11 KHOTBAH TENTANG KEBANGUNAN ROHANI (5)

Pdt.Budi Asali, M.Div.

1.Tidak ditinggalkan sebagai yatim piatu

Yohanes 14:15-20,25-27

I) Yesus meninggalkan murid-murid.

1) Yesus berkata bahwa Ia akan pergi meninggalkan murid-muridNya.
11 KHOTBAH TENTANG KEBANGUNAN ROHANI (5)
Ay 18-19,27-28: “(18) Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. (19) Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup. … (27) Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. (28) Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku”.

Kata ‘pergi’ atau ‘meninggalkan’ tidak menunjuk pada kematian di salib, atau setidaknya tidak hanya menunjuk pada kematian di salib. Ini pasti juga menunjuk pada kenaikan ke surga.

2) Yesus berkata: “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai ‘yatim piatu’” (ay 18a). Kata-kata ini tidak berarti bahwa Ia tidak akan meninggalkan mereka. Ia akan meninggalkan mereka, tetapi Ia tidak akan meninggalkan mereka sebagai yatim piatu.

a) Terjemahan ‘yatim piatu’ salah; seharusnya hanya ‘yatim’.

William Barclay: “The word he uses is ORPHANOUS. It means ‘without a father’, but it was also used of disciples and students bereft of the presence and the teaching of a beloved master” (= Kata yang Ia gunakan adalah ORPHANOUS. Itu berarti ‘tanpa ayah’, tetapi itu juga digunakan tentang murid-murid dan pelajar-pelajar yang kehilangan kehadiran dan pengajaran dari guru yang dicintai).

b) ‘Yatim’ merupakan keadaan manusia tanpa Yesus dan Roh Kudus.

Charles Haddon Spurgeon: “Without their Lord, believers would, apart from the Holy Spirit, be like other orphans, unhappy and desolate. Give them what you might, their loss could not have been recompensed” (= Tanpa Tuhan mereka, orang-orang percaya, terpisah dari Roh Kudus, akan menjadi seperti anak-anak yatim yang lain, tidak bahagia dan sendirian / kesepian. Berikan mereka apa yang bisa engkau berikan, kehilangan mereka tidak bisa digantikan) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’ , vol IX, hal 33.

Calvin: “This passage shows what men are, and what they can do, when they have been deprived of the protection of the Spirit. They are orphans, exposed to every kind of fraud and injustice, incapable of governing themselves, and, in short, unable of themselves to do any thing” (= Text ini menunjukkan apa manusia itu, dan apa yang dapat mereka lakukan, jika mereka kehilangan perlindungan Roh. Mereka adalah anak yatim, terbuka terhadap segala jenis penipuan dan ketidak-adilan, tidak mampu menguasai diri mereka sendiri, dan, singkatnya, tidak mampu melakukan apapun dari diri mereka sendiri).

3) Untuk menjelaskan apa yang ia maksud dengan ‘tidak meninggalkan kamu sebagai yatim-piatu’, Yesus lalu melanjutkan kata-kataNya dengan mengatakan ‘Aku datang kembali kepadamu’ (ay 18b). Perhatikan kata ‘Aku’ dalam ay 18b ini.

a) Yesus bukan menyuruh seseorang lain.

Kalau Yesus mengirimkan seorang malaikat, itu sudah merupakan kasih karunia. Kalau Yesus mengirimkan seorang hambaNya atau anakNya, itu juga sudah merupakan anugerah yang luar biasa bagi kita yang jahat dan tidak setia.

b) Yesus bukan hanya memberikan suatu pemberian.

Kalau Yesus memberikan firmanNya, kasih karuniaNya, kekuatanNya bagi kita dsb, maka itu juga sudah merupakan anugerah yang luar biasa.

Tetapi Yesus berkata ‘Aku’. Yesus sendiri akan bersama kita! Tetapi awas, ini tidak menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya, tetapi menunjuk pada kedatanganNya melalui Roh Kudus pada hari Pentakosta. Memang pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal tidak boleh dikacaukan. Allah Bapa tidak sama dengan Allah Anak, dan Allah Anak tidak sama dengan Allah Roh Kudus, dan Allah Roh Kudus tidak sama dengan Allah Bapa. Tetapi ketiga pribadi ini mempunyai suatu kesatuan, karena hakekatnya cuma satu. Karena itu bisa dikatakan bahwa pada waktu Roh Kudus turun, Yesus datang kembali.

4) Janji dalam ay 18 ini diberikan kepada ‘kamu’, yaitu murid-murid, kecuali Yudas Iskariot!

Yudas Iskariot sudah meninggalkan Yesus dan murid-murid yang lain dalam Yoh 13:27-30. Jadi ia tidak termasuk dalam penerima janji dalam ay 18 ini. Yesus tidak mengucapkan janji ini kepada Yudas, karena sekalipun ia adalah seorang rasul, tetapi ia bukan orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus! Yudas sebetulnya termasuk dalam kata ‘dunia’ dalam ay 17, dan tentang ‘dunia’ ini Yesus berkata bahwa mereka ‘tidak dapat menerima Dia, melihat Dia atau mengenal Dia’.

Tetapi di dalam ‘kamu’ dalam ay 18 itu, termasuk Petrus yang akan menyangkal Yesus 3 x, Thomas yang akan meragukan kebangkitan Yesus, murid-murid yang lain yang pada waktu Yesus ditangkap akan lari meninggalkan Yesus, dsb. Bagi mereka tetap berlaku janji ini. Mereka boleh tidak setia, tetapi Yesus tetap setia! Bdk. 2Timotius 2:13 - “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya”.

Janji ini juga berlaku untuk saudara asalkan saudara adalah orang percaya yang sejati. Saudara mungkin mengutamakan uang dari pada Tuhan, atau pelit dalam memberi persembahan bagi Tuhan. Saudara mungkin malas dalam melayani Tuhan. Saudara mungkin malas dalam berdoa dan membaca / belajar Firman Tuhan. Saudara mungkin sudah meninggalkan kasih yang semula. Tetapi Yesus tetap tidak akan meninggalkan saudara sebagai yatim piatu!

II) Yesus memberikan Roh Kudus.

Sekarang kita kembali kepada Roh Kudus, dalam diri siapa Yesus akan kembali kepada murid-muridNya. Roh Kudus disebut ‘penolong (Yunani: PARAKLETOS) yang lain’ (ay 16).

Yesus menyebut Roh Kudus dengan istilah ‘PARAKLETOS yang lain’, dan itu menunjukkan bahwa sudah ada seorang PARAKLETOS, dan Ia tidak lain adalah Yesus sendiri. Yesus memang juga disebut PARAKLETOS, yaitu dalam 1Yoh 2:1 yang berbunyi: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang ‘pengantara’ (Yunani: PARAKLETOS) pada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil”.

Ada 2 kata bahasa Yunani yang berarti ‘yang lain (= another)’, yaitu ALLOS dan HETEROS. Tetapi kedua kata ini ada bedanya.

W. E. Vine dalam bukunya yang berjudul ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’ mengatakan sebagai berikut: “ALLOS ... denotes another of the same sort; HETEROS ... denotes another of a different sort” (= ALLOS ... menunjuk pada yang lain dari jenis yang sama; HETEROS ... menunjuk pada yang lain dari jenis yang berbeda).

Illustrasi: Di sini ada 1 gelas Aqua. Kalau saya menginginkan 1 gelas Aqua lagi, yang sama dengan ini, maka saya harus menggunakan kata ALLOS. Tetapi kalau saya menghendaki 1 gelas minuman yang lain, misalnya Coca Cola, maka saya harus menggunakan kata HETEROS, bukan ALLOS.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘yang lain’ dalam Yoh 14:16 bukan­ HETEROS, tetapi ALLOS. Andaikata yang digunakan adalah HETER­OS, maka itu akan menunjukkan adanya perbedaan sifat antara Yesus dan Roh Kudus, sehingga bisa saja Yesusnya adalah Allah dan merupakan seseorang yang berpriba­di, sedangkan Roh Kudusnya bukan. Tetapi karena kata Yunani yang digunakan adalah ALLOS, ini menunjukkan bahwa Roh Kudus, sekalipun adalah penolong / PARAKLETOS yang lain dari pada Yesus, tetapi mempunyai sifat-sifat yang sama dengan Yesus.

Karena itu dalam komentarnya tentang ayat ini William Hendriksen mengatakan tentang Roh Kudus sebagai berikut: “He is another Helper, not a different Helper. The word another indicates one like myself, who will take my place, do my work. Hence, if Jesus is a person, the Holy Spirit must also be a per­son” (= Ia adalah Penolong yang lain, bukan Penolong yang berbeda. Kata yang lain menunjukkan seseorang seperti Aku sendiri, yang akan mengambil tempatKu, melakukan pekerjaanKu. Jadi, jika Yesus adalah seorang pribadi, Roh Kudus harus juga adalah seorang priba­di).

William Hendriksen melanjutkan dengan berkata: “For the same reason, if Jesus is divine, the Spirit, too, must be divine” (= Dengan alasan yang sama, jika Yesus bersifat ilahi / adalah Allah, Roh juga harus bersifat ilahi / adalah Allah).

Kesimpulan: sama seperti Yesus, Roh Kudus adalah Allah, dan Roh Kudus adalah seorang Pribadi. Ini penting untuk saudara camkan khususnya pada waktu menghadapi para Saksi Yehuwa, yang menganggap Roh Kudus hanya sebagai ‘kuasa Allah’, dan dengan demikian tidak mempercayai keilahian maupun kepribadian Roh Kudus.

III) Fungsi Roh Kudus.

1) Roh Kudus disebut sebagai ‘penolong’ / PARAKLETOS.

Kata Yunani PARAKLETOS muncul 5 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Yoh 14:16 Yoh 14:26 Yoh 15:26 Yohanes 16:7 1Yohanes 2:1, dan diterjemahkan secara berbeda-beda oleh versi Kitab Suci yang berbeda

a) William Barclay: “The Greeks used the word in a wide variety of ways. A parakletos might be a person called in to give witness in a law court in someone’s favour; he might be an advocate called in to plead the cause of someone under a charge which would issue in serious penalty; he might be an expert called in to give advice in some difficult situation; he might be a person called in when, for example, a company of soldiers were depressed and dispirited to put a new courage into their minds and hearts. Always a parakletos is someone called in to help in time of trouble or need” (= Orang Yunani menggunakan kata ini dalam bermacam-macam cara. Parakletos bisa adalah orang yang dipanggil untuk memberi kesaksian untuk membantu seseorang dalam pengadilan; ia bisa adalah seorang pengacara yang dipanggil untuk membela perkara seseorang yang ada di bawah tuduhan yang bisa menyebabkan hukuman yang serius; ia bisa adalah seorang ahli yang dipanggil untuk memberikan nasehat dalam situasi yang sulit; ia bisa adalah seseorang yang dipanggil pada waktu, misalnya, suatu kompi / rombongan tentara sedang tertekan dan putus asa, untuk memberikan keberanian / semangat yang baru ke dalam pikiran dan hati mereka. Parakletos selalu adalah seseorang yang dipanggil untuk menolong pada waktu kesukaran atau kebutuhan).

Pada waktu Yesus masih bersama murid-muridNya, Ialah yang menolong murid-muridNya menghadapi serangan setan, memberi nasehat kepada murid-muridNya, menguatkan mereka pada saat sedih, putus asa, dsb. Setelah Yesus meninggalkan murid-muridNya, Roh Kudus akan datang menggantikan Yesus melakukan hal-hal itu.

b) Ada orang yang mengartikan kata PARAKLETOS ini dengan mengkontraskannya dengan kata ‘accuser’ (= pendakwa). Ini memang cocok, karena dalam sidang pengadilan, tugas pembela adalah menolong terdakwa dari serangan / tuduhan pendakwa (jaksa / penggugat).

Juga perlu diketahui bahwa salah satu nama untuk setan adalah DIABOLOS (Wah 12:9) yang berarti ‘accuser’ (= pendakwa). Ia disebut demikian karena ia memang sering mendakwa kita di hadapan Allah (Ayub 1:6-11 Ayub 2:1-5 Zakh 3:1 Wah 12:10).

Setan juga sering mendakwa kita dalam hati kita sendiri. Memang dakwaan / tuduhan dalam hati kita bahwa kita telah berbuat dosa, bisa datang dari Allah, tetapi bisa juga datang dari setan. Lalu bagaimana membedakannya?

Warren W. Wiersbe: “It is important that we learn to distinguish between Satan’s accusations and the Spirit’s conviction. ... When the Spirit of God convicts you, he uses the Word of God in love and seeks to bring you back into fellowship with your Father. When Satan accuses you, he uses your own sins in a hateful way, and he seeks to make you feel helpless and hopeless” (= Adalah penting bahwa kita belajar untuk membedakan antara tuduhan setan dan penyadaran / penginsyafan Roh. ... Pada saat Roh Allah menyadarkan / menginsyafkan kamu, Ia menggunakan Firman Allah dalam kasih dan berusaha membawa kamu kembali kepada persekutuan dengan Bapamu. Pada waktu setan menuduh kamu, ia menggunakan dosa-dosamu sendiri dengan cara yang penuh kebencian, dan ia berusaha membuat kamu merasa tidak berdaya dan putus asa) - ‘The Strategy of Satan’, hal 85.

Kalau tuduhan berdosa itu datang dari Allah, maka tuduhan itu pasti akan hilang begitu kita mengakui dosa dengan sungguh-sungguh / bertobat, karena tujuan Tuhan menuduh kita adalah untuk mempertobatkan kita. Tetapi kalau tuduhan itu datang dari setan, maka tuduhan itu tidak akan hilang sekalipun kita sudah menyesali dosa / bertobat, karena tujuan setan adalah untuk menghancurkan kita. Tuduhan setan itu menyebabkan orang yang sudah bertobat / mengaku dosa itu tetap merasakan adanya ‘guilty feeling’ (= perasaan bersalah). Ini khususnya sering muncul pada saat:

· berdoa / bersaat teduh.

· mau mengikuti Perjamuan Kudus!

· melayani Tuhan.

· belajar Firman Tuhan.

Ini menyebabkan kita lalu merasa tidak layak untuk berdoa / bersekutu dengan Tuhan, ikut Perjamuan Kudus, maupun melayani Tuhan, sekalipun kita sudah mengakui dosa dan menyesalinya dengan sungguh-sungguh. Tuduhan setan ini menyebabkan orang yang sudah betul-betul menyesali / bertobat dari dosanya, tetap merasa sedih, dan bahkan menjadi putus asa karena dosa-dosanya.

Warren W. Wiersbe mengatakan: “See how subtle and merciless Satan really is. Before we sin - while he is tempting us - he whispers, ‘You can get away with this!’ Then after we sin, he shouts at us, ‘You will never get away with this!’” (= Lihatlah betapa licik dan tak-berbelas-kasihan-nya setan itu. Sebelum kita berbuat dosa - pada saat ia masih mencobai kita - ia berbisik, ‘Kamu bisa meloloskan diri dengan ini!’ Lalu setelah kita berbuat dosa, ia berteriak kepada kita, ‘Kamu tidak akan pernah lolos dengan ini!’) - ‘The Strategy of Satan’, hal 84.

Terhadap dakwaan semacam inilah Roh Kudus berperan sebagai Pembela / Pengacara. Ia mengingatkan kita akan kasih Allah yang menyebabkanNya selalu mau mengampuni kita dan akan penebusan yang sempurna yang dilakukan oleh Kristus bagi kita. Pembelaan dari Pengacara kita ini membuat kita bisa mengatasi tuduhan setan.

c) William Hendriksen: “... one Helper is leaving, but he leaves with the purpose of sending another. Moreover, the first Helper, though physically absent, will remain a Helper. He will be their Helper in heaven. The other will be their Helper on earth. The first pleads their case with God. The second pleads God’s case with them” (= ... satu Penolong pergi, tetapi Ia pergi dengan tujuan untuk mengirimkan yang lain. Lebih lagi, Penolong yang pertama, sekalipun tidak hadir secara fisik, akan tetap menjadi Penolong. Ia akan menjadi Penolong mereka di surga. Yang lain akan menjadi Penolong mereka di bumi. Yang pertama membela / memohonkan kasus mereka terhadap Allah. Yang kedua membela / memohonkan kasus Allah terhadap mereka).

Bagian terakhir kutipan ini (yang saya garis-bawahi) agak kurang jelas. Mungkin maksudnya sebagai berikut: Yesus menjadi Penolong kita di surga, dimana Ia membela kasus kita terhadap Allah. Jadi, kalau kita berbuat dosa, dan Allah murka kepada kita, maka Yesus membela kita dan berkata: ‘Bapa, Aku sudah mati menebus dosa itu, ampunilah Dia’. Dan Bapa pasti mengampuni dosa kita.

Tetapi Roh Kudus menjadi Penolong kita di bumi, dimana Ia membela kasus Allah terhadap kita. Misalnya kalau kita mengalami banyak penderitaan, dan lalu kita berkata: ‘Allah itu kejam, tidak peduli kepada kamu, dsb’. Maka Roh Kudus membela Allah, dan berusaha meyakinkan kita bahwa Allah itu kasih. Atau kalau kita menganggap suatu bagian Firman Tuhan sebagai salah, dan bahwa Allah itu tidak bijaksana karena memberikan bagian Firman itu, maka Roh Kudus membela Allah.

Tetapi dengan demikian Roh Kudus itu menolong Allah atau menolong kita? Tetap menolong kita, karena kalau kita mempunyai pandangan yang tidak benar tentang Allah / Firman Allah, itu jelas tidak mengarahkan diri kita pada kebenaran!

2) Roh Kudus disebut ‘Roh Kebenaran’ (ay 17). Mengapa?

a) Karena Ia mengajarkan kebenaran.

Ay 26: “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”.

Calvin: “the outward preaching will be vain and useless, if it be not accompanied by the teaching of the Spirit. God has therefore two ways of teaching; for, first, he sounds in our ears by the mouth of men; and, secondly, he addresses us inwardly by his Spirit; and he does this either at the same moment, or at different times, as he thinks fit” (= khotbah lahiriah akan sia-sia dan tak berguna, jika itu tidak disertai oleh pengajaran dari Roh. Karena itu Allah mempunyai 2 cara mengajar; karena pertama, Ia berbicara di telinga kita oleh mulut manusia; dan, kedua, Ia berbicara kepada kita dari dalam oleh RohNya; dan Ia melakukan ini atau pada waktu yang sama, atau pada waktu yang berbeda, seperti yang Ia anggap baik).

Ay 26: Roh Kudus mengingatkan ajaran Kristus!

Calvin: “... he will not be a builder of new revelations. ... the Spirit that introduces any doctrine or invention apart from the Gospel is a deceiving spirit, and not the Spirit of Christ” (= ... Ia tidak akan menjadi pembangun / pendiri wahyu yang baru. ... Roh yang memperkenalkan doktrin / ajaran atau penemuan terpisah dari Injil adalah roh penipu, dan bukan Roh Kristus).

Bandingkan dengan Toronto Blessing yang oleh para pendukungnya dianggap sebagai manifestasi / pekerjaan / lawatan Roh Kudus! Sesuatu yang ‘baru’ seperti itu pasti datang dari Roh yang lain / berbeda, bukan dari Roh Kudus.

b) Karena Ia memimpin kita pada kebenaran.

Dalam ay 15 dan ay 21 Yesus membicarakan ketaatan, sedangkan di antara kedua ayat itu Yesus berbicara tentang Roh Kudus. Mengapa? Karena kita tidak mungkin bisa taat tanpa pertolongan dan pekerjaan Roh Kudus.

3) Roh Kudus memberikan damai.

Ay 27: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu”.

a) Apakah damai itu?

