu tak perlu / tak dapat kita usahakan. Kalau itu belum terjadi seseorang tidak mungkin percaya. Kalau itu sudah terjadi seseorang pasti akan percaya.

Kalau kita percaya kepada Yesus, lalu apa yang terjadi?

Yoh 11:25-26 - “(25) Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?’”.

Maukah saudara percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi saudara?

-AMIN-

5.Domba yang hilang

Lukas 15:1-7

Luk 15:1-7 - “(1) Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. (2) Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: ‘Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.’ (3) Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (4) ‘Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? (5) Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, (6) dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetanggan serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. (7) Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.’”.

I) Latar belakang perumpamaan.

1) Yesus menerima dan mengajar orang-orang berdosa.

Lukas 15: 1: “Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia”.

a) Dalam terjemahan KJV ada kata ‘all’ (= semua).

KJV: ‘Then drew near unto him all the publicans and sinners for to hear him’ (= Maka mendekatlah kepadaNya semua pemungut cukai dan orang-orang berdosa untuk mendengarkan Dia).

Kata ‘all’ (= semua) merupakan suatu gaya bahasa yang melebih-lebihkan (hyperbole).

b) Pemungut cukai sangat direndahkan dan sering digolongkan dengan pelacur.

Bdk. Matius 21:32 - “Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.’”.

c) Mereka mendekat kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.

Matthew Henry: “They drew near to him, not, as some did, to solicit for cures, but to hear his excellent doctrine. Note, in all our approaches to Christ we must have this in our eye, to hear him; to hear the instructions he gives us, and his answers to our prayers” (= Mereka mendekatiNya, bukan seperti yang dilakukan sebagian orang, untuk mencari kesembuhan, tetapi untuk mendengar ajaranNya yang sangat baik. Perhatikan, dalam semua pendekatan kepada Kristus kita harus memperhatikan ini, untuk mendengarkanNya; mendengarkan instruksi-instruksi yang Ia berikan kepada kita, dan jawaban-jawabanNya terhadap doa-doa kita).

Perhatikan bahwa orang-orang brengsek ini mau mendekati Yesus untuk mendengar Firman Tuhan dari Dia, tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mendekati untuk mencari kesalahan / mengkritik.

2) Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menjadi marah.

Ay 2: “Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: ‘Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.’”.

a) Para ahli Taurat dan orang Farisi sangat membenci orang-orang yang tak mengerti / memelihara hukum Taurat.

Yohanes 7:49 - “Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!’”.

William Barclay: “These parables arose out of a definite situations. It was an offence to the scribes, and Pharisees that Jesus associated with man and women who, by the orthodox, were labelled as sinners. The Pharisees gave to people who did not keep the law a general classification. They called them ‘The People of the Land’; and there was a complete barrier between the Pharisees and the People of the Land. To marry a daughter to one of them was like exposing her bound and helpless to a lion. The Pharisaic regulations laid it down, ‘When a man is one of the People of the Land, entrust no money to him, take no testimony from him, trust him with no secret, do not appoint him guardian of an orphan, do not make him the custodian of charitable funds, do not accompany him on a journey.’ A Pharisee was forbidden to be the guest of any such man or to have him as his guest. He was even forbidden, so far as it was possible, to have any business dealings with him. It was the deliberate Pharisaic aim to avoid every contact with the people who did not observe the petty details of the law. ... the strict Jew said, not ‘There will be joy in heaven over one sinner who repents,’ but ‘There will be joy in heaven over one sinner who is obliterated before God.’ They looked sadistically forward not to the saving but to the destruction of the sinner” (= Perumpamaan-perumpamaan ini keluar / muncul dari situasi tertentu. Merupakan suatu batu sandungan bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi bahwa Yesus bergaul dengan orang-orang yang, oleh orang-orang orthodox, dinamakan sebagai ‘orang-orang berdosa’. Orang-orang Farisi memberi kepada orang-orang yang tidak memelihara hukum Taurat suatu penggolongan umum. Mereka menyebut mereka ‘Orang-orang Negeri’; dan ada tembok pemisah yang sempurna antara orang-orang Farisi dan Orang-orang Negeri. Menikahkan seorang anak perempuan dengan satu dari mereka adalah seperti memberikannya dalam keadaan terikat dan tak berdaya kepada seekor singa. Peraturan orang-orang Farisi mengatakan: ‘Kalau seseorang adalah satu dari Orang-orang Negeri, jangan mempercayakan uang kepadanya, jangan mengambil kesaksian dari dia, jangan mempercayakan rahasia kepadanya, jangan menjadikannya penjaga anak yatim, jangan membuat dia sebagai petugas dari dana untuk amal, jangan menemaninya dalam suatu perjalanan’. Seorang Farisi dilarang untuk menjadi tamu dari orang seperti itu atau mendapat tamu seperti itu. Ia bahkan dilarang, sejauh itu memungkinkan, untuk mempunyai hubungan bisnis dengannya. Merupakan suatu tujuan sengaja dari orang-orang Farisi untuk menghindari setiap kontak dengan orang-orang yang tidak memelihara / mentaati detail-detail kecil dari hukum Taurat. ... orang-orang Yahudi yang ketat berkata, bukan bahwa ‘Ada sukacita di surga atas satu orang berdosa yang bertobat’, tetapi ‘Ada sukacita di surga atas satu orang berdosa yang dilenyapkan di hadapan Allah’. Mereka memandang dengan kejam ke depan, bukan pada penyelamatan tetapi pada penghancuran dari orang berdosa) - hal 199-200.

b) Ada kontras yang sangat besar antara sikap Yesus dan sikap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap orang-orang berdosa. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mempunyai ‘a holier-than-thou attitude’ (= sikap merasa diri lebih suci), terhadap orang-orang berdosa. Karena itu mereka mengkritik Yesus yang mau bergaul dengan orang-orang itu. Yesus sudah pernah menjawab kritikan mereka dalam persoalan ini.

Lukas 5:29-32 - “(29) Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. (30) Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: ‘Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?’ (31) Lalu jawab Yesus kepada mereka, kataNya: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; (32) Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.’”.

Tetapi jelas bahwa jawaban / ajaran Yesus ini tidak mendapat tempat dalam diri ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sehingga di sini mereka tetap mengkritik sikap Yesus yang mau bergaul dengan orang-orang berdosa.

c) Mereka sangat jengkel melihat Kristus mengajar orang-orang berdosa itu. Tetapi mereka tidak bisa mengecam Dia karena mengajar mereka, dan karena itu mereka mengecam Dia karena makan bersama mereka, yang bertentangan secara lebih explicit dengan tradisi dari tua-tua.

Matthew Henry: “They thought it a disparagement to Christ, and inconsistent with the dignity of his character, to make himself familiar with such sort of people, to admit them into his company and to eat with them. They could not, for shame, condemn him for preaching to them, though that was the thing they were most enraged at; and therefore they reproached him for eating with them, which was more expressly contrary to the tradition of the elders. Censure will fall, not only upon the most innocent and the most excellent persons, but upon the most innocent and most excellent actions, and we must not think it strange” (= Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang merendahkan Kristus, dan tidak konsisten dengan kewibawaan dari karakterNya, untuk membuat diriNya sendiri akrab dengan jenis orang seperti itu, untuk menerima mereka ke dalam kumpulanNya dan makan dengan mereka. Mereka tidak bisa, karena malu, mengecam Dia karena berkhotbah kepada mereka, sekalipun itu adalah hal terhadap mana mereka paling marah; dan karena itu mereka mencela Dia karena makan dengan mereka, yang secara lebih jelas bertentangan dengan tradisi dari tua-tua. Celaan / kecaman akan jatuh, bukan hanya pada orang-orang yang paling tidak bersalah dan paling baik, tetapi juga pada tindakan-tindakan yang paling tidak bersalah dan paling baik, dan kita tidak boleh mengangapnya sebagai sesuatu yang aneh).

Perhatikan juga bahwa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ini mengecam tindakan Yesus bukan berdasarkan Kitab Suci / Firman Tuhan, tetapi berdasarkan tradisi! Kecaman seperti ini tak perlu dihiraukan. Kalau mau mengkritik secara benar, harus mempunyai dasar Kitab Suci yang benar!

II) Yesus menjawab dengan perumpamaan.

1) Ada 3 perumpamaan dalam Luk 15:1-32, dengan satu penekanan yang sama, yang terlihat dalam ay 7,10,20b-24,32.

a) Ay 7: “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.’”.

b) Ay 10: “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.’”.

c) Ay 20-24: “(20) Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (21) Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. (22) Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. (23) Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. (24) Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria”.

d) Ay 32: “Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.’”.

2) Saya tidak akan membahas ketiga perumpamaan tersebut; saya hanya akan membahas yang pertama saja.

Ay 3-7: “(3) Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (4) ‘Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? (5) Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, (6) dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. (7) Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.’”.

a) Perumpamaan tentang domba yang hilang dalam Injil Matius.

Perumpamaan tentang domba yang hilang ini bukan hanya ada dalam Lukas, tetapi juga dalam Matius, tetapi yang dalam Matius tujuannya agak berbeda.

Matthew Henry: “The parable of the lost sheep. Something like it we had in Mt. 18:12. There it was designed to show the care God takes for the preservation of saints, as a reason why we should not offend them; here it is designed to show the pleasure God takes in the conversion of sinners, as a reason why we should rejoice in it” [= Perumpamaan tentang domba yang hilang. Sesuatu yang serupa dengan ini kita dapati dalam Mat 18:12. Di sana (dalam Matius), itu dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian Allah untuk pemeliharaan orang-orang kudus, sebagai suatu alasan mengapa kita tak boleh menjadi batu sandungan bagi mereka; di sini (dalam Lukas), ini dimaksudkan untuk menunjukkan kesenangan yang Allah dapatkan karena pertobatan dari orang-orang berdosa, sebagai suatu alasan mengapa kita harus bersukacita karenanya].

Tentang Mat 18:11-13, Calvin berkata: “the object of the discourse is to lead us to beware of losing what God wishes to be saved” (= tujuan dari pembicaraan adalah untuk membimbing kita untuk berhati-hati dari kehilangan apa yang Allah inginkan untuk diselamatkan) - hal 341.

Mat 18:6-17 - “(6) ‘Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (7) Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. (8) Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. (9) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. (10) Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga. (11) [Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang.]’ (12) ‘Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? (13) Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. (14) Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang.’ (15) ‘Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. (16) Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. (17) Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai”.

Perhatikan bahwa dalam Mat 18, perumpamaan tentang domba yang hilang itu didahului oleh text yang mengancam orang-orang yang menyesatkan ‘anak-anak kecil yang percaya kepadaKu’ (ay 6-7), dan juga tentang orang yang menganggap rendah seorang ‘anak kecil’ (ay 10), lalu diakhiri dengan ay 14 yang menunjukkan bahwa Bapa tak menghendaki ‘seorangpun dari anak-anak itu’ hilang. Dan masih ditambah lagi dengan text yang menyuruh menasehati ‘saudara’ yang berbuat dosa, dengan tujuan mendapatkannya kembali (ay 15-17). Jadi, kelihatannya perumpamaan ini di sini ditujukan untuk menjaga anak-anak Tuhan supaya tidak hilang / sesat.

Penerapan:

1. Kalau saudara adalah seorang anak Allah, Allah tak menghendaki saudara hilang. Apapun dosa yang telah saudara lakukan, Ia tak menghendaki saudara hilang. Kembalilah kepada Dia, Dia mau menerima saudara.

Yes 1:18 - “Marilah, baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.

2. Kalau saudara melihat / tahu tentang seorang anak Tuhan yang tersesat, janganlah membiarkannya sesat dengan alasan apapun juga. Doakan dia, dan usahakan supaya ia kembali kepada Tuhan.

b) Sekarang kita kembali kepada perumpamaan domba yang hilang dalam Injil Lukas.

1. Arti dari domba.

Domba di sini tak bisa dipukul rata dan diartikan sebagai orang Kristen. Satu domba yang hilang jelas berbeda dengan 99 domba yang tidak hilang.

a. Satu domba yang hilang menunjuk kepada orang berdosa.

Yes 53:6 - “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.

Luk 19:10 - “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.

Adam Clarke: “The lost sheep is an emblem of a heedless, thoughtless sinner: one who follows the corrupt dictates of his own heart, without ever reflecting upon his conduct, or considering what will be the issue of his unholy course of life. No creature strays more easily than a sheep; none is more heedless; and none so incapable of finding its way back to the flock, when once gone astray: it will bleat for the flock, and still run on in an opposite direction to the place where the flock is; this I have often noticed. No creature is more defenseless than a sheep, and more exposed to be devoured by dogs and wild beasts. Even the fowls of the air seek their destruction. I have known ravens often attempt to destroy lambs by picking out their eyes, in which, when they have succeeded, as the creature does not see whither it is going, it soon falls an easy prey to its destroyer” (= Domba yang hilang adalah simbol dari orang berdosa yang tidak memperhatikan / mempedulikan dan tak memikirkan: seseorang yang mengikuti suara hatinya yang rusak, tanpa pernah memikirkan tingkah lakunya, atau mempertimbangkan apa yang akan merupakan hasil dari jalan kehidupannya yang tidak kudus. Tidak ada makhluk yang lebih mudah tersesat dari domba; tidak ada yang lebih tidak memperhatikan; dan tidak ada yang begitu tidak mampu untuk menemukan jalannya kembali kepada kawanan pada saat mereka tersesat: ia akan mengembik untuk kawanan itu tetapi tetap akan berlari ke arah yang berlawanan dari tempat dimana kawanan itu berada; ini telah sering saya perhatikan. Tidak ada makhluk yang lebih tak mempunyai pertahanan dari pada domba, dan yang lebih terbuka untuk dimangsa oleh anjing-anjing dan binatang-binatang liar. Bahkan burung-burung di udara mencari penghancuran mereka. Saya tahu bahwa burung-burung gagak sering berusaha untuk menghancurkan anak-anak domba dengan mencungkil mata mereka, dalam mana, jika mereka berhasil, karena makhluk itu tak bisa melihat kemana ia pergi, ia dengan cepat menjadi mangsa dari penghancurnya).

b. Ada pro dan kontra tentang apa arti dari 99 domba yang tidak hilang.

Ada yang menganggap bahwa 99 domba yang tidak hilang menunjuk kepada orang-orang kristen yang sejati, tetapi ada juga yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada orang-orang yang self-righteous / yang merasa diri sendiri benar seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Saya lebih condong pada pandangan kedua, karena:

· ingat latar belakang perumpamaan ini. Perumpamaan ini muncul karena adanya ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang merasa diri benar, yang tidak senang melihat Yesus bergaul / makan bersama dengan orang-orang yang brengsek.

· dalam perumpamaan ketiga, yaitu tentang anak yang hilang, ‘anak sulung’ jelas menunjuk kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tersebut.

2. Mengapa gembala itu meninggalkan 99 domba di padang gurun untuk mencari satu domba yang hilang? Apakah yang satu lebih penting dari yang 99? Bagaimana kalau 99 yang ditinggalkan itu hilang semua?

A. T. Robertson: “‘In the wilderness.’ Their usual pasturage, not a place of danger or peril” (= ‘di padang gurun’. Tempat penggembalaan mereka biasanya, bukan suatu tempat yang berbahaya).

Jadi, 99 ekor domba itu bukannya ditinggalkan sembarangan.

Ada penafsir yang mengatakan bahwa gembala tidak hanya satu, tetapi beberapa. Jadi 99 ekor domba itu bukan ditinggal tanpa penjaga sama sekali.

Calvin: “Christ therefore intended to show that a good teacher ought not to labour less to recover those that are lost, than to preserve those which are in his possession” (= Karena itu Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa seorang guru yang baik tidak boleh berjerih payah kurang / lebih sedikit untuk mengejar / menemukan kembali mereka yang hilang, dari pada untuk memelihara / menjaga / melindungi mereka yang adalah miliknya) - hal 340.

3. Bahwa gembala meninggalkan yang 99 dan mencari seekor yang hilang, tak menunjukkan bahwa yang seekor itu adalah yang terpenting / terbaik.

Spurgeon: “The lost one is not better than any one of the others, but it is brought into prominence by its condition.” (= Domba yang hilang tidak lebih baik dari yang manapun yang lain, tetapi menjadi menonjol karena kondisinya).

Illustrasi: kalau saudara mempunyai 5 orang anak, dan suatu hari satu anak sakit keras, maka jelas saudara akan ‘mengabaikan’ yang 4 dan berkonsentrasi pada yang satu. Anak yang sakit ini bukan yang terpenting / terbaik; ia menjadi menonjol dan paling diperhaikan karena kondisinya.

4. Penekanan dari perumpamaan ini: gembala itu pergi mencari, dan pada waktu menemukan domba yang hilang, ia bersukacita.

a. Allah mencari orang yang hilang.

Ay 3-4: “(3) Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (4) ‘Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?”.

William Barclay: “No Pharisee had ever dreamed of a God like that. A great Jewish scholar has admitted that this is the one absolutely new thing which Jesus taught men about God - that he actually searched for men. The Jew might have agreed that if a man came crawling home to God in self-abasement and prayed for pity he might find it; but he would never have conceived of a God who went out to search for sinners. We believe in the seeking love of God, because we see that love incarnate in Jesus Christ, the Son of God, who came to seek and to save that which was lost” (= Tidak ada orang Farisi yang pernah memimpikan Allah seperti itu. Seorang sarjana Yahudi pernah mengakui bahwa ini merupakan satu hal yang baru secara mutlak yang Yesus ajarkan kepada manusia tentang Allah - bahwa Ia sungguh-sungguh mencari manusia. Orang Yahudi bisa setuju bahwa jika seseorang pulang dengan merangkak kepada Allah dalam kerendahan diri dan berdoa untuk belas kasihan, ia mungkin akan menemukannya; tetapi ia tidak pernah mempertimbangkan Allah yang pergi untuk mencari orang-orang berdosa. Kita percaya dalam kasih yang mencari dari Allah, karena kita melihat kasih itu berinkarnasi dalam Yesus Kristus, Anak Allah, yang datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang) - hal 203.

Bdk. Luk 19:10 - “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.

Kalau saudara adalah domba yang hilang itu, yang sedang tersesat dan sama sekali tidak tahu saudara sedang kemana, Allah mencari saudara! Pada waktu saudara mendengar Injil saat ini, itu merupakan pangilan Allah kepada saudara untuk kembali kepada Dia!

2Tes 2:14 - “Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita”.

Tanggapilah panggilanNya melalui Injil yang diberitakan kepada saudara! Datanglah kepada Kristus. Dia adalah Allah dan manusia, yang sudah mati di salib untuk menebus dosa manusia. Percayalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka saudara akan diampuni dari segala dosa saudara, dan saudara akan diperdamaikan dengan Allah.

Sekarang, kalau Allah itu mencari domba yang hilang, bagaimana kira-kira sikap kita sebagai anak-anak Allah terhadap domba yang hilang?

Wesley: “‘And go after.’ - In recovering a lost soul, God as it were labors. May we not learn hence, that to let them alone who are in sin, is both unchristian and inhuman!” (= ‘Pergi mencari’. Untuk mencari suatu jiwa yang terhilang, Allah seakan-akan bekerja keras. Tidakkah kita bisa belajar dari sini, bahwa membiarkan mereka yang ada di dalam dosa, adalah tidak kristiani dan tidak manusiawi!).

William Hendriksen mengatakan (hal 749) bahwa sedikitnya ada 4 macam sikap terhadap orang-orang yang berdosa / terhilang:

· Membenci mereka.

· Bersikap acuh tak acuh terhadap mereka.

· Menerima / menyambut mereka kalau mereka kembali sendiri kepada kita.

· Mencari mereka.

Yang mana yang menjadi sikap saudara?

b. Allah menerima dengan sukacita orang yang kembali / ditemukan.

Ay 5-7: “(5) Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, (6) dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. (7) Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.’”.

Luk 15:20-24 - “(20) Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (21) Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. (22) Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. (23) Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. (24) Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria”.

William Barclay: “There is a wondrous thought here. It is the truly tremendous truth that God is kinder than men. The orthodox would write off the tax-collectors and the sinners as beyond the pale and as deserving of nothing but destruction; not so God. Men may give up hope of a sinner; not so God. God loves the folk who never stray away; but in his heart there is the joy of joys when a lost one is found and comes home. It is a thousand times easier to come back to God than to come home to the bleak criticism of men” (= Ada pemikiran yang menakjubkan di sini. Itu adalah kebenaran yang luar biasa bahwa Allah lebih baik dari manusia. Orang orthodox mencoret para pemungut cukai dan orang berdosa sebagai di luar batas dan tidak layak mendapat apapun kecuali penghancuran; tidak demikian dengan Allah. Manusia bisa berhenti / menyerah dalam pengharapan tentang seorang berdosa; tidak demikian dengan Allah. Allah mengasihi orang-orang yang tidak pernah tersesat; tetapi dalam hatiNya ada sukacita yang luar biasa pada waktu seorang yang terhilang ditemukan dan pulang. Adalah 1000 x lebih mudah untuk kembali kepada Allah dari pada untuk pulang kepada kritikan manusia yang suram) - hal 201.

Kalau kita jatuh ke dalam dosa / menjauh dari Allah, dan suatu hari kita kembali / bertobat, mungkin kita beranggapan bahwa Allah menerima kita dengan wajah yang cemberut, dan Ia akan membiarkan kita berhari-hari, supaya kita kapok, dan sebagainya. Tetapi bukan itu yang diajarkan oleh Yesus. Allah bersukacita pada waktu ada seorang berdosa bertobat / kembali kepadaNya! Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang bahkan digambarkan bahwa pada waktu anak itu masih jauh, bapanya berlari mendapatkannya, memeluknya, menciumnya, dan mengadakan pesta karena kembalinya anak tersebut!

-AMIN-

6.Hampir menjadi orang Kristen

Kisah Para Rasul 26:1-29

Kisah 26:1-29 - “(1) Kata Agripa kepada Paulus: ‘Engkau diberi kesempatan untuk membela diri.’ Paulus memberi isyarat dengan tangannya, lalu memberi pembelaannya seperti berikut: (2) ‘Ya raja Agripa, aku merasa berbahagia, karena pada hari ini aku diperkenankan untuk memberi pertanggungan jawab di hadapanmu terhadap segala tuduhan yang diajukan orang-orang Yahudi terhadap diriku, (3) terutama karena engkau tahu benar-benar adat istiadat dan persoalan orang Yahudi. Sebab itu aku minta kepadamu, supaya engkau mendengarkan aku dengan sabar. (4) Semua orang Yahudi mengetahui jalan hidupku sejak masa mudaku, sebab dari semula aku hidup di tengah-tengah bangsaku di Yerusalem. (5) Sudah lama mereka mengenal aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama kita. (6) Dan sekarang aku harus menghadap pengadilan oleh sebab aku mengharapkan kegenapan janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita, (7) dan yang dinantikan oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan ibadahnya dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja Agripa, aku dituduh orang-orang Yahudi. (8) Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati? (9) Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. (10) Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. (11) Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.’ (12) ‘Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, (13) tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. (14) Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. (15) Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. (16) Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari padaKu dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. (17) Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, (18) untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (19) Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat. (20) Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu. (21) Karena itulah orang-orang Yahudi menangkap aku di Bait Allah, dan mencoba membunuh aku. (22) Tetapi oleh pertolongan Allah aku dapat hidup sampai sekarang dan memberi kesaksian kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar. Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa, (23) yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.’ (24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat! (26) Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil. (27) Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka.’ (28) Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.