Leon Morris (NICNT):

· “It is worth noting that in the Bible ‘peace’ is given a wider and deeper meaning than in other Greek writings. For the Greeks (as for us) peace was essentially negative, the absence of war. But for the Hebrews it meant positive blessing, especially a right relationship with God” [= Adalah bermanfaat untuk memperhatikan bahwa dalam Alkitab ‘damai’ diberikan arti yang lebih lebar dan lebih dalam dari pada dalam tulisan-tulisan Yunani lainnya. Untuk orang Yunani (seperti untuk kita) damai secara hakiki adalah negatif, tidak adanya perang. Tetapi untuk orang Ibrani itu berarti berkat positif, khususnya hubungan yang benar dengan Allah].

· “... the peace of which He speaks is not dependent on any outward circumstances, as any peace the world can give must necessarily be” (= ... damai tentang mana Ia berbicara tidak tergantung pada keadaan luar apapun, sebagaimana damai yang dunia bisa berikan selalu demikian).

Jadi, orang Kristen bisa tetap punya damai sekalipun sikon buruk!

b) Damai itu disebabkan / diberikan oleh Roh Kudus.

Leon Morris (NICNT): “... the peace that Jesus gives men is the natural result of the presence within them of the Holy Spirit, of whom Jesus has been speaking. Peace is Jesus’ bequest to His disciples” (= ... damai yang Yesus berikan kepada manusia adalah akibat alamiah dari kehadiran Roh Kudus di dalam mereka, tentang siapa Yesus telah berbicara. Damai adalah warisan / pusaka Yesus bagi murid-muridNya).

Ingat juga bahwa Gal 5:22 mengatakan bahwa ‘damai’ adalah buah Roh Kudus. Tetapi perlu diingat bahwa Roh Kudus tidak memberikan damai tanpa peduli bagaimana saudara hidup. Karena Ia berfungsi memimpin saudara pada kebenaran, maka kalau saudara hidup benar, Ia memberi damai, tetapi kalau saudara hidup berdosa, apalagi secara sadar dan dengan sikap tegar tengkuk, Ia mencabut damai itu, dan memberikan kegelisahan, kesumpekan dsb dalam hati saudara.

-AMIN-

2.Pengharapan dalam Kristus

1 Korintus 15:12-23

Pendahuluan:

Dalam acara tanya jawab saya paling tidak senang mendapat pertanyaan yang diawali dengan kata ‘andaikata’. Misalnya:

· andaikata malaikat tidak jatuh, bagaimana keadaan dunia ini?

· andaikata Adam dan Hawa tidak jatuh ke dalam dosa, kita hidup di mana?

· andaikata tak terjadi peristiwa menara Babil (Kej 11), kita bicara bahasa apa?

Mengapa saya tidak senang dengan pertanyaan seperti itu? Karena biasanya pertanyaan menggunakan kata ‘andaikata’ itu adalah pertanyaan yang tidak bisa dijawab.

Tetapi hari ini saya justru akan membahas 2 pertanyaan dengan menggunakan kata ‘andaikata’.

I) 2 pertanyaan dengan ‘andaikata’.

1) Andaikata Jum’at Agung tidak ada, atau andaikata Kristus tidak mati di salib untuk menebus dosa kita, apa yang terjadi?

a) Tidak ada kekristenan. Ini adalah satu-satunya agama yang mengandalkan penebusan Kristus, bukan usaha / perbuatan baik manusia. Karena itu, kalau penebusan Kristus tidak ada, kekristenan pasti juga tidak ada.

b) Banyak ayat-ayat Kitab Suci yang hilang. Misalnya Yoh 3:16 1Pet 1:18-19 dan sebagainya.

c) Ada juga ayat-ayat Kitab Suci yang hilang sebagian. Misalnya: Ro 6:23 yang berbunyi: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Bagian akhirnya hilang, tetapi bagian awalnya (‘Sebab upah dosa ialah maut’) tetap ada.

d) Semua manusia tetap ada dalam dosa dan harus binasa dalam dosa.

1. Mungkin manusia akan berusaha menyelamatkan dirinya dengan berbuat baik, tetapi Yes 64:6 yang berbunyi ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’, tetap berlaku.

2. Mungkin manusia akan berusaha mentaati Firman Tuhan / hukum Taurat, tetapi Gal 2:16a yang berbunyi ‘tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat’, tetap berlaku.

3. Mungkin manusia akan menganut Yudaisme, dan lalu mempersembahkan binatang / korban sembelihan dan sebagainya Tetapi Ibr 10:4, yang berbunyi “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapus dosa”, tetap berlaku.

Jadi, apa kesimpulannya? Andaikata Kristus tidak mati di salib, maka tidak ada harapan bagi seluruh umat manusia. Semua manusia mulai Adam sampai kiamat, termasuk saudara dan saya, akan masuk ke neraka selama-lamanya.

Kristus memang mati untuk menyediakan satu-satunya jalan ke surga, sehingga kalau Ia tidak mati, tidak ada jalan ke surga. Kalau ini saudara anggap extrim / fanatik dsb, saya ingin saudara renungkan: andaikata memang ada banyak jalan ke surga (melalui agama-agama lain), untuk apa gerangan Ia tetap datang dan mati? Bukankah itu suatu kekonyolan?

2) Andaikata ada Jum’at Agung tetapi tidak ada Paskah, apa yang terjadi? Atau dengan kata lain, andaikata Kristus memang mati di salib tetapi tidak bangkit dari antara orang mati, apa yang terjadi? Kalau Kristus mati tetapi tidak bangkit, itu berarti:

a) Ia kalah oleh maut / setan.

b) Hutang dosa tidak terbayar lunas karena maut = upah dosa. Bahwa Ia tetap ada dalam maut, berarti Ia belum melunasi hutang dosa kita.

c) 1Kor 15:14,17,18 - “(14) Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. ... (17) Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. (18) Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus”.

Jadi, ada 4 hal yang Paulus katakan:

1. Pemberitaan kami sia-sia (ay 14).

2. Kepercayaan / imanmu juga sia-sia (ay 14,17).

3. Kamu masih hidup dalam dosamu (ay 17b).

4. Orang yang mati dalam Kristus tetap binasa (ay 18).

Kesimpulannya: kalau Kristus mati tetapi tidak bangkit, juga tidak ada pengharapan apapun bagi manusia.

II) Faktanya: Kristus mati dan bangkit.

Puji Tuhan, semua tadi hanyalah ‘andaikata’. Kenyataan / faktanya adalah bahwa Kristus telah mati di salib untuk dosa-dosa kita dan bangkit pada hari yang ke 3! Kita akan pelajari kedua fakta terpenting dalam kekristenan ini.

1) Kristus telah menderita dan mati di salib untuk menebus dosa-dosa kita.

Darah binatang tidak bisa menebus dosa kita (Ibr 10:4).

Manusia tidak bisa menebus dirinya sendiri (Gal 2:16).

Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

Karena itulah maka Yesus mau menjadi manusia, menderita dan mati di salib sebagai pengganti (= substitute) kita. Ada yang mengatakan bahwa Yesus menjadi manusia, menderita dan mati karena Ia ingin solider / setia kawan dengan kita. Ini ajaran sesat! Kalau cuma solider, berarti Dia menderita, tetapi kita tetap menderita. Tetapi kalau Ia menjadi pengganti kita, maka kita bebas dari hukuman. Bdk. Ro 8:1 berbunyi: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”.

Apa dasarnya untuk mengatakan bahwa Ia menjadi pengganti kita?

Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.

2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

Kedua kata ‘untuk’ dalam ayat di atas ini dalam bahasa Yunani adalah HUPER yang berarti ‘instead of’.

Juga bahwa Yesus adalah pengganti kita bisa terlihat dari hal-hal lain seperti:

a) Cambuk dan salib.

Karena penderitaan neraka begitu hebat, Kristus juga harus mengalami penderitaan yang sangat hebat.

b) Kehausan yang Ia alami di salib.

Bdk. Maz 22:16b - ‘lidahku melekat pada langit-langit mulutku’. Juga dengan Yoh 19:28 - ‘Aku haus’.

Mengapa Ia harus merasakan kehausan? Tidak cukupkah cambuk dan salib? Tidak, karena orang masuk neraka / lautan api akan kehausan. Bandingkan dengan orang kaya yang mengemis air kepada Lazarus.

Luk 16:24 - “Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini”.

Karena itu kalau Kristus memang mau menjadi pengganti, Ia harus mengalami hal ini.

c) Keterpisahan dengan Allah (Mat 27:46).

Dosa memisahkan kita dari Allah (Yes 59:1-2). Karena Kristus menjadi pengganti kita, maka Ia harus mengalami hal ini.

Jadi, fakta mengatakan bahwa Kristus sudah menderita dan mati di salib untuk menebus dosa kita. Karena itu, maka sekarang ada pengharapan bagi kita.

2) Kristus telah bangkit dari antara orang mati.

1Korintus 15:20-21 - “(20) Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. (21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia”.

a) Apakah ini merupakan sesuatu yang tidak masuk akal?

1. Ini masuk akal, kalau saudara memasukkan kemahakuasaan Allah ke dalam akal saudara! Bdk. Kis 26:8 - “Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati?”.

2. Kelahiran sebetulnya lebih tidak masuk akal dari pada kebangkitan. Mengapa? Karena kelahiran adalah suatu peristiwa yang menunjukkan dari tidak ada menjadi ada, sedangkan kebangkitan adalah suatu peristiwa yang menunjukkan dari ada menjadi ada lagi. Tetapi semua saudara percaya kelahiran, bukan? Mengapa tidak bisa percaya kebangkitan?

b) Apa yang ditunjukkan oleh kebangkitan Kristus dari antara orang mati.

1. Musuh (Iblis dan maut) sudah dikalahkan (Kej 3:15 1Kor 15:57).

Karena itu orang kristen tidak boleh takut kepada:

a. Setan.

b. Kematian. Bagi orang kristen kematian bukan lagi hukuman dosa, tapi merupakan pintu gerbang menuju surga.

2. Hutang dosa telah dibayar lunas dan pembayarannya telah diterima oleh Allah.

a. Yesus membayar hutang dosa kepada Allah, bukan kepada setan!

Ini perlu ditekankan karena adanya ajaran yang mengatakan bahwa pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi milik setan. Karena itu Yesus mati untuk membayar kepada setan supaya bisa mendapatkan manusia kembali.

Ini adalah ajaran yang salah / sesat, karena pada waktu manusia berbuat dosa, manusia berbuat dosa kepada Allah, bukan kepada setan. Karena itu pembayaran hutang dosa jelas harus ditujukan kepada Allah. Setan sama sekali tidak berhak menerima pembayaran hutang dosa itu!

b. Kalau pembayaran itu tidak diterima oleh Allah, atau kalau hutang dosa itu belum lunas, maka Yesus harus tetap ada di dalam kematian yang merupakan upah dosa (Ro 6:23). Bahwa Ia bisa bangkit, menunjukkan bahwa pembayaran hutang itu telah diterima oleh Allah, dan hutang dosa manusia (elect / orang pilihan) sudah betul-betul lunas. Karena itu, fakta bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati menjamin keselamatan kita!

Jadi 2 fakta ini yaitu Jum'at Agung dan Paskah memberikan / menyediakan pengharapan kepada kita manusia.

Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa dalam Kej 3, rasanya sudah tidak ada harapan. Mereka mati secara rohani, dan akan mati secara jasmani. Tetapi pada saat itu Tuhan berkata kepada setan / ular: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15).

Sekalipun kata-kata ini diucapkan kepada setan / ular, tetapi kata-kata ini memberikan suatu janji dan pengharapan kepada manusia. Janji itu digenapi oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Pada kematianNya, Iblis meremukkan tumitNya; sedangkan pada kebangkitanNya, Yesus meremukkan kepala setan. Kalau 2 orang berkelahi, yang satu remuk tumitnya sedangkan yang satunya remuk kepalanya, jelas bahwa yang remuk tumitnya yang menang!

Sebetulnya dalam arti tertentu kematian Yesuspun menunjukkan kemenangan. Ia bisa mengatasi rasa takut di Taman Getsemani (Mat 26:36-46), Ia bisa bertahan terhadap ejekan (Mat 27:39-44), dan sebagainya. Tetapi bagaimanapun salib dan kematian juga kelihatan sebagai kekalahan. Tetapi kebangkitan secara mutlak menunjukkan kemenangan Kristus!

Melalui kematian dan kebangkitan Kristus inilah ada pengharapan bagi kita. Karena itu dalam 1Tim 1:1 dikatakan bahwa Kristus Yesus adalah dasar pengharapan kita.

1Tim 1:1 - “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita”.

Sebetulnya kata ‘dasar’ itu tidak ada.

KJV: ‘Lord Jesus Christ, which is our hope’ (= Tuhan Yesus Kristus, yang adalah pengharapan kita).

III) Tanggapan kita.

Pengharapan sudah tersedia, tetapi belum menjadi milik kita. Kalau kita sekedar menjadi orang kristen KTP, pengikut gereja / pendeta / aliran, tetapi tidak percaya dan mengikut Kristus, maka kita tetap tidak mempunyai pengharapan apapun.

Kalau saudara ingin mendapatkan pengharapan tersebut, datanglah dan percayalah kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara.

1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.

Catatan: kata-kata yang saya coret itu sebetulnya tidak ada.

Saudara mungkin sudah rajin ke gereja, sudah dibaptis, sudah melayani dan bahkan mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja, sudah memberi persembahan banyak ke gereja, sudah banyak kali merayakan Jum’at Agung dan Paskah. Tetapi semua itu tidak menyelamatkan saudara. Sudahkah saudara percaya kepada Yesus?

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

-AMIN-

3.Yesus Kristus penebus dosa

Pendahuluan:

Kalau saudara mati saat ini, apakah saudara yakin bahwa saudara akan masuk surga? Kalau yakin, apa dasar keyakinan itu? Bukankah saudara mempunyai banyak dosa? Bagaimana kalau besok saudara berbuat dosa yang besar atau bahkan murtad? Dan bukankah Allah itu suci dan adil, sehingga pasti membenci dosa dan menghukum orang berdosa? Dalam kekristenan ada keyakinan keselamatan, karena dalam kekristenan ada penebusan dosa oleh Yesus Kristus. Inilah yang akan saya bahas pada hari ini.

I) Manusia membutuhkan penebusan.

Mengapa manusia membutuhkan penebusan?

1) Karena manusia itu berdosa, bahkan sangat berdosa.

Ro 3:10-12,23 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.

Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.

2) Karena Allah itu suci dan adil sehingga pasti / harus menghukum orang berdosa.

Nahum 1:3a: “TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah”.

Illustrasi: polisi yang membebaskan begitu saja orang yang salah, bukanlah polisi yang baik!

Tuhan menuntut manusia itu sempurna.

Matius 5:48 - “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.’”.

Jadi, andaikata ujian, Ia menghendaki nilai 100. Kalau saudara mendapat nilai 99, saudara tidak lulus! Jadi, seandainya dalam hidup saudara ada satu dosa saja, itu sudah cukup untuk membuat Tuhan menghukum saudara selama-lamanya di dalam neraka (bdk. Ro 6:23).

3) Pertobatan manusia dari dosa / usaha manusia untuk berbuat baik adalah sia-sia. Mengapa?

a) Karena manusia tidak bisa baik.

Kita sering memutuskan untuk berubah menjadi baik, tetapi gagal. Misalnya saya dulu malas, dan sering berjanji untuk menjadi rajin, tetapi terus malas.

Disamping itu, kalaupun dalam hal tertentu kita bisa berubah menjadi baik, tetapi:

· kebaikan itu cuma kebaikan lahiriah, hati / pikiran kita tetap kotor / berdosa. Misalnya: tidak berzinah tetapi mempunyai pikiran cabul. Pergi berbakti / berdoa tetapi pikirannya ngelantur.

· kita tidak baik dalam banyak hal yang lain. Misalnya: bisa jujur, tetapi sering sombong; atau bisa sabar tetapi sering munafik / berdusta, dan sebagainya.

· kebaikan itu ada pamrihnya. Misalnya menolong orang miskin supaya dirinya masuk surga. Ini adalah kebaikan yang bersifat egois, dan pada dasarnya bukanlah suatu kebaikan.

Bdk. Yes 64:6 yang menyatakan bahwa ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’.

b) Kalaupun manusia bisa baik, bagaimana dengan dosa-dosa pada masa lalu? Perbuatan baik tidak bisa menghapuskan dosa.

Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu mingu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

Kesimpulan: semua manusia membutuhkan penebusan.

II) Penebusan oleh Yesus Kristus.

1) Tuhan Yesus adalah Allah sendiri.

a) Ini tidak berarti bahwa orang kristen menyekutukan seorang manusia dengan Allah. Orang kristen percaya bahwa Yesus itu dari dulu adalah Allah, yang lalu menjadi manusia. Mengapa dianggap mustahil bahwa Allah yang mahakuasa itu menjadi manusia?

b) Istilah ‘Allah’ dan ‘Anak Allah’.

Dalam Kitab Suci Yesus memang tidak pernah menyebut diriNya sendiri sebagai Allah. Ia menyebut diriNya ‘Anak Allah’.

Ini tidak berarti bahwa dulunya ada satu Allah, yang lalu kawin / bersetubuh dengan seorang perempuan / Maria, lalu melahirkan Anak Allah.

Istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri. Ini terlihat dari Yoh 5:18 yang berbunyi: “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.

Kata-kata ‘menyamakan diri’ seharusnya adalah ‘menyetarakan diri’.

c) Karena Yesus mengaku sebagai Allah / Anak Allah, maka hanya ada 2 kemungkinan: atau Dia memang adalah Allah / Anak Allah, atau Dia adalah orang kurang ajar / nabi palsu / seorang penghujat. Tidak ada kemungkinan bahwa Dia adalah nabi / orang saleh tetapi bukan Allah.

d) Bahwa Bapa adalah Allah, dan Yesus juga adalah Allah, tidak berarti bahwa orang kristen mempunyai lebih dari satu Allah. Orang kristen percaya bahwa Bapa itu Allah, Anak / Yesus itu Allah, Roh Kudus (bukan Maria!) itu Allah, tetapi orang kristen percaya Allah itu satu (Ul 6:4 1Tim 2:5). Tidak masuk akal? Itu bukannya tidak masuk akal, tetapi melampaui akal! Allah itu tidak terbatas, sedangkan pikiran kita terbatas. Bukankah masuk akal kalau yang terbatas tidak bisa mengerti sepenuhnya yang tidak terbatas?

e) Karena Yesus itu Allah, maka Ia kekal, bukan baru ada pada waktu Ia dilahirkan oleh Maria!

2) Tuhan Yesus yang adalah Allah itu sudah menjadi manusia.

a) Mengapa Ia menjadi manusia? Karena Ia mau menebus dosa manusia. Dosa itu upahnya maut (Ro 6:23), sedangkan Allah itu tidak bisa menderita ataupun mati. Supaya Ia bisa menderita dan mati untuk menebus / memikul hukuman dosa manusia, maka Ia harus menjadi manusia. Jadi, Ia menjadi manusia dengan satu tujuan utama, yaitu untuk mati di salib untuk menebus dosa manusia.

Yoh 12:23-24,27 - “(23) Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. (24) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. ... (27) Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini”.

Karena Yesus menjadi manusia dengan tujuan utama untuk mati, maka tidak mungkin Ia tidak mati! Kalau Yesus tidak mati, maka semua manusia akan masuk neraka.

b) Pada waktu Yesus menjadi manusia, tidak berarti bahwa Ia berhenti menjadi Allah.

Kata ‘menjadi’ bisa digunakan dalam 2 arti:

· kalau kita berkata ‘nasi sudah menjadi bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula hanya ada nasi, dan setelah itu hanya ada bubur, sedangkan nasinya hilang / tidak ada lagi.

· kalau saya berkata ‘tahun lalu saya menjadi pendeta’, maka itu berarti mula-mula ada saya, dan setelah itu saya tetap ada / tidak hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta .

Kalau kita berbicara tentang ‘Allah yang menjadi manu­sia’, maka kita harus mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Pada waktu Allah menjadi manusia, keilahian Yesus tidak hilang (bahkan tidak berkurang sedikitpun), tetapi Ia ketambahan hakekat manusia pada diriNya.

Jadi, setelah Yesus menjadi manusia, Ia adalah 100 % Allah dan 100 % manusia. Tidak masuk akal lagi? Lagi-lagi, bukan tidak masuk akal, tetapi melampaui akal. Ingat bahwa di sini lagi-lagi kita berbicara tentang Allah. Bukankah pantas / masuk akal kalau otak kita yang terbatas tidak bisa menjangkau / mengerti sepenuhnya?

c) Sesuatu yang penting sekali untuk diwaspadai / diperhatikan tentang keilahian dan kemanusiaan Yesus adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan keilahian Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus. Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kema­nusiaan Kristus untuk mem-buktikan bahwa Ia bukanlah Allah!

Para Saksi Yehuwa sering melakukan kesalahan ini dimana mereka menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kris­tus bukanlah Allah.

Misalnya:

· Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.

Ayat yang menunjukkan pikiran manusia yang terbatas dalam diri Yesus ini mereka pakai sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah Allah.

· Yoh 14:28 - “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku”.

· Ayat ini jelas juga menekankan Yesus sebagai manusia (pikiran manusialah yang saat itu timbul). Tetapi ayat ini dipakai oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih rendah dari pada Allah.

· Mat 4:1-11 menunjukkan bahwa Yesus dicobai 3 x oleh setan di padang gurun. Jelas bahwa Yesus dicobai sebagai manusia, tetapi ayat-ayat ini lalu dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak bisa dicobai (bdk. Yak 1:13).

· Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa, juga mereka pakai untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu berdoa.

Illustrasi: Saya adalah seorang pendeta, tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus, sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat sebagai olahragawan. Tidak ada orang yang pada waktu melihat saya memakai toga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, pada waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan pendeta!

Analoginya, karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah!

d) Sebagai manusia, Yesus hidup suci murni tanpa dosa.

Ibr 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.

2Kor 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.

Kitab Suci mengatakan semua manusia berdosa (Ro 3:23), dan Yesus (bukan Maria atau siapapun juga) adalah satu-satunya yang dikecualikan. Kalau Nuh, Ayub dsb disebutkan sebagai orang saleh dsb, itu hanyalah dalam perbandingan dengan orang lain.

Kesucian Yesus ini penting, karena kalau Ia tidak suci, maka penderitaan dan kematianNya tidak bisa menebus dosa kita, tetapi merupakan upah dosaNya sendiri.

3) Yesus mengalami penderitaan dan kematian di kayu salib untuk menebus manusia.

a) Di sini kita melihat 3 macam sifat Allah, yaitu suci, adil, dan kasih.

Kesucian Allah terlihat, karena pada salib kita melihat kebencian Allah terhadap dosa, sehingga Ia memberikan hukuman yang begitu berat terhadap dosa, sekalipun yang memikul dosa itu adalah AnakNya sendiri.

Keadilan Allah terlihat karena pada saat itu Allah menjatuhkan hukuman terhadap dosa.

Kasih Allah terlihat karena Allah itu sendiri menjadi manusia, dan lalu menerima hukuman yang Ia sendiri jatuhkan.

Illustrasi:

Ada 2 orang saudara kembar yang bentuk tubuh maupun wajahnya persis. Tetapi sejak kecil yang satu nakal, yang lain alim. Pada saat dewasa yang satu jadi perampok, yang satu jadi hakim. Suatu hari perampok itu membunuh orang dan tertangkap, dan ia diajukan ke pengadilan, dimana yang jadi hakim adalah saudara kembarnya. Setelah memeriksa akhirnya sang hakim secara adil menjatuhkan hukuman mati kepada saudara kembarnya. Tetapi karena hakim itu mengasihi saudara kembarnya itu, maka malam sebelum hukuman mati itu dilaksanakan, hakim itu mengunjungi saudara kembarnya di penjara, dan lalu mengajaknya tukar tempat. Besoknya hakim itu mengalami hukuman mati, sedangkan saudaranya bebas karena ‘penebusan’ sang hakim.

Jadi terlihat bahwa pada waktu Yesus menderita dan mati, Ia mengalami semua itu sebagai pengganti / substitute bagi kita. Ini beda dengan teori solidaritas yang mengatakan bahwa Yesus menderita di kayu salib hanya untuk bersikap solider dengan manusia.

Kalau tidak ada penebusan di kayu salib dan Allah mengampuni begitu saja, maka Ia memang kasih tetapi tidak suci dan tidak adil. Tetapi dengan Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus dan lalu mati di salib memikul hukuman dosa, maka Allah itu suci, adil, dan sekaligus kasih!

b) Apakah penebusan oleh Yesus itu sempurna, atau dengan kata lain apakah penebusan itu betul-betul membereskan semua dosa orang yang percaya? Ya, dan ini terlihat dari:

1. Kata-kata ‘sudah selesai’ di atas kayu salib (Yoh 19:28).

Kata-kata ini menunjukkan bahwa:

· semua dosa kita beres, karena kalau tidak, Ia seharusnya berteriak ‘belum selesai’.

· penebusan dosa terjadi di kayu salib, bukan di neraka.

Karena itu hati-hati dengan ajaran yang mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus turun ke neraka untuk memikul hukuman dosa. Ajaran ini bertentangan dengan kata-kata ‘sudah selesai’ tadi, dan juga dengan Luk 23:43,46.

Luk 23:43,46 - “(43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’ ... (46) Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.

Kedua ayat di atas ini jelas menunjukkan bahwa begitu mati, roh manusia Yesus pergi ke surga. Jadi, Ia pasti tidak pergi ke neraka.

2. KebangkitanNya dari antara orang mati.

Ini membuktikan bahwa dosa manusia sudah beres, karena kalau tidak, Ia tidak bisa bangkit dari antara orang mati. Tanpa kebangkitanNya ini maka kematianNya tidak berguna.

1Kor 15:14,17 - “(14) Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. ... (17) ika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu”.

3. Kenaikan Yesus ke surga dan duduknya Ia di sebelah kanan Allah.

Ini menunjukkan bahwa misiNya untuk menebus dosa manusia sudah selesai

III) Tanggapan manusia.

1) Beriman / percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal”.

Jadi untuk bisa selamat, seseorang cukup hanya percaya kepada Yesus! Percaya apa? Bukan sekedar percaya bahwa Yesus itu ada, tetapi percaya bahwa Yesus adalah Tuhan / Allah yang telah menjadi manusia, yang lalu mati untuk menebus dosanya di kayu salib.

Jadi berbeda dengan semua agama yang lain, keselamatan dalam kristen tidak didasarkan pada perbuatan baik, tetapi berdasarkan iman / kepercayaan kepada Yesus. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

· Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

· Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

· Ro 3:24 - “dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

· Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

· Ro 9:30-32 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah mem-peroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan”.

· Fil 3:7-9 - “(7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranKu sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.

Keselamatan berdasarkan iman inilah yang menyebabkan adanya keyakinan keselamatan dalam kekristenan. Dalam agama lain, yang mengandalkan perbuatan baik, tidak mungkin mereka bisa tahu apakah yang lebih banyak dosanya atau perbuatan baiknya, dan karena itu mereka tidak mungkin bisa yakin akan keselamatannya. Apa gunanya mati-matian mengikuti suatu agama yang tidak bisa memberikan keyakinan keselamatan?

2) Berbuat baik / mentaati Tuhan, bukan supaya selamat, tetapi sebagai tanda terima kasih karena sudah diselamatkan.

Supaya selamat, sebetulnya seseorang hanya perlu beriman kepada Kristus, bukan berbuat baik. Setelah selamat / diselamatkan, maka sebagai tanda syukur kepada Tuhan, kita lalu melakukan perbuatan baik.

Dalam agama non kristen, orang berbuat baik dengan harapan supaya akhirnya ia selamat. Dalam kristen, seseorang yang percaya kepada Yesus sudah selamat, dan sebagai tanda syukur karena dirinya sudah diselamatkan, maka ia berbuat baik / membuang dosa, mentaati Tuhan dan sebagainya.

Penutup / kesimpulan.

Semua manusia berdosa, bahkan sangat berdosa, dan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Allah itu adil sehingga manusia membutuhkan penebusan. Tetapi Allah itu juga kasih sehingga sudah menjadi manusia dan mati di salib untuk memberikan penebusan. Karena itu kalau seseorang mau percaya kepada Yesus maka dosanya dihapus / diampuni, sehingga pasti masuk surga. Kalau seseorang tidak mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat / Penebus, maka Ia harus membayar sendiri dosa-dosanya dan dihukum secara kekal di neraka.

Mana pilihan saudara?

-AMIN-

4.Neraka / gehenna

Markus 9:43-48

I) Neraka.

1) Neraka / Gehenna.

Dalam bacaan kita ini kata ‘neraka’ muncul 3 x, yaitu dalam ay 43,45,47. Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata Yunani GEHENNA. Hendriksen (hal 365) mengatakan bahwa kata GEHENNA diturunkan dari kata bahasa Ibrani Ge-Hinnom (Yos 15:8 18:16).

Yos 15:8 - “Kemudian batas itu naik ke lembah Ben-Hinom, di sebelah selatan sepanjang lereng gunung Yebus, itulah Yerusalem; kemudian batas itu naik ke puncak gunung yang di seberang lembah Hinom, di sebelah barat, di ujung utara lembah orang Refaim”.

Yos 18:6 - “Selanjutnya batas itu turun ke ujung pegunungan yang di tentangan lebak Ben-Hinom, di sebelah utara lembah orang Refaim; kemudian turun ke lebak Hinom, sepanjang lereng gunung Yebus, ke selatan, kemudian turun ke En-Rogel”.

Kata Ge-Hinnom ini merupakan singkatan dari Ge ben-Hinnom, yang berarti ‘the valley of the son of Hinnom’ (= lembah dari anak Hinnom).

Ini merupakan suatu tempat di sebelah selatan Yerusalem, dan di tempat itu Ahas (ayah dari Hizkia) dan Manasye (anak dari Hizkia) mempersembahkan anak-anak mereka sebagai korban kepada dewa Molokh (2Raja 16:3 21:6 2Taw 28:3 33:6).

Raja Yosia yang saleh (cucu dari Manasye) menyatakan tempat itu sebagai tempat yang najis (2Raja 23:10), dan Yeremia juga memberikan kutukan terhadap tempat itu, dan menjadikannya sebagai kuburan (Yer 7:32 19:6).

2Raja 23:10 - “Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh”.

Yeremia 7:32 - “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa orang tidak akan mengatakan lagi ‘Tofet’ dan ‘Lembah Ben-Hinom’, melainkan ‘Lembah Pembunuhan’; orang akan menguburkan mayat di Tofet karena kekurangan tempat”.

Yer 19:6 - “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa tempat ini tidak akan disebut lagi: Tofet dan Lembah Ben-Hinom, melainkan Lembah Pembunuhan”.

Tentang kata Gehenna, William Barclay berkata: “It is a word with a history. It is a form of the word HINNOM. The valley of Hinnom was a ravine outside Jerusalem. It had an evil past. It was the valley in which Ahaz, in the old days, had instituted fire worship and the sacrifice of little children in the fire. ‘He burned incense in the valley of the son of Hinnom, and burned his sons as an offering.’ (2Chronicles 28:3). That terrible heathen worship was also followed by Manasseh (2Chronicles 33:6). The valley of Hinnom, Gehenna, therefore, was the scene of one of Israel’s most terrible lapses into heathen customs. In his reformations Josiah declared it an unclean place. ‘He defiled Topheth, which is in the valley of the sons of Hinnom, that no one might burn his son or his daughter as an offering to Molech.’ (2Kings 23:10). When the valley had been so declared unclean and had been so desecrated it was set apart as the place where the refuse of Jerusalem was burned. The consequence was that it was a foul, unclean place, where loathsome worms bred on the refuse, and which smoked and smouldered at all times like some vast incinerator. ... Because of all this Gehenna had become a kind of type or symbol of Hell, the place where the souls of the wicked would be tortured and destroyed. It is so used in the Talmud. ‘The sinner who desists from the words of the Law will in the end inherit Gehenna.’ So then Gehenna stands as the place of punishment, and the word roused in the mind of every Israelite the grimmest and most terrible pictures” [= Ini merupakan sebuah kata yang mempunyai sejarah. Ini merupakan suatu bentuk dari kata HINNOM. Lembah HINNOM merupakan suatu jurang di luar kota Yerusalem. Tempat ini mempunyai masa lalu yang jahat. Ini adalah lembah di mana Ahas pada masa yang lalu mendirikan penyembahan api dan pengorbanan anak-anak kecil dalam api. ‘Ia membakar juga korban di Lebak Ben-Hinom dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api’ (2Taw 28:3). Ibadah kafir yang mengerikan itu juga diikuti oleh Manasye (2Taw 33:6). Karena itu, lembah HINNOM, GEHENNA, merupakan adegan dari salah satu kejatuhan yang mengerikan dari Israel ke dalam kebiasaan-kebiasaan kafir. Dalam reformasinya Yosia menyatakannya sebagai tempat yang najis. ‘Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh.’ (2Raja 23:10). Pada waktu lembah itu telah dinyatakan sebagai najis dan telah diperlakukan sebagai najis, maka tempat itu dikhususkan sebagai tempat di mana sampah dari kota Yerusalem dibakar. Sebagai akibatnya adalah bahwa tempat itu menjadi tempat yang kotor dan berbau busuk dimana ulat yang menjijikkan berkembang biak pada sampah itu, dan yang berasap dan membara / menyala pada setiap saat seperti tempat pembakaran sampah yang luas. ... Karena semua ini, GEHENNA menjadi suatu jenis dari type atau simbol tentang neraka, tempat di mana jiwa-jiwa orang jahat akan disiksa dan dihancurkan. Itu digunakan seperti itu dalam Talmud. ‘Orang berdosa yang berhenti dari kata-kata hukum Taurat pada akhirnya akan mewarisi GEHENNA.’ Demikianlah maka GEHENNA menjadi tempat penghukuman, dan dalam pikiran setiap orang Israel kata itu menimbulkan gambaran yang paling menyeramkan dan mengerikan] - hal 231-232.

2) Api yang tidak terpadamkan dan ulat-ulat bangkainya yang tidak akan mati (ay 44,46,48).

a) Perlu diperhatikan bahwa sekalipun ay 44,46 ada dalam tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa bagian itu diragukan keasliannya, tetapi ay 48 tidak ada dalam tanda kurung tegak, dan betul-betul asli.

b) Istilah ini diambil dari Yes 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup”.

E. J. Young (vol 3, hal 537) mengatakan bahwa ini jelas menunjuk pada lembah anak HINNOM atau GEHENNA.

c) Apa arti istilah ini?

1. ‘Api yang tidak terpadamkan’ dan ‘ulat yang tidak akan mati’ menunjukkan bahwa hukuman / siksaan dalam neraka berlangsung selama-lamanya.

William G. T. Shedd: “Jesus Christ is the Person who is responsible for the doctrine of Eternal Perdition. ... Had Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is quenched, and not to an unquenchable fire” (= Yesus Kristus adalah Pribadi yang bertanggung jawab untuk doktrin tentang Hukuman kekal. ... Andaikata Kristus bermak­sud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersi­fat memperbaiki dan sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 680-681.

William Hendriksen: “... it will never end. This teaching of Jesus should not be weakened by the philosophical notion that in the universe on the other side of death or of the final judgment there will be no time. Nowhere, not in Isa. 66:24, nor in Rev. 10:6, correctly translated, is there any ground for this assumption” (= ... itu tidak akan pernah berakhir. Ajaran Yesus ini tidak boleh dilemahkan oleh gagasan / pikiran yang bersifat filsafat bahwa dalam dunia setelah kematian atau penghakiman akhir, tidak ada lagi waktu. Tidak ada tempat manapun, baik dalam Yes 66:24, ataupun Wah 10:6, yang diterjemahkan secara benar, ada dasar apapun untuk anggapan ini) - hal 367.

William Hendriksen: “One hears the objection, ‘But does not the Scripture teach of the destruction of the wicked’? Yes, indeed, but this destruction is not an instantaneous annihilation, so that there would be nothing left of the wicked; so that, in other words, they would cease to exist. The destruction of which the Scripture speaks is an ‘everlasting destruction’ (2Thess. 1:9). Their hopes, their joys, their opportunities, their riches, etc., have perished, and they themselves are tormented by this, and that forevermore” [= Seorang mendengar keberatan: ‘Tetapi bukankah Kitab Suci mengajar kebinasaan / penghancuran orang jahat?’ Ya, memang, tetapi kebinasaan / penghancuran ini bukan merupakan pemusnahan seketika, sehingga tidak ada apapun yang tersisa dari orang jahat itu. Kebinasaan / penghancuran yang dibicarakan oleh Kitab Suci merupakan suatu ‘kebinasaan / penghancuran kekal’ (2Tes 1:9). Harapan mereka, sukacita mereka, kesempatan mereka, kekayaan mereka, dsb. telah binasa, dan mereka sendiri disiksa oleh hal ini, dan itu berlangsung selama-lamanya] - hal 367.

2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.

Matthew Henry (tentang Mark 9:41-50): “Dr. Whitby shows that the eternity of the torments of hell was not only the constant faith of the Christian church, but had been so of the Jewish church. Josephus saith, The Pharisees held that the souls of the wicked were to be punished with perpetual punishment; and that there was appointed for them a perpetual prison. And Philo saith, The punishment of the wicked is to live for ever dying, and to be for ever in pains and griefs that never cease” (= belum diterjemahkan ).

Adam Clarke (tentang Mark 9:44): “‘The fire is not quenched.’ The state of punishment is continual; there is no respite, alleviation, nor end!” (=belum diterjemahkan).

Wycliffe Bible Commentary (tentang Mark 9:43-47): “‘Hell’ is the translation of the Greek geenna, which in turn is a transliteration of the Hebrew ge hinnom, meaning ‘valley of Hinnom.’ This was a valley southwest of Jerusalem which was accursed because it had been the scene of Moloch worship. Later it became the site of the city dump, where continual fires burned, reducing the rubbish to ashes. The garbage and refuse deposited there would also have been infested with many worms. In Jewish thought this valley became a symbol of the place of eternal punishment” (=belum diterjemahkan).

Wycliffe Bible Commentary (tentang Mark 9:48): “‘The worm that dieth not’ is a figure of speech drawn from the actual valley of Hinnom, where worms were continually at work. It is a picture of the unending torture and destruction of hell” (= ‘Ulat yang tidak mati’ merupakan suatu kiasan yang diambil dari lembah Hinnom yang sesungguhnya, dimana ulat-ulat terus menerus bekerja. Itu adalah suatu gambaran tentang siksaan dan penghancuran yang tanpa akhir dari neraka).

2. ‘Api’ dan ‘ulat’ digunakan sebagai simbol untuk menunjukkan betapa menyakitkan dan mengerikan hukuman di neraka itu.

‘Api’ merupakan simbol yang paling umum, dan penggunaan simbol api jelas menunjukkan suatu siksaan yang sangat menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah sangat menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang sangat parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau saudara dibakar secara kekal?

Untuk menggambarkan betapa ngerinya ‘ulat’, saya ingin menceritakan tentang suatu peristiwa yang dialami seorang keluarga saya. Ia mengalami kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit pada tulang belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya (tidak dibolak balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah parah dan membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat bangkainya. Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderi­taan yang begitu hebat karena zet itu menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan terbebas dari siksaan ulat bangkai duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini akan berlangsung selama-lamanya!

Kebanyakan orang memang menganggap ini sebagai simbol.

Pulpit Commentary: “They are the symbols of certain dreadful realities; too dreadful for human language to describe or human thought to conceive” (= Itu adalah simbol-simbol dari kenyataan-kenyataan menakutkan tertentu / yang pasti; terlalu menakutkan untuk digambarkan oleh bahasa manusia ataupun untuk dimengerti / dibayangkan oleh pikiran manusia) - hal 9.