I) Paulus dihadapkan ke pengadilan.

1) Nubuat dan perintah Tuhan Yesus.

Matius 10:18: “Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah”.

a) Dari ayat di atas terlihat bahwa Yesus memang sudah menubuatkan bahwa para pengikutNya akan dihadapkan ke hadapan penguasa-penguasa dan raja-raja, dan inilah yang dialami oleh Paulus pada saat ini.

b) Dalam kasus seperti ini, Yesus memberikan perintah untuk memberikan kesaksian bagi mereka!

2) Paulus taat pada perintah Yesus ini; ia memberikan kesaksian tentang Yesus kepada penguasa dan raja, kepada siapa ia dihadapkan, khususnya kepada Festus dan Agripa.

a) Paulus menceritakan keadaannya sebelum ia bertobat, pada waktu ia masih menentang kekristenan dan menangkapi, menyiksa, bahkan membunuhi orang-orang kristen (ay 4-5,9-12).

b) Ia menceritakan juga tentang peristiwa dimana ia melihat Yesus, yang menyebabkan pertobatannya (ay 13-18). Dan pada peristiwa itu juga ia mendapatkan panggilan / perintah dari Tuhan Yesus untuk memberitakan Injil (ay 16-18). Itulah sebabnya ia memberitakan Injil, dan itu menyebabkan ia ditangkap (ay 19-21).

c) Dalam menceritakan semua ini, Paulus jelas memberitakan Injil kepada para pendengarnya, dan ini terlihat dari:

1. Ia menyebut Yesus sebagai ‘Tuhan’ (ay 15).

2. Ia mengutip kata-kata Yesus yang berbicara tentang keselamatan / pengampunan dosa karena iman kepada Yesus.

Ay 17b-18: “(17b) Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, (18) untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan”.

Perhatikan bahwa kekristenan tidak mengajar keselamatan karena ‘perbuatan baik’ ataupun karena ‘iman + perbuatan baik’, tetapi hanya karena ‘iman’!

Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

3. Ia berbicara tentang keharusan untuk bertobat dari dosa.

Ay 19: “Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu”.

4. Ia berbicara tentang penderitaan dan kebangkitan Mesias, dan bahwa Injil akan diberitakan kepada bangsa-bangsa non Yahudi.

Ay 23: “yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.’”.

Ay 8: “Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati?”.

5. Semua yang ia katakan tentang Mesias ini sesuai dengan kata-kata para nabi dan Musa (= Perjanjian Lama).

Ay 22b-23: “(22b) Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa, (23) yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.’”.

II) Tanggapan pendengar Paulus terhadap Injil yang ia beritakan.

1) Tanggapan Festus.

a) Ia menganggap Paulus gila karena ilmunya yang banyak.

Ay 24: “Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’”.

1. Orang Kristen memang bisa dimaki karena pengetahuannya yang banyak; misalnya, dianggap sebagai ahli Taurat.

Musuh-musuh Kristus selalu bisa menemukan sesuatu untuk mencela Dia, ataupun pelayan-pelayanNya / orang-orang kristen.

Bdk. Mat 11:18-19a - “(18) Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. (19a) Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.”.

Matthew Henry: “The apostles, who were fishermen, were despised because they had no learning; Paul, who was a university-man, and bred a Pharisee, is despised as having too much learning, more than did him good. Thus the enemies of Christ's ministers will always have something or other to upbraid them with” (= Rasul-rasul, yang adalah nelayan-nelayan, diremehkan karena mereka tidak terpelajar; Paulus, yang adalah orang universitas, dan keturunan Farisi, diremehkan sebagai mempunyai pengetahuan terlalu banyak, lebih dari yang bisa memberi kebaikan kepadanya. Demikianlah musuh-musuh dari pelayan-pelayan Kristus akan selalu mempunyai satu dan lain hal untuk mencela mereka).

2. Orang Kristen juga bisa dimaki gila pada waktu:

a. Ia berbicara tentang hal-hal rohani, yang tak dimengerti / tak dipercaya oleh orang dunia, seperti pada waktu ia menyatakan:

· Yesus sebagai Allah yang menjadi manusia.

· Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

· Roh Kudus yang adalah Allah sendiri ada dalam dirinya.

· Tuhan berbicara kepadanya dan menyuruh / melarang / menjanjikan / menyatakan sesuatu kepadanya. Harus diakui bahwa pada jaman ini ada banyak orang Kristen yang mengaku bahwa Tuhan berbicara kepadanya, tetapi itu hanya bualan belaka atau sebetulnya setan yang berbicara kepadanya. Tetapi ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak bisa berbicara kepada kita.

· kepercayaannya terhadap mujijat-mujijat dalam Kitab Suci, termasuk kebangkitan Kristus. Mungkin salah satu hal yang menyebabkan Festus mengatakan Paulus gila adalah karena ia mempercayai kebangkitan Yesus dari antara orang mati.

· Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.

b. Ia mempunyai semangat yang luar biasa untuk mentaati / melayani Tuhan, seperti mau memberikan persembahan persepuluhan, mau pergi ke gereja dengan rajin tiap minggu, mau rajin datang dalam Pemahaman Alkitab, mau menjadi misionaris ke negara lain, dsb.

c. Ia rela mengorbankan segala sesuatu untuk Tuhan.

Tetapi perhatikan apa yang dikatakan Albert Barnes di bawah ini.

Barnes’ Notes: “The tenants of a madhouse often think all others deranged but themselves; but there is no madness so great, no delirium so awful, as to neglect the eternal interest of the soul for the sake of the pleasures and honors which this life can give” (= Penghuni-penghuni dari suatu rumah gila sering berpikir bahwa semua orang lain gila kecuali diri mereka sendiri; tetapi tidak ada kegilaan yang lebih besar, tidak ada ketidak-warasan yang begitu hebat / mengerikan, sehingga mengabaikan kepentingan kekal dari jiwa demi kesenangan dan kehormatan yang bisa diberikan oleh hidup ini).

b) Jawaban Paulus.

Ay 25-27: “(25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat! (26) Raja (Agripa) juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil. (27) Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka.’”.

1. Jawaban Paulus kepada Festus dalam ay 25 menunjukkan penguasaan diri, kesabaran dan sopan santun yang tinggi. Ini saja sudah menunjukkan bahwa ia tidak mungkin gila.

2. Seluruh jawaban ini juga menunjukkan strategi / taktik dan kebijaksanaan Paulus dalam melakukan penginjilan. Dari kata-kata Festus tadi, ia tahu bahwa Festus akan sukar atau bahkan tidak mungkin dipertobatkan. Karena itu, dalam ay 26-27 ia ‘meninggalkan’ Festus, dan mengalihkan kata-katanya kepada Agripa.

Sekarang mari kita membahas kata-kata Paulus kepada Agripa dalam ay 26-27 ini:

a. Ay 26b: “Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil”.

Ada 2 pandangan tentang apa yang dimaksud oleh Paulus dengan kata-kata ini:

· ada yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada pengalamannya sendiri, yang ia ceritakan dalam kesaksiannya tadi.

· ada yang menganggap ini menunjuk kepada penderitaan, kematian, dan kebangkitan Mesias.

Mengingat bahwa Paulus menyambung kata-kata ini dengan kata-kata ‘Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi (ini pasti menunjuk kepada Perjanjian Lama)?’ dalam ay 27a, saya berpendapat bahwa yang Paulus maksudkan dalam ay 26b adalah tentang Mesias, karena itu memang ada dalam Perjanjian Lama, sedangkan pengalaman dan pertobatan Paulus tak ada dalam Perjanjian Lama.

b. Ay 27: “Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka.’”.

· Perhatikan bahwa dalam ay 26 Paulus bicara tentang pengetahuan Agripa (‘tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya’), tetapi dalam ay 27 ia menanyakan tentang iman / kepercayaan Agripa terhadap hal itu! Hanya tahu tentang Kristus menebus dosa dsb, tidak ada gunanya, kalau tidak disertai iman kepada Kristus!

· Tetapi mengapa dalam ay 27 yang ditanyakan bukan iman kepada Kristus tetapi kepada nabi-nabi?

Adam Clarke: “If he believed the prophets, see Acts 26:22-23, and believed that Paul’s application of their words to Christ Jesus was correct, he must acknowledge the truth of the Christian religion” [= Jika ia percaya kepada nabi-nabi, (lihat Kis 26:22-23), dan percaya bahwa penerapan Paulus tentang kata-kata mereka kepada Kristus Yesus adalah benar, ia harus mengakui kebenaran dari agama Kristen].

Barnes’ Notes: “‘Believest thou the prophets?’ The prophecies respecting the character, the sufferings, and the death of the Messiah” (= ‘Percayakah engkau kepada nabi-nabi?’ Nubuat-nubuat mengenai karakter, penderitaan, dan kematian Mesias?).

2) Tanggapan Agripa.

Ay 28: “Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’”.

Ada banyak pandangan tentang arti dari kata-kata Agripa ini:

Terjemahan hurufiah dari ay 28 adalah: ‘in a little you persuade me to make christian’ (= di dalam sedikit / kecil engkau meyakinkan aku menjadi orang kristen).

Kata-kata ‘in a little’ ditafsirkan bermacam-macam:

a) Diartikan ‘almost’ / ‘hampir-hampir’.

Ay 28: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang kristen’.

KJV: ‘Almost thou persuadest me to be a christian’ (= Hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang kristen).

NKJV: ‘You almost persuade me to become a christian’ (= Engkau hampir saja meyakinkan aku untuk menjadi orang kristen).

John Wesley: “‘Then Agrippa said unto Paul, Almost thou persuadest me to be a Christian!’ - See here, Festus altogether a heathen, Paul alogether a Christian, Agrippa halting between both. Poor Agrippa! But almost persuaded! So near the mark, and yet fall short! Another step, and thou art within the vail. Reader, stop not with Agrippa; but go on with Paul” [= ‘Lalu Agripa berkata kepada Paulus, Hampir saja engkau meyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ - Lihatlah di sini, Festus adalah orang kafir sepenuhnya, Paulus adalah orang Kristen sepenuhnya, Agripa berhenti di tengah-tengah keduanya. Agripa yang malang! Tetapi hampir saja diyakinkan! Begitu dekat dengan tanda sasaran, tetapi gagal memenuhi standard! Selangkah lagi, dan engkau ada di dalam kemurahan. Pembaca, jangan berhenti bersama Agripa; tetapi teruslah bersama Paulus].

Barnes’ Notes: “‘Almost.’ ... Thou hast nearly convinced me that Christianity is true, and persuaded me to embrace it. The arguments of Paul had been so rational; the appeal which he had made to his belief of the prophets had been so irresistible, that he had been nearly convinced of the truth of Christianity. ... Yet, as in thousands of other cases, he was not quite persuaded to be a Christian. What was included in the ‘almost’; what prevented his being quite persuaded, we know not. It may have been that the evidence was not so clear to his mind as he would profess to desire; or that he was not willing to give up his sins; or that he was too proud to rank himself with the followers of Jesus of Nazareth; or that, like Felix, he was willing to defer it to a more convenient season” (= ‘Hampir saja’. ... Engkau hampir meyakinkan aku bahwa kekristenan adalah benar, dan meyakinkan aku untuk memeluknya. Argumentasi Paulus begitu masuk akal; desakan yang ia buat pada kepercayaannya kepada nabi-nabi begitu tak bisa ditolak, sehingga ia hampir diyakinkan terhadap kebenaran dari kekristenan. ... Tetapi, seperti dalam ribuan kasus lain, ia tidak sungguh-sungguh diyakinkan untuk menjadi seorang Kristen. Ia termasuk dalam ‘hampir saja’; apa yang menghalanginya untuk sungguh-sungguh diyakinkan, kami tidak tahu. Itu bisa karena bukti tidak cukup jelas bagi pikirannya seperti yang ia inginkan; atau bahwa ia tidak mau meninggalkan dosa-dosanya; atau bahwa ia terlalu sombong untuk menggolongkan dirinya sendiri dengan para pengikut dari Yesus dari Nazaret; atau seperti Feliks, ia mau menundanya sampai waktu yang lebih tepat).

b) Diartikan ‘in a short time’ / ‘dalam waktu yang singkat’.

RSV: ‘In a short time you think to make me a christian’ (= Dalam waktu yang singkat engkau berpikir untuk membuat aku jadi orang kristen).

NIV: ‘Do you think that in such a short time you can persuade me to be a christian’ (= Apakah kamu pikir bahwa dalam waktu yang begitu singkat kamu bisa meyakinkan / membujuk aku untuk menjadi orang kristen).

NASB: ‘in a short time you will persuade me to become a christian’ (= dalam waktu yang singkat kamu akan meyakinkan aku menjadi orang kristen).

Mungkin ini adalah pandangan dari kebanyakan penafsir. Kalau ini benar, maka Agripa perlu mengetahui bahwa sebetulnya tidak harus membutuhkan waktu lama untuk membuat seseorang yakin dan percaya kepada Yesus Kristus!

Ada juga yang menterjemahkan ‘in a short time’ / ‘dalam waktu yang singkat’, tetapi dengan arti yang berbeda. Mereka mengartikan ‘dalam waktu sedikit lagi engkau akan meyakinkan aku’. Tetapi arti ini mengharuskan kata ‘meyakinkan’ ada dalam bentuk future tense (perhatikan kata ‘akan’ yang saya garis bawahi tersebut), sedangkan sebetulnya di sini kata ‘meyakinkan’ menggunakan bentuk present tense. KJV: ‘thou persuadest me’.

c) Diartikan ‘in a small degree’ / ‘dalam tingkat yang kecil’.

Ay 28-29: “(28) Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja (Lit: in a little) kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan (Lit: in a little or in great) bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.

J. A. Alexander menyalahkan kedua pandangan di atas, dan mengatakan bahwa kalau diartikan ‘hampir-hampir’ / ‘almost’ maka dalam ay 29 Paulus seharusnya berkata ‘hampir-hampir atau sepenuhnya’ / ‘almost or altogether’.

Sedangkan kalau diartikan ‘dalam waktu yang singkat’ / ‘in a short time’, maka dalam ay 29 seharusnya Paulus mengatakan ‘dalam waktu yang singkat atau dalam waktu yang panjang’ / ‘in a short time or in a long time’.

Dalam faktanya, yang Paulus katakan dalam ay 29 adalah ‘segera atau lama-kelamaan’, tetapi ini juga terjemahan yang salah / tak hurufiah. Secara hurufiah terjemahannya adalah ‘in a little or in great’ (= dalam kecil atau dalam besar).

J. A. Alexander sendiri mengatakan bahwa ‘in a little’ artinya ‘in a small degree’ / ‘dalam tingkat yang kecil’.

J. A. Alexander: “The idea then is, ‘thou persuadest me a little (or in some degree) to become a Christian,’ i.e. I begin to feel the force of your persuasive argument, and if I hear you longer, do not know what the effect may be” [= Jadi artinya adalah: ‘engkau sedikit / agak meyakinkan aku (atau dalam tingkat tertentu) untuk menjadi orang Kristen’, yaitu ‘Aku mulai merasa kekuatan dari argumentasimu yang meyakinkan, dan jika aku mendengarmu lebih lama, aku tak tahu apa yang akan terjadi’] - hal 429.

Yang manapun arti yang benar, yang jelas Agripa tidak sungguh-sungguh menjadi orang Kristen. Ini juga terlihat dari kata ‘orang Kristen’ yang ia gunakan, yang pada saat itu masih merupakan suatu istilah kafir yang bersifat menghina orang Kristen.

J. A. Alexander: “This is ... not a genuine conviction of the truth of Christianity, as may be gathered from the later history of this man, as recorded by Josephus, and from his use of the term ‘Christian’, which had not yet been adopted by the church itself, but was still a heathenish if not a disrespectful designation” (= Ini bukanlah suatu keyakinan yang sejati tentang kebenaran dari kekristenan, seperti bisa didapatkan dari sejarah selanjutnya dari orang ini, seperti dicatat oleh Josephus, dan dari penggunaan istilah ‘orang Kristen’ olehnya, yang belum diterima oleh gereja sendiri, tetapi tetap merupakan suatu istilah kafir, bahkan suatu istilah yang bersifat menghina) - hal 429.

Dengan demikian, sekalipun ia hampir selamat, tetapi ia tidak selamat!

Barnes’ Notes: “There is every reason to believe that he was never quite persuaded to embrace the Lord Jesus, and that he was never nearer the kingdom of heaven than at this moment. It was the crisis, the turning-point in Agrippa’s life, and in his eternal destiny; and, like thousands of others, he neglected or refused to allow the full conviction of the truth on his mind, and died in his sins” (= Ada terlalu banyak alasan untuk percaya bahwa ia tidak pernah sungguh-sungguh diyakinkan untuk mempercayai Tuhan Yesus, dan bahwa ia tidak pernah lebih dekat pada kerajaan surga dari pada pada saat ini. Itu adalah saat kritis, titik balik dalam kehidupan Agripa, dan dalam tujuan / nasib kekalnya; dan, seperti ribuan orang lain, ia mengabaikan atau menolak untuk mengijinkan keyakinan penuh terhadap kebenaran pada pikirannya, dan mati dalam dosanya).

Barnes’ Notes: “persons are deterred from being altogether Christians by the following, among other causes: (a) By the love of sin - the love of sin in general, or some particular sin which they are not willing to abandon; (b) By the fear of shame, persecution, or contempt, if they become Christians; (c) By the temptations of the world - its cares, vanities, and allurements - which are often presented most strongly in just this state of mind; (d) By the love of office, the pride of rank and power, as in the case of Agrippa; (e) By a disposition, like Felix, to delay to a more favorable time the work of religion, until life has wasted away, and death approaches, and it is too late, and the unhappy man dies ALMOST a Christian” [= orang-orang dihalangi untuk menjadi orang-orang kristen sepenuhnya oleh hal-hal berikut, antara lain: (a) Oleh kecintaan kepada dosa - cinta kepada dosa secara umum, atau dosa tertentu yang tak mau mereka tinggalkan; (b) Oleh rasa takut terhadap kehinaan, penganiayaan, atau kebencian, jika mereka menjadi orang Kristen; (c) Oleh pencobaan-pencobaan dunia ini - kekuatirannya, kesia-siaannya, dan daya tariknya - yang sering diajukan dengan paling kuat pada keadaan pikiran pada saat seperti ini; (d) Oleh kecintaan pada jabatan, kesombongan tentang pangkat dan kuasa, seperti dalam kasus Agripa; (e) Oleh suatu kecondongan, seperti Feliks, untuk menunda pekerjaan agama ke suatu waktu yang lebih baik / menyenangkan, sampai hidup disia-siakan / dihabiskan dengan sia-sia, dan kematian mendekat, dan itu menjadi terlambat, dan orang yang malang itu mati dalam keadaan HAMPIR Kristen].

Barnes’ Notes: “this state of mind is one of special interest and special danger. It is not one of safety, and it is not one that implies any certainty that the ‘almost Christian’ will ever be saved. There is no reason to believe that Agrippa ever became fully persuaded to become a Christian. To be almost persuaded to do a thing which we ought to do, and yet not to do it, is the very position of guilt and danger. And it is no wonder that many are brought to this point - the turning-point, the crisis of life - and then lose their anxiety, and die in their sins. May the God of grace keep us from resting in being almost persuaded to be Christians! May every one who shall read this account of Agrippa be admonished by his convictions, and be alarmed by the fact that he then paused, and that his convictions there ended! And may every one resolve by the help of God to forsake every thing that prevents his becoming an entire believer, and without delay embrace the Son of God as his Saviour!” (= Keadaan pikiran seperti ini adalah keadaan pikiran yang membutuhkan perhatian khusus, dan mempunyai bahaya yang khusus. Ini bukan sesuatu yang aman, dan tak ada apapun yang secara tak langsung menunjukkan kepastian apapun bahwa ‘orang yang hampir Kristen’ akan pernah diselamatkan. Tidak ada alasan untuk percaya bahwa Agripa pernah menjadi yakin sepenuhnya untuk menjadi orang Kristen. Hampir diyakinkan untuk melakukan sesuatu yang harus kita lakukan, tetapi tidak melakukannya, adalah suatu posisi dari kesalahan dan bahaya. Dan tidak mengherankan bahwa ada banyak orang yang dibawa pada titik ini - titik balik, krisis dari kehidupan - dan lalu kehilangan kepedulian mereka, dan mati dalam dosa mereka. Kiranya Allah kasih karunia menjaga kita dari berhenti dalam keadaan hampir diyakinkan menjadi orang Kristen! Kiranya setiap orang yang membaca cerita tentang Agripa ini diperingatkan oleh hal-hal yang meyakinkannya, dan menjadi takut oleh fakta bahwa ia berhenti pada saat itu, dan bahwa hal-hal yang meyakinkannya itu berakhir di sana! Dan kiranya setiap orang memutuskan, dengan pertolongan Allah, untuk meninggalkan segala sesuatu yang menghalanginya untuk menjadi orang percaya sepenuhnya, dan tanpa penundaan memeluk / mempercayai Anak Allah sebagai Juruselamatnya!).

III) Tanggapan Paulus.

Ay 29: “Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.

Ia menghendaki, dan berdoa, supaya bukan hanya Agripa, tetapi juga semua orang yang hadir saat itu, menjadi orang Kristen sama seperti dia, dengan belenggu-belenggu itu sebagai perkecualian.

Matthew Henry: “he intimates that it was the concern, and would be the unspeakable happiness, of every one of them to become true Christians - that there is grace enough in Christ for all, be they ever so many - enough for each, be they ever so craving” (= ia mengisyaratkan bahwa adalah perhatiannya, dan akan merupakan kebahagiaannya yang tak terkatakan, bahwa setiap orang dari mereka menjadi orang Kristen yang sejati - bahwa ada kasih karunia yang cukup dalam Kristus untuk semua, sekalipun di sana ada begitu banyak orang - cukup untuk setiap orang, sekalipun mereka begitu sangat membutuhkannya).

-AMIN-

Kebaktian Jum’at agung

7.Yesus dan Pontius Pilatus

Markus 15:1-15

Mark 15:1-15 - “(1) Pagi-pagi benar imam-imam kepala bersama tua-tua dan ahli-ahli Taurat dan seluruh Mahkamah Agama sudah bulat mupakatnya. Mereka membelenggu Yesus lalu membawaNya dan menyerahkanNya kepada Pilatus. (2) Pilatus bertanya kepadaNya: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ Jawab Yesus: ‘Engkau sendiri mengatakannya.’ (3) Lalu imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Dia. (4) Pilatus bertanya pula kepadaNya, katanya: ‘Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!’ (5) Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab lagi, sehingga Pilatus merasa heran. (6) Telah menjadi kebiasaan untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu menurut permintaan orang banyak. (7) Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa orang pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan. (8) Maka datanglah orang banyak dan meminta supaya sekarang kebiasaan itu diikuti juga. (9) Pilatus menjawab mereka dan bertanya: ‘Apakah kamu menghendaki supaya kubebaskan raja orang Yahudi ini?’ (10) Ia memang mengetahui, bahwa imam-imam kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki. (11) Tetapi imam-imam kepala menghasut orang banyak untuk meminta supaya Barabaslah yang dibebaskannya bagi mereka. (12) Pilatus sekali lagi menjawab dan bertanya kepada mereka: ‘Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan orang yang kamu sebut raja orang Yahudi ini?’ (13) Maka mereka berteriak lagi, katanya: ‘Salibkanlah Dia!’ (14) Lalu Pilatus berkata kepada mereka: ‘Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukanNya?’ Namun mereka makin keras berteriak: ‘Salibkanlah Dia!’ (15) Dan oleh karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barabas bagi mereka. Tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan”.

I) Yesus dibawa kepada Pontius Pilatus (Markus 15: 1).

1) Siapakah Pontius Pilatus itu?

Pulpit Commentary: “Judea was now added to the province of Syria, and governed by procurators, of whom Pontius Pilate was the fifth” (= Sekarang Yudea ditambahkan kepada propinsi Syria, dan diperintah oleh prokurator-prokurator, yang mana Pontius Pilatus adalah yang kelima) - hal 303.

2) Mengapa orang Yahudi membawa Yesus kepada Pontius Pilatus?

a) Mereka harus membawa Yesus kepada Pontius Pilatus karena mereka sendiri tidak boleh menjatuhkan / melaksanakan hukuman mati.

Yohanes 18:31 - “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu.’ Kata orang-orang Yahudi itu: ‘Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang.’”.

Calvin: “the stoning of Stephen (Acts 7:59) took place in a seditious manner, as happens in cases of tumult; but it was proper that the Son of God should be solemnly condemned by an earthly judge, that he might efface our condemnation in heaven” [= perajaman terhadap Stefanus (Kis 7:59) terjadi dalam suatu cara yang bersifat pemberontakan, seperti yang terjadi dalam kasus-kasus huru-hara; tetapi adalah merupakan sesuatu yang benar bahwa Anak Allah harus dihukum dengan khidmat / serius oleh seorang hakim duniawi, supaya Ia bisa menghapus hukuman kita di surga] - hal 268.

Tetapi sekalipun dengan membawa Yesus kepada Pontius Pilatus ini orang-orang Yahudi itu mentaati hukum Romawi, tetapi ada hukum lain yang mereka langgar.

Pulpit Commentary: “But there was another law which was also violated. It was now Friday. In capital cases, sentence of condemnation might not legally be pronounced on the day of the trial. Yet our Lord was tried, condemned, and crucified on the same day” (= Tetapi ada hukum lain yang juga dilanggar. Saat itu adalah hari Jum’at. Dalam kasus hukuman mati, penjatuhan hukuman tidak boleh diumumkan secara hukum pada hari pengadilan. Tetapi Tuhan kita diadili, dihukum / dinyatakan bersalah, dan disalibkan pada hari yang sama) - hal 303.

b) Penyerahan Yesus kepada Pontius Pilatus ini harus terjadi untuk menggenapi nubuat Yesus dalam Mark 10:33b: ‘mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah’. Bandingkan dengan terjemahan NIV yang lebih hurufiah: ‘They ... will hand him over to the Gentiles’ (= Mereka ... akan menyerahkan Dia kepada orang-orang non Yahudi)].

3) Yesus di hadapan Pontius Pilatus.

Calvin: “Though it was a shocking exhibition, and highly incompatible with the majesty of the Son of God, to be dragged before the judgment-seat of a profane man, to be tried on the charge of a capital offence, as a malefactor in chains; yet we ought to remember that our salvation consists in the doctrine of the cross, which is folly to the Greeks, and an offence to the Jews, (1Cor. 1:23)” [= Sekalipun itu merupakan suatu pertunjukan yang mengejutkan, dan sangat tidak cocok dengan keagungan dari Anak Allah, untuk diseret ke hadapan kursi penghakiman dari seorang yang duniawi, diadili dengan tuduhan pelanggaran yang besar / pelanggaran yang diancam dengan hukuman mati, sebagai seorang kriminil dalam belenggu; tetapi kita harus mengingat bahwa keselamatan kita tercakup dalam doktrin tentang salib, yang merupakan kebodohan untuk orang Yunani, dan batu sandungan untuk orang Yahudi (1Kor 1:23)] - hal 274-275.

Calvin: “For the Son of God chose to stand bound before an earthly judge, and there to receive sentence of death, in order that we, delivered from condemnation, may not fear to approach freely to the heavenly throne of God. ... So then, the Son of God stood, as a criminal, before a mortal man, and there permitted himself to be accused and condemned, that we may stand boldly before God. His enemies, indeed, endeavoured to fasten upon him everlasting infamy; but we ought rather to look at the end to which the providence of God directs us. For if we recollect how dreadful is the judgment-seat of God, and that we could never have been acquitted there, unless Christ had been pronounced to be guilty on earth, we shall never be ashamed of glorying in his chains” (= Karena Anak Allah memilih untuk berdiri dalam keadaan terbelenggu di hadapan seorang hakim duniawi, dan di sana menerima hukuman mati, supaya kita, dibebaskan dari penghukuman, tidak lagi takut untuk mendekat dengan bebas kepada takhta surgawi Allah. ... Demikianlah, Anak Allah berdiri, sebagai seorang kriminil, di hadapan manusia yang fana, dan mengijinkan diriNya sendiri dituduh dan dihukum, supaya kita bisa berdiri dengan berani di hadapan Allah. Memang musuh-musuhNya berusaha untuk melekatkan kepadaNya suatu reputasi jelek secara kekal; tetapi kita harus lebih memandang pada tujuan kemana providensia Allah memimpin kita. Karena jika kita mengingat betapa menakutkan kursi penghakiman Allah, dan bahwa kita tidak pernah bisa dibebaskan di sana, kecuali Kristus telah dinyatakan bersalah di bumi, kita tidak akan pernah malu untuk bermegah dalam belengguNya) - hal 275.

II) Pontius Pilatus berusaha melepaskan Yesus.

1) Pontius Pilatus bertanya: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ (ay 2a).

Pertanyaan ini muncul karena tuduhan yang diberikan kepada Kristus dalam Luk 23:2, dimana Ia dituduh bahwa Ia mengclaim diriNya sebagai raja.

Calvin: “Nothing could have been more odious than this crime to Pilate, whose greatest anxiety was to preserve the kingdom in a state of quietness. ... In like manner, even at the present day, Satan labours to expose the Gospel to hatred or suspicion on this plea, as if Christ, by erecting his kingdom, were overturning all the governments of the world, and destroying the authority of kings and magistrates” (= Tidak ada yang lebih menjengkelkan dari pada kejahatan ini bagi Pilatus, yang tugasnya adalah memelihara kerajaan itu supaya ada dalam keadaan tenang. ... Dengan cara yang sama, bahkan pada jaman ini, setan berusaha untuk menyingkapkan Injil terhadap kebencian dan kecurigaan pada pernyataan ini, seakan-akan Kristus, dengan menegakkan kerajaanNya, menggulingkan semua pemerintahan dunia, dan menghancurkan otoritas dari raja-raja dan hakim-hakim) - hal 276.

2) Yesus menjawab pertanyaan itu dengan kata-kata: ‘Engkau sendiri mengatakannya’ (ay 2b).

William Barclay: “Pilate asked Jesus, ‘Are you the King of the Jews?’ Jesus gave him a strange answer. He said, ‘It is you who say so.’ Jesus did not say yes or no. What he did say was, ‘I may have claimed to be the King of the Jews, but you know very well that the interpretation that my accusers are putting on that claim is not my interpretation. I am no political revolutionary. My kingdom is a kingdom of love.’” (= Pilatus bertanya kepada Yesus: ‘Engkaukah raja orang Yahudi?’ Yesus memberinya jawaban yang aneh. Ia berkata: ‘Adalah engkau yang mengatakan demikian’. Yesus tidak berkata ya atau tidak. Apa yang Ia katakan adalah: ‘Aku bisa mengclaim sebagai Raja orang Yahudi, tetapi engkau tahu benar bahwa penafsiran yang diberikan oleh para penuduhKu terhadap claim itu bukanlah penafsiranKu. Aku bukan seorang revolusioner politik. KerajaanKu adalah kerajaan kasih’) - hal 354.

Saya berpendapat bahwa dengan membandingkan Mat 26:63-64, Luk 22:70-71 dengan Mark 14:61-62, terlihat bahwa ungkapan seperti itu artinya adalah ‘Ya’, bukan seperti yang dikatakan oleh Barclay. Juga kalau kita melihat Yoh 18:33-37, terlihat bahwa arti jawaban Yesus tidak mungkin seperti yang dikatakan oleh Barclay.

Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.

Luk 22:70-71 - “(70) Kata mereka semua: ‘Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?’ Jawab Yesus: ‘Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.’ (71) Lalu kata mereka: ‘Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari mulutNya sendiri."”.

Markus 14:61-62 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’”.

Yoh 18:33-37 - “(33) Maka kembalilah Pilatus ke dalam gedung pengadilan, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau inikah raja orang Yahudi?’ (34) Jawab Yesus: ‘Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?’ (35) Kata Pilatus: ‘Apakah aku seorang Yahudi? BangsaMu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?’ (36) Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’ (37) Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.’”.

3) Para imam-imam kepala mengajukan banyak tuduhan terhadap Yesus, tetapi Yesus sama sekali tidak menjawab tuduhan-tuduhan tersebut (ay 3-5).

Tuduhan-tuduhan itu adalah fitnah, dan tentu saja sebetulnya Yesus bisa saja menjawab / membantahnya, tetapi Yesus tidak mau menjawab sama sekali. Ia tidak membenarkan tuduhan-tuduhan itu, karena kalau demikian Ia berdusta. Diamnya Kristus ini menggenapi nubuat Yesaya dalam Yes 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya”.

Tetapi sekalipun Yesus tidak menjawab, Pontius Pilatus tetap sadar bahwa Yesus tidak bersalah (ay 14), dan ia juga tahu bahwa imam-imam kepala itu menyerahkan Yesus karena dengki (ay 10).

Calvin: “The integrity of Christ was such that the judge saw it plainly without any defence” (= Ketulusan Kristus adalah sedemikian rupa sehingga sang hakim melihatnya dengan jelas tanpa pembelaan apapun) - hal 277.

Ini menyebabkan Pontius Pilatus ingin melepaskan Yesus (ay 6-14).

4) Kebiasaan membebaskan seorang penjahat pada hari raya Paskah (ay 6-11,15).

a) Ini jelas merupakan suatu kebiasaan yang salah, yang bertentangan Firman Tuhan.

Calvin: “The custom of having one of the prisoners released by the governor on the festival, to gratify the people, was a foolish and improper practice, and, indeed, was an open abuse of the worship of God; for nothing could be more unreasonable than that festivals should be honoured by allowing crimes to go unpunished. God has armed magistrates with the sword, that they may punish with severity those crimes which cannot be tolerated without public injury; and hence it is evident that He does not wish to be worshipped by a violation of laws and punishments. But since nothing ought to be attempted but by the rule of his word, all that men gain by methods of worshipping God which have been rashly contrived by themselves is, that under the pretence of honouring, they often throw dishonour upon Him. We ought therefore to preserve such moderation, as not to offer to God any thing but what he requires; for he is so far from taking pleasure in profane gifts, that they provoke his anger the more” (= Kebiasaan untuk melepaskan seorang tahanan oleh gubernur pada hari raya, untuk memuaskan orang-orang, merupakan praktek yang bodoh dan salah, dan merupakan suatu penyalah-gunaan yang terang-terangan terhadap ibadah kepada Allah; karena tidak ada yang lebih tidak masuk akal dari pada bahwa hari raya dihormati dengan mengijinkan kejahatan tidak dihukum. Allah telah memperlengkapi hakim dengan pedang, supaya mereka menghukum dengan keras kejahatan-kejahatan yang tidak bisa ditoleransi tanpa merugikan masyarakat; dan dengan demikian jelaslah bahwa Ia tidak ingin disembah dengan suatu pelanggaran hukum dan hukuman. Tetapi karena tidak ada sesuatupun yang harus diusahakan kecuali dengan firmanNya sebagai kaidah, semua yang didapatkan manusia melalui metode-metode penyembahan terhadap Allah yang mereka buat sendiri dengan gegabah adalah, bahwa di bawah kedok penghormatan, mereka sering tidak menghormatiNya. Karena itu kita harus memelihara sikap moderat sedemikian rupa, sehingga tidak mempersembahkan kepada Allah apapun kecuali apa yang Ia wajibkan; karena Ia begitu jauh dari senang dalam menerima pemberian duniawi / cemar, sehingga itu justru makin membuatNya marah) - hal 282-283.

Penerapan: ada banyak tradisi dalam kebaktian jaman sekarang yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci, seperti: doa yang diiringi musik, atau ‘doa bersuara’, dan juga acara penyembahan dalam kalangan Kharismatik.

b) Pontius Pilatus bermaksud baik tetapi cara melaksanakannya salah.

Sekalipun hal ini dilakukan oleh Pontius Pilatus untuk membebaskan Kristus, tetapi ia jelas sudah berkompromi secara salah. Karena ia tahu bahwa Kristus tidak bersalah dan orang-orang Yahudilah yang bersalah, maka seharusnya ia melepaskan Kristus tanpa syarat! Dengan demikian orang akan mengenang Kristus sebagai orang yang tidak bersalah. Tetapi dengan cara yang ia pakai, andaikata caranya ini berhasil, dan Kristus bebas, maka orang banyak akan mengenang Kristus sebagai penjahat yang bisa bebas hanya karena tradisi pelepasan penjahat pada hari raya Paskah!

c) Nama penjahat itu adalah Barabas (ay 7); sedangkan menurut Mat 27:17 nama penjahat itu adalah Yesus Barabas.

Alan Cole (Tyndale): “Jesus, or Joshua, was a common first-century Jewish name” (= Yesus, atau Yosua, merupakan nama Yahudi yang umum pada abad pertama) - hal 234.

d) Orang-orang Yahudi, karena hasutan imam-imam kepala, memilih Barabas dari pada Kristus (ay 11). Ini merupakan suatu perendahan luar biasa bagi Kristus, seakan-akan seorang penjahat besar seperti Barabas lebih berharga dariNya.

Calvin: “Meanwhile, we ought to consider the purpose of God, by which Christ was appointed to be crucified, as if he had been the basest of men. The Jews, indeed, rage against him with blinded fury; but as God had appointed him to be a sacrifice to atone for the sins of the world, he permitted him to be placed even below a robber and murderer. That the Son of God was reduced so low none can properly remember without the deepest horror, and displeasure with themselves, and detestation of their own crimes. But hence also arises no ordinary ground of confidence; for Christ was sunk into the depths of ignominy, that he might obtain for us, by his humiliation, an ascent to the heavenly glory: he was reckoned worse than a robber, that he might admit us to the society of the angels of God. If this advantage be justly estimated, it will be more than sufficient to remove the offence of the cross” (= Sementara itu, kita harus merenungkan maksud / rencana Allah, oleh mana Kristus ditetapkan untuk disalibkan, seakan-akan Ia adalah orang yang paling hina. Memang orang Yahudi marah terhadapNya dengan kemarahan yang buta; tetapi karena Allah telah menetapkanNya untuk menjadi korban untuk menebus dosa-dosa dunia, Ia mengijinkanNya untuk ditempatkan bahkan di bawah seorang perampok dan pembunuh. Bahwa Anak Allah direndahkan / diturunkan sampai begitu rendah, tak seorangpun yang bisa mengingatnya dengan benar tanpa kejijikan yang terdalam, dan ketidaksenangan terhadap diri mereka sendiri, dan kebencian terhadap kejahatan-kejahatan mereka sendiri. Tetapi karena hal itu juga muncul suatu dasar yang luar biasa bagi keyakinan; karena Kristus telah tenggelam ke dalam keadaan memalukan yang terdalam, supaya Ia bisa mendapatkan bagi kita, oleh perendahanNya, suatu kenaikan kepada kemuliaan surgawi: Ia dianggap lebih jelek dari pada seorang perampok, supaya Ia bisa menerima kita pada perkumpulan para malaikat Allah. Jika keuntungan ini dinilai secara benar, itu lebih dari cukup untuk menyingkirkan batu sandungan dari salib) - hal 282.

5) Tuntutan penyaliban terhadap Yesus (ay 12-14).

a) Dalam Mat 27:20 lagi-lagi dikatakan bahwa para imam kepalalah yang menghasut orang banyak supaya meminta pelepasan Barabas dan penyaliban Yesus.

Pulpit Commentary: “the chief priests had resolved to press for his crucifixion, little dreaming that they were doing what ‘God’s hand and God’s counsel had before determined to be done.’” (= para imam kepala telah memutuskan untuk memaksakan penyalibanNya, dan mereka tak pernah bermimpi bahwa mereka sedang melakukan apa yang ‘tangan / kuasa Allah dan rencana Allah telah tentukan sebelumnya untuk dilakukan’) - hal 304.

b) Kebanyakan penafsir menafsirkan bahwa bagian ini menunjukkan betapa plin-plannya orang banyak itu. Mereka adalah orang yang tadinya berteriak Hosana, dsb (Mark 11:8-10), tetapi sekarang mereka meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus disalibkan (ay 13-14). Tetapi Barclay mengatakan bahwa mungkin orang banyak yang berteriak ‘Hosana’ dalam Mark 11:8-10 adalah orang yang berbeda dengan yang sekarang berteriak ‘salibkan Dia’. Ia berkata bahwa grup yang sekarang ini mungkin adalah teman-teman Barabas. Tetapi saya berpendapat pandangan Barclay ini hanyalah merupakan fantasinya yang tak berdasar.

c) Mengapa mereka, yang adalah orang Yahudi, memilih salib, yang adalah hukuman Romawi?

1. Karena ini adalah hukuman yang paling menyakitkan / mengerikan

Pulpit Commentary menyebut penyaliban sebagai: “the most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever invented” (= hukuman yang paling menyakitkan, paling biadab / kejam, dan paling jahat yang pernah ditemukan oleh kekejaman manusia).

Kebencian mereka kepada Yesus menyebabkan mereka sengaja memilih hukuman yang paling menyakitkan / mengerikan untuk membunuh Yesus!

2. Ada tangan Allah / Providence of God yang mengatur sehingga mereka memilih hukuman ini.

Alan Cole (Tyndale): “it is hard to see why the crowd should thus shout, demanding a Roman death for Christ, ... Beheading was the Roman death for a citizen, as traditionally for Paul; crucifixion for a slave or foreigner, as traditionally for Peter (Jn. 21:18); while stoning was the normal form of Jewish death-sentence, from the earliest days (Jos. 7:25). ... So in the divine providence, the cross, besides its Roman associations of shame and a slave’s death, had a deeper meaning to the Jews (Gal 3:13)” [= sukar untuk mengerti mengapa orang banyak itu berteriak demikian, menuntut suatu kematian Romawi bagi Kristus, ... Pemenggalan adalah kematian Romawi untuk seorang warga negara (Romawi), seperti yang menurut tradisi terjadi pada Paulus; penyaliban untuk seorang budak atau orang asing, seperti yang menurut tradisi dilakukan terhadap Petrus (Yoh 21:18); sementara perajaman merupakan bentuk normal dari hukuman mati Yahudi, dari jaman yang paling awal (Yos 7:25). ... Juga dalam providensia ilahi, salib, disamping bagi orang Romawi berhubungan dengan hal yang memalukan dan kematian seorang budak, mempunyai arti yang lebih dalam bagi orang Yahudi (Gal 3:13)] - hal 234.

Mengapa Allah mengatur seperti itu? Karena orang yang berbuat dosa / tidak mentaati Firman Tuhan adalah orang terkutuk (Ul 27:26 Gal 3:10b). Kristus menebus / memikul hukuman umat manusia, dan karena itu Ia harus menjadi terkutuk, dan karena itu Ia harus mengalami kematian yang terku­tuk, yaitu tergantung pada salib (Gal 3:13 Ul 21:23).

III) Penyesahan dan penyaliban Yesus.

Pontius Pilatus takut kepada orang banyak dan lebih ingin memuaskan hati orang banyak (ay 15a) dari pada melakukan apa yang ia anggap benar (yaitu membebaskan Yesus yang menurutnya tidak bersalah). Karena itu ia lalu menyerah pada tuntutan orang banyak, dan ia membebaskan Barabas tetapi menyesah dan menyalibkan Yesus (ay 15b).

1) Penyesahan.

William Barclay: “There can be hidden tragedy in a word. ‘When he had scourged him’ is one word in the Greek. The Roman scourge was a terrible thing. The criminal was bent and bound in such a way that his back was exposed. The scourge was a long leathern thong, studded here and there with sharpened pieces of lead and bits of bone. It literally tore a man’s back to ribbons. Sometimes it tore a man’s eye out. Some men died under it. Some men emerged from the ordeal raving mad. Few retained consciousness through it. That is what they inflicted on Jesus” (= Ada suatu tragedi tersembunyi dalam satu kata. ‘Pada waktu ia telah menyesahNya’ adalah satu kata dalam bahasa Yunani. Cambuk Romawi merupakan sesuatu yang menakutkan. Orang hukuman itu dibungkukkan dan diikat dengan cara sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka. Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, ditaburi di sana sini dengan potongan timah dan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah menyobek punggung manusia menjadi pita-pita. Kadang-kadang cambuk itu menyobek mata seseorang sehingga keluar. Sebagian orang mati di bawah pencambukan itu. Sebagian orang lain keluar dari siksaan itu mengoceh seperti orang gila. Sedikit orang mempertahankan kesadarannya melalui pencambukan itu. Itulah yang mereka berikan kepada Yesus) - hal 358.