Barnes’ Notes (tentang Mark 9:44-46): “It is not to be supposed that there will be any ‘real’ worm in hell - perhaps no material fire; nor can it be told what was particularly intended by the undying worm. There is no authority for applying it, as is often done, to remorse of conscience, anymore than to any other of the pains and reflections of hell. It is a mere image of loathsome, dreadful, and ‘eternal’ suffering. In what that suffering will consist it is probably beyond the power of any living mortal to imagine” (= Tidak boleh dianggap / diduga bahwa di sana akan ada ulat ‘sungguh-sungguh’ dalam dunia - mungkin juga tidak ada api secara materi; juga tak bisa diberitahukan apa yang dimaksudkan secara khusus dengan ulat yang tidak mati. Di sana tidak ada otoritas untuk menerapkannya, seperti yang sering dilakukan, pada penyesalan dari hati nurani, ataupun pada rasa sakit atau perenungan lain manapun dari neraka. Itu adalah semata-mata suatu gambaran yang menjijikkan, menakutkan, dan penderitaan ‘kekal’. Dalam hal penderitaan itu terdiri dari apa, mungkin itu ada di luar kuasa dari manusia fana yang masih hidup untuk membayangkan).

Apa alasannya untuk menganggap ini sebagai simbol?

· Neraka juga digambarkan sebagai kegelapan yang paling pekat (Mat 8:12 Mat 22:13b), dan sukar terbayangkan bagaimana ‘api’ dan ‘kegelapan’ bisa bersatu.

· pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol (Wah 21:11-21), karena bahan-bahan di surga itu jelas tidak ada di dunia (bdk. 1Kor 2:9). Kalau sorga digambarkan dengan simbol, saya juga percaya bahwa neraka juga digambarkan dengan simbol.

Tetapi satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-sekali hal ini membuat saudara menganggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah terlalu menakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi tidak perlu terlalu kita takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru. Perlu saudara ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan simbol, Kitab Suci menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya indah / mulia, maka aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya pada waktu Kitab Suci menggambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci menggunakan simbol-simbol yang mengerikan. Kalau simbolnya mengerikan, maka aslinya tentu lebih mengerikan lagi!

3. Ada yang menafsirkan bahwa ‘api’ dan ‘ulat’ menunjukkan bahwa hukuman itu bersifat external (luar) dan internal (dalam).

William Hendriksen: “The torment, accordingly, will be both external, the fire; and internal, the worm” (= Sesuai dengan itu, siksaan itu merupakan baik siksaan luar, api, maupun siksaan dalam, ulat) - hal 367.

Saya tidak tahu apakah penafsiran ini bisa dibenarkan.

3) Ajaran tentang neraka yang begitu mengerikan ini, diajarkan oleh Yesus!

Alan Cole (Tyndale): “No man ever spoke stronger words about hell than the loving Son of God” (= Tidak ada orang yang pernah berbicara tentang neraka dengan kata-kata yang lebih kuat / keras dari pada Anak Allah yang penuh kasih) - hal 153.

Setelah mendengar bagaimana neraka itu, inginkah saudara masuk ke sana? Sebetulnya tidak perlu ada seorangpun dari saudara yang masuk ke sana, karena Yesus sudah ‘turun ke neraka’.

II) Yesus ‘turun ke neraka’.

Baik point ke 4 dari 12 Pengakuan Iman Rasuli, maupun point ke 36 dari Pengakuan Iman Athanasius, mengatakan bahwa Yesus ‘turun ke neraka’. Tetapi apa artinya dan kapan Yesus ‘turun ke neraka’ itu? Mungkin ini merupakan suatu istilah yang paling banyak disalah-mengerti oleh orang kristen.

· Ada yang menganggap bahwa Yesus betul-betul turun ke neraka untuk menanggung hukuman neraka itu bagi kita.

· Ada juga yang menganggap bahwa Yesus turun ke neraka / kerajaan maut untuk membebaskan orang-orang di sana dan / atau memberitakan Injil kepada orang-orang di dalam neraka / kerajaan maut.

Dalam buku sesatnya yang berjudul ‘Dunia orang mati’, Andereas Samudra berkata: “Saya percaya tak ada aliran gereja yang menolak kebenaran ini, yaitu ketika Tuhan Yesus menyerahkan nyawaNya kepada BapaNya di atas kayu salib, Bapa Surgawi telah mengirim Ia dalam keadaan Roh ke alam maut untuk melakukan 2 hal. Pertama-tama melepaskan tawanan-tawanan, yaitu orang-orang kudus sebelum Tuhan Yesus, dari tahanan mereka di alam maut dan yang kedua adalah bahwa Ia memberitakan Injil kepada orang-orang mati, yaitu kepada orang-orang penjara di Hades” - hal 46.

Kata-kata ‘Saya percaya tak ada aliran gereja yang menolak kebenaran ini’ menunjukkan bahwa orang ini tidak mengerti dunia theologia, karena Reformed / Calvinisme jelas menolak apa yang ia sebut dengan ‘kebenaran’ ini!

Saya menolak semua ini dengan alasan:

1) Di atas kayu salib Ia berkata ‘sudah selesai’ (Yoh 19:30).

Ini menunjukkan bahwa penderitaan aktifNya dalam memikul hukuman dosa manusia sudah selesai. Kalau ternyata setelah mati Ia harus pergi ke neraka untuk mengalami hukuman neraka, maka itu berarti bahwa kata-kata Yesus dalam Yoh 19:30 itu salah!

Camkan ini baik-baik: penebusan dosa kita terjadi di kayu salib dan bukan di dalam neraka!

2) Ia berkata kepada penjahat yang disalib bersama dengan Dia bahwa penjahat itu akan bersama dengan Dia di Firdaus (= surga) pada hari itu (Luk 23:43). Juga pada waktu mati Ia menyerahkan rohNya ke dalam tangan Bapa (Luk 23:46).

Luk 23:43,46 - “(43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’ ... (46) Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.

Jadi, antara kematian dan kebangkitanNya, tubuh Kristus ada dalam kuburan, dan roh / jiwaNya ada di surga. Karena itu, baik tubuh maupun jiwa / roh dari manusia Yesus Kristus tidak mungkin:

· turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka tersebut.

· turun ke Hades untuk memberitakan Injil atau untuk membebaskan orang-orang di sana.

3) Seandainya Yesus mau membebaskan orang yang ada dalam neraka / kerajaan maut, Ia tidak perlu pergi ke sana. Ia bisa melakukan itu dari surga. Disamping itu, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa orang-orang suci jaman Perjanjian Lama itu ada di alam maut / tempat penantian, dsb? Dalam 2Raja 2 dikatakan bahwa Elia naik ke surga. Mungkinkah ia sendirian di surga sementara semua orang suci jaman Perjanjian Lama yang lain ada di tempat penantian / alam maut? Ini rasanya mustahil, dan karena itu saya percaya bahwa orang suci jaman Perjanjian Lama juga langsung masuk ke surga pada saat mereka mati.

4) Penginjilan kepada orang mati, dan lebih lagi kemungkinan pertobatan orang mati, bertentangan dengan:

a) Maz 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.

Jelas terlihat bahwa semua pertanyaan dalam text ini harus dijawab dengan ‘tidak’!

b) Orang kaya dalam cerita Lazarus dan orang kaya, jelas sekali menyesal / bertobat, tetapi tidak ada kesempatan itu bagi dia.

c) Kitab Suci menunjukkan betapa mendesaknya 2 hal ini, yaitu:

1. Penginjilan.

Mendesaknya hal ini terlihat bahwa ini tetap dilakukan oleh rasul-rasul / orang kristen abad pertama sekalipun nyawa mereka terancam. Baca seluruh Kisah Para Rasul, dan saudara akan melihat hal ini dengan jelas.

2. Pertobatan.

Bandingkan dengan 2Kor 6:1-2 - “(1) Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima. (2) Sebab Allah berfirman: ‘Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.’ Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu”.

Yesus ‘turun ke neraka’ / memikul hukuman neraka bukan dengan betul-betul pergi ke dalam neraka, tetapi dengan ditinggal oleh BapaNya pada waktu Ia ada di kayu salib, yaitu pada waktu Ia berteriak: “ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI?” (Mat 27:46). Ingat bahwa dalam 2Tes 1:9, dikatakan bahwa neraka adalah perpisahan dengan Allah! Jadi, pada waktu Yesus terpisah dari Allah, itu adalah neraka bagi Dia.

Kalau saudara menganggap enteng apa yang Kristus alami pada saat itu, maka perhatikan kata-kata Herman Hoeksema, seorang ahli theologia Reformed, yang berkata sebagai berikut:

“No one, therefore, even in hell, can even suffer what Christ suffered during His entire life and especially on the cross. For, in the first place, no one can possibly taste the wrath of God as the Sinless One. And, in the second place, no one could possibly bear the complete burden of the wrath of God against the sin of the world. Even in hell everyone will suffer according to his personal sin and in his personal position in desolation. But Christ bore the sin of all His own as the Sinless One” [= Karena itu, tak seorang­pun, bahkan dalam neraka, bisa menderita apa yang diderita oleh Kristus dalam sepanjang hidupNya dan terutama di kayu salib. Kare­na, yang pertama, tak seorangpun bisa merasakan murka Allah sebagai orang yang tak berdosa. Dan, yang kedua, tak seorangpun bisa memi­kul seluruh beban murka Allah terhadap dosa dunia. Bahkan dalam neraka, setiap orang akan menderita sesuai dengan dosa pribadinya dan dalam posisi pribadinya dalam kesendirian. Tetapi Kristus memikul dosa dari semua milikNya sebagai Orang yang Tidak Berdosa] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 401.

III) Tanggapan kita.

1) Kalau saudara belum percaya dengan sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus, maka percayalah kepada Yesus Kristus sekarang juga.

Dia sudah memikul hukuman dosa, termasuk neraka, sehingga kalau saudara percaya kepada Dia, maka saudara akan diampuni dan tidak mungkin dihukum / masuk neraka!

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”.

Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”.

Mengapakah saudara mau mati dan mende­rita dalam neraka yang begitu mengerikan itu kalau Tuhan menawarkan kehidupan dan kebahagiaan secara cuma-cuma (bdk. Ro 3:24) kepada saudara?

2) Bertobatlah dari segala dosa, juga dosa-dosa yang menyenangkan!

Ini dinyatakan dengan perintah untuk memotong tangan / kaki, dan mencungkil mata, jika hal-hal itu menyesatkan kita (ay 43,45,47).

Kata ‘menyesatkan’ dalam ay 42, diterjemahkan ‘offend’ (= menyandungi) oleh KJV.

Calvin: “If any man through our fault either stumbles, or is drawn aside from the right course, or retarded in it, we are said to ‘offend’ him” (= Jika ada seseorang yang karena kesalahan kita tersandung atau disimpangkan dari jalan yang benar, atau dihambat dalam jalan yang benar, maka kita dikatakan ‘offend’ dia) - hal 336.

Dalam ay 43,45,47 dikatakan bahwa tangan, kaki atau mata kita ‘menyesatkan’ / ‘offend’ kita. Artinya adalah bahwa tangan, kaki atau mata kita menyebabkan kita tersandung, atau menyimpang dari jalan yang benar, atau terhambat dalam jalan yang benar. Dalam keadaan seperti itu dikatakan bahwa kita harus memotong tangan atau kaki kita itu atau mencungkil mata kita itu.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a) Lagi-lagi kata-kata ini diucapkan oleh Yesus.

Pulpit Commentary: “The passage from which these few words are chosen is stern and severe; yet it was uttered by the gentle Teacher who would not break the bruised reed” (= Text dari mana kata-kata ini dipilih merupakan text yang keras; tetapi itu diucapkan oleh Guru yang lembut yang tidak akan mematahkan buluh yang terkulai) - hal 30.

b) Kata-kata ‘lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan’, tidak menunjukkan bahwa kekristenan mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik. Kata-kata ini harus diartikan bahwa perbuatan baik / pertobatan dari dosa merupakan bukti iman maupun keselamatan.

c) Tangan, kaki dan mata menunjuk pada hal-hal yang menyebabkan kita jatuh ke dalam dosa. Jadi, jika teman, atau keluarga, pacar, pekerjaan atau hobby saudara, menyebabkan saudara berdosa, tidak peduli betapa hebat saudara mencintainya, atau tak peduli betapa bergunanya itu bagi saudara, potonglah itu darimu.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Richard Baxter: “The meaning is not that any man is in such a case that he hath no better way to avoid sin and hell than being maimed; but if he had no better, he should choose this. Nor doth it mean that maimed persons are maimed in heaven; but if it were so, it were a less evil” [= Artinya bukanlah bahwa ada orang yang berada dalam keadaan dimana ia tidak mempunyai jalan yang lebih baik untuk menghindari dosa dan neraka dari pada dibuntungi; tetapi seandainya ia tidak mempunyai jalan yang lebih baik, ia harus memilih ini. Juga itu tidak berarti bahwa di surga ada orang-orang yang butung; tetapi seandainya demikian, itu masih lebih baik (dari pada masuk ke neraka dengan utuh)] - hal 27.

Pulpit Commentary tentang Mat 5:29: “The ideas of this verse are expressed in the strong language of Oriental imagery, and yet a moment’s reflection will show us that the language is not a whit too strong, even if it is interpreted with strict literalness. If it came to a choice between plucking out an eye and death, every man who had courage enough to perform the hideous deed would at once choose it as the less terrible alternative. Every day hospital patients submit to frightful operation to save their lives or to relieve intolerable sufferings. But if to the thought of death we add the picture of the doom of the lost, the motives for choosing the lesser evil are immeasurably strengthened. ... The difficulty, then, is not as to the truth of our Lord’s words, but as to the application of them. ... As a matter of fact, self-mutilation is not the right method of avoiding temptation. If it were the sole method, it would be prudent to resort to it. But, as God has provided other ways, only a wild delusion will resort to this. Moreover, if lust is in the heart, it will not be destroyed by plucking out the eye. If hatred reigns within the enraged man, he is essentially a murderer, even after he has cut off the hand with which he was about to commit his awful crime. Still, whatever is most near to us and hinders our Christian life, must go - any friendship, though dear as the apple of the eye; any occupation, though profitable as the right hand” (= Maksud dari ayat ini dinyatakan dalam bahasa perumpamaan Timur yang kuat / keras, tetapi suatu pemikiran yang singkat akan menunjukkan kepada kita bahwa bahasa itu tidak sedikitpun terlalu kuat / keras, bahkan jika itu ditafsirkan dengan kehurufiahan yang ketat. Jika sampai pada suatu pemilihan antara pencungkilan mata dan kematian, setiap orang yang mempunyai keberanian yang cukup untuk melakukan tindakan mengerikan itu akan segera memilihnya sebagai suatu alternatif yang kurang mengerikan (dibandingkan dengan kematian). Setiap hari pasien-pasien rumah sakit tunduk pada operasi yang menakutkan untuk menyelamatkan nyawa mereka atau untuk meringankan penderitaan yang tak tertahankan. Tetapi jika kepada pemikiran tentang kematian kita menambahkan gambaran tentang nasib / hukuman bagi orang yang terhilang, maka motivasi untuk memilih pemotongan / pencungkilan itu akan sangat dikuatkan. ... Jadi, kesukarannya bukanlah berkenaan dengan kebenaran dari kata-kata Tuhan kita, tetapi berkenaan dengan penerapan dari kata-kata itu. ... Sebetulnya, pembuntungan diri sendiri bukanlah metode yang benar untuk menghindari pencobaan. Seandainya itu merupakan satu-satunya metode, maka merupakan sesuatu yang bijaksana untuk mengambil jalan itu. Tetapi, karena Allah telah menyediakan jalan-jalan yang lain, hanya khayalan yang liar yang akan mengambil jalan ini. Lagi pula, jika nafsu itu ada dalam hati, itu tidak akan dihancurkan dengan mencungkil mata. Jika kebencian berkuasa dalam diri orang yang sangat marah, maka secara hakiki ia adalah seorang pembunuh, bahkan setelah ia memotong tangan dengan mana ia mau melakukan kejahatannya yang hebat itu. Tetapi, apapun yang paling dekat dengan kita dan menghalangi kehidupan kristen kita, harus dibuang - persahabatan yang manapun, sekalipun kita sayangi seperti biji mata kita; pekerjaan apapun, sekalipun berguna seperti tangan kanan kita) - hal 182.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Godwin: “It is better to make any sacrifice than to retain any sin” (= Adalah lebih baik untuk melakukan pengorbanan apapun dari pada mempertahankan dosa apapun) - hal 27.

Pulpit Commentary: “The general lesson taught is this - that it is better to die than to sin, and so to wrong ourselves and others” (= Pelajaran umum yang diajarkan adalah bahwa lebih baik mati dari pada berdosa, dan dengan demikian menyalahi diri kita sendiri dan orang lain) - hal 30.

Pulpit Commentary: “The hand may offend by doing wrong, the foot may offend by going on what is wrong. But if the most serviceable member, as the hand, do amiss, or the most useful member, as the foot, walk astray, or the most precious member, as the eye, look with delight on objects sinful and forbidden, then there must be no hesitation in divesting ourselves of such rather than risk the fearful fate of those who are tormented in the Gehenna of fire, ‘where their worm dieth not, and the fire is not quenched.’” (= Tangan bisa menyesatkan dengan melakukan apa yang salah, kaki bisa menyesatkan dengan pegi ke tempat yang salah. Tetapi jika anggota yang paling berguna, seperti tangan, melakukan hal yang salah, atau jika anggota yang paling berguna, seperti kaki, berjalan ke arah yang sesat, atau jika anggota yang paling berharga, seperti mata, melihat dengan senang pada obyek yang berdosa dan terlarang, maka di sana tidak boleh ada keragu-raguan dalam membebaskan diri kita sendiri dari hal-hal itu dari pada mendapatkan resiko nasib yang menakutkan dari mereka yang disiksa dalam GEHENNA dari api, ‘dimana ulatnya tidak mati, dan apinya tidak padam’) - hal 58-59.

William Barclay: “this passage lays down in vivid eastern language the basic truth that there is one goal in life worth any sacrifice” (= text ini menggambarkan dalam bahasa Timur yang hidup suatu kebenaran dasar bahwa ada satu tujuan dalam kehidupan yang cukup berharga untuk pengorbanan apapun) - hal 230.

William Barclay: “It means that it may be necessary to excise some habit, to abandon some pleasure, to give up some friendship, to cut out some thing which has become very dear to us, in order to be fully obedient to the will of God. This is not a matter with which anyone can deal for anyone else. It is solely a matter of a man’s individual conscience, and it means that, if there is anything in our lives which is coming between us and a perfect obedience to the will of God, however much habit and custom may have made it part of our lives, it must be rooted out. The rooting out may be as painful as surgical operation, it may seem like cutting out part of our own body, but if we are to know real life, real happiness and real peace it must go. This may sound bleak and stern, but in reality it is only facing the facts of life” (= Itu berarti bahwa merupakan suatu keharusan untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, meninggalkan kesenangan-kesenangan tertentu, membuang / menghentikan persahabatan-persahabatan tertentu, memotong hal-hal tertentu yang telah sangat kita sayangi, supaya bisa taat sepenuhnya pada kehendak Allah. Ini bukanlah persoalan dimana seseorang bisa melakukannya untuk orang lain. Ini sepenuhnya merupakan persoalan hati nurani setiap individu, dan itu berarti bahwa jika ada sesuatu apapun dalam hidup kita yang datang di antara kita dan suatu ketaatan sempurna kepada kehendak Allah, bagaimanapun terbiasanya kita dengan hal itu sehingga hal itu telah menjadi bagian hidup kita, hal itu harus dicabut. Pencabutan itu bisa sama menyakitkan seperti suatu operasi pembedahan, itu bisa kelihatan seperti pemotongan bagian tubuh kita sendiri, tetapi jika kita mau mengenal hidup yang sejati, kebahagiaan yang sejati, dan damai yang sejati, hal itu harus dibuang. Ini mungkin kedengaran menyedihkan dan keras, tetapi dalam kenyataan itu hanyalah menghadapi fakta-fakta dari kehidupan) - hal 232-233.