2) Penyaliban.

Ini bukan hanya merupakan hukuman mati yang paling menyakitkan tetapi juga paling memalukan / hina / terkutuk.

‘Unger’s Bible Dictionary’: “Punishment by the cross was confined to slaves or malefactors of the worst class” (= Hukuman dengan salib dibatasi bagi budak-budak dan penjahat / kriminil dari golongan yang terburuk) - hal 229.

‘The New Bible Dictionary’: “Only slaves, provincials, and the lowest types of criminals were crucified, ... The cross, in the New Testament, is a symbol of shame and humiliation, ... Rome used it not only as an instrument of torture and execution but also as a shameful pillory reserved for the worst and lowest. To the Jews it was a sign of being accursed (Dt. 21:23; Gal. 3:13) ” [= Hanya budak, orang-orang dari propinsi, dan type kriminal yang paling rendah yang disalibkan, ... Salib, dalam Perjanjian Baru, merupakan simbol dari rasa malu dan perendahan, ... Roma menggunakannya bukan hanya sebagai alat penyiksaan dan pelaksanaan hukuman mati, tetapi juga sebagai tindakan mempermalukan yang disediakan untuk orang yang terburuk dan terendah. Bagi orang Yahudi itu merupakan suatu tanda dari keadaan terkutuk (Ul 21:23; Gal 3:13)] - hal 279.

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It was astonishing because Jesus the Messiah (God’s chosen one) was executed like a common criminal. The Jews found it impossible to accept that such a person could really be the Son of God - and many ordinary people just could not understand how the world could be saved by a person who had met such a bizarre end. Yet to the early Christians the cross had a deep meaning. ... The New Testament makes it clear that Jesus died on the cross, not because of his own wrong doing (the charges against him were false), but in the place of ordinary sinful men and women. He experienced the separation from God which they deserved, and so made possible forgiveness and new life for all who will trust their lives to Jesus as the one who died for our sins and rose again from death. In Jesus’ death on the cross we see the depths of God’s love” [= Adalah merupakan hal yang mengherankan karena Yesus sang Mesias (yang dipilih Allah) dihukum mati seperti seorang kriminil / penjahat biasa. Orang Yahudi menganggapnya tidak mungkin untuk menerima bahwa seorang seperti itu bisa sungguh-sungguh adalah Anak Allah - dan banyak orang biasa tidak bisa mengerti bagaimana dunia bisa diselamatkan oleh seseorang yang mengalami akhir yang begitu aneh. Tetapi bagi orang kristen mula-mula salib mempunyai arti yang dalam. ... Perjanjian Baru membuatnya jelas bahwa Yesus mati di kayu salib, bukan karena kesalahannya sendiri (tuduhan-tuduhan terhadapNya adalah palsu), tetapi di tempat / sebagai pengganti dari orang-orang berdosa. Ia mengalami perpisahan dengan Allah yang mereka layak dapatkan, dan dengan demikian membuat pengampunan dan hidup baru menjadi mungkin bagi semua yang mau mempercayakan hidup mereka kepada Yesus sebagai orang yang telah mati untuk dosa mereka dan telah bangkit kembali dari kematian. Dalam kematian Yesus di kayu salib kita melihat dalamnya kasih Allah] - hal 102.

IV) Tanggapan kita.

Calvin: “Here, too, is brightly displayed the inconceivable mercy of God towards us, in bringing his only-begotten Son so low on our account. This was also a proof which Christ gave of his astonishing love towards us, that there was no ignominy to which he refused to submit for our salvation. But these matters call for secret meditation, rather than for the ornament of words” (= Di sini, juga ditunjukkan secara jelas belas kasihan yang tak dapat dimengerti dari Allah terhadap kita, dalam membawa Anak TunggalNya begitu rendah karena kita. Ini juga merupakan bukti yang diberikan Kristus tentang kasihNya yang mengherankan terhadap kita, sehingga tidak ada hal memalukan yang ditolakNya untuk keselamatan kita. Tetapi hal-hal ini perlu direnungkan dari pada hanya menjadi hiasan kata-kata) - hal 290-291.

Catatan: sebetulnya ini merupakan komentar Calvin tentang penghinaan dan peludahan yang dilakukan terhadap Yesus dalam Mark 16:20a, tetapi tentu kata-kata ini juga bisa diberlakukan terhadap penyaliban yang dilakukan terhadap Yesus.

Karena itu pada hari Jum’at Agung ini, mari kita sama-sama merenungkan penderitaan, perendahan dan kematian yang telah Kristus alami dengan rela bagi dosa-dosa kita. Kalau di antara saudara ada orang-orang yang belum pernah percaya dengan sungguh-sungguh dan diselamatkan, biarlah perenungan itu membawa saudara kepada iman dan penerimaan Kristus sebagai Juruselamat saudara. Sedangkan bagi saudara yang sudah percaya dan diselamatkan, biarlah perenungan itu mengembalikan saudara pada kasih yang semula, mengobarkan semangat saudara dalam mengikut, melayani, dan memuliakan Kristus yang sudah rela direndahkan bagi saudara.

-AMIN-

Exposisi

8.Markus 15:16-32

Ay 16-20a: “(16) Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. (17) Mereka mengenakan jubah ungu kepadaNya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya. (18) Kemudian mereka mulai memberi hormat kepadaNya, katanya: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’ (19) Mereka memukul kepalaNya dengan buluh, dan meludahiNya dan berlutut menyembahNya. (20a) Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah ungu itu dari padaNya dan mengenakan pula pakaianNya kepadaNya”.

Bagian ini menceritakan bagaimana Yesus diolok-olok / dihina / dipermalukan.

Calvin: “It is not without reason that these additional insults are related. We know that it was not some sort of ludicrous exhibition, when God exposed his only-begotten Son to every kind of reproaches. First, then, we ought to consider what we have deserved, and, next, the satisfaction offered by Christ ought to awaken us to confident hope. Our filthiness deserves that God should hold it in abhorrence, and that all the angels should spit upon us; but Christ, in order to present us pure and unspotted in presence of the Father, resolves to be spat upon, and to be dishonoured by every kind of reproaches” (= Bukan tanpa alasan bahwa penghinaan-penghinaan tambahan ini diceritakan. Kita tahu bahwa itu bukanlah sejenis pertunjukan yang lucu, pada waktu Allah membukakan AnakNya yang Tunggal terhadap setiap jenis celaan. Maka pertama-tama kita harus memikirkan apa yang layak kita dapatkan, dan selanjutnya, pelunasan / penebusan yang dipersembahkan oleh Kristus harus membangkitkan kita pada keyakinan pengharapan. Kekotoran kita layak mendapatkan bahwa Allah menganggapnya menjijikkan, dan bahwa semua malaikat meludahi kita; tetapi Kristus, untuk menghadirkan kita murni dan tak bercacat di hadapan Bapa, memutuskan untuk diludahi, dan dihina dengan setiap jenis celaan) - hal 290.

Calvin: “Here, too, is brightly displayed the inconceivable mercy of God towards us, in bringing his only-begotten Son so low on our account. This was also a proof which Christ gave of his astonishing love towards us, that there was no ignominy to which he refused to submit for our salvation. But these matters call for secret meditation, rather than for the ornament of words” (= Di sini, juga ditunjukkan secara jelas belas kasihan yang tak dapat dimengerti dari Allah terhadap kita, dalam membawa Anak TunggalNya begitu rendah karena kita. Ini juga merupakan bukti yang diberikan Kristus tentang kasihNya yang mengherankan terhadap kita, sehingga tidak ada hal memalukan yang ditolakNya untuk keselamatan kita. Tetapi hal-hal ini perlu direnungkan dari pada hanya menjadi hiasan kata-kata) - hal 290-291.

Markus 15: 17: “Mereka mengenakan jubah ungu kepadaNya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya”.

1) ‘mahkota duri’.

a) Ada penafsir yang menganggap ini betul-betul ditujukan sebagai siksaan dan karena itu mereka menggambarkan duri itu panjang-panjang sehingga mencocok / melukai kepala Yesus.

Pulpit Commentary: “The pain arising from the pressure of these sharp thorns upon the head must have been excruciating” (= Rasa sakit yang muncul dari penekanan dari duri-duri yang tajam pada kepala pastilah bukan main / luar biasa) - hal 305.

Tetapi banyak juga penafsir yang beranggapan bahwa mahkota duri ini tidak dimaksudkan untuk menyiksa Yesus, tetapi hanya untuk mengejek Yesus. Ini lebih sesuai dengan kontex dari ay 16-20a ini yang memang secara umum bukan menunjukkan penyiksaan, tetapi pengejekan. Kalau memang demikian mungkin sekali durinya tidaklah panjang-panjang, sekalipun memang duri ini tetap mungkin melukai kepala Yesus, apalagi ketika kepala yang bermahkotakan duri itu dipukul dengan buluh (ay 19).

b) Seorang penafsir mengatakan bahwa duri ada di dunia karena dosa dari Adam pertama (bdk. Kej 3:18), dan sekarang Adam kedua, yaitu Kristus, harus menderita karenanya.

2) ‘jubah ungu’.

Matius 27:28 - ‘jubah ungu’. Ini salah terjemahan.

NIV/NASB: ‘a scarlet robe’ (= jubah merah tua).

Tetapi dalam Mark 15:17 dan Yoh 19:2 memang dikatakan ‘jubah ungu’ [NIV / NASB: ‘purple’ (= ungu)].

Ada beberapa cara untuk mengharmoniskan bagian-bagian ini:

a) Warna jubah itu ada di antara merah tua dan ungu.

b) J. A. Alexander mengatakan bahwa istilah bahasa Yunani untuk warna sangat tidak pasti, sehingga yang mereka sebut dengan ‘ungu’ adalah warna-warna yang terletak di antara merah cerah sampai pada biru gelap.

c) Kain / jubah ungu pada saat itu adalah kain yang sangat mahal, dan hanya dipakai oleh orang-orang kaya, raja atau orang yang mendapat penghormatan dari raja (bdk. Ester 8:15 Daniel 5:7,29 Luk 16:19 Wah 17:4). Karena itu jelas tidak mungkin bahwa tentara Romawi itu betul-betul memakaikan jubah ungu kepada tubuh Yesus yang penuh dengan darah itu.

Calvin: “Mark uses the word purple instead of scarlet; but though these are different colours, we need not trouble ourselves much about that matter. That Christ was clothed with a costly garment is not probable; and hence we infer that it was not purple, but something that bore a resemblance to it, as a painter counterfeits truth by his likeness” (= Markus menggunakan kata ‘ungu’ dan bukannya ‘merah tua’; tetapi sekalipun ini merupakan warna-warna yang berbeda, kita tidak perlu terlalu bingung tentang persoalan ini. Bahwa Kristus dipakaiani dengan jubah yang mahal tidaklah mungkin; dan karena itu kami menyimpulkan / berpendapat bahwa itu bukanlah warna ungu, tetapi sesuatu yang mempunyai kemiripan dengan itu, seperti seorang pelukis / tukang cat memalsukan kebenaran dengan hal yang mirip) - hal 291.

Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri (Mat 27:29), dan tongkat kerajaan yang diberikan bukanlah tongkat kerajaan yang sungguh-sungguh tetapi hanyalah sebatang buluh (ay 17 Mat 27:29), maka jelaslah bahwa jubah yang dipakaikan bukanlah betul-betul jubah ungu.

Jadi, mungkin sekali Matius menuliskan ‘merah tua’ sesuai dengan warna asli dari jubah tersebut, tetapi Markus dan Yohanes menuliskan ‘ungu’ karena mereka meninjaunya dari sudut pemikiran para tentara Romawi itu.

Ay 21: “Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus”.

Simon dari Kirene dikatakan sebagai ayah dari Alexander dan Rufus. Barclay mengatakan bahwa Simon ini mungkin sama dengan Simeon dalam Kis 13:1, sedangkan Rufus ini sama dengan Rufus dalam Ro 16:13.

Pulpit Commentary: “Tradition says (Cornelius à Lapide) that the cross was fifteen feet long, the transverse limb was eight feet; and that he so carried it that the upper portion rested on his shoulder, while the foot of the cross trailed on the ground” [= Tradisi mengatakan (Cornelius à Lapide) bahwa salib itu (kayu yang vertikal) panjangnya 15 kaki, dan kayu yang melintang / horizontal panjangnya 8 kaki; dan bahwa ia mengangkatnya sedemikian rupa sehingga bagian atas terletak pada pundaknya, sementara kaki salib menyeret di tanah] - hal 306.

Ay 23: “Lalu mereka memberi anggur bercampur mur kepadaNya, tetapi Ia menolaknya”.

Ada bermacam-macam pandangan tentang pemberian minum anggur bercampur empedu (Mat 27:34) dan mur (Mark 15:23) ini.

1) Dr. Knox Chamblin: ini bukan obat bius, tetapi hanya olok-olok / ejekan, karena dengan adanya empedu dan mur, anggur itu menjadi tidak bisa diminum. Kalau kita melihat kontex Maz 69:22, maka pemberi­an empedu itu bukanlah suatu tindakan yang baik, tetapi untuk membuat menderita.

Maz 69:22 - “Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam”.

Kata ‘racun’ jelas salah terjemahan; RSV yang menterjemahkan ‘poison’ (= racun), juga sama salahnya.

KJV/NIV/NASB: ‘gall’ (= empedu).

Memang dilihat dari kalimatnya, Maz 69:22 ini memang bukan merupakan tindakan yang baik, tetapi tindakan untuk membuat menderita. Tetapi perlu diingat bahwa Daud menuliskan bagian ini yang merupakan pengalamannya sendiri, dan pada saat yang sama juga merupakan nubuat tentang apa yang dialami oleh Kristus. Dan pada saat nubuat ini digenapi dalam diri Kristus, maka motivasi tindakan itu bisa saja berbeda.

2) Calvin: “There is greater probability in the conjecture (dugaan) of those who think that this kind of beverage had a tendency to promote the evacuation of blood, and that on this account it was usually given to malefactors, for the purpose of accelerating their death. ... Now Christ, as I have just now hinted, was not led to refuse the wine or vinegar so much by a dislike of its bitterness, as by a desire to show that he advanced (maju ke depan) calmly to death, according to the command of the Father, and that he did not rush on heedlessly (dengan tidak peduli / dengan ceroboh) through want of patience for enduring pain” (= Ada kemungkinan yang lebih besar dalam dugaan dari mereka yang beranggapan bahwa jenis minuman ini mempunyai kecenderungan untuk mempercepat keluarnya darah, dan bahwa karena itu itu biasanya diberikan kepada para pelaku kejahatan dengan tujuan mempercepat kematian mereka. ... Sekarang Kristus, seperti yang baru saya tunjukkan, menolak anggur atau cuka itu bukan karena ketidaksenangan pada pahitnya anggur / cuka itu, tetapi karena suatu keinginan untuk menunjukkan bahwa Ia maju ke depan dengan tenang menuju pada kematian, sesuai dengan perintah Bapa, dan bahwa Ia tidak maju tergesa-gesa dengan ceroboh karena tidak mempunyai kesabaran untuk menanggung / menahan rasa sakit) - hal 297-298.

Catatan: Calvin menyebut ‘vinegar’ (= cuka), tetapi seharusnya adalah ‘anggur bercampur empedu / mur’ (Mat 27:34 Mark 15:23). Nanti pada pemberian minum yang kedua yang diceritakan oleh Yoh 19:29 (dan dinubuatkan oleh Maz 69:22b) barulah Ia Ia diberi minum ‘anggur asam’ [NIV: ‘wine vinegar’ (= anggur cuka); KJV/RSV: ‘vinegar’ (= cuka)].

3) Mayoritas penafsir: minuman ini berfungsi sebagai obat bius, untuk mengurangi rasa sakit.

Bdk. Amsal 31:6-7 - “Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan binasa, dan anggur itu kepada yang susah hati. Biarlah ia minum dan melupakan kemiskinannya, dan tidak lagi mengingat kesusahannya”.

Tradisi mengata­kan bahwa minuman ini dipersiapkan oleh perempuan-perempuan Yerusalem sebagai tindakan belas kasihan terhadap orang yang akan disalibkan.

Alan Cole (Tyndale): “The sour local wine was ‘laced’ with myrrh; this would give it a bitter taste, but a soporific effect. ... He would not take any anaesthetic; all His faculties must be unclouded for what lay before Him. Such wine, tradition tells us, was provided by pious women of Jerusalem for condemned criminals” (= Anggur lokal yang asam ditambahi dengan mur; ini akan memberinya rasa pahit, tetapi mempunyai effek / akibat menidurkan / membius. ... Ia tidak mau menerima pembius apapun; semua panca-inderaNya harus jernih untuk apa yang terletak di hadapanNya. Tradisi mengatakan bahwa anggur seperti itu disediakan oleh perempuan-perempuan saleh dari Yerusalem untuk kriminil-kriminil yang dihukum) - hal 239.

William Barclay: “They offered Jesus drugged wine and he would not drink it. A company of pious and merciful women in Jerusalem came to every crucifixion and gave the criminals a drink of drugged wine to ease the terrible pain. They offered this to Jesus - and he refused it. ... Jesus was resolved to taste death at its bitterest and to go to God with open eyes” (= Mereka menawarkan kepada Yesus anggur yang diberi obat bius dan Ia tidak mau meminumnya. Sekelompok perempuan saleh dan penuh belas kasihan di Yerusalem datang pada setiap penyaliban dan memberi orang-orang kriminil itu minuman dari anggur yang diberi obat bius untuk mengurangi rasa sakit yang luar biasa. Mereka menawarkan ini kepada Yesus - dan Ia menolaknya. ... Yesus berketetapan untuk merasakan kematian yang paling pahit dan pergi kepada Allah dengan mata terbuka) - hal 361-362.

Pulpit Commentary: “This was a kind of stupefying liquor, a strong narcotic, made of the sour wine of the country, mingled with bitter herbs, and mercifully administered to dull the sense of pain. This was offered before the actual crucifixion took place. ... But he received it not. He would not seek alleviation of the agonies of the crucifixion by any drugged potion which might render him insensible. He would bear the full burden consciously” (= Ini merupakan sejenis minuman pembius, obat bius yang kuat, dibuat dari anggur asam dari negeri itu, dicampur dengan jamu / ramuan bumbu yang pahit, dan diberikan sebagai tindakan belas kasihan untuk menumpulkan perasaan sakit. Ini ditawarkan sebelum penyaliban terjadi. ... Tetapi Ia menolaknya. Ia tidak mau mencari pengurangan dari penderitaan penyaliban dengan menggunakan minuman bius apapun yang bisa membuatnya tidak tidak dapat merasa sakit. Ia mau menanggung beban sepenuhnya secara sadar) - hal 306.

Penolakan Yesus terhadap minuman bius itu menunjukkan bahwa Ia tidak mau rasa sakitNya dikurangi, karena Ia mau memikul seluruh (100 %) hukuman dosa kita. Dengan demikian, kalau kita percaya kepadaNya maka kita juga bebas sepenuhnya dari hukuman dosa kita. Karena itulah maka Ro 8:1 mengatakan: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

Ay 24: “Kemudian mereka menyalibkan Dia, lalu mereka membagi pakaianNya dengan membuang undi atasnya untuk menentukan bagian masing-masing”.

1) Penyaliban.

Pulpit Commentary: “The evangelist states the fact without staying to dwell on the painful circumstances connected with the act of nailing him to the cross; and pass on to the mention of other things” (= Sang penginjil menyatakan fakta tanpa berlama-lama untuk menceritakan keadaan-keadaan yang menyakitkan yang berhubungan dengan tindakan memakukan Dia pada kayu salib; dan meneruskan untuk menyebutkan hal-hal yang lain) - hal 307.

2) Pengundian pakaian Yesus. Ini penggenapan dari Mazmur 22:19.

Calvin: “the Evangelists exhibits to us the Son of God stripped of his garments, in order to inform us, that by this nakedness we have obtained those riches which makes us honourable in the presence of God. God determined that his own Son should be stripped of his raiment, that we, clothed with his righteousness and with abundance of all good things, may appear with boldness in company with the angels, whereas formerly our loathsome and disgraceful aspect, in tattered garments, kept us back from approaching to heaven” (= sang penginjil menunjukkan kepada kita Anak Allah dilepaskan pakaianNya untuk memberi tahu kita bahwa oleh ketelanjangan ini kita telah mendapatkan kekayaan yang membuat kita terhormat di hadapan Allah. Allah menetapkan bahwa AnakNya sendiri harus ditelanjangi, supaya kita, dipakaiani dengan kebenaranNya dan dengan hal-hal baik yang berlimpah-limpah, bisa tampil dengan keberanian dalam kumpulan malaikat, padahal sebelumnya, aspek menjijikkan dan memalukan kita, dalam pakaian yang compang camping, menahan kita untuk mendekati surga) - hal 298.

Ay 25: “Hari jam sembilan ketika Ia disalibkan”.

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Some­times prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila] - hal 360.

Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di paku. Ini ia dasarkan pada:

· tradisi.

· Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.

Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya. Alasan saya:

¨ penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tra­disinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay. Misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas. Dan juga Barnes’ Notes, dalam tafsirannya tentang Matius 27:32, berkata sebagai berikut:

“The feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku).

Juga ada penafsir yang berkata bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.

¨ Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

¨ Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai berikut: “The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds” (= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah).

Barclay lalu mengatakan: “It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

Ay 26: “Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada tulisan yang terpasang di situ: ‘Raja orang Yahudi’”.

Dalam Yoh 19:21-22 dikatakan bahwa orang-orang Yahudi memprotes tulisan tersebut dan menuntut supaya Pilatus mengubahnya, tetapi Pilatus berkeras untuk mempertahankan tulisan itu.

Pulpit Commentary: “Pilate was divinely restrained from making any alteration in the title, so that it should mean anything less than this” (= Pilatus dikekang secara ilahi dari tindakan mengubah gelar ini, sehingga itu berarti kurang dari ini) - hal 307.

Terhadap sikap Pontius Pilatus yang bisa menolak dengan tegas ini, William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:

“Here is Pilate the inflexible, the man who will not yield an inch. So very short a time before, this same man had been weakly vacillat­ing as to whether to crucify Jesus or to let him go; and in the end had allowed himself to be bullied and blackmailed into giving the Jews their will. Adamant about the inscription, he had been weak about the crucifixion. It is one of the paradoxical things in life that we can be stubborn about things which do not matter and weak about things of supreme importance” (= Inilah Pilatus yang keras / tak dapat diubah, orang yang tak mau menyerah / mundur sedikitpun. Beberapa saat sebelum ini, orang yang sama ini terombang-ambing secara lemah mengenai apakah ia akan menyalibkan Yesus atau membe­baskanNya; dan pada akhirnya membiarkan dirinya sendiri digertak dan dipaksa dengan ancaman sehingga menuruti kemauan orang Yahudi. Ia tak mau menyerah tentang tulisan, tetapi ia lemah tentang penyaliban. Ini merupakan salah satu dari hal-hal yang paradox dalam kehidupan dimana kita bisa keras kepala tentang hal-hal yang tidak penting dan lemah tentang hal-hal yang sangat penting).