Pulpit Commentary: “The old story of the man who defended his dishonesty by the plea, ‘One must live,’ has its meaning for us. The judge replied to the culprit, ‘I do not see the necessity.’ So with the Christian: luxury is not a necessity; pleasure is not a necessity; even life in the lower sense is not a necessity; but only life in the higher sense - a good conscience, a soul in purity and integrity. It is ever a good bargain to part with a sin, and a losing business to compromise with a lust” (= Cerita kuno tentang orang yang mempertahankan ketidak-jujurannya dengan alasan, ‘Orang harus hidup’, mempunyai artinya bagi kita. Hakim menjawab kepada orang yang telah melakukan kejahatan itu: ‘Aku tidak melihat keharusannya’. Demikian juga dengan orang Kristen: kemewahan bukanlah suatu keharusan; kesenangan bukanlah suatu keharusan; bahkan hidup dalam arti yang rendah bukanlah suatu keharusan; tetapi hanya hidup dalam arti yang tinggi - suatu hati nurani yang baik, suatu jiwa dalam kemurnian dan kejujuran / ketulusan. Selalu merupakan suatu persetujuan tukar menukar yang baik untuk berpisah dengan dosa, dan selalu merupakan suatu bisnis yang rugi untuk berkompromi dengan nafsu) - hal 38.

Kesimpulan / penutup.

Bagi saudara yang belum percaya kepada Yesus, percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara. Bagi saudara yang sudah percaya, bertobatlah dari dosa-dosa saudara, khususnya dosa-dosa yang menyenangkan saudara!

-AMIN-

5.Jum’at Agung dan kemurtadan

Ibrani 10:19-31

I) Manfaat dan akibat pengorbanan Kristus.

1) Ada jalan yang terbuka kepada Bapa.

Ibrani 10: 20: “karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri”.

Adam Clarke: “as the veil of the temple was rent from the top to the bottom at the crucifixion of Christ, to show that the way to the holiest was then laid open; so we must approach the throne through the mediation of Christ, and through his sacrificial death” (= sebagaimana tabir Bait Suci terbelah dari atas sampai ke bawah pada saat penyaliban Kristus, untuk menunjukkan bahwa jalan kepada yang maha kudus sudah terbuka; demikianlah kita harus mendekati takhta melalui perantaraan Kristus, dan melalui pengorbanan kematianNya) - hal 756.

Calvin mengatakan bahwa tabir itu menutupi jalan masuk ke Ruang Maha Suci tetapi sekaligus merupakan jalan masuk ke Ruang Maha Suci. Ay 20 ini mengatakan bahwa tabir itu adalah diri (Lit: ‘daging’) Kristus.

Ibr 10:20 - “karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri”.

Ini menunjukkan bahwa tak ada orang yang bisa menemukan Allah kecuali ia menjadikan Kristus sebagai pintu dan jalan.

Bandingkan dengan Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

2) Kita boleh menghadap Allah dengan penuh keberanian.

Ay 19: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus”.

Bdk. Ibr 4:16 - “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”.

Pulpit Commentary: “It is by the sacrifice of Christ that we have the right of access to the presence of God” (= Oleh karena pengorbanan Kristuslah kita mempunyai hak untuk datang ke hadapan hadirat Allah) - hal 280.

a) Kata-kata ‘penuh keberanian’ ini dikontraskan dengan rasa takut dan gentar dari orang-orang jaman Perjanjian Lama terhadap Allah.

Kel 19:16 - “Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan”.

Kel 20:18-21 - “(18) Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung, sangkakala berbunyi dan gunung berasap. Maka bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh. (19) Mereka berkata kepada Musa: ‘Engkaulah berbicara dengan kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti kami mati.’ (20) Tetapi Musa berkata kepada bangsa itu: ‘Janganlah takut, sebab Allah telah datang dengan maksud untuk mencoba kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia ada padamu, agar kamu jangan berbuat dosa.’ (21) Adapun bangsa itu berdiri jauh-jauh, tetapi Musa pergi mendekati embun yang kelam di mana Allah ada”.

Pulpit Commentary: “No believer under the Old Testament dared or could, though under a dispensation of preparatory grace, approach God so freely and openly, so fearlessly and joyfully, so closely and intimately, as we now, who come to the Father by the blood of Jesus, his Son” (= Tidak ada orang percaya dalam jaman Perjanjian Lama, sekalipun ada dalam jaman persiapan kasih karunia, berani dan boleh mendekati Allah dengan begitu bebas dan terbuka, dengan begitu tanpa rasa takut dan sukacita, dengan begitu dekat dan intim, seperti kita sekarang, yang datang kepada Bapa oleh darah Yesus, AnakNya) - hal 280.

b) Kata-kata ‘penuh keberanian’ ini dikontraskan dengan masuknya imam besar ke dalam Ruang Maha Suci dalam Perjanjian Lama, yang disertai rasa takut dan gentar.

Adam Clarke: “This is an allusion to the case of the high priest going into the holy of holies. He went with fear and trembling, because, if he had neglected the smallest item prescribed by the law, he could expect nothing but death. Genuine believers can come even to the throne of God with confidence, as they carry into the Divine presence the infinitely meritorious blood of the great atonement; and, being justified through that blood, they have a right to all the blessings of the eternal kingdom” (= Ini berhubungan secara tidak langsung dengan kasus imam besar yang masuk ke dalam Ruang Maha Suci. Ia pergi dengan takut dan gemetar, karena jika ia talah mengabaikan hal terkecil yang ditentukan oleh hukum Taurat, ia tidak bisa mengharapkan apapun selain kematian. Orang-orang percaya yang sejati bisa datang bahkan kepada takhta Allah dengan keyakinan, karena mereka membawa ke hadapan Allah darah yang mempunyai manfaat / jasa yang tak terhingga dari penebusan yang agung; dan karena dibenarkan melalui darah itu, mereka mempunyai hak terhadap semua berkat dari kerajaan yang kekal) - hal 755.

c) Menghadap Allah dengan ‘penuh keberanian’, bukan berarti dengan sikap semborono / tidak hormat.

Pulpit Commentary: “This boldness is not rashness, or irreverence, or unreverence. It is rather a holy freedom of access to God because of our assurance that we shall be graciously received by him. See this in the exercise of prayer. We may freely express our wants and wishes to our heavenly Father; for, being our Father, he will not resent our filial confidence, but will welcome us the more because of it” (= Keberanian ini bukanlah sikap gegabah, atau tidak hormat. Tetapi ini adalah kebebasan yang kudus untuk mendekat kepada Allah karena keyakinan kita bahwa kita akan diterimaNya dengan murah hati / penuh kasih karunia. Perhatikan hal ini pada waktu berdoa. Kita bisa dengan bebas menyatakan kebutuhan dan keinginan kita kepada Bapa surgawi kita; karena sebagai Bapa kita, Ia tidak akan marah terhadap keyakinan kita sebagai anak, tetapi akan menerima kita dengan baik karenanya) - hal 280.

3) Ini juga menunjukkan bahwa upacara-upacara / type-type dalam Perjanjian Lama tentang masuknya seseorang ke hadirat Allah telah digenapi dalam Kristus, dan karena itu semua itu dihapuskan.

Calvin: “the sum of what he had said is, that all the ceremonies by which an access under the Law was open to the sanctuary, have their real fulfilment in Christ, so that to him who has Christ, the use of them is superfluous and useless. ... there is here to be understood a contrast, - the truth or reality as seen in Christ, and the abolition of the ancient types” (= kesimpulan dari apa yang ia katakan adalah bahwa semua upacara dengan mana jalan masuk terbuka ke Ruang Maha Suci di bawah hukum Taurat, telah mendapatkan penggenapan yang nyata dalam Kristus, sehingga bagi dia yang mempunyai Kristus, penggunaan dari upacara-upacara itu adalah berlebihan dan tidak berguna. ... di sini ada suatu kontras, kebenaran atau kenyataan seperti yang terlihat dalam Kristus, dan penghapusan dari type-type kuno) - hal 234.

4) Yesus adalah Imam Besar / kepala Rumah Allah / Gereja.

Ay 21: “dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.

a) Imam-imam Perjanjian Lama disingkirkan, dan sekarang Kristuslah yang adalah Imam Besar.

Karena itu, semua gereja yang masih mempunyai imam, seperti Roma Katolik dan Gereja Orthodox Syria, adalah salah!

b) Kristus adalah kepala Gereja.

Calvin: “God has set him over his whole house for this end, - that every one who seeks a place in the Church, may submit to Christ and choose him, and no other, as his leader and ruler” (= Allah telah menempatkanNya atas seluruh RumahNya untuk tujuan ini, - supaya setiap orang yang mencari tempat di Gereja, bisa tunduk kepada Kristus dan memilihNya, dan bukan orang lain, sebagai pemimpin dan pemerintahnya) - hal 235-236.

Bertentangan dengan Gereja Roma Katolik, yang mempunyai Paus sebagai pemimpin tertinggi, dan Gereja Anglikan yang mempunyai raja / ratu Inggris sebagai pemimpin tertinggi, kita hanya mengakui Yesus sebagai Kepala Gereja! Semua pemimpin gereja yang bersikap sebagai diktator tunggal yang bersikap otoriter, sama saja dengan melakukan kudeta terhadap Kristus!

II) Kewajiban / tanggung jawab kita.

1) Menghadap Allah.

Ay 22: “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”.

William Barclay: “Let us approach the presence of God. That is to say, let us never forget the duty of worship. It is given to every man to live in two worlds, this world of space and time, and the world of eternal things. Our danger is that to become so involved in this world that we forget the other. As the day begins, as the day ends and ever and again in the midst of its activities, we should turn aside, if only for a moment, and enter God’s presence. Every man carries with him his own secret shrine, but so many forget to enter it” (= Marilah kita mendekat ke hadirat Allah. Artinya, janganlah kita pernah melupakan kewajiban untuk berbakti. Setiap orang hidup dalam 2 dunia, dunia ini yang berhubungan dengan ruang dan waktu, dan dunia dari hal-hal kekal. Bahayanya adalah bahwa kita begitu terlibat dalam dunia ini sehingga melupakan dunia yang lain. Pada saat suatu hari dimulai, dan pada saat suatu hari berakhir, dan juga di tengah-tengah aktivitas dari suatu hari, kita harus menyendiri, sekalipun hanya untuk suatu saat, dan masuk ke hadirat Allah. Setiap orang membawa dengannya kuil rahasianya sendiri, tetapi begitu banyak yang lupa untuk memasukinya) - hal 120.

Jadi kelihatannya Barclay menerapkan ay 22 pada 2 hal yaitu:

· kebaktian hari Minggu.

· berdoa senantiasa.

Ay 22 ini memberikan beberapa syarat, yaitu:

a) Hati yang tulus ikhlas. Ini dikontraskan dengan hati yang munafik dan menipu.

b) Keyakinan iman yang teguh. Ini dikontraskan dengan iman yang ragu-ragu.

c) Hati yang telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat. Ini menunjukkan orangnya yakin bahwa dosanya sudah diampuni / beres karena penebusan Kristus. Pembersihan hati ini juga harus dilakukan terus menrus dengan pengakuan dosa.

d) Tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. Ini menunjuk pada pembersihan tingkah laku lahiriah kita.

2) Berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita.

Ay 23: “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia”.

Ada beberapa hal yang perlu disoroti:

· Di sini ada kata ‘pengakuan’, karena iman yang tidak diakui di depan manusia bukanlah iman yang benar.

· Di sini digunakan kata ‘pengharapan’ dan bukannya ‘iman’, tetapi perlu dingat bahwa ‘pengharapan’ muncul dari ‘iman’. Pada bagian akhir dari ayat ini dibicarakan kesetiaan Allah terhadap janjiNya, karena memang iman yang benar harus mempunyai dasar janji Allah.

· Penekanan utama ay 23 ini adalah pentingnya untuk berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan. Dengan kata lain kita harus bertekun dalam iman dan setia kepada Kristus.

3) Saling memperhatikan / mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik.

Ay 24: “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik”.

a) Saling memperhatikan bukan berarti usil / selalu ikut campur dalam urusan orang lain, apalagi lalu membicarakannya menggosipkannya!

b) Kalau kita saling memperhatikan, dan lalu melihat adanya kesalahan / kekurangan, bolehkah mengkritik?

Tentu saja boleh, selama kritiknya benar dan dilakukan secara benar.

· Kritiknya haruslah kritik yang membangun. Kritik memang bisa membangun, tetapi kalau selalu hanya mengkritik tanpa pernah mendorong, itu justru menjatuhkan.

· Lebih jelek lagi kalau yang mengkritik, hanya bisa mengkritik, tetapi dirinya sendiri tidak melakukan apa-apa. Dan biasanya orang yang nganggur paling pintar mengkritik. Kalau ia sendiri terjun dalam pelayanan, ia tahu beratnya dan sukarnya melayani, sehingga tidak akan sembarangan mengkritik. Ini seperti penonton pertandingan tinju yang tak pernah jadi petinju, gampang sekali memaki goblok, dan sebagainya, karena tidak mengerti beratnya jadi petinju.

Dan perhatikan kata ‘saling’ dalam ay 24 ini. seseorang tidak bisa saling mendorong dalam kasih dan perbuatan baik kalau ia sendiri tidak mengasihi / melakukan perbuatan baik.

4) Tidak membiasakan diri untuk menjauhkan diri dari pertemuan ibadah, tetapi sebaliknya saling menasihati dan makin rajin melakukannya.

Ay 25: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.

a) Kebiasaan membolos.

Kebalikan dari ‘kasih’ dalam ay 24 tadi adalah ‘kesuaman’, dan kesuaman ini yang menyebabkan orang menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.

Perlu disoroti kata ‘dibiasakan’, karena memang ada orang membiasakan diri dengan kebiasaan buruk ini, yaitu menjauhkan diri dari pertemuan ibadah atau membolos dari acara gereja, baik itu kebaktian, Pemahaman Alkitab, dan sebagainya. Semua ini lebih menyedihkan kalau yang mempunyai kebiasaan itu ternyata adalah majelis, yang sebetulnya merupakan ‘penilik jemaat’ (1Tim 3:1-7). Bagaimana bisa menjadi ‘penilik’ kalau ia sendiri tidak hadir dalam pertemuan ibadah?

Alasannya bermacam-macam seperti ada pernikahan, keluar kota, bekerja dan sebagainya. Barclay memberikan beberapa alasan lain mengapa seseorang meninggalkan pertemuan ibadah:

1. Barclay berbicara tentang ‘a secret disciple’ (= seorang murid secara diam-diam / rahasia), dan ia mengatakan bahwa ini merupakan suatu kemustahilan, karena “either ‘the discipleship kills the secrecy or the secrecy kills the discipleship.’” (= atau ke-murid-an itu membunuh ke-rahasia-annya, atau ke-rahasia-an itu membunuh ke-murid-annya) - hal 121-122.

Barclay: “to go to church is to demonstrate where our loyalty lies. Even if the sermon be poor and the worship tawdry, the church service still gives us the chance to show to men what side we are on” (= pergi ke gereja menunjukkan dimana kesetiaan kita terletak. Bahkan jika khotbah itu jelek dan kebaktiannya mentereng tetapi tidak berharga, kebaktian gereja tetap memberikan kita kesempatan untuk menunjukkan di sisi mana kita berada) - hal 122.

2. Orang-orang tertentu tidak mau bersekutu dengan orang-orang yang bukan kelasnya.

Terhadap orang-orang seperti ini ia berkata bahwa Kristus bukan mati hanya untuk golongan tertentu (kelas atas / kaya), tetapi untuk semua golongan.

3. Kesombongan.

Barclay: “He may believe that he does not need the Church or that he is intellectually beyond the standard of preaching there. Social snobbery is bad, but spiritual and intellectual snobbery is worse. The wisest man is a fool in the sight of God; and the strongest man is weak in the moment of temptation. There is no man who can live the Christian life and neglect the fellowship of the Church. If any man feels that he can do so let him remember that he comes to Church not only to get but to give. If he thinks that the Church has faults, it is his duty to come in and help to mend them” (= Mungkin ia percaya bahwa ia tidak membutuhkan Gereja atau bahwa secara intelektual ia melampaui standard khotbah di sana. Kesombongan sosial sudah merupakan sesuatu yang buruk, tetapi kesombongan rohani dan intelektual merupakan sesuatu yang lebih buruk lagi. Orang yang paling bijaksana adalah seorang bodoh di hadapan Allah; dan orang yang terkuat adalah lemah pada saat pencobaan. Tidak ada orang yang bisa hidup sebagai orang Kristen dan mengabaikan persekutuan Gereja. Jika ada siapapun yang merasa ia bisa berbuat seperti itu, hendaklah orang itu mengingat bahwa ia datang ke Gereja bukan hanya untuk mendapatkan, tetapi untuk memberi. Jika ia beranggapan bahwa Gereja mempunyai kesalahan, maka merupakan kewajibannya untuk datang dan membantu untuk memperbaikinya) - hal 122.

b) Saling menasihati dan semakin giat dalam berbakti.

Menghadapi situasi seperti ini kita harus saling menasehati, supaya semua menjadi semakin giat dalam pertemuan ibadah.

Penerapan: Pernahkah saudara menasehati orang kristen yang suka membolos dari kebaktian?

Kata ‘menasehati’ seharusnya adalah ‘encourage’ (= mendorong) atau ‘exhort’ (= mendesak).

Barclay: “We must encourage one another. One of the highest of human duty is that of encouragement. ... It is easy to laugh at men’s ideals, to pour cold water on their enthusiasm, to discourage them. The world is full of discouragers; we have a Christian duty to encourage one another. Many a time a word of praise or thanks or appreciation or cheer has kept a man on his feet. Blessed is the man who speaks such a word” (= Kita harus saling mendorong. Salah satu kewajiban manusia yang tertinggi adalah memberi dorongan. ... Adalah mudah untuk mentertawakan cita-cita seseorang, memadamkan semangatnya, membuatnya kecil hati. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang suka mengecilkan hati orang; kita mempunyai kewajiban Kristen untuk saling mendorong. Seringkali suatu kata pujian atau terima kasih atau penghargaan atau hiburan, menjaga seseorang untuk tetap tegak. Berbahagialah orang yang mengucapkan kata seperti itu) - hal 122-123.

c) Menjelang hari Tuhan yang mendekat.

Kata-kata ‘menjelang hari Tuhan yang mendekat’, yang menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya, merupakan suatu dorongan untuk makin hidup kudus dan makin rajin dalam berusaha untuk mengumpulkan Gereja Tuhan. Ingat bahwa kedatangan Yesus yang keduakalinya memang bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang pilihan (Mat 24:31). Bandingkan juga dengan Mat 24:45-51.

Bahwa bagi mereka 2000 tahun yang lalu sudah dikatakan bahwa kedatangan Tuhan itu mendekat, bukanlah sesuatu yang aneh, sekalipun sampai sekarang Yesus belum datang untuk keduakalinya, karena bagi Tuhan 1000 tahun sama dengan satu hari, dan satu hari sama dengan 1000 tahun (2Pet 3:8).

III) Kemurtadan dan akibatnya.

1) Ay 26 menunjuk pada kemurtadan.

Ay 26: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.

a) Ini menunjuk pada kebiasaan yang dilakukan terus menerus.

Pulpit Commentary (hal 268) mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan untuk ‘berbuat dosa’ adalah suatu participle, tetapi bukan dalam bentuk aorist / lampau, tetapi dalam bentuk present, dan karena itu menunjukkan suatu ‘persistent habit’ (= kebiasaan terus menerus). Penafsiran ini juga sesuai dengan ay 25 yang mendahuluinya, yang juga membicarakan kebiasaan buruk, yaitu menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.

b) Calvin menafsirkan ‘dosa sengaja’ ini sebagai tindakan meninggalkan Kristus / Gereja.