Penerapan / contoh:

· ada orang yang tegas / keras dalam hal-hal yang bersifat jasmani / duniawi, tetapi selalu plin plan / berkompromi dalam hal-hal yang bersifat rohani. Apakah saudara juga demikian?

· ada gereja yang keras dalam mempertahankan tradisi (misalnya: penggunaan Doa Bapa Kami dan 12 Pengakuan Iman Rasuli dalam kebak­tian, pemakaian toga, dsb), tetapi lemah dalam menjaga mimbar terha­dap nabi-nabi palsu / ajaran yang salah / sesat.

Ay 27: “Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kananNya dan seorang di sebelah kiriNya”.

Yesus disalibkan di antara 2 penjahat.

Calvin: “It was the finishing stroke of the lowest disgrace when Christ was executed between two robbers; for they assigned him the most prominent place, as if he had been the prince of robbers. If he had been crucified apart from the other malefactors, there might have appeared to be a distinction between his case and theirs; but now he is not only confounded with them, but raised aloft, as if he had been by far the most detestable of all. ... In order that he might free us from condemnation, this kind of expiation was necessary, that he might place himself in our room. Here we perceive how dreadful is the weight of the wrath of God against sins, for appeasing which it became necessary that Christ, who is eternal justice, should be ranked with robbers. We see, also, the inestimable love of Christ towards us, who, in order that he might admit us to the society of the holy angels, permitted himself to be classed as one of the wicked” (= Ini merupakan pukulan yang mengakhiri dari kehinaan terendah pada waktu Kristus dihukum mati di antara dua perampok; karena mereka memberiNya tempat terutama, seakan-akan Ia adalah pangeran / pemimpin dari perampok. Seandainya Ia disalibkan terpisah dari penjahat-penjahat yang lain, maka akan terlihat suatu perbedaan antara kasusNya dengan kasus mereka; tetapi sekarang Ia bukan hanya dicampurkan dengan mereka, tetapi ditinggikan di atas, seakan-akan Ia adalah betul-betul yang paling menjijikkan dari semua. ... Supaya Ia bisa membebaskan kita dari penghukuman, penebusan seperti ini dibutuhkan, sehingga Ia bisa menempatkan diriNya di tempat kita. Di sini kita mengerti betapa menakutkan beban dari murka Allah terhadap dosa-dosa, karena untuk memuaskan tuntutanNya adalah perlu bahwa Kristus, yang adalah keadilan yang kekal, digolongkan dengan perampok-perampok. Kita juga melihat, kasih yang tak ternilai terhadap kita dari Kristus, yang, supaya bisa menerima kita dalam kumpulan malaikat-malaikat kudus, mengijinkan diriNya sendiri untuk digolongkan sebagai salah satu dari orang-orang jahat) - hal 302.

Ay 28: “[Demikian genaplah nas Alkitab yang berbunyi: ‘Ia akan terhitung di antara orang-orang durhaka.’]”.

Ini menunjukkan bahwa kejadian ini menggenapi Yes 53:12. Tetapi banyak manuscripts yang tidak mempunyai ayat ini, dan karena itu ayat ini diletakkan dalam tanda kurung tegak oleh Kitab Suci Indonesia.

Ay 29-32a: “(29) Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: ‘Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, (30) turunlah dari salib itu dan selamatkan diriMu!’ (31) Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan mereka berkata: ‘Orang lain Ia selamatkan, tetapi diriNya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! (32a) Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.’”.

1) Bdk. Mazmur 22:8-9 - “(8) Semua orang yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya; (9) ‘Ia menyerah kepada Tuhan; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?’”.

2) Tentang ay 31: ‘orang lain Ia selamatkan ...’.

Calvin: “It was an ingratitude which admits of no excuse, that, taking offence at the present humiliation of Christ, they utterly disregarded all the miracles which he had formerly performed before their eyes. They acknowledge that ‘he saved others’. By what power, or by what means? Why do they not in this instance, at least, behold with reverence an evident work of God? But since they maliciously exclude, and - as far as lies in their power - endeavour to extinguish the light of God which shone in the miracles, they are unworthy of forming an accurate judgment of the weakness of the cross” (= Ini merupakan suatu tindakan tidak tahu terima kasih yang tidak bisa dimaafkan, dimana karena perendahan Kristus pada saat ini mereka mengabaikan sama sekali semua mujijat yang telah Ia lakukan di depan mata mereka. Mereka mengakui bahwa ‘orang lain Ia selamatkan’. Dengan kuasa apa, atau dengan cara apa? Mengapa dalam keadaan ini mereka setidaknya tidak memandang dengan rasa hormat pekerjaan yang nyata dari Allah? Tetapi karena mereka secara jahat membuang, dan berusaha semampu mereka untuk memadamkan terang dari Allah yang bersinar dalam mujijat-mujijat itu, mereka tidak layak untuk membentuk suatu penilaian yang akurat tentang kelemahan dari salib) - hal 306.

3) Tentang ay 32: ‘Baiklah Ia turun dari salib, dan kami akan percaya kepadaNya’.

William Barclay: “The Jewish leaders flung one last challenge at Jesus. ‘Come down from the Cross,’ they said, ‘and we will believe in you.’ It was precisely the wrong challenge. As General Booth said long ago, ‘It was because Jesus did not come down from the Cross that we believe in him.’” (= Pemimpin-pemimpin Yahudi melemparkan tantangan terakhir kepada Yesus. ‘Turunlah dari salib itu,’ kata mereka, ‘dan kami akan percaya kepadaMu’. Ini justru merupakan tantangan yang salah. Seperti dulu dikatakan oleh Jendral Booth: ‘Justru karena Yesus tidak turun dari salib itu maka kita percaya kepadaNya’) - hal 362.

Pulpit Commentary: “He might, indeed, have answered the jibe by coming down from the cross; but then, as Bishop Pearson says, in saving himself he would not have saved us” (= Ia bisa saja menjawab ejekan itu dengan turun dari salib; tetapi, seperti yang dikatakan oleh Bishop Pearson, dalam menyelamatkan diriNya sendiri, Ia tidak akan menyelamatkan kita).

Calvin: “But let us believe that Christ, though he might easily have done it, did not immediately deliver himself from death, but it was because he did not wish to deliver himself. And why did he for the time disregard his own safety, but because he cared more about the salvation of us all? We see then that the Jews, through their malice, employed, in defence of their unbelief, those things by which our faith is truly edified” (= Hendaklah kita percaya bahwa Kristus, sekalipun bisa dengan mudah melakukannya, tidak dengan segera membebaskan diriNya sendiri dari kematian, tetapi itu disebabkan karena Ia tidak mau membebaskan diriNya sendiri. Dan mengapa pada saat itu Ia mengabaikan keamanan / keselamatanNya sendiri; kecuali karena Ia lebih peduli pada keselamatan kita semua? Jadi kita lihat bahwa orang-orang Yahudi, melalui kejahatan mereka, menggunakan sebagai pembelaan terhadap ketidak-percayaan mereka, hal-hal yang olehnya iman kita betul-betul dibangun) - hal 306.

Pulpit Commentary: “Christ might have come down from the cross; but he would not, because it was his Father’s will that he should die upon the cross to redeem us from death. ... He knew that the death upon the cross was necessary for the salvation of men; and therefore he would go through the whole” (= Kristus bisa turun dari salib, tetapi Ia tidak mau karena merupakan kehendak BapaNya bahwa Ia mati di kayu salib untuk menebus kita dari kematian. ... Ia tahu bahwa kematian di kayu salib mutlak diperlukan untuk keselamatan manusia; dan karena itu Ia mau melewati seluruhnya) - hal 308.

Pulpit Commentary: “The sign he had given them was not his coming down from the cross, but his coming up from the grave” (= tanda yang Ia telah berikan kepada mereka bukanlah turun dari salib, tetapi naik / bangkit dari kubur).

Penerapan dari bagian ini ke dalam kehidupan sehari-hari.

a) Pulpit Commentary: “he despised the taunts of the wicked, that he might teach us by his example to do the same” (= Ia meremehkan celaan / ejekan dari orang jahat, supaya Ia bisa mengajar kita oleh teladanNya untuk melakukan hal yang sama) - hal 308.

b) Calvin: “Because Christ does not immediately deliver himself from death, they upbraid him with inability. And it is too customary with all wicked men to estimate the power of God by present appearances, so that whatever he does not accomplish they think that he cannot accomplish, and so they accuse him of weakness, whenever he does not comply with their wicked desire. ... This, as I said a little ago, is a very sharp arrow of temptation which Satan holds in his hand, when he pretends that God has forgotten us, because He does not relieve us speedily and at the very moment. ... Satan, therefore, attempts to drive us to despair by this logic, that it is vain for us to feel assured of the love of God, when we do not clearly perceive his aid. And as he suggests to our minds this kind of imposition, so he employs his agents, who contend that God has sold and abandoned our salvation, because he delays to give his assistance. We ought, therefore, to reject as false this argument, that God does not love those whom he appears for a time to forsake; and, indeed, nothing is more unreasonable than to limit his love to any point of time. God has, indeed, promised that he will be our deliverer; but if he sometimes wink at our calamities, we ought patiently to endure the delay. It is, therefore, contrary to the nature of faith, that the word ‘now’ should be insisted on by those whom God is training by the cross and by adversity to obedience, and whom he entreats (meminta) to pray and to call on his name; for these are rather the testimonies of his fatherly love, as the apostle tells us, (Heb. 12:6.) But there was this peculiarity in Christ, that, though he was the well-beloved Son, (Matth. 3:17; 17:5,) yet he was not delivered from death, until he had endured the punishment which we deserved; because that was the price by which our salvation was purchased” [= Karena Kristus tidak segera membebaskan diriNya sendiri dari kematian, mereka mencelaNya dengan ketidak-mampuan. Dan adalah biasa bahwa orang-orang jahat menilai kuasa Allah oleh hal-hal yang terlihat sekarang ini, sehingga apapun yang Ia tidak lakukan mereka kita Ia tidak bisa melakukannya, dan mereka menuduhNya dengan kelemahan, kapanpun Ia tidak memenuhi keinginan mereka yang jahat. ... Ini seperti yang tadi baru saya katakan, merupakan suatu panah pencobaan yang tajam yang dipegang oleh setan di tangannya, pada waktu ia membujuk kita supaya kita percaya bahwa Allah telah melupakan kita, karena Ia tidak membebaskan kita dengan cepat dan pada saat itu juga. ... Karena itu setan mencoba untuk menggiring kita pada keputus-asaan dengan menggunakan logika ini, bahwa adalah sia-sia bagi kita untuk yakin akan kasih Allah, pada waktu kita tidak secara jelas merasakan pertolonganNya. Dan pada saat ia mengusulkan pada pikiran kita tipuan ini, ia juga menggunakan agen-agennya, yang berargumentasi bahwa Allah telah menjual dan meninggalkan keselamatan kita, karena Ia menunda untuk memberikan pertolonganNya. Karena itu kita harus menolak argumentasi yang salah ini, bahwa Allah tidak mengasihi mereka yang kelihatannya Ia tinggalkan untuk sementara waktu; dan memang tidak ada yang lebih tidak masuk akal dari pada membatasi kasihNya pada waktu tertentu. Allah memang berjanji bahwa Ia akan menjadi Pembebas kita; tetapi jika Ia kadang-kadang seolah-olah tidak melihat pada bencana-bencana yang menimpa kita, kita harus dengan sabar menahan penundaan tersebut. Karena itu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan sifat dari iman, bahwa kata ‘sekarang’ dipaksakan oleh mereka yang Allah latih oleh salib dan kesengsaraan supaya bisa taat dan yang Ia minta untuk berdoa dan berseru kepada namaNya; karena ini lebih merupakan kesaksian dari kasih bapa, seperti yang dikatakan oleh sang rasuk (Ibr 12:6). Tetapi ada keanehan ini dalam Kristus, dimana sekalipun Ia adalah Anak yang dikasihi (Mat 3:17; 17:5), tetapi Ia tidak dibebaskan dari kematian, sampai Ia telah mengalami hukuman yang sebetulnya layak kita dapatkan; karena itulah harga dengan mana keselamatan kita dibeli] - hal 306,307.

Ay 32b: “Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga”.

1) Pengharmonisan hal-hal yang kelihatannya bertentangan.

Kedua penjahat mencela Dia. Dalam Mat 27:44 / Mark 15:32 dikatakan bahwa kedua penjahat itu mencela Yesus, tetapi dalam Luk 23:39-42 dikatakan bahwa hanya satu penjahat yang menghujat Yesus, sedangkan yang satunya justru menegur temannya itu, dan lalu menyatakan imannya kepada Yesus.

Bagaimana cara mengharmoniskannya? Ada beberapa cara:

a) Calvin menganggap bahwa Matius dan Markus menggunakan gaya bahasa synecdoche, dimana sekalipun mereka menuliskan seluruhnya (kedua penjahat), tetapi yang mereka maksudkan adalah sebagian (salah satu penjahat).

Gaya bahasa seperti ini sering dipakai bahkan dalam pembicaraan sehari-hari, misalnya: kalau kesebelasan sepak bola Indonesia kalah, maka orang berkata ‘Indonesia kalah’.

b) Dalam Kitab Suci kadang-kadang plural / jamak bisa diartikan singular / tunggal.

Contoh: kata ‘mereka’ dalam Mat 2:20 jelas menunjuk pada satu orang, yaitu Herodes (Mat 2:19).

c) Matius dan Markus hanya menceritakan bagian awalnya, sedangkan Lukas hanya menceritakan bagian akhirnya.

Jadi, mula-mula kedua penjahat itu mencela Yesus (Mat 27:44 / Mark 15:32), tetapi akhirnya salah satu bertobat, dan yang satunya bahkan menjadi bertambah jahat sehingga lalu menghujat Yesus, dan ini menyebabkan penjahat yang bertobat itu menegur dia (Luk 23:39-41).

Saya condong pada penafsiran yang ke 3 ini.

2) Tentang pertobatan penjahat (Luk 23:40-42).

Tentang penjahat yang bertobat itu Calvin memberi komentar sebagai berikut: “Now if a robber, by his faith, elevated Christ - while hanging on the cross, and, as it were, overwhelmed with cursing - to a heavenly throne, woe to our sloth if we do not behold him with reverence while sitting at the right hand of God; if we do not fix our hope of life on his resurrection; if our aim is not towards heaven where he has entered” (= Jika seorang perampok, oleh imannya, meninggikan Kristus - sementara Ia sedang tergantung pada kayu salib, dan boleh dikatakan diliputi / dibanjiri dengan kutuk - pada takhta surgawi, celakalah kelambanan kita jika kita tidak memandangNya dengan hormat sementara Ia duduk di sebelah kanan Allah; jika kita tidak menancapkan pengharapan kita akan kehidupan pada kebangkitanNya; jika tujuan kita tidak menuju surga kemana Ia telah masuk) - hal 311-312.

3) Tentang penerimaan Kristus terhadap penjahat yang bertobat.

Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.

Calvin: “we ought to observe his inconceivable readiness in so kindly receiving the robber without delay, and promising to make him a partaker of a happy life. There is therefore no room for doubt that he is prepared to admit into his kingdom all, without exception, who shall apply to him” (= kita harus memperhatikan kesediaanNya yang tak dapat dimengerti yang dengan begitu baik menerima sang perampok tanpa penundaan, dan menjanjikan untuk membuatnya sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam kehidupan yang bahagia. Karena itu tidak ada tempat untuk keragu-raguan bahwa ia bersedia untuk menerima ke dalam kerajaanNya semua orang, tanpa kecuali, yang memakai / menggunakan Dia) - hal 312-313.

Calvin: “Christ receives him, as it were, into his bosom, and does not send him away to the fire of purgatory” (= Kristus menerimaNya, boleh dikatakan, pada dadaNya / pelukanNya, dan tidak mengirimnya kepada api dari api pencucian) - hal 313.

Calvin: “What is promised to the robber does not alleviate his present sufferings, nor make any abatement of his bodily punishment. This reminds us that we ought not to judge of the grace of God by the perception of the flesh; for it will often happen that those to whom God is reconciled are permitted by him to be severely afflicted” (= Apa yang dijanjikan kepada sang perampok tidak mengurangi penderitaannya pada saat ini, ataupun membuat peredaan apapun terhadap hukuman badaninya. Ini mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh menilai kasih karunia Allah dengan menggunakan penglihatan daging; karena akan sering terjadi bahwa mereka dengan siapa Allah diperdamaikan, diijinkan olehNya untuk disiksa dengan hebat) - hal 314.

-o0o-

Kebaktian Paskah

9.Markus 15:33-16:8a

Markus 15:33-16:8a - “(15:33) Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. (15:34) Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (15:35) Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Lihat, Ia memanggil Elia.’ (15:36) Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata: ‘Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia.’ (15:37) Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya. (15:38) Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah. (15:39) Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat matiNya demikian, berkatalah ia: ‘Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!’ (15:40) Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome. (15:41) Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayaniNya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga di situ banyak perempuan lain yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus. (15:42) Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat. (15:43) Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. (15:44) Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati. (15:45) Sesudah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf. (15:46) Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu. (15:47) Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan. (16:1) Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. (16:2) Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur. (16:3) Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?’ (16:4) Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling. (16:5) Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut, (16:6) tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: ‘Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (16:7) Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakanNya kepada kamu.’ (16:8a) Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena takut”.

I) Sekitar kematian Yesus (Markus 15:33-41).

1) Kegelapan (ay 33).

a) Ini merupakan tanda / mujijat yang terjadi sebelum Kristus mati, yaitu gelap gulita selama 3 jam (pukul 12 sampai pukul 3 siang).

Calvin (hal 317) menolak anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa kegelapan ini bersifat universal. Alasan Calvin, itu tidak dilaporkan dalam sejarah. Saya berpendapat bahwa kata-kata ‘kegelapan meliputi seluruh daerah itu’ (Mat 27:45 Markus 15:33 Lukas 23:44), mendukung pandangan Calvin.

b) Ada yang menganggap bahwa ini merupakan penggenapan dari Amos 8:9 - “‘Pada hari itu akan terjadi,’ demikianlah firman Tuhan ALLAH, ‘Aku akan membuat matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari cerah’”.

c) Kegelapan ini bukanlah suatu gerhana matahari.

Kata Yunani yang dipakai dalam Luk 23:45 adalah EKLIPONTOS (banding­kan dengan kata bahasa Inggris Eclipse, yang berarti gerhana), yang artinya adalah failing [= gagal (bersinar), melemah].

Tetapi setidaknya ada 2 alasan yang menunjukkan bahwa kegelapan ini bukanlah suatu gerhana matahari:

1. Paskah selalu dirayakan pada saat bulan purnama, dan pada saat-saat seperti itu tidak mungkin terjadi gerhana matahari.

Pulpit Commentary: “This supernatural darkness came when the day is wont to be at its brightest. The moon was now at the full, so that it could not have been caused by what we call an eclipse, for when it is full moon the moon cannot intervene between the earth and the sun. This darkness was doubtless produced by the immediate interference of God” (= Kegelapan yang bersifat supranatural / gaib ini terjadi pada saat hari biasanya paling terang. Sekarang sedang pada saat bulan purnama, sehingga itu tidak mungkin disebabkan oleh apa yang kita sebut gerhana, karena pada saat bulan purnama, bulan tidak bisa menghalangi di antara bumi dan matahari. Tidak diragukan bahwa kegelapan ini dihasilkan oleh campur tangan langsung dari Allah) - hal 308.

2. Gerhana matahari tidak mungkin terjadi selama lebih dari 15 menit, tetapi kegelapan ini berlangsung selama 3 jam.

d) Apa arti / maksud kegelapan ini?

1. Menunjukkan murka Allah.

Gelap sering merupakan simbol kemurkaan / hukuman Allah (bdk. Yes 5:30 60:2 Yoel 2:31 Amos 5:18,20 Zef 1:15 Mat 24:29 25:30 Kis 2:20 2Pet 2:17 Wah 6:12).

Kalau memang di sini kegelapan itu menunjukkan kemurkaan Allah, maka masih perlu dipertanyakan lagi: pada saat itu Allah murka kepada siapa?

a. Kepada orang-orang yang menyalibkan Kristus.

b. Kepada Kristus sendiri, karena pada saat itu Ia sedang memikul hukuman dosa kita. Mungkin ini adalah saat dimana Kristus mulai ‘turun ke neraka / kerajaan maut’ (bdk. 12 Pengakuan Iman Rasuli) sehingga Ia mengucapkan ‘Eli, Eli lama sabakhtani?’ (Mat 27:46).

Catatan: perhatikan bahwa kata-kata ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli tidak berarti bahwa pada saat mati Kristus betul-betul turun ke suatu tempat (neraka / kerajaan maut), karena pada saat Kristus mati Ia jelas pergi ke surga / kepada Bapa (bdk. Luk 23:43,46).

2. Menyadarkan mereka akan kesalahan mereka.

Calvin: “the darkness was intended to arouse them to consider the astonishing design of God in the death of Christ. For if they were not altogether hardened, an unusual change of the order of nature must have made a deep impression on their senses, so as to look forward to an approaching renewal of the world” (= kegelapan ini dimaksudkan untuk menggerakkan mereka untuk merenungkan rencana yang mengherankan dari Allah dalam kematian Kristus. Karena jika mereka tidak dikeraskan sama sekali, maka suatu perubahan alam yang luar biasa pasti sudah memberikan kesan yang mendalam pada pikiran mereka, sehingga memandang ke depan kepada pembaharuan dunia ini yang sedang mendekat) - hal 316.

a. Adanya kegelapan yang luar biasa ini menunjukkan kepada mereka (dan kepada kita) bahwa Kristus bukanlah penjahat, dan bahkan bukanlah manusia biasa (dalam arti hanya manusia 100 %, tanpa keilahian). Kalau Kristus memang adalah penjahat / manusia biasa tanpa keilahian, maka kegelapan ini pasti tidak akan terjadi.

b. Rupanya kegelapan ini merupakan salah satu faktor yang menyadarkan kepala pasukan (ay 39 bdk. Mat 27:54).

3. Ini menunjuk pada kematian dari ‘The Sun of Righteousness’ / ‘Surya kebenaran’ (bdk. Mal 4:2) yang jelas menunjuk kepada Yesus.

4. Ini menunjuk pada pembutaan orang Yahudi, yang akan segera terjadi.

2) Keterpisahan Yesus dengan Allah (ay 34).

a) Yesus berseru: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’.

William Barclay: “Up to this moment Jesus had gone through every experience of life except this one - he had never known the consequence of sin. Now if there is one thing sin does, it separates us from God. It puts between us and God a barrier like an unscalable wall. That was the one human experience through which Jesus had never passed, because he was without sin. It may be that at this moment that experience came upon him - not because he had sinned, but because in order to be identified completely with our humanity he had to go through it. ... And this experience must have been double agonizing for Jesus, because he had never known what it was to be separated by this barrier from God” (= Sampai saat ini Yesus telah melewati setiap pengalaman kehidupan kecuali yang satu ini - Ia tidak pernah tahu / mengenal konsekwensi dari dosa. Kalau ada satu hal yang dilakukan oleh dosa, maka itu adalah memisahkan kita dari Allah. Dosa meletakkan antara kita dan Allah suatu pemisah seperti tembok yang tidak bisa didaki. Itulah suatu pengalaman manusia yang belum pernah dilalui oleh Yesus, karena Ia tidak berdosa. Mungkin bahwa pada saat ini pengalaman itu datang kepadaNya - bukan karena Ia telah berdosa, tetapi karena untuk menyamakan diri sepenuhnya dengan kemanusiaan kita Ia harus melaluinya. ... Dan pengalaman ini pasti menyakitkan secara ganda bagi Yesus, karena Ia tidak pernah mengenal / tahu bagaimana rasanya dipisahkan oleh pemisah ini dari Allah) - hal 364.

Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata yang saya garisbawahi. Yesus mengalami itu untuk memikul hukuman dosa, bukan sekedar mengidentikkan / menyamakan diri dengan manusia!

Alan Cole (Tyndale): “in what sense He was abandoned? To betrayal, mockery, scourging, death - yes: but to limit the explanation to this would be superficial exegesis, for all this He had faced and foretold for years. There was a far deeper spiritual agony endured alone in the darkness, an agony which we can never plumb and which, thanks to the cross, no created man need ever experience. No explanation will satisfy other than the traditional view that, in that dark hour, God’s wrath fell upon Him. Because wrath is no abstract principle, but a personal manifestation, that meant that the unclouded communion with the Father, enjoyed from all eternity, was broken. Some commentators have held that He suffered all the pangs of hell in that time; ... If there was a barrier between the Father and the Son at that moment, it could only be because of sin; and He knew no sin (2Cor. 5:21); so it could only be our sin that cost Him such agony” [= dalam arti apa Ia ditinggalkan? Ia ditinggalkan pada pengkhianatan, pengejekan, penyesahan, kematian - ya: tetapi membatasi penjelasan pada hal ini merupakan suatu exegesis yang dangkal, karena semua ini telah Ia hadapi dan ramalkan selama bertahun-tahun. Ada penderitaan rohani yang jauh lebih dalam yang ditanggungnya / dialaminya sendirian dalam kegelapan, suatu penderitaan yang tidak pernah bisa kita ukur / duga, dan yang, syukur pada salib, tidak ada manusia yang perlu mengalaminya. Tidak ada penjelasan yang bisa memuaskan selain pandangan tradisionil yang mengatakan bahwa pada saat yang gelap itu, murka Allah jatuh kepadaNya. Karena murka bukanlah suatu prinsip yang abstrak, tetapi suatu manifestasi yang bersifat pribadi, itu berarti bahwa persekutuan yang terang / tak terhalang dengan Bapa, yang dinikmati sejak kekekalan, menjadi putus. Beberapa penafsir menganggap bahwa Ia mengalami seluruh rasa sakit / kepedihan dari neraka pada saat itu.; ... Jika di sana ada pemisah antara Bapa dan Anak pada saat itu, itu hanya bisa terjadi karena dosa; dan Ia tidak mengenal dosa (2Kor 5:21); jadi itu hanya bisa terjadi karena dosa kita yang harus Ia bayar dengan penderitaan seperti itu] - hal 243.

b) Kata-kata Yesus ini ditanggapi dengan ejekan.

Ay 35-36: “(35) Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Lihat, Ia memanggil Elia.’ (36) Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata: ‘Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia.’”.

Calvin (hal 320) mengatakan bahwa kata-kata ini bukan dikatakan karena mereka tidak mengerti apa yang Yesus katakan. Mereka mengerti apa yang Yesus katakan, tetapi mereka tetap mengucapkan kata-kata ini sebagai suatu ejekan.

Calvin: “I do not think it at all probable that they erred through ignorance, but rather that they deliberately intended to mock Christ, and to turn his prayer into an occasion of slander. For Satan has no method more effectual for ruining the salvation of the godly, than by dissuading them from calling on God. For this reason, he employs his agents to drive off from us, as far as he can, the desire to pray. Thus he impelled the wicked enemies of Christ basely to turn his prayer into derision, intending by this stratagem to strip him of his chief armour” (= Saya sama sekali tidak berpikir bahwa mereka salah karena ketidak-tahuan, tetapi karena mereka secara sengaja bermaksud untuk mengejek Kristus, dan menjadikan doaNya sebagai suatu kesempatan untuk memfitnah. Karena setan tidak mempunyai metode yang lebih efektif untuk menghancurkan keselamatan orang saleh dari pada dengan membujuk mereka untuk tidak berseru kepada Allah. Untuk alasan ini, ia menggunakan agen-agennya untuk mengusir keinginan untuk berdoa dari kita, sejauh ia bisa melakukannya. Demikianlah ia mendorong / mendesak musuh-musuh yang jahat dari Kristus menjadikan doaNya sebagai suatu ejekan / cemooh, dengan maksud melalui tipu daya ini menyingkirkan dari padaNya senjata utamaNya) - hal 320.

3) Yesus berseru dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya (ay 37).

Pulpit Commentary: “although he had gone through all the pains which were sufficient in ordinary cases to produce death, yet that at length he did not die of necessity, but voluntary, in accordance with what he had himself said, ‘No one taketh my life from me ... I have power to lay it down, and I have power to take it again’ (John 10:18)” [= sekalipun Ia telah mengalami semua penderitaan yang dalam kasus-kasus biasa cukup untuk menyebabkan kematian, tetapi Ia mati bukan sebagai keharusan, tetapi secara sukarela, sesuai dengan apa yang Ia sendiri telah katakan: ‘Tidak seorangpun mengambilnya (nyawaKu) dari padaKu .... Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali’ (Yoh 10:18)] - hal 309.

4) Tabir Bait Suci terbelah (ay 38); chronology dan artinya.

a) Dalam Markus diceritakan kematian Yesus dulu (ay 37), baru tabir yang terbelah (ay 38). Demikian juga dengan dalam Matius (Mat 27:50-51). Tetapi dalam Lukas urut-urutan itu dibalik (Luk 23:45b-46). Calvin mengatakan Lukas menulis secara tidak chronologis.

b) Arti dari terbelahnya tabir Bait Suci adalah:

1. Penghapusan ceremonial law, imam, dan korban-korban pada jaman Perjanjian Lama.

2. Terbukanya jalan ke surga / kepada Bapa melalui Yesus.

Calvin: “Nor was it proper that the vail should be rent, until the sacrifice of expiation had been completed; for then Christ, the true and everlasting Priest, having abolished the figures of the law, opened up for us by his blood the way to the heavenly sanctuary, that we may no longer stand at a distance within the porch, but may freely advance into the presence of God. For so long as the shadowy worship lasted, a vail was hung up before the earthly sanctuary, in order to keep the people not only from entering but from seeing it, (Exod. 26:33; 2Chron. 3:14.) Now Christ, by blotting out the handwriting which was opposed to us, (Col. 2:14,) removed every obstruction, that, relying on him as Mediator, we may all be a royal priesthood, (1Pet. 2:9.) Thus the rending of the vail was not only an abrogation of the ceremonies which existed under the law, but was, in some respects, an opening of heaven, that God may now invite the members of his Son to approach him with familiarity” [= Tidak cocok bahwa tirai / tabir itu sobek, sampai korban penebusan telah sempurna / lengkap / selesai; karena pada saat itu Kristus, Imam yang benar dan kekal, telah menghapuskan gambar / simbol hukum Taurat, membuka bagi kita jalan menuju Ruang Maha Suci surgawi oleh darahNya, sehingga kita tidak perlu lebih lama lagi berdiri pada jarak tertentu di serambi, tetapi boleh dengan bebas maju ke hadapan hadirat Allah. Karena selama ibadah yang bersifat bayangan itu tetap berlaku, suatu tirai / tabir digantung di depan Ruang Maha Suci duniawi, untuk mencegah umat bukan hanya untuk memasukinya tetapi bahkan juga melihatnya (Kel 26:33 2Taw 3:14). Sekarang Kristus, dengan menghapus tulisan tangan yang menentang kita (Kol 2:14 bdk. KJV), menyingkirkan setiap halangan, supaya dengan bersandar kepadaNya sebagai Pengantara, kita semua bisa menjadi imamat yang rajani (1Pet 2:9). Jadi sobeknya tirai / tabir itu bukan hanya merupakan penghapusan upacara-upacara yang ada di bawah Taurat, tetapi dalam aspek tertentu merupakan pembukaan surga, sehingga Allah sekarang bisa mengundang anggota-anggota AnakNya untuk mendekat kepadaNya dengan keakraban] - hal 323.

Calvin: “Meanwhile, the Jews were informed that the period of abolishing outward sacrifices had arrived, and that the ancient priesthood would be of no farther use; that though the building of the temple was left standing, it would not be necessary to worship God there after the ancient custom; but that since the substance and truth of the shadows had been fulfilled, the figures of the law were changed into spirit” (= Sementara itu, orang-orang Yahudi diberitahu bahwa masa penghapusan korban-korban telah tiba, dan bahwa keimaman kuno sudah tidak boleh digunakan lagi; sehingga sekalipun bangunan Bait Suci itu tetap dibiarkan berdiri, tetapi sudah tidak perlu lagi untuk menyembah / beribadah kepada Allah di sana menurut kebiasaan kuno; tetapi karena hakekat dan kebenaran dari bayang-bayang telah digenapi, gambar / simbol Taurat diubah menjadi roh) - hal 323.

Pulpit Commentary: “this rending of the veil signified (1) that the whole of the Jewish dispensation, with its rites and ceremonies, was now unfolded by Christ; and that thenceforth the middle wall of partition was broken down, so that now, not the Jews only, but the Gentiles also might draw nigh by the blood of Christ. But (2) it further signified that the way to heaven was laid open by our Lord’s death. ... The veil signified that heaven was closed to all, until Christ by his death rent this veil in twain, and laid open the way” [= penyobekan tirai / tabir ini menunjukkan (1) bahwa seluruh sistim Yahudi, dengan tatacara-tatacara dan upacara-upacaranya, sekarang telah dibuka oleh Kristus; dan bahwa sejak saat itu dinding pemisah yang di tengah-tengah telah dihancurkan, sehingga sekarang, bukan hanya orang Yahudi saja, tetapi orang non Yahudi juga boleh mendekat oleh darah Kristus. Tetapi (2) lebih jauh lagi hal itu menunjukkan bahwa jalan ke surga telah dibuka oleh kematian Tuhan kita. ... Tirai / tabir menunjukkan bahwa surga tertutup bagi semua, sampai Kristus oleh kematianNya menyobek tirai / tabir itu menjadi dua, dan membukakan jalan] - hal 309.

Alan Cole (Tyndale): “Henceforth, man had free access to the very presence of God (Heb. 10:19-22). Both Jewish priesthood and Jewish Temple had ceased to have any significance with the splitting of this curtain” [= Sejak saat ini, manusia mempunyai jalan masuk bebas ke hadapan Allah (Ibr 10:19-22). Baik keimaman Yahudi maupun Bait Suci Yahudi tidak lagi mempunyai arti apapun dengan sobeknya tirai / tabir ini] - hal 245.

Penerapan: ini bertentangan dengan adanya imam / pastor dalam Gereja Roma Katolik mapun Gereja Orthodox Syria. Juga bertentangan dengan ‘lembu merah’, pendirian kembali Bait Suci, adanya jam doa, kiblat, dan sebagainya.

Tentang hal-hal ajaib / supranatural yang terjadi di sekitar kematian Kristus, seperti kegelapan, tabir Bait Suci yang terbelah, gempa bumi, bukit-bukit batu yang terbelah dsb (bdk. Mat 27:45,51) Calvin berkata: “Although in the death of Christ the weakness of the flesh concealed for a short time the glory of the Godhead, ... yet the heavenly Father did not cease to distinguish him by some marks, and during his lowest humiliation prepared some indications of his future glory, in order to fortify the minds of the godly against the offence of the cross. Thus the majesty of Christ was attested by the obscuration of the sun, by the earthquake, by the splitting of the rocks, and the rending of the vail, as if heaven and earth were rendering the homage which they owed to their Creator” (= Sekalipun dalam kematian Kristus kelemahan daging menyembunyikan untuk sementara waktu kemuliaan keilahianNya, ... tetapi Sang Bapa surgawi tidak berhenti untuk membedakanNya / menghormatiNya dengan beberapa tanda, dan pada saat perendahanNya yang terendah menyiapkan beberapa petunjuk tentang kemuliaanNya yang akan datang, untuk menjaga pikiran dari orang saleh terhadap batu sandungan dari salib. Demikianlah keagungan Kristus diperlihatkan / dibuktikan oleh penggelapan matahari, oleh gempa bumi, oleh pemecahan batu karang / bukit batu, dan penyobekan tirai / tabir, seakan-akan surga dan bumi sedang memberikan penghormatan yang harus mereka berikan kepada Pencipta mereka) - hal 316.

Catatan: ‘vail’ artinya sama dengan ‘veil’.

5) Pengakuan kepala pasukan Romawi (ay 39)

Peristiwa-peristiwa yang ajaib, yang terjadi di sekitar kematian Kristus, dan juga sikap Kristus yang berbeda dengan orang lain yang disalib, membuat kepala pasukan memberikan pernyataan bahwa Yesus memang adalah Anak Allah (ay 39). Calvin (hal 326) mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang indah bahwa orang kafir ini, yang tidak pernah diajar hukum Taurat, bisa mengambil kesimpulan yang benar dari apa yang terjadi pada saat itu (termasuk tanda kegelapan, gempa dsb). Ini juga menunjukkan kebutaan dan kebodohan orang-orang Yahudi, yang tidak bisa bertindak seperti perwira kafir ini.

William Barclay: “he had never seen a man die like this and he was sure that Jesus was the Son of God. If Jesus had lived on and taught and healed he might have attracted many, but it is the Cross which speak straight to the hearts of men” (= ia tidak pernah melihat seseorang mati seperti ini dan ia yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah. Andaikata Yesus hidup terus dan mengajar dan menyembuhkan, Ia mungkin akan membuat banyak orang tertarik, tetapi adalah Salib yang berbicara langsung kepada hati manusia) - hal 365.

Alan Cole (Tyndale): “For the honest Roman centurion ... the evidence had been overwhelming. He had watched and puzzled while his men gambled, and now he was convinced. What he, a pagan, meant by ‘the Son of God’ had been much disputed. It may not have been by any means the peerless position that such a title means to the Christian, especially as Luke has ‘a just man’ instead of ‘God’s Son’. ... Nevertheless, at the least the Christian Church saw in this word of the centurion an unconscious statement of truth, as that of Caiaphas had been (Jn. 11:50). The Lord demanded little knowledge and much faith as initial steps, in those who came to Him - witness His dealing with the dying thief (Lk. 23:43) - so that the centurion may have well become a true believer ultimately” [= Untuk perwira Romawi yang jujur ini ... buktinya berlimpah-limpah. Ia telah memperhatikan dan bingung sementara anak buahnya berjudi / mengundi, dan sekarang ia yakin. Apa yang ia, sebagai seorang kafir, maksudkan dengan ‘Anak Allah’ telah banyak diperdebatkan. Itu mungkin bukan kedudukan yang tidak ada taranya / bandingannya seperti yang dimengerti oleh orang Kristen, khususnya karena Lukas menuliskan ‘orang benar’ dan bukannya ‘Anak Allah’. ... Sekalipun demikian sedikitnya Gereja Kristen melihat dalam kata-kata perwira ini suatu pernyataan kebenaran secara tak disadari, seperti pernyataan yang diberikan oleh Kayafas (Yoh 11:50). Tuhan menuntut sedikit pengetahuan dan banyak iman sebagai langkah permulaan, dalam diri mereka yang datang kepadaNya - saksikan cara Ia memperlakukan pencuri yang sekarat (Luk 23:43) - sehingga perwira ini mungkin pada akhirnya menjadi orang percaya yang sungguh-sungguh] - hal 245-246.

Catatan: Lukas mengatakan ‘orang benar’, bukan ‘Anak Allah’ dalam Luk 23:47.

6) Beberapa perempuan pengikut Yesus menyaksikan penderitaan dan kematian Yesus (ay 40-41).

Alan Cole (Tyndale): “Here Mark mentions specifically the group of women disciples, many of them wealthy, who followed Christ, and doubtless supported the apostolic band from their worldly goods (Lk. 8:2,3). John also speaks of them as standing by the cross (Jn. 19:25). The Church has always owed much to devoted women, often to women of means, and it is the mark of a fool to despise such. This same band was to share in the burial (verse 47); to bring loving gifts of spices (16:1); to hear first tidings of the resurrection (16:5,6); to continue in prayer until Pentecost (Acts 1:14); to open their homes for Christian worship (Acts 12:12)” [= Di sini Markus menyebutkan secara khusus grup murid perempuan, banyak dari mereka adalah orang kaya, yang mengikut Kristus, dan tidak diragukan menyokong grup rasul dengan kekayaan mereka (Luk 8:2-3). Yohanes juga mengatakan bahwa mereka berdiri di dekat salib (Yoh 19:25). Gereja selalu berhutang banyak kepada perempuan-perempuan yang berbakti, seringkali kepada perempuan yang memiliki kekayaan, dan merupakan tanda dari seorang tolol untuk meremehkan mereka. Grup yang sama ikut dalam melakukan penguburan (ay 47); membawa pemberian kasih dalam bentuk rempah-rempah (16:1); mendengar kabar pertama tentang kebangkitan (16:5-6); terus berdoa sampai hari Pentakosta (Kis 1:14); membuka rumah mereka untuk kebaktian Kristen (Kis 12:12)] - hal 246.

II) Penguburan Yesus (Markus 15:42-47).

1) Dalam Injil Yohanes, diceritakan bahwa Yusuf dari Arimatea tidak melakukan semua ini sendirian, tetapi bersama-sama dengan Nikodemus (Yohanes 19:39).

2) Hal yang salah dalam diri Yusuf dari Arimatea.

William Barclay: “There is a certain tragedy about Joseph. He was a member of the Sanhedrin and yet we have no hint that he spoke one word in Jesus’ favour or intervened in any way on his behalf. Joseph is the man who gave Jesus a tomb when he was dead but was silent when he was alive. It is one of the commonest tragedies of life that we keep our wreaths for people’s graves and our praises until they are dead. It would be infinitely better to give them some of these flowers and some of these words of gratitude when they are still alive” (= Ada suatu tragedi tentang Yusuf. Ia adalah anggota Sanhedrin tetapi kita tidak mempunyai petunjuk bahwa ia berbicara satu katapun untuk membela Yesus atau ikut campur dengan cara apapun demi Dia. Yusuf adalah orang yang memberi Yesus kubur ketika Ia mati tetapi diam ketika Ia hidup. Merupakan salah satu tragedi kehidupan yang paling umum bahwa kita menyimpan / menahan rangkaian bunga untuk kuburan dan pujian kita sampai mereka mati. Adalah jauh lebih baik untuk memberikan kepada mereka sebagian bunga-bunga dan kata-kata terima kasih pada waktu mereka masih hidup) - hal 366-367.

Catatan: dalam Luk 23:50-51 dikatakan bahwa Yusuf dari Arimatea ini adalah ‘orang yang baik lagi benar. Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu’. Tetapi memang dalam persidangan tidak pernah dikatakan bahwa ia berani menyatakan ketidaksetujuannya itu ataupun membela Yesus. Juga kata ‘memberanikan diri’ dalam Mark 15:43b secara implicit menunjukkan bahwa ia adalah orang yang seperti Nikodemus, yaitu ikut Yesus dengan sembunyi-sembunyi / diam-diam. Jadi, kata-kata Barclay di atas mungkin memang benar.

Penerapan: jangan pernah takut menyatakan kebenaran / pandangan yang saudara anggap benar, khususnya dalam rapat atau dalam pertemuan lain.

3) Hal yang baik tentang Yusuf dari Arimatea.

Yusuf dari Arimatea ini adalah seorang yang berkedudukan tinggi (ay 43), dan dalam Mat 27:57 dikatakan sebagai ‘seorang kaya’, tetapi ia mau melakukan pekerjaan yang rendah / hina, demi melayani Kristus.

Calvin: “We are taught by this example, that the rich are so far from being excusable, when they deprive Christ of the honour due to him, that they must be held to be doubly criminal, for turning into obstruction those circumstances with ought to have been excitements to activity. .. if riches and honours do not aid us in the worship of God, we utterly abuse them” (= Kita diajar oleh contoh ini, bahwa orang kaya sangat tidak termaafkan, jika mereka tidak memberikan kepada Kristus hormat yang seharusnya diberikan kepadaNya, bahwa mereka harus dianggap sebagai kriminil ganda, kalau keadaan yang seharusnya merangsang mereka pada keaktifan justru mereka jadikan sebagai halangan. ... jika kekayaan dan kedudukan tinggi tidak membantu / menolong kita dalam penyembahan kepada Allah, maka kita menyalah-gunakannya secara total) - hal 332.

Calvin: “But if, through a holy desire to honour Christ, Joseph assumed such courage, while Christ was hanging on the cross, woe to our slothfulness / accursed be our sloth, if, now that he has risen from the dead, an equal zeal, at least, to glorify him do not burn in our hearts” (= Tetapi jika melalui suatu keinginan kudus untuk menghormati Kristus, Yusuf mempunyai keberanian seperti itu, sementara Kristus sedang tergantung pada kayu salib, celakalah / terkutuklah kelambanan kita, jika sekarang setelah Ia bangkit dari antara orang mati, suatu semangat untuk memuliakan Dia, yang sedikitnya sama besarnya, tidak membara dalam hati kita) - hal 333.

4) Penguburan Yesus.

a) ‘Kuburnya yang baru’ (Mat 27:60 Luk 23:53b Yoh 19:41b).

Ini sengaja diceritakan untuk membuang kemungkinan bahwa yang bangkit pada hari yang ke 3 nanti adalah mayat orang lain (bandingkan dengan cerita dalam 2Raja 13:21).