Dan perlu diperhatikan bahwa ay 26 (tentang kemurtadan) dituliskan segera setelah ay 25 (kebiasaan membolos dari pertemuan ibadah). Ini menunjukkan bahwa apa yang dibiasakan oleh orang-orang tertentu dalam ay 25 itu, yaitu meninggalkan pertemuan ibadah, kalau dibiarkan, akan menjadi ay 26 ini!

Adam Clarke: “Those who relinquish Christian communion are in a backsliding state; those who backslide are in danger of apostasy” (= Mereka yang meninggalkan persekutuan Kristen ada dalam keadaan merosot ke belakang; mereka yang merosot ke belakang ada dalam bahaya kemurtadan) - hal 757.

Karena itu jangan membiar-biarkan rohani yang berantakan, kerajinan yang kendor, dan kasih yang menjadi suam!

c) Pengertian tentang kebenaran memperberat dosa ini.

Kata-kata ‘sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran’ ditambahkan untuk memperberat dosa mereka ini, karena mereka secara sengaja memadamkan terang yang Allah berikan kepada mereka.

Barclay: “One of the old divines wrote a kind of catechism. He ends by asking what happens if men disregard the offer of Jesus Christ. His answer is that condemnation must necessarily follow, ‘and so much the more because thou hast read this book.’ The greater the knowledge, the greater the sin” (= Seorang ahli theologia menulis sejenis buku katekisasi. Ia mengakhiri dengan menanyakan apa yang terjadi jika seseorang mengabaikan tawaran Yesus Kristus. Jawabannya adalah bahwa penghukuman pasti akan terjadi sebagai akibatnya, ‘dan itu makin pasti karena engkau telah membaca buku ini’. Makin banyak pengetahuan, makin hebat dosanya) - hal 124.

d) Ini tidak berarti bahwa orang kristen sejati bisa murtad.

John Owen beranggapan bahwa orang yang murtad ini hanyalah orang Kristen KTP.

Bandingkan dengan 1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

2) Akibat dari kemurtadan.

a) Tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa ini (ay 26c).

Ay 26: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.

Calvin: “As salvation is not to be sought except in him, there is no need to wonder that all those who wilfully forsake him are deprived of every hope of pardon: ... The Apostle then refers to those alone who wickedly forsake Christ, and thus deprive themselves of the benefit of his death” (= Karena keselamatan tidak bisa dicari kecuali dalam Dia, tidak mengherankan bahwa semua mereka yang secara sengaja meninggalkan Dia kehilangan setiap pengharapan untuk mendapatkan pengampunan: ... Jadi, sang Rasul menunjuk hanya kepada mereka yang secara jahat meninggalkan Kristus, dan membuang dari diri mereka sendiri manfaat kematianNya) - hal 244.

b) Yang ada hanyalah kematian yang mengerikan dan penghakiman dan hukuman.

Ay 27: “Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka”.

Ada 2 hal yang harus diperhatikan:

· Perhatikan bahwa kalau tidak ada korban untuk menghapus dosa (ay 26), maka yang ada adalah hukuman (ay 27).

· kata-kata ‘semua orang durhaka’ salah terjemahan.

KJV/RSV/NASB: ‘the adversaries’ (= musuh-musuh).

NIV: ‘the enemies of God’ (= musuh-musuh Allah).

Calvin: “And thus he reminds us, that they are all to be counted the enemies of Christ who have refused to hold the place granted them among the faithful; for there is no intermediate state, as they who depart from the Church give themselves up to Satan” (= Dan demikianlah ia mengingatkan kita, bahwa semua mereka, yang menolak untuk mempertahankan tempat yang dianugerahkan kepada mereka di antara orang-orang percaya, akan dianggap sebagai musuh-musuh Allah; karena tidak ada keadaan di antara keduanya, karena mereka yang meninggalkan Gereja menyerahkan diri mereka sendiri kepada Setan) - hal 245.

c) Hukumannya lebih berat dari orang yang murtad dalam jaman Perjanjian Lama.

Ay 28-29: “(28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.

1. Apa yang dikatakan oleh ay 28 itu juga tidak menunjuk kepada seadanya dosa (karena dalam hukum Musa tidak semua dosa dihukum mati), tetapi menunjuk kepada dosa kemurtadan dalam Ul 17:2-7 - “(2) ‘Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjianNya, (3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati. (6) Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati. (7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.’”.

Jadi ay 28 ini mendukung tafsiran Calvin tentang ay 26 tadi, bahwa itu bukan sembarang dosa, tetapi dosa meninggalkan Kristus / Gereja (murtad).

2. Ay 29 menunjukkan bahwa hukuman orang yang murtad dalam jaman Perjanjian Baru lebih berat dari hukuman orang yang murtad pada jaman Perjanjian Lama. Untuk itu perhatikan kata-kata ‘betapa lebih beratnya’ pada awal ay 29.

Barclay: “The conviction of the writer to the Hebrew was that, if under the old law, apostasy was a terrible thing, it had become doubly terrible now that Christ had come” (= Keyakinan dari penulis surat Ibrani adalah bahwa jika pada jaman Perjanjian Lama, kemurtadan merupakan sesuatu yang mengerikan, itu menjadi mengerikan secara dobel karena sekarang Kristus telah datang) - hal 124.

Dan ay 29 ini juga menggambarkan kemurtadan jaman Perjanjian Baru itu sebagai:

· menginjak-injak Anak Allah.

· menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya.

· menghina Roh kasih karunia.

Pulpit Commentary: “The blood of Jesus must be either on the heart or under the heel” (= Darah Yesus harus berada, atau di hati, atau di bawah tumit) - hal 274.

d) Ay 30-31 memperberat hukuman Allah terhadap orang murtad.

Ay 30-31: “(30) Sebab kita mengenal Dia yang berkata: ‘Pembalasan adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan.’ Dan lagi: ‘Tuhan akan menghakimi umatNya.’ (31) Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup”.

1. Bagian ini dikutip dari Ul 32:35-36 - “(35) HakKulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka. (36) Sebab TUHAN akan memberi keadilan kepada umatNya, dan akan merasa sayang kepada hamba-hambaNya; apabila dilihatNya, bahwa kekuatan mereka sudah lenyap, dan baik hamba maupun orang merdeka sudah tiada”.

Calvin mengatakan bahwa dalam Ul 32:35-36 itu, Musa menyatakan Allah sebagai pembalas untuk menghibur orang yang percaya. Penulis surat Ibrani mengutipnya untuk tujuan yang berbeda, karena tujuannya bukan untuk menghibur, tetapi memberikan ancaman. Ia tidak salah, karena bagaimanapun, dari Ul 32:35-36 itu terlihat bahwa pembalasan memang merupakan hak dari Allah.

2. Pertanyaan: apakah ay 31 bertentangan dengan 2Sam 24:14?

2Sam 24:14 - “Lalu berkatalah Daud kepada Gad: ‘Sangat susah hatiku, biarlah kiranya kita jatuh ke dalam tangan TUHAN, sebab besar kasih sayangNya; tetapi janganlah aku jatuh ke dalam tangan manusia.’”.

Sebetulnya tidak ada pertentangan antara kedua text tersebut, karena ada perbedaan menyolok antara Daud dan orang-orang yang digambarkan dalam Ibr 10:26-dstnya ini.

· Daud jatuh ke tangan Allah dengan sukarela; mereka dengan terpaksa.

· Daud jatuh ke tangan Allah dengan pertobatan yang rendah hati; mereka dengan sikap tidak bertobat yang tegar tengkuk.

· Daud jatuh ke tangan Allah yang menghajar untuk kebaikannya; mereka jatuh ke tangan Allah yang menghukum / membalas dendam (ay 29-30).

· Daud jatuh ke tangan Allah sambil percaya akan belas kasihanNya; mereka dengan menolak belas kasihanNya, sehingga mereka jatuh ke tangan Allah ‘tanpa belas kasihan’ (ay 28) disertai dengan ketakutan yang luar biasa (ay 27,31).

Jadi, Daud lebih suka jatuh ke tangan Allah dari pada ke tangan manusia, karena ia percaya akan belas kasihan, kemurahan hati, dan pengampunan dari Allah. Sebaliknya dalam ay 31 ini orang-orang itu, karena meninggalkan Kristus, tidak mungkin bisa mendapatkan belas kasihan ataupun pengampunan. Karena itu bagi mereka merupakan sesuatu yang mengerikan untuk jatuh ke tangan Allah! Mereka hanya bisa berhadapan dengan kesucian Allah yang pasti murka kepada mereka atas segala dosa mereka, dan dengan keadilan Allah yang pasti menghukum mereka karena dosa-dosa mereka.

Dari perbandingan kedua text tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa jatuh ke dalam tangan Allah itu lebih baik kalau ada penebusan, tetapi mengerikan kalau tanpa penebusan!

Kesimpulan / penutup.

Kristus sudah mati pada hari Jum’at Agung hampir 2000 tahun yang lalu. Ada beberapa pilihan bagi saudara:

1) Menolak total / menolak mentah-mentah dalam arti sama sekali tidak pernah menjadi orang kristen.

2) Menerima Dia, dan terus berpegang kepadaNya / setia kepadaNya.

3) Kelihatannya menerima Dia, tetapi lalu mundur-mundur, membiarkan hal itu, dan lalu murtad.

Yang mana yang menjadi pilihan saudara?

-AMIN-

6.kenaikan Kristus ke surga

Efesus 4:8-10

Ef 4:8-10 - “(8) Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’ (9) Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (10) Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu”.

I) Tafsiran sesat Andereas Samudera tentang Ef 4:8-10 ini.

Andereas Samudera: “Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib, beberapa kejadian telah terjadi berturut-turut sebagai berikut: Ketika Ia menyerahkan nyawaNya kepada Bapa, Ia dalam keadaan Roh keluar dari tubuhnya dan turun ke Hades, disana Yesus memerdekakan orang-orang beriman Perjanjian Lama dari tempat mereka ditawan (prisoner of war) dan memindahkan tawanan-tawanan itu ke pangkuan Abraham (Efesus 4:8-9). Sejak saat itu orang-orang beriman Perjanjian Baru yang mati tidak turun ke Hades tetapi langsung dibawa malaikat ke atas, ke pangkuan Abraham (Lukas 16:22)” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 41.

Apa kesalahan kata-kata ini?

1) Perhatikan bahwa text Efesus di atas sama sekali tidak mengatakan bahwa ‘tawanan-tawanan’ itu adalah ‘orang-orang beriman jaman Perjanjian Lama yang ada di Hades’.

2) Pembebasan itu terjadi antara kematian dan kebangkitan Yesus atau pada saat kenaikan Yesus ke surga?

Efesus 4:8 mengatakan: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan’. Kalau ‘tawanan-tawanan’ itu diartikan sebagai ‘orang-orang beriman jaman Perjanjian Lama yang ada di Hades’, maka ayat itu mengatakan bahwa saat pembebasan mereka bersamaan dengan saat Kristus naik ke surga. Ini tidak cocok dengan ajaran Andereas Samudera yang mengatakan bahwa pembebasan orang-orang itu terjadi pada saat di antara kematian dan kebangkitan Yesus. Perhatikan kata-kata ‘Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib’ dalam kutipan kata-kata Andereas Samudera di atas.

3) Ayat ini bahkan tidak mengatakan bahwa Yesus turun ke Hades, tetapi ke ‘bagian bumi yang paling bawah’ (Ef 4:9), dan ini tidak menunjuk pada ‘Hades’.

Lalu bagaimana penafsiran yang benar dari Ef 4:8-10 itu? Sebelum kita membahas Ef 4:8-10 itu, mari kita lebih dahulu membahas kontextnya.

II) Pembahasan kontext dari Ef 4:8-10.

1) Dalam Ef 4:3-6 Paulus berbicara tentang kesatuan orang-orang kristen.

Ay 3-6: “(3) Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: (4) satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, (5) satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, (6) satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua”.

2) Lalu dalam ay 7 Paulus berbicara tentang pemberian karunia-karunia yang berbeda-beda kepada anak-anak Tuhan.

Ay 7: “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus”.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a) Pemberian karunia-karunia dilakukan sesuai kehendak Kristus / Allah, bukan sesuai kehendak kita.

Hodge mengatakan bahwa posisi dari setiap anggota tubuh, bukan ditetapkan oleh anggota itu sendiri tetapi oleh Allah. Mata tidak membuat dirinya sendiri sebagai mata; demikian juga dengan telinga dan sebagainya. Dan demikian juga halnya dengan pemberian karunia-karunia dalam gereja. Posisi, karunia, dan fungsi yang berbeda-beda ditetapkan bukan oleh orang kristen tetapi oleh Kristus. Ini terlihat dari kata-kata ‘menurut ukuran pemberian Kristus’ pada akhir ay 7, yang artinya adalah ‘sesuai dengan apa yang menurutNya cocok untuk diberikan’.

Charles Hodge: “The position, moreover, of each member in the body, is not determined by itself, but by God. The eye does not make itself the eye, nor the ear, the ear. It is thus in the church. The different positions, gifts, and functions of its members, are determined not by themselves but by Christ. ... There is this diversity of gifts, and the distribution of these gifts is in the hand of Christ. ... They are distributed, ... according to the measure of the gift of Christ; that is, as he sees fit to give. The rule is not our merit, or our previous capacity, nor our asking, but his own good pleasure” (= Selanjutnya, posisi dari setiap anggota dalam tubuh, tidak ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi oleh Allah. Mata tidak membuat dirinya sendiri sebagai mata, dan telinga tidak membuat dirinya sendiri sebagai telinga. Demikian juga dalam gereja. Posisi-posisi, karunia-karunia, dan fungsi-fungsi yang berbeda dari setiap anggotanya, ditentukan bukan oleh diri mereka sendiri, tetapi oleh Kristus. ... Ada perbedaan karunia-karunia, dan distribusi / pembagian karunia-karunia itu ada dalam tangan Kristus. ... Karunia-karunia itu didistribusikan, ... ‘menurut ukuran pemberian Kristus’; yaitu, sebagaimana Ia melihatnya cocok untuk memberikan. Peraturannya bukan jasa kita, atau kapasitas / kemampuan kita sebelumnya, ataupun permintaan kita, tetapi kesenangan / perkenanNya yang baik sendiri) - ‘A Commentary on the Epistle to the Ephesians’, hal 211,212.

Bdk. 1Kor 12:11,18 - “(11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. ... (18) Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendakiNya”.

b) Apa hubungannya kesatuan orang-orang kristen (ay 3-6) dengan pemberian karunia-karunia yang berbeda-beda (ay 7)?

Calvin menganggap bahwa pemberian karunia-karunia yang berbeda-beda ini merupakan cara Allah untuk mempersatukan orang-orang kristen. Tidak ada orang kristen yang mempunyai semua karunia dan karena itu, maka tanpa pertolongan orang kristen yang lain ia tidak bisa menyuplai semua kebutuhan rohaninya sendiri. Allah memberikan kepada setiap orang kristen sebagian dari karunia-karunia yang ada, supaya hanya dengan bekerja sama dengan orang-orang kristen yang lainlah tubuh Kristus / gereja bisa dibangun.

Hodge mengatakan bahwa setiap orang kristen harus puas dengan posisi / karunia-karunia yang diberikan kepadanya. Ia tidak boleh iri hati kepada orang kristen yang mempunyai posisi / karunia-karunia yang lebih tinggi, dan ia tidak boleh merendahkan orang kristen yang mempunyai posisi / karunia-karunia yang lebih rendah. Menolak untuk menempati posisi yang ditentukan baginya dalam gereja, sama dengan menolak untuk termasuk dalam gereja. Hodge mengatakan bahwa jika kaki menolak untuk menjadi kaki, maka penolakan itu tidak menjadikannya sebagai tangan. Ia seharusnya dipotong dan binasa.

Charles Hodge: “The duty, ... which arises from all this is, that very one should be contented with the position assigned him; neither envying those above, nor despising those below him. To refuse to occupy the position assigned us in the church, is to refuse to belong to it at all. If the foot refuses to be the foot, it does not become the hand, but is cut off and perishes” (= Kewajiban, ... yang timbul dari semua ini adalah bahwa setiap orang harus puas dengan posisi yang diberikan / ditetapkan baginya; tidak iri hati kepada mereka yang di atasnya, ataupun menghina / meremehkan mereka yang di bawahnya. Menolak untuk menempati posisi yang diberikan / ditetapkan bagi kita dalam gereja, berarti menolak untuk termasuk di dalamnya sama sekali. Jika kaki menolak untuk menjadi kaki, ia tidak menjadi tangan, tetapi dipotong dan binasa) - ‘A Commentary on the Epistle to the Ephesians’, hal 212.

Penerapan: Kalau dalam gereja yang melayani hanya pendetanya saja, maka ini salah. Bandingkan dengan Kel 18 dimana Musa, yang melayani seorang diri, dinasehati oleh Yitro, untuk memilih orang-orang kepada siapa ia bisa mendelegasikan pelayanannya. Dengan demikian bukan saja tugasnya yang tadinya terlalu berat itu menjadi berkurang, tetapi juga jemaat ikut melayani. Juga bandingkan dengan Kis 6:1-7 yang menunjukkan bahwa para rasul tidak mau ‘melayani meja’ (diakonia), dan lalu mengangkat 7 orang diaken untuk menangani tugas itu, karena para rasul itu mau berkonsentrasi pada pelayanan firman dan doa.

3) Ay 8-10 merupakan suatu ‘interupsi’.

Hodge mengatakan (hal 212) bahwa posisi yang begitu tinggi yang diberikan oleh ay 7 kepada Yesus dalam gereja, menyebabkan Paulus menginterupsi dirinya sendiri / menyimpang sebentar dari pokok pembicaraan, untuk menunjukkan bahwa semua ini sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh Kitab Suci tentang hal ini. Karena itu ia lalu mengatakan ay 8-10, dan lalu pada ay 11 ia kembali kepada topik tentang karunia-karunia.

III) Pembahasan Ef 4:8-10.

1) Ay 8: “Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’”.

Ini dikutip dari Maz 68:19 - “Engkau telah naik ke tempat tinggi, telah membawa tawanan-tawanan; Engkau telah menerima persembahan-persembahan di antara manusia, bahkan dari pemberontak-pemberontak untuk diam di sana, ya TUHAN Allah”.

a) Maz 68 adalah nyanyian kemenangan. Paulus mengutip dan menerapkannya kepada Kristus karena kenaikan Kristus ke surga memang adalah suatu kemenangan.

Calvin: “The noblest triumph which God ever gained was when Christ, after subduing sin, conquering death, and putting Satan to flight, rose majestically to heaven, that he might exercise his glorious reign over the Church. ... no ascension of God more triumphant or memorable will ever occur, than that which took place when Christ was carried up to the right hand of the Father, that he might rule over all authorities and powers, and might become the everlasting guardian and protector of his people” (= Kemenangan yang paling mulia yang pernah didapatkan oleh Allah adalah pada waktu Kristus, setelah menundukkan dosa, mengalahkan kematian, dan membuat setan lari, naik secara sangat megah ke surga, supaya Ia bisa menjalankan pemerintahanNya yang mulia atas Gereja.. ... tidak ada kenaikan ke surga dari Allah yang lebih berkemenangan atau mengesankan yang akan terjadi, dari pada kenaikan ke surga yang terjadi pada waktu Kristus diangkat ke sebelah kanan Bapa, supaya Ia bisa memerintah atas semua otoritas dan kuasa, dan bisa menjadi Penjaga dan Pelindung yang kekal dari umatNya) - hal 272.

b) Hodge mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Maz 68:19 tentang Yahweh, oleh Paulus diterapkan kepada Kristus.

Charles Hodge: “what is said in Ps. 68:18, of Jehovah as ascending to heaven and leading captivity captive, is here said to refer to Christ” (= apa yang dikatakan dalam Maz 68:19, tentang Yehovah sebagai naik ke surga dan membawa tawanan-tawanan, di sini dikatakan tentang Kristus) - ‘A Commentary on the Epistle to the Ephesians’, hal 216.

Dan hal ini menunjukkan bahwa Kristus adalah Yahweh sendiri.

c) ‘Tawanan-tawanan’.

Ini sama sekali tidak menunjuk kepada orang-orang kudus Perjanjian Lama, yang ditawan oleh setan, seperti yang dikatakan oleh Andereas Samudera.

Ada yang mengartikan sebagai ‘musuh-musuh Kris­tus’ dan ada pula yang mengartikan sebagai ‘anak-anak Allah’. Calvin mengambil kedua arti itu, sedangkan Hodge lebih condong pada arti pertama.

Calvin: “‘Captivity’ is a collective noun for ‘captive enemies’; and the plain meaning is, that God reduced his enemies to subjection, which was more fully accomplished in Christ than in any other way. He has not only gained a complete victory over the devil, and sin, and death, and all the power of hell, - but out of rebels he forms every day a willing people, when he subdues by his word the obstinacy of our flesh. On the other hand, his enemies - to which class all wicked men belong - are held bound by chains of iron, and are restrained by his power from exerting their fury beyond the limits which he shall assign” (= ‘Tawanan-tawanan’ merupakan kata benda kolektif untuk ‘musuh-musuh yang ditawan’; dan arti yang jelas adalah bahwa Allah menundukkan musuh-musuhNya, yang secara lebih penuh dicapai dalam Kristus dari pada dengan cara lain yang manapun. Ia bukan hanya mendapatkan kemenangan sempurna atas setan, dan dosa, dan kematian / maut, dan semua kuasa neraka, - tetapi dari antara pemberontak-pemberontak setiap hari Ia membentuk orang-orang yang mau / rela, pada waktu oleh firmanNya Ia menundukkan sikap tegar tengkuk dari daging kita. Pada sisi lain, musuh-musuhNya - dalam golongan mana semua orang-orang jahat termasuk - ditahan oleh rantai besi, dan dikekang oleh kuasaNya sehingga tak bisa mengerahkan kemarahannya melampaui batas yang Ia berikan) - hal 272-273.

Bdk. Maz 110:3 (KJV): ‘Thy people shall be willing in the day of thy power, in the beauties of holiness from the womb of the morning: thou hast the dew of thy youth’ (= Umatmu akan mau / rela pada hari kuasamu, dalam keindahan dari kekudusan dari kandungan pagi: engkau mempunyai embun dari masa mudamu).

Charles Hodge: “These captives thus led in triumph may be either the enemies of Christ, Satan, sin, and death, which is the last enemy which shall be destroyed; or his people, redeemed by his power and subdued by his grace. The former is perhaps the more consistent with the figure, and with the parallel passages quoted above” (= Orang-orang tawanan yang dibawa dalam kemenangan ini bisa adalah musuh-musuh Kristus, setan, dosa, dan kematian, yang adalah musuh terakhir yang akan dihancurkan; atau umatNya, ditebus oleh kuasaNya dan ditundukkan oleh kasih karuniaNya. Yang disebutkan lebih dulu mungkin lebih konsisten dengan gambarannya, dan dengan text-text yang paralel yang dikutip di atas) - ‘A Commentary on the Epistle to the Ephesians’, hal 214.

d) Dalam Ef 4:8 digunakan kata ‘memberikan’; padahal dalam Maz 68:19 digunakan kata ‘meneri­ma’.

Penjelasan:

1. Dalam Maz 68:19 kata bahasa Ibrani yang digunakan adalah LAKAKH, yang bisa diterjemah­kan ‘menerima’, ‘mengambil’, ‘membawa’, ‘memberi’.

2. Allah menerima persembahan dalam Maz 68 adalah untuk diberikan. Jadi dalam kata ‘menerima’ itu terkandung juga arti ‘memberi’.

Jadi, sebetulnya tidak ada pertentangan antara Maz 68:19 dan Ef 4:8.

Hodge mengatakan (hal 216) bahwa penulis-penulis Perjanjian Baru, yang dipenuhi dengan Roh Kudus yang sama yang menggerakkan nabi-nabi Perjanjian Lama, tidak terikat pada bentuk / kata-kata tetapi sering memberikan artinya secara umum dari text yang mereka kutip.

e) ‘Pemberian-pemberian’.

Sekalipun dalam bahasa Yunani tidak digunakan KHARISMATA, tetapi DOMATA, tetapi ‘pemberian-pemberian’ ini kelihatannya menunjuk kepada ‘karunia-karunia’. Ada yang menambahkan ‘Roh Kudus’ dan ‘keselamatan’, tetapi kelihatannya tidak sesuai dengan kontext.

Tetapi kalau istilah itu menunjuk kepada ‘karunia-karunia’, maka ada yang mungkin bertanya: Mengapa pemberi dari karunia-karunia ini bukan Roh Kudus tetapi Kristus? John Stott menjawab (hal 159) bahwa adalah salah untuk mengatakan bahwa karunia-karunia semata-mata merupakan pemberian Roh Kudus. Di sini dikatakan bahwa itu merupakan pemberian dari Kristus, sedangkan dalam Ro 12:3b dikatakan bahwa Allahlah (Allah Bapa) yang adalah pemberinya. Jadi ketiga pribadi dari Allah Tritunggal itu tidak boleh dipisah-pisahkan, Mereka secara bersama-sama bekerja dalam setiap aspek dari kesejahteraan gereja.

2) Ay 9: “Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?”.

Ayat ini memang sering dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa pada saat mati, Yesus turun ke Hades, seperti yang juga dilakukan oleh Andereas Samudera. Tetapi Hodge mengatakan (hal 220) bahwa penafsiran seperti ini sama sekali tidak cocok dengan Maz 68 yang sedang dibicarakan oleh Paulus.

Kalau demikian apa arti dari kata-kata ‘bagian bumi yang paling bawah’? Kata-kata ini memungkinkan 2 arti:

a) Artinya adalah kuburan.

Bdk. Maz 63:10 - “Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah”.

Kalau diambil arti pertama ini, maka kata-kata ‘Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah’ menunjuk pada penguburan Kristus.

b) Artinya sekedar adalah ‘bumi’.

Bdk. Maz 139:13-16 - “(13) Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. (14) Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. (15) Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; (16) mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

Kata-kata yang digaris-bawahi itu tidak mungkin menunjuk kepada Hades, tetapi pasti sekedar berarti ‘bumi’.

Bandingkan juga dengan:

· Yoh 8:23 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini”.

· Kis 2:19 - “Dan Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di atas, di langit dan tanda-tanda di bawah, di bumi:”.

KJV: ‘And I will shew wonders in heaven above, and signs in the earth beneath;’ (= Dan Aku akan menunjukkan mujizat-mujizat di langit / surga di atas, dan tanda-tanda di bumi di bawah;).

Bandingkan Kis 2:19 ini dengan Yoel 2:30 dari mana ia dikutip - “Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di langit dan di bumi:”.

Saya lebih condong pada arti kedua, dan karena itu saya berpendapat bahwa kata ‘turun’ menunjuk pada ‘inkarnasi’; sedangkan kata ‘naik’ menunjuk pada ‘kenaikan ke surga’. Dengan demikian Ef 4:9 ini menjadi mirip dengan Yoh 3:13 - “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia”.

Bandingkan juga dengan ayat-ayat lain yang sering mengkontraskan kedatangan Yesus ke dunia dengan kenaikanNya ke surga, seperti:

· Yoh 8:14b - “Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi”.

· Yoh 16:28 - “Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.’”.

John Stott, sekalipun menerima penafsiran kedua ini, tetapi lalu menambahkan dengan mengatakan bahwa mungkin kata-kata ‘Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah’ itu berhubungan dengan perendahan yang paling rendah yang dialami oleh Kristus yaitu pada waktu Ia disalibkan.

John Stott: “Perhaps, however, ... Christ descended to the depths of humiliation when he came to earth. Or possibly the allusion is to the cross, and ‘to the experience of the nethermost depths, the very agonies of hell which Christ endured there. Such an interpretation would fit well with Philippians 2:5-11, where ‘even death on a cross’ describes his deepest humiliation, which was followed by his supreme exaltation” (= Tetapi mungkin, ... Kristus turun kepada kedalaman perendahan pada waktu Ia datang ke bumi. Atau mungkin hubungannya adalah dengan salib, dan ‘pada pengalaman tentang kedalaman yang paling bawah, penderitaan neraka yang Kristus alami di sana. Penafsiran seperti itu cocok dengan Filipi 2:5-11, dimana kata-kata ‘bahkan sampai mati di kayu salib’ menggambarkan perendahannya yang terdalam, yang disusul oleh pemuliaanNya yang tertinggi) - ‘The Message of Ephesians’, hal 158.

Sedangkan Hendriksen menghubungkan bagian ini dengan saat dimana Yesus ‘turun ke neraka’, yaitu saat dimana Ia berteriak: ‘AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ (Mat 27:46).

William Hendriksen: “on Calvary’s cross he descended to regions lower than the earth, that is, to the experience of the nethermost depths, they very agonies of hell (Matt. 27:46)” [= pada salib Kalvari Ia turun ke daerah / bagian yang lebih rendah dari bumi, yaitu, kepada pengalaman dari kedalaman yang terendah, penderitaan dari neraka (Mat 27:46)] - hal 193.

3) Ay 10: “Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu”.

Calvin menganggap bahwa kata-kata ‘untuk memenuhkan / memenuhi segala sesuatu’, artinya ‘memenuhi seluruh alam semesta dengan kehadiran & kuasa­Nya’.

Calvin mengatakan bahwa kalau kita hanya mendengar Kristus naik ke surga, maka kita merasa jauh dari Dia, karena itu ditambahkan ‘untuk memenuhi segala sesuatu’ supaya kita tahu bahwa Ia tetap dekat dengan kita.

Calvin: “When we hear of the ascension of Christ, it instantly strikes our minds that he is removed to a great distance from us; and so he actually is, with respect to his body and human presence. But Paul reminds us, that while he is removed from us in bodily presence, he fills all things by the power of his Spirit” (= Pada waktu kita mendengar tentang kenaikan Kristus ke surga, kita langsung berpikir bahwa Ia terpisah oleh jarak yang jauh dari kita; dan memang Ia jauh dari kita berkenaan dengan tubuhNya dan kehadiran manusiaNya. Tetapi Paulus mengingatkan kita, bahwa sementara Ia jauh dari kita dalam kehadiran manusiaNya, Ia memenuhi segala sesuatu melalui kuasa RohNya) - hal 276.

Barclay: “he did not ascend up on high to leave the world; he ascended up on high to fill the world with his presence. ... To Paul the ascension of Jesus meant not a Christ-deserted but a Christ-filled world” (= Ia bukannya naik ke surga untuk meninggalkan dunia ini; Ia naik ke surga untuk memenuhi dunia dengan kehadiranNya. ... Bagi Paulus kenaikan Yesus ke surga bukan berarti suatu dunia yang ditinggalkan oleh Kristus, tetapi suatu dunia yang dipenuhi oleh Kristus) - hal 144,145.

Hendriksen menganggap (hal 195) bahwa kata-kata ‘memenuhkan segala sesuatu’ berarti ‘memenuhi alam semesta dengan pemberian-pemberianNya’, baik itu berupa keselamatan maupun karunia-karunia pelayanan.

William Hendriksen menolak penafsiran Calvin di atas dengan alasan sebagai berikut: “it is not clear how Christ, by means of his ascension, could become omnipresent. As to his deity he was already omnipresent. And as to his human nature, unless we accept the general proposition that by means of the ascension something peculiar to the divine nature is communicated to the human nature - which is not the Reformed position - it is hard to see how that human nature could now become omnipresent” (= tidak jelas bagaimana Kristus, melalui kenaikanNya ke surga, bisa menjadi maha ada. Berkenaan dengan keilahianNya Ia sudah maha ada. Dan berkenaan dengan hakekat manusia, kecuali kita menerima / mempercayai pandangan umum bahwa melalui kenaikanNya sesuatu yang khas dari hakekat ilahi diberikan kepada hakekat manusia, yang bukan merupakan pandangan Reformed, adalah sukar untuk melihat bagaimana hakekat manusia itu sekarang bisa menjadi maha ada) - hal 194.

Saya kira Hendriksen terlalu menekankan kata ‘untuk’ dalam Ef 4:10, dan saya tetap setuju dengan pandangan Calvin. Calvin memang berpendapat bahwa hakekat manusia dari Yesus itu tidak maha ada, tetapi tetap ada di surga, sampai saat pemulihan segala sesuatu.

Calvin: “as respects his body, the saying of Peter holds true, that ‘the heaven must receive him until the times of restitution of all things, which God hath spoken by the mouth of all his holy prophets since the world began.’ (Acts 3:21)” [= berkenaan dengan tubuhNya, kata-kata Petrus tetap benar bahwa ‘surga harus menerimaNya sampai saat pemulihan segala sesuatu, yang telah difirmankan Allah oleh mulut dari semua nabi-nabi kudusNya sejak dunia ada’. (Kis 3:21)] - hal 276.

Kis 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu”.

Perlu diketahui bahwa kata yang diterjemahkan ‘tinggal’ seharusnya artinya adalah ‘receive’ (= menerima).

NASB: ‘whom heaven must receive until the period of restoration of all things ...’ (= yang harus diterima di surga sampai masa pemulihan segala sesuatu ...).

F. F. Bruce (NICNT): “Jesus, their Messiah, ... had been received up into the divine presence, and would remain there until the consummation of all that the prophets, from the earliest days, had foretold” (= Yesus, Mesias mereka, ... telah diterima ke dalam hadirat ilahi, dan akan tinggal di sana sampai penyempurnaan dari semua yang sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi sejak semula) - ‘The Book of the Acts’, hal 91.

Adam Clarke: “he has ascended unto heaven, ... and there he shall continue till he comes again to judge the quick and the dead” (= Ia telah naik ke surga, ... dan Ia akan terus di sana sampai Ia datang lagi untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati) - hal 707.

J. A. Alexander: “In the mean time, i.e. until God shall send Christ and the times of refreshing from his presence, he is committed to the heavens ... Till this great cycle has achieved its revolution, and this great remedial process has accomplished its design, the glorified body of the risen and ascended Christ not only may but must, as an appointed means of that accomplishment, be resident in heaven, and not on earth” (= Sementara itu, yaitu sampai Allah mengirim Kristus dan saat penyegaran dari hadiratNya, Ia dibatasi di surga ... Sampai siklus yang besar ini telah mencapai siklus lengkap, dan proses penyembuhan yang besar ini telah menyelesaikan tujuannya, tubuh yang dimuliakan dari Kristus yang telah bangkit dan naik ke surga itu bukan hanya bisa / boleh, tetapi harus, sebagai suatu cara yang ditetapkan untuk penyelesaian itu, tinggal di surga, dan bukan di bumi) - hal 116,118.

Matthew Poole: “‘Whom heaven must receive;’ that is, contain after it hath received him, as a real place doth a true body; for such Christ’s body was, which was received into heaven: and heaven is the place and throne of this King of kings and Lord of lords, where he shall reign until he hath put all his enemies under his feet, 1Cor. 15:25” (= ‘Yang surga harus menerima’; artinya, menahan setelah surga menerimaNya, sebagai suatu tempat yang nyata menerima suatu tubuh yang sungguh-sungguh; karena begitulah tubuh Kristus itu, yang diterima di dalam surga: dan surga merupakan tempat dan takhta dari Raja dari segala raja dan Tuhan dari segala tuhan, dimana Ia akan memerintah sampai Ia telah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya, 1Kor 15:25) - hal 393.

Penutup:

Kristus yang telah naik ke surga itu, akan kembali ke dunia untuk keduakalinya (Kis 1:11), untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati (Ro 2:16 2Tim 4:1 Ibr 10:30). Dan salah satu yang akan dipersoalkan adalah: apa yang kita lakukan dengan karunia-karunia yang telah diberikan kepada kita (bdk. Mat 25:14-30 - perumpamaan tentang talenta), dan apakah kita melakukan pelayanan dengan baik atau tidak.

Mat 24:45-51 - “(45) Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? (46) Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. (47) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. (48) Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: (49) Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, (50) maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, (51) dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.

Maukah saudara melayani dengan sungguh-sungguh sementara menunggu kedatanganNya yang keduakalinya? Tuhan memberkati saudara.

-AMIN-

7.Roh Kudus sebagai jaminan

Efesus 1:13-14

Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.

Dari kata-kata yang saya garis-bawahi itu terlihat bahwa dalam Ef 1:13-14 ini Roh Kudus disebut sebagai:

I) Yang dijanjikan.

Memang Roh Kudus berulang-ulang dijanjikan.

1) Janji tentang Roh Kudus dalam Perjanjian Lama.

Misalnya:

· Yeh 36:26-27 - “(26) Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. (27) RohKu akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya”.

· Yoel 2:28-29 - “(28) ‘Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. (29) Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu”.

2) Janji tentang Roh Kudus dalam Perjanjian Baru.

· Mat 3:11 - “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasutNya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”.

· Yoh 7:37-39 - “(37) Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum! (38) Barangsiapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.’ (39) Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan”.

· Kis 1:4,5,8 - “(4) Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang - demikian kataNya - ‘telah kamu dengar dari padaKu. (5) Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.’ ... (8) Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.’”.

· Luk 24:49 - “Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan BapaKu. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.’”.

Selain itu, juga banyak ayat dalam Yoh 14-16, seperti Yoh 14:16-19,26 Yoh 15:26 Yoh 16:7,13.

Janji-janji itu tergenapi pada hari Pentakosta.

Kis 2:1-4 - “(1) Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. (2) Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; (3) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. (4) Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.

Dan pada waktu orang-orang tertentu mengatakan bahwa mereka sedang mabuk, maka Petrus dan rasul-rasul berkata: “(14b) Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini. (15) Orang-orang ini tidak mabuk seperti yang kamu sangka, karena hari baru pukul sembilan, (16) tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel: (17) Akan terjadi pada hari-hari terakhir - demikianlah firman Allah - bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. (18) Juga ke atas hamba-hambaKu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat” (Kisah 2:14b-18).

II) Meterai.

Arti meterai:

1) Menjamin sifat asli dari sesuatu.

Jadi, kalau kita dimeteraikan dengan Roh Kudus, itu menjamin bahwa kita betul-betul adalah anak Allah.

Ro 8:14-17 - “(14) Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. (15) Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’ (16) Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. (17) Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia”.

2) Tanda kepemilikan.

Jadi, kita dimeteraikan dengan Roh Kudus, artinya kita ditandai sebagai milik Allah.

Bdk. Ro 8:9b - “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”.

3) Menjamin keamanan.

Jadi, kita dimeteraikan artinya kita pasti selamat / keselamatan kita terjamin. Untuk bagian ini lihat ayat-ayat pendukungnya di bawah (2Kor 1:21-22 2Kor 5:5).

III) Jaminan.

1) Ada 2 ayat lain yang berbicara tentang Roh Kudus sebagai ‘jaminan’, yaitu:

· 2Kor 1:21-22 - “(21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.

KJV: ‘Now he which stablisheth us with you in Christ, and hath anointed us, [is] God; Who hath also sealed us, and given the earnest of the Spirit in our hearts’ (= Dia yang meneguhkan kami dan kamu dalam Kristus, dan telah mengurapi kita, adalah Allah; Yang juga telah memeteraikan kita, dan telah memberikan uang muka / jaminan Roh dalam hati kita).

· 2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”.

2) Kata bahasa asli yang diterjemahkan ‘jaminan’ adalah ARRABON, yang sebetulnya bukan merupakan kata Yunani tetapi Ibrani.

a) Arti dari kata ARRABON adalah ‘tanggungan / uang muka’.

Bdk. Kej 38:17,18,20 - “(17) Jawabnya: ‘Aku akan mengirimkan kepadamu seekor anak kambing dari kambing dombaku.’ Kata perempuan itu: ‘Asal engkau memberikan tanggungannya, sampai engkau mengirimkannya kepadaku.’ (18) Tanyanya: ‘Apakah tanggungan yang harus kuberikan kepadamu?’ Jawab perempuan itu: ‘Cap meteraimu serta kalungmu dan tongkat yang ada di tanganmu itu.’ Lalu diberikannyalah semuanya itu kepadanya, maka ia menghampirinya. Perempuan itu mengandung dari padanya. ... (20) Adapun Yehuda, ia mengirimkan anak kambing itu dengan perantaraan sahabatnya, orang Adulam itu, untuk mengambil kembali tanggungannya dari tangan perempuan itu, tetapi perempuan itu tidak dijumpainya lagi”.