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Wordsworth sebagai berikut: “One Joseph was appointed by God to be guardian of Christ’s body in the virgin womb, and another Joseph was the guardian of his body in the virgin tomb, and each Joseph is called a ‘just man’ in Holy Scripture” [= Seorang Yusuf ditetapkan oleh Allah sebagai penja­ga tubuh Kristus dalam kandungan perawan, dan seorang Yusuf yang lain adalah penjaga tubuhNya dalam kuburan yang perawan (kuburan yang baru), dan setiap Yusuf itu disebut ‘orang benar’ dalam Kitab Suci].

Catatan: tentang sebutan ‘orang benar’ lihat dalam Mat 1:19 [NIV/NASB: ‘a righteous man’ (= seorang benar)] dan Luk 23:50.

b) Kubur itu digali di dalam bukit batu (ay 46).

Jadi kuburan itu tidak tembus kemana-mana, dan pintunya hanya satu, dan pintu yang satu ini ditutup dengan batu besar (ay 46), dan bahkan nantinya disegel dan dijaga tentara (Mat 27:62-66). Ini tidak memungkinkan mayat Yesus itu dicuri melalui jalan apapun juga!

c) Penguburan Yesus di kuburan Yusuf yang adalah orang kaya itu, oleh banyak penafsir dianggap sebagai penggenapan nubuat dalam Yes 53:9 (NIV/KJV) yang berbunyi ‘with the rich in his death’ (= dengan orang kaya dalam kematiannya).

Catatan: Calvin tidak setuju dengan ini, dan mengatakan bahwa ‘orang kaya’ berarti orang jahat / kejam (seperti terjemahan Kitab Suci Indonesia). Dan ‘kubur’ dalam Yes 53:9 menurut Calvin harus diar­tikan ‘mati’. Jadi Calvin beranggapan bahwa Yes 53:9 ini digenapi bukan pada saat penguburan Kristus, tetapi pada saat kematian Kristus.

d) Mengapa Kristus perlu / harus dikuburkan?

1. Ini merupakan ketaatan terhadap Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

2. Untuk membuktikan kematianNya.

Calvin: “Christ should be buried, that it might be more fully attested that he suffered real death on our account. But yet it ought to be regarded as the principal design, that in this manner the cursing, which he had endured for a short time, began to be removed; for his body was not thrown into a ditch in the ordinary way, but honourably laid in a hewn sepulchre” [= Kristus harus dikuburkan, supaya itu bisa membuktikan secara lebih penuh bahwa Ia mengalami kematian yang sungguh-sungguh karena kita. Tetapi harus dianggap sebagai tujuan utama, bahwa dengan cara ini, kutuk, yang Ia alami untuk waktu yang singkat, mulai disingkirkan; karena tubuhNya tidak dibuang di got dengan cara biasa, tetapi dengan hormat diletakkan di suatu kuburan galian] - hal 330.

III) Kebangkitan Yesus (Mark 16:1-8a).

1) Pemberian rempah-rempah untuk mayat Yesus (ay 1).

a) Mereka membeli rempah-rempah itu setelah Sabat lewat (ay 1a)

Ini disebabkan karena ketaatan mereka terhadap hukum hari Sabat, yang melarang untuk berjual beli pada hari tersebut.

b) ‘pagi-pagi benar ... setelah matahari terbit’ (ay 2).

William Hendriksen: “As to the time when these women came: Mark says ‘when the sun was risen,’ Matt. 28:1 ‘at dawn,’ Luke ‘at early dawn,’ and John ‘while it was still dark.’ Probable solution: although it was still dark when the women started out, the sun had risen when they arrived at the tomb” (= Berkenaan dengan saat dimana para perempuan ini datang: Markus mengatakan ‘setelah matahari terbit’, Mat 28:1 ‘menjelang menyingsingnya fajar’, Lukas ‘pada pagi-pagi benar’, dan Yohanes ‘ketika hari masih gelap’. Penyelesaian yang memungkinkan: sekalipun para perempuan itu berangkat ketika masih gelap, tetapi matahari sudah terbit ketika mereka tiba di kubur) - hal 678.

c) Mereka bermaksud untuk menyempurnakan apa yang telah dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus.

Sebetulnya Jum’at siang / sore Yusuf dan Nikodemus sudah melakukan pemberian mur, minyak gaharu, dan rempah-rempah (Yoh 19:39-40).

Perlu diketahui bahwa terjemahan hurufiah dari Mark 15:42 bukanlah ‘hari sudah malam’, tetapi ‘evening coming’ (= malam sedang mendatang), dan karena itu NIV menterjemahkan ‘evening approached’ (= malam mendekat).

Sekarang pada Minggu pagi para perempuan ini mau melakukan hal itu lagi untuk menyempurnakan apa yang dilakukan dengan tergesa-gesa pada Jum’at sore itu. Ketergesa-gesaan itu disebabkan karena saat itu Sabat hampir tiba.

Pulpit Commentary: “What had been done on the Friday evening had been done in haste, and yet sufficiently for the preservation of the sacred body, if that had been needful, from decay. The remaining work could be done more carefully and tenderly at the tomb” (= Apa yang telah dilakukan pada Jum’at sore telah dilakukan dengan terburu-buru, tetapi cukup untuk mengawetkan tubuh yang kudus itu, seandainya hal itu dibutuhkan, dari pembusukan. Pekerjaan yang tersisa bisa dilakukan dengan lebih teliti dan lembut di kubur) - hal 346.

Catatan: ia memberikan kata-kata ‘seandainya hal itu dibutuhkan’, karena sebetulnya hal itu memang tidak dibutuhkan. Mengapa? Karena Kitab Suci mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak akan membusuk (Maz 16:10 Kis 2:27 Kis 13:35). Tetapi dalam ketiga ayat ini Kitab Suci Indonesia salah terjemahan. Kata ‘kebinasaan’ seharusnya adalah ‘pembusukan’; NIV/NASB menterjemahkan semuanya dengan kata ‘decay’ (= pembusukan).

d) Ini merupakan tindakan kasih yang mereka lakukan kepada Yesus.

William L. Lane (NICNT): “Spices were not used for mummification, which was not a Jewish custom, but to offset the odors from decomposition. ... Since in the climate of Jerusalem deterioration would occur rapidly, the visit of the women with the intention of ministering to the corpse after two nights and a day must be viewed as an expression of intense devotion” (= Rempah-rempah tidak digunakan untuk pembuatan mumi, yang bukan merupakan kebiasaan Yahudi, tetapi untuk menutupi bau dari pembusukan. ... Karena dalam iklim dari Yerusalem, pembusukan akan terjadi dengan cepat, kunjungan dari para perempuan dengan maksud melayani mayat setelah 2 malam dan satu hari harus dipandang sebagai pernyataan bakti yang kuat / hebat) - hal 585.

Pulpit Commentary: “Love will find occasions and ways of expressing itself” (= Kasih akan mendapatkan kesempatan dan cara untuk menyatakan dirinya sendiri) - hal 349.

William Hendriksen: “while we may criticize their lack of sufficient faith - a lack which they shared with the male disciples - let us not overlook their exceptional love and loyalty. They were at Calvary when Jesus died, in Joseph’s garden when their Master was buried, and now very early in the morning, here they are once more, in order to anoint the body. Meanwhile, where were the eleven?” (= sementara kita bisa mengkritik kekurangan iman mereka - suatu kekurangan yang juga terdapat pada para murid laki-laki - marilah kita tidak mengabaikan kasih dan kesetiaan mereka yang luar biasa. Mereka ada di Kalvari pada saat Yesus mati, di taman / kebun Yusuf pada waktu Tuan mereka dikubur, dan sekarang pagi-pagi sekali, sekali lagi mereka ada di sini, untuk mengurapi tubuh Yesus. Sementara itu, dimana 11 rasul itu?) - hal 678.

Pulpit Commentary (tentang Mat 27:61): “Last at the cross, first at the grave.” [= Terakhir di salib, pertama di kubur.] - hal 638.

e) Pengurapan mayat dan pengharapan akan kebangkitan pada akhir jaman.

Dalam maksud untuk melakukan pengurapan ini jelas ada sesuatu yang salah, karena ini menunjukkan bahwa mereka tidak beriman pada kata-kata Yesus yang menyatakan akan bangkit pada hari ke 3.

Calvin: “their design to anoint Christ, as if he were still dead, was not free from blame” (= rencana mereka untuk mengurapi Kristus, seakan-akan Ia masih tetap mati, tidak bebas dari kesalahan) - hal 339.

Tetapi Calvin menambahkan: “I have no doubt, that the custom of anointing the dead, which they had borrowed from the Fathers, was applied by them to its proper object, which was, to draw consolation, amidst the mourning of death, from the hope of life to come. I readily acknowledge that they sinned in not immediately raising their minds to that prediction which they had heard from the lips of their Master, when he foretold that he would rise again on the third day. But as they retain the general principle of the final resurrection, that defect is forgiven, which would vitiated, as the phrase is, the whole of the action. Thus God frequently accepts, with fatherly kindness, the works of the saints, which, without pardon, not only would not have pleased him, but would even have been justly rejected with shame and punishment” (= Saya tidak meragukan bahwa kebiasaan mengurapi orang mati, yang telah mereka dapatkan dari Bapa-bapa, diterapkan oleh mereka pada tujuan yang benar, yaitu untuk mendapatkan penghiburan di tengah-tengah perkabungan kematian, dari pengharapan akan kehidupan yang akan datang. Saya mengakui bahwa mereka berdosa dengan tidak segera mengangkat pikiran mereka pada ramalan yang telah mereka dengar dari bibir Tuan / Guru mereka, pada saat Ia meramalkan bahwa Ia akan bangkit kembali pada hari ke 3. Tetapi karena mereka memelihara prinsip umum tentang kebangkitan akhir, cacat itu diampuni, yang seharusnya meniadakan seluruh tindakan mereka. Demikianlah Allah sering menerima, dengan kebaikan seorang bapa, pekerjaan-pekerjaan orang-orang kudus, yang seandainya tanpa pengampunan, bukan hanya akan tidak menyenangkanNya, tetapi bahkan akan secara benar ditolak dengan rasa malu dan penghukuman) - hal 339-340.

Catatan: tetapi awas, ini bisa diextrimkan, misalnya orang yang ke gereja dengan motivasi tidak benar, tetap diterima oleh Allah, dan sebagainya.

Calvin: “the custom of anointing the dead, though it was common among many heathen nations, was applied to a lawful use by the Jews alone, to whom it had been handed down by the Fathers, to confirm them in the faith of the resurrection. For without having this in view, to embalm a dead body, which has no feeling, would be an idle and empty solace, as we know that the Egyptians bestowed great labour and anxiety on this point, without looking for any advantage. But by this sacred symbol, God represented to the Jews the image of life in death, to lead them to expect that out of putrefaction and dust they would one day acquire new vigour. Now as the resurrection of Christ, by its quickening vigour, penetrated every sepulchre, so as to breathe life into the dead, so it abolished those outward ceremonies” (= kebiasaan untuk mengurapi orang mati, sekalipun itu merupakan sesuatu yang umum di antara banyak bangsa kafir, diterapkan pada penggunaan yang benar hanya oleh orang Yahudi, kepada siapa itu diturunkan oleh Bapa-bapa, untuk meneguhkan mereka dalam iman tentang kebangkitan. Karena tanpa memandang pada hal ini, membalsem mayat yang tak mempunyai perasaan merupakan sesuatu penghiburan yang sia-sia dan kosong, seperti kita tahu bahwa orang Mesir bekerja keras dalam hal ini, tanpa mencari manfaat apapun. Tetapi oleh simbol yang kudus / keramat ini, Allah melambangkan kepada orang-orang Yahudi gambaran dari kehidupan dalam kematian, untuk memimpin mereka untuk mengharapkan bahwa dari pembusukan dan debu suatu hari mereka akan mendapatkan tenaga / kekuatan yang baru. Sekarang karena kebangkitan Kristus, oleh tenaga menghidupkannya, menembus setiap kuburan, untuk menghembuskan kehidupan kepada orang mati, maka itu menghapuskan upacara lahiriah itu) - hal 341.

f) Yesus sendiri sebetulnya tidak membutuhkan pengurapan terhadap mayatNya.

Calvin: “For himself, he needed not those aids, but they were owing to the ignorance of the women, who were not yet fully aware that he was free from corruption” (= Untuk diriNya sendiri, Ia tidak membutuhkan pertolongan itu, tetapi itu dilakukan karena ketidakmengertian para perempuan itu, yang belum sepenuhnya sadar bahwa Ia bebas dari pembusukan) - hal 341.

2) Kekuatiran tentang batu penutup kubur dan solusinya.

Ay 3-4: “(3) Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?’ (4) Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling”.

William Barclay: “They were worried about one thing. Tombs had no doors. When the word ‘door’ is mentioned it really means ‘opening’. In front of the opening was a groove, and in the groove ran a circular stone as big as a cart-wheel; and the women knew that it was quite beyond their strength to move a stone like that” (= Mereka kuatir tentang satu hal. Kubur pada jaman itu tidak mempunyai pintu. Pada saat kata ‘pintu’ disebutkan itu sebetulnya berarti ‘pembukaan / lubang’. Di depan lubang yang terbuka itu ada sebuah alur / lekuk / semacam got, dan dalam alur / lekuk itu bergulir sebuah batu bundar sebesar roda kereta; dan para perempuan itu tahu bahwa merupakan sesuatu yang di luar kekuatan mereka untuk menggerakkan batu seperti itu) - hal 368.

Pulpit Commentary: “Very similar is much of Christian experience. We perplex ourselves, it may be, with speculative difficulties. ... To our finite and untrained, inexperienced intelligence it must be so. Our penetration is too dull, our wisdom is too short-sighted; our powers, knowledge, and opportunities are all unequal to the task. But all is clear to that Being who is infinitely wise; and when we lift up our eyes we shall in due time see the resolution of our doubts. We perplex ourselves, it may be, with practical difficulties. How shall we do our work - that work being so vast, and we so helpless? How shall we train our family, conduct our business, discharge our responsibilities? ... But, looking unto him, we shall be lightened. He shall bring our way to pass. We perplex ourselves, it may be, with difficulties as to the Church and kingdom of Christ. How shall the Lord’s people be awakened to zeal, or reconciled in unity, or qualified for the work assigned them in a dark and sinful world? Our mind is baffled by the problem, which we have no means of solving. Let us go on our way. When we come to our difficulty, we may perhaps find that it is gone” (= Banyak pengalaman Kristen yang sangat mirip dengan hal ini. Kita bingung sendiri, mungkin karena kesukaran-kesukaran yang bersifat spekulatif. ... Bagi otak / pikiran kita yang terbatas, tak terlatih, dan tak berpengalaman, itu harus demikian. Pengertian kita terlalu tumpul, hikmat kita terlalu pendek penglihatannya; kekuatan, pengetahuan, dan kesempatan kita semuanya tidak setara dengan tugas kita. Tetapi semua itu jelas bagi Makhluk yang bijaksana secara tak terbatas; dan pada waktu kita mengangkat mata kita maka pada saatnya kita akan melihat penyelesaian dari keragu-raguan kita. Kita bingung sendiri, mungkin dengan kesukaran-kesukaran praktis. Bagaimana kita akan mengerjakan pekerjaan kita - pekerjaan itu begitu luas, dan kita begitu tidak berdaya? Bagaimana kita mendidik keluarga kita, memimpin bisnis kita, menunaikan tanggung jawab kita? ... Tetapi, jika kita memandang kepada Dia, kita akan diterangi. Ia akan memberikan jalan kepada kita. Kita bingung sendiri, mungkin dengan kesukaran-kesukaran yang berkenaan dengan Gereja dan kerajaan Kristus. Bagaimana umat Tuhan akan dibangkitkan sehingga menjadi bersemangat, atau diperdamaikan dalam kesatuan, atau dijadikan orang yang memenuhi syarat untuk pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka dalam dunia yang gelap dan berdosa? Pikiran kita dibingungkan oleh banyak problem, yang tidak ada jalan penyelesaiannya. Marilah kita melanjutkan jalan kita. Pada waktu kita sampai pada kesukaran kita, mungkin kita menjumpai bahwa kesukaran itu sudah hilang) - hal 349-350.

Pulpit Commentary: “The stone rolled away may also be regarded by us as a reminder of expected difficulties unexpectedly removed. ... Too often we discourage ourselves by thinking of future difficulties, until they loom so large in our imagination that we turn back from the path of duty. ... let us go on also to attempt our appointed work for God; and the difficulties which are insurmountable by us will be removed by hands mightier than our own” (= Batu yang digulingkan juga bisa kita anggap sebagai pengingat tentang kesukaran-kesukaran yang diharapkan tetapi yang disingkirkan secara tak terduga. ... Terlalu sering kita mengecilkan hati kita sendiri dengan memikirkan kesukaran-kesukaran yang akan datang, sampai semua itu terlihat begitu besar dalam khayalan kita sehingga kita berbalik dari jalan kewajiban. ... marilah kita terus mengusahakan tugas yang ditetapkan Allah untuk kita; dan kesukaran-kesukaran yang tak dapat kita atasi akan disingkirkan oleh tangan yang lebih kuat dari tangan kita) - hal 359.

William Hendriksen: “Why did the angel have to remove the stone? Not to enable Jesus to make his way out - for see John 20:19,26 - but to enable these women, and also Peter and John, to enter the tomb” (= Mengapa malaikat itu harus menyingkirkan batu itu? Bukan untuk memungkinkan Yesus mendapatkan jalan keluar - karena lihat Yoh 20:19,26 - tetapi untuk memungkinkan para perempuan ini, dan juga Petrus dan Yohanes, untuk memasuki kubur) - hal 679.

Pulpit Commentary (hal 346) mengatakan bahwa pada titik ini (ay 4), Maria Magdalena lari untuk memberitahu Petrus dan Yohanes (Yoh 20:2).

3) Bukti kebangkitan Yesus (ay 5-7).

a) Kubur yang kosong.

Fakta tentang kubur yang kosong ini justru dikuatkan oleh cerita dusta dalam Mat 28:11-15, karena kalau tak ada kubur kosong, justru tak akan muncul cerita seperti itu.

William L. Lane (NICNT): “The story of the theft of the body (cf. Mt. 28:15; Justin, Dialogue with Trypho 108) simply confirms that the tomb was in fact empty” [= Cerita tentang pencurian mayat (bdk. Mat 28:15; Justin, Dialogue with Trypho 108) hanya meneguhkan bahwa kubur itu dalam faktanya kosong] - hal 588.

Ay 5-6 kelihatannya menunjukkan bahwa mereka masuk ke kubur ke tempat dimana mayat Yesus diletakkan, dan melihat kubur yang kosong.

Pulpit Commentary: “This seem to imply that the women actually entered the inner chamber, and saw the very place where the Lord lay. Who does not see here how irrefragable is the evidence of his resurrection?” (= Ini kelihatannya menunjukkan bahwa para perempuan itu betul-betul masuk ke bagian dalam, dan melihat tempat dimana Tuhan berbaring. Siapa yang tidak melihat di sini betapa tak terbantahnya bukti kebangkitanNya?) - hal 347.

Pulpit Commentary: “In this passage there is no direct narrative of the Saviour’s resurrection. ... There were no such witnesses to the act of the Lord’s emergence from the tomb” (= dalam text ini tidak ada cerita langsung tentang kebangkitan Sang Juruselamat. ... Di sana tidak ada saksi terhadap tindakan Tuhan yang muncul / keluar dari kubur) - hal 349.

Calvin: “though he manifested his resurrection in a different manner from what the sense of our flesh would have desired, still the method of which he approved ought to be regarded by us also as the best. He went out of the grave without a witness, that the emptiness of the place might be the earliest indication” (= sekalipun Ia menyatakan kebangkitanNya dengan cara yang berbeda dari apa yang diinginkan oleh daging kita, tetap metode / cara yang Ia restui / setujui harus kita anggap juga sebagai yang terbaik. Ia keluar dari kubur tanpa saksi, supaya kekosongan tempat itu bisa menjadi petunjuk yang paling awal) - hal 338.

b) Firman Tuhan yang diberitakan oleh malaikat.

Ay 6-7: “(6) tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: ‘Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (7) Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakanNya kepada kamu.’”.

William L. Lane (NICNT): “The action of God is not always self-evident. For this reason it is invariably accompanied by the word of revelation, interpreting the significance of an event ... The emptiness of the tomb possessed no factual value in itself. It simply raised the question, What happened to the body? God, therefore, sent his messenger to disclose the fact of the resurrection. The announcement of the angel is the crystallization point for faith” (= Tindakan Allah tidak selalu jelas dari dirinya sendiri. Untuk alasan ini tindakan Allah ini selalu disertai dengan firman yang diwahyukan, yang menafsirkan arti dari suatu peristiwa. ... Kekosongan dari kubur sebetulnya tidak mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Itu hanya menimbulkan pertanyaan: Apa yang terjadi dengan tubuh / mayat itu? Karena itu, Allah mengutus utusanNya untuk menyingkapkan fakta tentang kebangkitan. Pengumuman dari malaikat adalah pokok pembentukan iman.) - hal 587.

William L. Lane (NICNT): “In the Gospel of Mark, however, the certainty of the resurrection rests solely upon the word of revelation. The empty tomb possessed no evidential value apart from this norm of interpretation” (= Bagaimanapun dalam Injil Markus kepastian tentang kebangkitan bersandar semata-mata pada firman yang diwahyukan. Kekosongan kubur tidak mempunyai nilai yang jelas terpisah dari norma penafsiran ini) - hal 588-589.

Ini juga berlaku untuk kelahiran, kematian, kenaikan Yesus ke surga. Kalau cuma ada peristiwanya tanpa penjelasan Firman Tuhan, maka kita tidak akan mengerti apa gunanya semua itu. Ini makin menunjukkan pentingnya Firman Tuhan. Karena itu rajinlah belajar Firman Tuhan.

c) Yesus tetap dikenal sampai sekarang (bahkan merupakan pribadi paling terkenal di dunia), dan adanya gereja kristen.

William Barclay: “One thing is certain - if Jesus had not risen from the dead, we would never heard of him. The attitude of the women was that they had come to pay the last tribute to a dead body. The attitude of the disciples was that everything had finished in tragedy. By far the best proof of the Resurrection is the existence of the Christian church. Nothing else could have changed sad and despairing men and women into people radiant with joy and flaming with courage” (= Ada satu hal yang pasti - andaikata Yesus tidak bangkit dari antara orang mati, kita tidak akan pernah mendengar tentang Dia. Sikap dari para perempuan adalah bahwa mereka datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada mayat itu. Sikap dari para murid adalah bahwa segala sesuatu telah selesai dalam suatu tragedi. Jelas sekali bahwa bukti terbaik tentang Kebangkitan adalah adanya gereja Kristen. Tidak ada hal lain yang bisa mengubah kelompok orang laki-laki dan perempuan yang sedih dan putus asa itu menjadi orang-orang yang berseri-seri dengan sukacita dan berkobar-kobar dengan keberanian) - hal 368.

William L. Lane (NICNT): “Were it not for his resurrection, Jesus of Nazareth might have appeared as no more than a line in Josephus’ Antiquities of the Jews, if he were mentioned at all. The witness of the four Gospels is unequivocal that following the crucifixion Jesus’ disciples were scattered, their hopes shattered by the course of events. What halted the dissolution of the messianic movement centered in Jesus was the resurrection” (= Andaikata bukan karena kebangkitanNya, Yesus dari Nazaret akan muncul tidak lebih dari sebuah kalimat dalam Josephus’ Antiquities of the Jews, bahkan mungkin tidak disebutkan sama sekali. Kesaksian ke 4 Injil adalah jelas / tegas bahwa setelah penyaliban Yesus para murid tersebar / semburat, harapan mereka hancur oleh rangkaian peristiwa itu. Apa yang menghentikan bubarnya gerakan Mesias yang berpusat kepada Yesus ini adalah kebangkitan) - hal 584-585.

Penutup / kesimpulan:

William Barclay: “Jesus is not a figure in a book but a living presence. It is not enough to study the story of Jesus like the life of any other great historical figure. We may begin that way but we must end by meeting him. ... Jesus is not someone to discuss so much as someone to meet. ... The Christian life is not the life of a man who knows about Jesus, but the life of a man who knows Jesus” (= Yesus bukanlah seorang tokoh dalam sebuah buku tetapi sebuah kehadiran yang hidup. Tidak cukup untuk mempelajari cerita Yesus seperti kehidupan tokoh sejarah besar yang lain. Kita mungkin memulainya dengan cara itu tetapi kita harus mengakhirinya dengan menemuiNya. ... Yesus lebih merupakan seseorang untuk ditemui dari pada dibicarakan / didiskusikan. ... Kehidupan kristen bukanlah kehidupan seorang manusia yang tahu tentang Yesus, tetapi kehidupan seseorang yang mengenal Yesus) - hal 368-369.

Sudahkah saudara bertemu secara rohani dengan Yesus? Apakah selama ini saudara hanya tahu tentang Yesus atau betul-betul mengenal Yesus? Saudara bertemu Yesus secara rohani dan betul-betul mengenal Dia, kalau saudara datang dan percaya kepadaNya. Maukah saudara datang dan percaya kepadaNya sekarang juga?

-AMIN-

10.His Way - His Word - His Home

Roma 3:23-26 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”.

I) His Way (= JalanNya / CaraNya).

Kita sering mendengar orang berkata bahwa semua agama sama saja, dan semua agama itu baik, karena tujuannya adalah Allah. Tetapi Kitab Suci kita mengatakan bahwa orang tak bisa / tak boleh datang kepada Allah / menyembah Allah dengan cara sesuka mereka.

Kel 20:3-6 - “(3) Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu. (4) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. (5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu”.

Kalau hukum 1 mempersoalkan tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka hukum 2 menekankan cara penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita mempunyai obyek / tujuan penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau kita menyembahNya dengan cara yang salah, yaitu melalui patung, maka kita berdosa, dan Allah tidak mau menerima penyembahan kita, dan bahkan murka kepada kita. Untuk itu perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

1) Kel 32 - pada saat Israel jatuh ke dalam penyembahan anak lembu emas, tujuan mereka adalah menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN’. Tetapi penyembahan terhadap Allah itu mereka lakukan melalui anak lembu emas / berhala, dan ini menyebabkan Allah itu murka dan menghukum mereka.

2) Ul 12:4,31 (NIV): “You must not worship the LORD your God in their way” (= Kamu tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara mereka).

Ayat ini dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah dengan cara orang kafir (menggunakan berhala).

Thomas Manton: “It is idolatry not only to worship false gods in the place of the true God, but to worship the true God in a false manner” (= Adalah merupakan penyembahan berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu menggantikan tempat Allah yang benar, tetapi juga menyembah Allah yang benar dengan cara yang palsu / salah).

Karena itu, kalau kita mau datang kepada Allah, dan kalau kita mau diselamatkan / masuk surga, kita harus mengikuti cara / jalan yang Allah sendiri berikan.

II) His Word (= FirmanNya).

His Way diajarkan dalam His Word! Cara / jalan yang Allah berikan diajarkan dalam FirmanNya.

Semua jalan yang tidak berdasarkan Firman Tuhan, apalagi yang bertentangan dengan Firman Tuhan, adalah jalan manusia, bukan jalan Allah. Karena itu pengertian tentang Kitab Suci / Firman Tuhan adalah sesuatu yang begitu penting!

Bagaimana Jalan / cara Allah yang diajarkan dalam FirmanNya?

1) Jalan itu adalah Yesus.

Matius 1:21 - “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’”.

Roma 3:23-26 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”.

Catatan: kata-kata ‘telah ditentukan’ sebetulnya terlalu keras.

NIV: ‘God presented him as a sacrifice of atonement, through faith in his blood’ (= Allah memberikan Dia sebagai suatu kurban penebusan, melalui iman dalam / kepada darahNya).

NASB: ‘whom God displayed publicly as a propitiation in His blood through faith’ (= yang Allah tunjukkan di depan umum sebagai suatu pendamaian dalam darahNya melalui iman).

Roma 5:1-2 - “(1) Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena [Yunani: DIA (= through / melalui)] Tuhan kita, Yesus Kristus. (2) Oleh [Yunani: DIA (= through / melalui)] Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

Efesus 2:18 - “karena oleh Dia (Yesus) kita kedua pihak (Yahudi dan non Yahudi) dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.

Kata ‘oleh’ dalam bahasa Yunani adalah DIA, yang arti seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).

KJV: ‘For through him we both have access by one Spirit unto the Father’ (= Karena melalui Dia kita kedua pihak mempunyai akses / jalan masuk oleh satu Roh kepada Bapa).

Ef 3:12 - “Di dalam Dia (Yesus) kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya”.

Ibr 10:19-21 - “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.

2) Allah tidak memberi lebih dari 1 jalan; jadi Yesus adalah satu-satunya jalan.

Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Kata-kata ‘Akulah jalan’ dalam KJV adalah: ‘I am the way’. Ia tidak mengatakan ‘I am a way’, tetapi ‘I am the way’. Seandainya Ia mengatakan ‘I am a way’, maka itu menunjukkan bahwa Ia hanyalah salah satu jalan, dan ada jalan-jalan yang lain. Tetapi karena Ia mengatakan ‘I am the way’, itu berarti bahwa Ia adalah satu-satunya jalan, dan tidak ada jalan yang lain. Seakan-akan itu masih kurang, Ia menambahkan lagi kata-kata ‘Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’. Jadi, ayat ini secara berganda menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga!

Fritz Ridenour: “not Christianity, not the church, not dogma, but Jesus Christ who is the Way, the Truth and the Life” (= bukan kekristenan, bukan gereja, bukan dogma, tetapi Yesus Kristuslah yang adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup) - ‘So What’s the Difference’, hal 8.

Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.

1Yoh 5:11-12 - “(11) Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. (12) Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.

Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).

3) Kita harus percaya / beriman kepada Yesus.

Ro 3:25a - “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya”.

Ro 5:1-2 - “(1) Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena (melalui) Tuhan kita, Yesus Kristus. (2) Oleh (Melalui) Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

Ef 3:12 - “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya”.

III) His Home (= RumahNya).

Kalau kita menempuh His Way (= CaraNya / JalanNya), kita akan sampai pada His Home (= RumahNya)!

Yoh 14:1-6 - “(1) ‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. (2) Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. (4) Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya: ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’ (6) Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Bagaimana kalau kita tidak mau menempuh / mengikuti Jalan yang Allah berikan itu?

Maz 95:7b-11 - “(7b) Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suaraNya! (8) Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, (9) pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatanKu. (10) Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kataKu: ‘Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalanKu.’ (11) Sebab itu Aku bersumpah dalam murkaKu: ‘Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’”.

Dalam kitab Mazmur ini, ‘tempat perhentianKu’ menunjuk pada tanah Kanaan. Tetapi text dalam Mazmur ini dikutip dalam surat Ibrani.

Ibr 3:7-11 - “(7) Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, (8) janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, (9) di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatanKu, empat puluh tahun lamanya. (10) Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalanKu, (11) sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’”.

Apa arti dari ‘tempat perhentianKu’ di sini?

Barnes’ Notes: “The particular ‘rest’ referred to here was that of the land of Canaan, but which was undoubtedly regarded as emblematic of the ‘rest’ in heaven” (= Istirahat khusus yang ditunjukkan di sini adalah istirahat dari tanah Kanaan, tetapi yang tak diragukan dianggap sebagai simbol dari ‘istirahat’ di surga).

Bdk. Ibr 4:1-11 - “(1) Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentianNya masih berlaku. (2) Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. (3) Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaanNya sudah selesai sejak dunia dijadikan. (4) Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: ‘Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaanNya.’ (5) Dan dalam nas itu kita baca: ‘Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’ (6) Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan mereka. (7) Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu ‘hari ini’, ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, janganlah keraskan hatimu!’ (8) Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain. (9) Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. (10) Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNya. (11) Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Ibr 4:1): “‘His rest’ - God’s heavenly rest, of which Canaan is the type” (= ‘Istirahat / perhentianNya’ - istirahat surgawi dari Allah, tentang mana Kanaan merupakan type).

Editor dari Calvin’s Commentary tentang surat Ibrani (John Owen): “the rest here mentioned is clearly the rest in heaven” (= istirahat yang disebutkan di sini jelas adalah istirahat di surga) - hal 99 (footnote).

Kalau tidak masuk surga, maka satu-satunya tempat yang tersisa adalah neraka!

Amsal 15:24 - “Jalan kehidupan orang berakal budi menuju ke atas, supaya ia menjauhi dunia orang mati (Ibrani: SHEOL) di bawah”.

Amsal 21:16 - “Orang yang menyimpang dari jalan akal budi akan berhenti di tempat arwah-arwah berkumpul”.

Matthew Henry (tentang Amsal 21:16): “He that forsakes the way to heaven, if he return not to it, will certainly sink into the depths of hell” (= Ia yang meninggalkan jalan ke surga, jika ia tidak kembali kepadanya, pasti akan tenggelam ke dalam kedalaman neraka).

Barnes’ Notes: “He shall find a resting place, but it shall be in Hades” (= Ia akan mendapatkan suatu tempat istirahat, tetapi itu akan ada dalam Hades).

Catatan: Kata Ibrani SHEOL artinya sama dengan kata Yunani Hades. Bisa diartikan sebagai ‘keadaan kematian’, ‘kuburan’, atau ‘neraka’. Dalam hal ini harus dipilih arti yang terakhir.

IV) Problem dengan Jalan Allah.

Yes 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu”.

Catatan: kata ‘rancangan’ dalam KJV/RSV/NIV/NASB adalah ‘thoughts’ (= pemikiran-pemikiran).

Seandainya jalan / pikiran Allah itu sama atau mirip atau berbeda sedikit dengan jalan / pikiran manusia, maka mungkin tidak terlalu menimbulkan problem.

Illustrasi: pikiran orang tua dan anak sangat berbeda, dan ini menimbulkan problem.

Saya akan memberi beberapa contoh dimana cara / jalan Allah sangat berbeda dengan cara / jalan manusia:

1) 2Raja 5:9-12 - “(9) Kemudian datanglah Naaman dengan kudanya dan keretanya, lalu berhenti di depan pintu rumah Elisa. (10) Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: ‘Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.’ (11) Tetapi pergilah Naaman dengan gusar sambil berkata: ‘Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama TUHAN, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku! (12) Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?’ Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati”.

Cara Elisa, jelas diberikan oleh Allah. Perhatikan bagaimana perkiraan Naaman tentang apa yang akan dilakukan oleh Elisa (ay 11), dan betapa berbedanya dengan apa yang dalam faktanya dilakukan oleh Elisa.

2) Luk 16:27-31 - “(27) Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. (29) Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. (30) Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. (31) Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’”.

Perhatikan betapa berbedanya pemikiran dan jalan dari orang kaya itu, dengan pemikiran / jalan dari Abraham, yang jelas berasal dari Allah.

3) Yoh 9:6-7 - “(6) Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi (7) dan berkata kepadanya: ‘Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.’ Siloam artinya: ‘Yang diutus.’ Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek”.

Ini merupakan cara yang sangat aneh, dan bahkan kelihatannya bertentangan dengan logika, untuk menyembuhkan orang buta. Logikanya, orang yang tidak buta bisa jadi buta kalau matanya diberi tanah yang diaduk dengan ludah! Tetapi Yesus menggunakan cara seperti itu untuk menyembuhkan orang buta itu!

Sekarang, setelah melihat beberapa contoh tadi, mari kita kembali pada Yes 55:8-9.

Yes 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu”.

Kontext menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah topik pengampunan. Jadi, dalam persoalan pengampunan, cara / jalan / pemikiran Allah sangat berbeda dengan cara / jalan / pemikiran manusia. Tetapi sangat berbeda dalam hal apa? Albert Barnes mengusulkan beberapa hal:

a) Manusia sukar untuk mengampuni; Allah tidak demikian.

Mungkin bisa saya tambahkan: Manusia, kalaupun mengampuni, suka untuk tidak mengingat-ingat kesalahan seseorang kepadanya; Allah tidak demikian.

Yes 43:25 - “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu”.

b) Manusia sukar mengampuni kesalahan yang berulang-ulang; Allah tidak demikian.

Mat 18:21-22 - “(21) Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?’ (22) Yesus berkata kepadanya: ‘Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”.

Pada saat itu para rabi Yahudi, berdasarkan penafsiran yang salah dari ayat-ayat seperti Amos 1:3 2:1,4,6 dsb, mengajarkan bahwa mereka hanya perlu mengampuni sampai 3 x saja, dan kesalahan ke 4 tidak perlu diampuni.

Jadi, pada waktu Petrus mengatakan 7 x, ini kelihatannya sudah banyak. Tetapi bagi Yesus itu masih kurang banyak. Yesus menghendaki 70 x 7 x. Ini tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah (490 x). Artinya adalah: kita harus mau mengampuni terus-menerus.

c) Manusia sukar mengampuni banyak orang; Allah tidak demikian.

d) Manusia sukar mengampuni kesalahan yang besar; Allah tidak demikian.

Bdk. Yes 1:18 - “Marilah, baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.

e) Manusia sangat berbeda dengan Allah dalam cara pemberian pengampunan.

Barnes’ Notes: “his thoughts in regard to the mode of pardon are far above ours. The plan of forgiveness through a Redeemer ... is as far above any of the modes of pardon among people, as the heavens are above the earth. The scheme which contemplated the incarnation of the Son of God; which proffered forgiveness only through his substituted sufferings, and in virtue of his bitter death, was one which man could not have thought of, and which surpasses all the schemes and plans of people. In this respect, God’s ways are not, our ways, and his thoughts are not our thoughts” (= pemikiranNya berkenaan dengan cara pengampunan berada jauh di atas pemikiran kita. Rencana pengampunan melalui seorang Penebus ... berada jauh di atas cara pengampunan apapun di antara manusia, sejauh langit ada di atas bumi. Rencana yang memikirkan inkarnasi dari Anak Allah; yang menawarkan pengampunan hanya melalui penderitaanNya yang bersifat menggantikan, dan berdasarkan kematianNya yang pahit, adalah suatu rencana yang tidak bisa dipikirkan oleh manusia, dan yang melampaui semua rencana dari manusia. Dalam hal ini, jalan / cara Allah bukanlah jalan / cara kita, dan pemikiranNya bukanlah pemikiran kita).

Hari ini kita merayakan Natal, peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun yang lalu, dimana Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Allah menjadi manusia sudah merupakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal bagi manusia. Masih lumayan kalau Allah itu menjadi manusia dalam diri seseorang yang gagah perkasa / berkuasa / kaya dsb. Tetapi ternyata cara Allah tidak demikian; Ia menjadi manusia dalam diri seorang bayi yang lemah, dalam suatu keluarga yang miskin, dari suatu bangsa yang ditindas.

Lalu akhirnya Allah yang menjadi manusia itu harus menderita dan mati di atas kayu salib, suatu penderitaan dan kematian yang bukan hanya mengerikan, tetapi juga terkutuk (Galatia 3:13)!

Melalui semua ini, Allah merencanakan / memikirkan suatu cara / jalan untuk menebus dosa manusia. Adakah manusia yang bisa memikirkan rencana / jalan seperti itu?

Bdk. Matius 16:21-23 - “(21) Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. (22) Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: ‘Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.’ (23) Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: ‘Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.’”.

Seakan-akan penebusan yang dilakukan oleh Allah itu itu belum cukup menggelikan / tidak masuk akal, Allah lalu menganugerahkan keselamatan itu secara cuma-cuma!

Bdk. Yes 55:1 - “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!”.

Ro 3:23-24 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

Anonymous: “Salvation is free for you because someone else paid” (= Keselamatan itu gratis bagimu karena seorang lain telah membayarnya) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 587.

Semua agama lain menekankan keselamatan karena perbuatan baik; dengan kata lain, manusia harus membayar untuk selamat! Jalan / pemikiran manusia yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, dinyatakan dalam semua agama lain.

1. Dalam Yudaisme / agama Yahudi.

Fritz Ridenour (tentang ajaran Yudaisme / agama Yahudi tentang ‘keselamatan’): “Anyone, Jew or not, may gain salvation through commitment to the one God and moral living” (= Siapapun, orang Yahudi atau bukan, bisa mendapatkan keselamatan melalui komitmen kepada satu Allah dan hidup yang bermoral) - ‘So What’s the Difference’, hal 63.

2. Dalam agama Hindu.

Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Hindu): “Man is justified through devotion, meditation, good works and self-control” (= Manusia dibenarkan melalui pembaktian, meditasi, perbuatan baik dan penguasaan diri sendiri) - ‘So What’s the Difference’, hal 82.

3. Dalam agama Buddha.

Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Buddha): “Man is saved by self-effort only” (= Manusia diselamatkan hanya oleh usaha sendiri) - ‘So What’s the Difference’, hal 92.

Subhadra Bhiksu: A Buddhist Catechism: “No one can be redeemed by another. No God and no saint is able to shield a man from the consequences of evil doings. Every one of us must become his own redeemer” (= Tak seorangpun bisa ditebus oleh orang lain. Tidak ada Allah dan tidak ada orang suci yang bisa membentengi seorang manusia dari konsekwensi dari tindakan jahat. Setiap orang dari kita kita harus menjadi penebusnya sendiri) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 590.

4. Dalam agama Islam.

Fritz Ridenour (tentang ajaran Islam tentang ‘keselamatan’): “Man earns his own salvation, pays for his own sins” (= Manusia memperoleh keselamatannya sendiri, membayar untuk dosa-dosanya sendiri) - ‘So What’s the Difference’, hal 72.

Catatan: kata ‘to earn’ sebetulnya berarti ‘memperoleh karena telah melakukan sesuatu’.

5. Dalam agama Katolik.

Fritz Ridenour: “Roman Catholicism teaches that faith is just the beginning of salvation, so the believer must constantly work throughout his life to complete the process” (= Roma Katolik mengajar bahwa iman hanyalah permulaan dari keselamatan, sehingga orang percaya harus terus menerus bekerja dalam sepanjang hidupnya untuk melengkapi proses itu) - ‘So What’s the Difference’, hal 41.

Fritz Ridenour: “The Catholic believes that good works are necessary for salvation” (= Orang Katolik percaya bahwa perbuatan baik perlu untuk keselamatan) - ‘So What’s the Difference’, hal 45.

Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam Roma Katolik): “Salvation is secured by faith plus good works - as channeled through the Roman Catholic Church” (= Keselamatan dipastikan oleh iman ditambah perbuatan baik - seperti yang disalurkan melalui Gereja Roma Katolik) - ‘So What’s the Difference’, hal 45-46.

6. Dalam agama-agama lain secara umum.

Fritz Ridenour: “Many religions and cults admit the problem of sin, but their solution is always different from Christianity’s. While Christianity says that the only salvation from sin is faith in Jesus Christ and His atoning death on the cross, other religions seek salvation through good works or keeping rules and laws” (= Banyak agama dan sekte mengakui problem dosa, tetapi solusi mereka selalu berbeda dengan solusi dari kekristenan. Sementara kekristenan mengatakan bahwa satu-satunya keselamatan dari dosa adalah iman kepada Yesus Kristus dan kematianNya yang menebus di salib, agama-agama lain mencari keselamatan melalui perbuatan-perbuatan baik atau pemeliharaan peraturan-peraturan dan hukum-hukum) - ‘So What’s the Difference’, hal 17.

Jalan Allah, karena berada jauh di atas jalan manusia, atau sangat berbeda dengan jalan manusia, di mata manusia sering kelihatan sebagai kebodohan / sesuatu yang menggelikan. Karena itu, Injil, yang adalah jalan Allah, sering dianggap sebagai sesuatu yang menggelikan atau sebagai suatu kebodohan oleh banyak manusia!

BACA JUGA: 11 KHOTBAH TENTANG KEBANGUNAN ROHANI (5)

Bdk. 1Kor 1:18-25 - “(18) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. (19) Karena ada tertulis: ‘Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.’ (20) Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? (21) Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil. (22) Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, (23) tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, (24) tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. (25) Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia”.

Camkanlah text ini! Sekalipun cara / jalan Allah atau Injil sering dianggap sebagai sesuatu yang menggelikan atau sebagai suatu kebodohan, tetapi siapa yang mempercayainya akan selamat / masuk surga!

Kesimpulan / Penutup.

His Way - His Word - His Home (= JalanNya - FirmanNya - RumahNya).

Allah memberikan jalan, Ia mengajarkannya dalam FirmanNya, dan jalan itu adalah Yesus, yang lahir pada Natal, untuk bisa mati di salib untuk menebus dosa kita. Siapapun yang percaya kepadaNya sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, akan selamat / masuk surga. Jalan itu mungkin tidak masuk akal / menggelikan menurut manusia, tetapi kalau saudara mau menempuh jalan Allah tersebut, saudara akan sampai ke rumah Allah di surga. Kalau tidak, dan saudara lebih mempercayai jalan / cara manusia, yang lebih masuk akal bagi saudara, maka saudara akan sampai di neraka. Kiranya Allah menolong saudara dalam memilih. Selamat hari Natal; Tuhan memberkati saudara semua. https://teologiareformed.blogspot.com/

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-

Next Post Previous Post