Dalam Kej 38:17,18,20 ini, kata Ibrani yang diterjemahkan ‘tanggungan’ adalah ERABON / HA-ERABON [= the pledge (= jaminan / tanggungan)]. Tanggungan ini mengharuskan Yehuda untuk membayar sesuai apa yang ia janjikan.

Jadi, ‘tanggungan / uang muka’ ini mengesahkan suatu kontrak / pembelian, dan memberikan kepastian bahwa pembayaran akan dilunasi.

John Stott membedakan antara ‘uang muka’ dan ‘tanggungan’. ‘Tanggungan’ akan dikembalikan pada waktu seluruh pembayaran telah dilunasi. Tetapi ‘uang muka’ merupakan sebagian / bagian pertama dari seluruh pembayaran. Kata ARRABON bisa berarti ‘tanggungan’ ataupun ‘uang muka’, tetapi dalam ayat-ayat yang membicarakan Roh Kudus sebagai ARRABON, maka Stott memilih terjemahan ‘uang muka’. Dan kelihatannya penafsir-penafsir lain juga berpandangan sama dengan Stott.

John Stott: “‘Guarantee’ here is arrabon, originally a Hebrew word which seems to have come into Greek usage through Phoenician traders. ... in ancient commercial transaction it signified a ‘first instalment, deposit, down payment, pledge, that pays a part of the purchase price in advance, and so secures a legal claim to the article in question, or makes a contract valid’ (AG). In this case the guarantee is not something separate from what it guarantees, but actually the first portion of it. ... A deposit on a house or in a hire-purchase agreement, ... is more than a guarantee of payment; it is itself the first instalment of the purchase price. So it is with the Holy Spirit. In giving him to us, God is not just promising us our final inheritance but actually giving us a foretaste of it, which however, ‘is only a small fraction of the future endowment’” (= ‘Jaminan’ di sini adalah ARRABON, yang sebetulnya merupakan suatu kata bahasa Ibrani yang kelihatannya digunakan dalam penggunaan Yunani melalui pedagang-pedagang Fenisia. ... dalam transaksi perdagangan kuno itu berarti suatu ‘angsuran, setoran pertama, uang muka, yang membayar di muka sebagian dari harga pembelian, dan dengan demikian menjamin tuntutan hukum terhadap benda yang dibicarakan, atau membuat suatu kontrak sah’ (AG). Dalam kasus ini, ‘jaminan’ bukanlah sesuatu yang terpisah dari apa yang dijaminnya, tetapi betul-betul bagian pertama darinya. ... suatu setoran bagi sebuah rumah atau dalam suatu perjanjian sewa-beli, adalah lebih dari suatu jaminan pembayaran; jaminan itu sendiri merupakan angsuran pertama dari harga pembelian. Demikian juga dengan Roh Kudus. Dalam memberikanNya kepada kita, Allah bukan sekedar menjanjikan kepada kita warisan akhir kita, tetapi betul-betul memberikan kita suatu cicipan darinya, tetapi yang ‘hanya merupakan suatu pecahan / bagian kecil dari anugerah / berkat di masa yang akan datang’) - ‘Ephesians’, hal 49.

Barclay: “The arrabon was a regular feature of the Greek business world. It was a part of the purchase price of anything, paid in advance as a guarantee that the rest would in due time be paid” (= ARRABON merupakan suatu karakter / bentuk umum dari dunia bisnis Yunani. Itu merupakan suatu bagian dari harga pembelian dari sesuatu, dibayarkan dimuka sebagai suatu jaminan bahwa sisanya akan dibayar pada waktunya) - ‘Ephesians’, hal 87.

Ralph P. Martin: “The use of avrrabwn (ARRABON) ... refers to a down payment, something to assure that the ‘final installment will come’ (1:22)” [= Penggunaan dari avrrabwn (ARRABON) ... menunjuk pada suatu uang muka, sesuatu untuk menjamin bahwa ‘angsuran akhir akan datang’ (1:22)] - ‘Word Biblical Commentary, II Corinthians’, hal 108.

Charles Hodge: “The word avrrabwn (ARRABON), ‘pledge,’ is a Hebrew word, which passed as a mercantile term, probably from the Phenician, into Greek and Latin. It is properly that part of the purchase money paid in advance, as a security for the remainder” [= Kata avrrabwn (ARRABON), ‘uang muka’, merupakan suatu kata bahasa Ibrani, yang disampaikan / diterima sebagai suatu istilah perdagangan, mungkin dari orang-orang Fenisia, ke dalam bahasa Yunani dan Latin. Itu sebenarnya merupakan suatu bagian dari uang pembelian yang dibayarkan di muka, sebagai suatu jaminan bagi sisanya] - ‘I & II Corinthians’, hal 401.

b) Dengan adanya ARRABON sebagai ‘uang muka’ / ‘jaminan’, apa yang kita harapkan untuk kita terima nanti?

Ef 1:14 - “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.

Kata ‘penebusan’ ini biasanya berarti pembebasan dari kutuk / hukuman dan pemulihan diri kita, sehingga kembali diperkenan oleh Allah. Tetapi kadang-kadang kata ‘penebusan’ ini menunjuk pada pembebasan total dari segala kejahatan, yang terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. Arti kedua ini digunakan misalnya dalam:

· Luk 21:28 - “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] sudah dekat.’”.

· Ro 8:23 - “Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] tubuh kita”.

· Ef 4:30 - “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)]”.

Dan Hodge mengatakan, bahwa dalam Ef 1:14, arti kedua inilah yang harus diambil.

Charles Hodge: “The word ‘redemption,’ in its Christian sense, sometimes means that deliverance from the curse of the law and restoration to the favour of God, of which believers are in this life the subjects. Sometimes it refers to that final deliverance from all evil, which is to take a place at the second advent of Christ. ...There can be no doubt that it here refers to this final deliverance” (= Kata ‘penebusan’, dalam arti Kristennya, kadang-kadang berarti pembebasan dari kutuk hukum Taurat dan pemulihan pada perkenan Allah, tentang siapa orang-orang percaya adalah subyeknya dalam hidup ini. Kadang-kadang kata itu menunjuk pada pembebasan akhir dari semua kejahatan, yang akan terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. ... Tidak diragukan bahwa di sini kata itu menunjuk pada pembebasan akhir ini) - ‘Ephesians’, hal 5-6.

Jadi, kalau Roh Kudus disebut sebagai ‘jaminan’ / ‘uang muka’, itu menunjukkan bahwa Ia adalah jaminan bagi keselamatan maupun berkat-berkat yang lain, termasuk surga. Roh Kudus itu menyebabkan kita bisa pasti bahwa berkat-berkat tersebut di atas akan kita terima. Dengan kata lain, Roh Kudus merupakan jaminan bagi kita bahwa keselamatan kita tidak akan bisa hilang.

Charles Hodge: “The Holy Spirit is itself ‘the earnest,’ i.e. at once the foretaste and pledge of redemption. ... So certain, therefore, as the Spirit dwells in us, so certain is our final salvation” (= Roh Kudus sendiri adalah ‘jaminan’, yaitu sekaligus merupakan cicipan dan jaminan / janji tentang penebusan. ... Karena itu, sepasti seperti Roh Kudus tinggal di dalam kita, demikianlah pastinya keselamatan akhir kita) - ‘I & II Corinthians’, hal 401.

Barclay: “What Paul is saying is that the experience of the Holy Spirit which we have in this world is a foretaste of the blessedness of heaven; and it is the guarantee that some day we will enter into full possession of the blessedness of God. The highest experiences of Christian peace and joy which this world can afford are only faint foretaste of the joy into which we will one day enter” (= Apa yang dikatakan oleh Paulus adalah bahwa pengalaman tentang Roh Kudus yang kita punyai dalam dunia ini adalah suatu cicipan dari berkat di surga; dan itu adalah jaminan bahwa pada suatu saat nanti kita akan masuk ke dalam kepemilikan penuh terhadap berkat Allah. Pengalaman tertinggi dari damai dan sukacita Kristen yang bisa diberikan dunia ini hanyalah suatu cicipan yang redup dari sukacita yang akan kita masuki pada suatu hari kelak) - ‘Ephesians’, hal 87-88.

William Hendriksen: “when God deposited the Spirit in the hearts of his children he obligated himself to bestow upon them consequently the full remainder of all the blessings of salvation merited for them by the atoning sacrifice of Christ” (= pada saat Allah memberikan Roh dalam hati dari anak-anakNya, maka sebagai akibatnya Ia mewajibkan diriNya sendiri untuk memberikan kepada mereka sisa yang tertinggal dari berkat-berkat keselamatan yang layak mereka dapatkan oleh korban penebusan Kristus) - hal 92.

Editor dari Calvin’s Commentary mengutip kata-kata Chrysostom, yang mengatakan bahwa kalau Allah memberikan Roh KudusNya sebagai jaminan / uang muka, dan Ia lalu tidak memberikan ‘sisa warisan’, maka Ia akan kehilangan Roh Kudus itu, dan ini jelas merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

Editor dari Calvin’s Commentary: “If God having given this earnest, should not also give the rest of the inheritance, he should undergoe the losse of his earnest, as Chrysostome most elegantly and soundly argueth” (= Jika Allah, setelah memberikan uang muka / jaminan ini, tidak memberikan juga sisa dari warisan, Ia harus mengalami kehilangan uang muka / jaminanNya, seperti yang diargumentasikan oleh Chrysostom dengan sangat bagus dan sehat / benar) - ‘Second Epistle to the Corinthians’, hal 140 (footnote).

c) Kata ARRABON bisa menunjuk pada cincin pertunangan / janji pernikahan.

John Stott: “It is used in modern Greek for an engagement ring” (= Itu digunakan dalam bahasa Yunani modern untuk suatu cincin pertunangan) - ‘Ephesians’, hal 49.

William Hendriksen: “He who gives the engagement ring, in pledge, expects to receive the bride. It is God who gave the arrabon. The word arrabon and its cognates are used in modern Greek to indicate matters pertaining to a wedding engagement” (= Ia yang memberikan cincin pertunangan sebagai jaminan, mengharapkan untuk menerima mempelai wanitanya. Allahlah yang memberikan arrabon. Kata arrabon dan kata-kata yang asalnya sama, digunakan dalam bahasa Yunani modern untuk menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian pernikahan) - hal 92 (footnote).

Memang hubungan Allah / Yesus dengan kita digambarkan seperti sepasang calon mempelai. Dengan adanya pemberian Roh Kudus sebagai cincin pertunangan / janji pernikahan, maka pernikahan tersebut merupakan sesuatu yang pasti terjadi.

Penutup.

Roh Kudus hanya diberikan kepada orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan Ia diberikan pada saat orang itu percaya.

Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.

Karena itu, tidak semua orang dalam gereja berhak untuk merasa terhibur oleh pemberitaan tentang Roh Kudus di atas tadi. Hanya orang kristen sejati yang berhak menerapkan penghiburan dan jaminan keselamatan tadi untuk dirinya sendiri.

Charles Hodge: “The fruits of the Spirit are the only evidence of his presence; so that while those who experience and manifest those fruits may rejoice in the certainty of salvation, those who are destitute of them have no right to appropriate to themselves the consolation of this and similar declarations of the word of God” (= Buah Roh adalah satu-satunya bukti dari kehadiranNya; sehingga sementara mereka yang mengalami dan mewujudkan buah itu boleh bersukacita dalam kepastian keselamatan, mereka yang tidak mempunyainya tidak berhak untuk mengambil bagi diri mereka sendiri penghiburan ini dan pernyataan-pernyataan yang serupa dari Firman Allah) - ‘I & II Corinthians’, hal 401.

Karena itu kalau dalam hidup saudara belum ada buah Roh sama sekali, yang menunjukkan bahwa saudara belum sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, cepatlah percaya kepadaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara. Maka semua penghiburan dan jaminan keselamatan tadi juga berlaku bagi saudara.

-AMIN-

8.orang kaya yang bodoh

LUKAS 12:13-21

I) Orang yang datang kepada Yesus (Lukas 12: 13).

1) Latar belakang.

Pada jaman itu seorang Rabi / guru sering membereskan persoalan. Yesus dianggap sebagai Rabi sehingga Ia diminta untuk membereskan persoalan.

2) Orang ini datang kepada Yesus bukan karena ia percaya kepada Yesus atau karena ia menyenangi ajaranNya, tetapi supaya ia mendapat warisan / menjadi kaya.

Penerapan: jaman sekarang, dengan populernya Theologia Kemakmuran, maka ada banyak orang ‘datang kepada Yesus’ atau ‘datang ke gereja’ dengan tujuan yang sama, yaitu supaya menjadi kaya / supaya mendapat berkat Tuhan yang berlimpah-limpah. Kalau saudara adalah orang yang seperti itu, maka pelajarilah dari pelajaran ini bagaimana sikap Yesus kepada orang yang datang kepadaNya dengan motivasi seperti itu, dan bertobatlah!

3) Yesus baru mengajarkan firman Tuhan (ay 1-12), tetapi orang itu tidak mempedulikan apa yang Yesus baru ajarkan, dan ia, tanpa sungkan sedikitpun, tahu-tahu berbicara soal warisan, yang sama sekali tak ada hubungannya dengan apa yang Yesus ajarkan dalam ay 1-12 itu.

Di sini kita melihat bahwa orang itu, karena ketamakan / kecintaannya akan uang, menjadi tidak mempunyai kesopanan, tidak peduli pada firman Tuhan, asal ia bisa mendapat uang. Tak heran Paulus mengatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan (1Tim 6:9-10).

Renungkan: seberapa pentingnya uang bagi saudara?

4) Dalam Perjanjian Lama ada hukum tentang pembagian warisan (Ul 21:15-17 Bil 27:8-11 Bil 36). Boleh jadi orang yang datang kepada Yesus itu memang adalah pihak yang benar dalam sengketa tentang warisan itu. Dengan kata lain, bisa saja saudaranya tidak mematuhi hukum-hukum tentang pembagian warisan yang ada dalam Perjanjian Lama itu. Tetapi, bagaimanapun juga, orang ini tetap salah, karena ia adalah orang yang tamak, yang pikirannya hanya tertuju pada uang. Mungkin ia berpikir bahwa kalau ada uang maka segala sesuatu pasti enak.

5) Sengketa yang dia bicarakan adalah dalam persoalan pembagian warisan dengan saudaranya sendiri!

Seseorang mengatakan: “When there is an inheritance 99 % of the people become wolves” (= Kalau ada warisan, maka 99 % manusia menjadi serigala).

Apakah saudara termasuk yang 99 % atau yang 1 %?

II) Sikap / jawaban Yesus (ay 14-21).

Ay 14: “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?’”.

1) ‘Saudara’ (ay 14). Ini sebetulnya salah terjemahan.

NIV/NASB/Lit: ‘man’.

Ini sebutan yang tidak terlalu ramah dibanding dengan sebutan ‘saudara’ atau ‘anakku’ dsb. Jadi dari sini sudah terlihat sikap Yesus terhadap orang itu.

2) Ay 14 ini jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak mau menuruti permintaan orang itu. Mengapa?

a) Mungkin karena orang itu menggunakan Yesus hanya sebagai ‘tambal butuh’ / ‘ban serep’ saja.

Penerapan: kalau saudara hanya berdoa pada saat saudara membutuhkan sesuatu dari Tuhan, jangan berharap Tuhan mau mempedulikan saudara!

Amsal 1:24-28 - “(24) Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, (25) bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, (26) maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, (27) apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. (28) Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku”.

b) Mungkin karena Yesus tidak mau orang banyak menganggap Dia sebagai Raja duniawi yang menangani persoalan-persoalan duniawi. Ingat bahwa orang Yahudi mempunyai pemikiran yang salah tentang Mesias dimana mereka menganggapnya sebagai Raja duniawi. Dan Yesus tidak mau memperparah pemikiran yang salah ini.

c) Mungkin karena Yesus tidak mau ‘melangkahi’ orang-orang yang berwenang menangani persoalan seperti itu.

d) Mungkin karena ia mempunyai tugas lain yang lebih penting, yaitu tugas rohani!

Penerapan:

· hamba Tuhan tidak seharusnya disibukkan dengan tugas-tugas duniawi.

Catatan: tetapi hamba Tuhan boleh membereskan sengketa di antara 2 orang kristen.

Bdk. 1Kor 6:1-6 - “(1) Apakah ada seorang di antara kamu, yang jika berselisih dengan orang lain, berani mencari keadilan pada orang-orang yang tidak benar, dan bukan pada orang-orang kudus? (2) Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kudus akan menghakimi dunia? Dan jika penghakiman dunia berada dalam tangan kamu, tidakkah kamu sanggup untuk mengurus perkara-perkara yang tidak berarti? (3) Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? Jadi apalagi perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari. (4) Sekalipun demikian, jika kamu harus mengurus perkara-perkara biasa, kamu menyerahkan urusan itu kepada mereka yang tidak berarti dalam jemaat? (5) Hal ini kukatakan untuk memalukan kamu. Tidak adakah seorang di antara kamu yang berhikmat, yang dapat mengurus perkara-perkara dari saudara-saudaranya? (6) Adakah saudara yang satu mencari keadilan terhadap saudara yang lain, dan justru pada orang-orang yang tidak percaya?”.

· jangan melakukan tugas duniawi, sehingga melalaikan tugas rohani saudara! Misalnya: terus sibuk dengan urusan pekerjaan, kampung (RT / RW), arisan, negara dsb, sehingga tIDak ada waktu untuk melayani Tuhan.

Ay 15: “KataNya lagi kepada mereka: ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.’”.

1) ‘Waspadalah terhadap segala ketamakan’.

a) Kata Yunani yang diterjemahkan ‘ketamakan’ adalah PLEONEXIAS yang merupakan gabungan dari 2 kata Yunani yaitu PLEION (= more / lebih) + EKHEIN (= to have / mempunyai). Jadi kata itu menunjuk pada ‘keinginan untuk mempunyai lebih banyak’. Kalau saudara adalah orang yang selalu ingin mempunyai lebih banyak (hal materi), maka saudara adalah orang yang tamak.

b) ‘segala ketamakan’.

NASB: ‘every forms of greed’ (= setiap bentuk ketamakan).

NIV: ‘all kinds of greed’ (= semua jenis ketamakan).

Memang ada bermacam-macam ketamakan, seperti ketamakan terhadap uang, terhadap pakaian, perhiasan, rumah, mobil, barang-barang lux, kesenangan-kesenangan yang lain.

Ketamakan yang mana yang ada dalam diri saudara?

2) ‘Hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya’.

Ini menunjukkan bahwa sekalipun seseorang itu kaya, tetapi:

· ia tetap harus mati, bahkan mungkin saja umurnya pendek!

· ia tidak mesti mempunyai real life (= kehidupan yang sejati / sesungguhnya).

Sadarilah hal ini, dan janganlah menujukan hidup saudara pada kekayaan!

Ay 16-20: “(16) Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kataNya: ‘Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. (17) Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. (18) Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. (19) Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”.

1) Ay 15,21 menunjukkan arah / penekanan dari perumpamaan ini!

2) Ay 16-18 menunjukkan bahwa orang ini melakukan pekerjaan yang baik / jujur, tetapi ia toh dikecam. Apalagi orang tamak yang bekerja dengan tidak jujur atau mau mendapatkan uang dengan cara yang tidak halal!

Sebagai contoh, kalau saudara menemukan sebuah dompet, dan dalam dompet itu ada uang, KTP, dsb, sehingga saudara tahu siapa pemilik dompet itu dan bisa mengembalikannya, apakah saudara mengembalikan dompet tersebut?

Bdk. Ul 22:1-3 - “(1) ‘Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada saudaramu itu. (2) Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat denganmu dan engkau tidak mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu ke dalam rumahmu dan haruslah itu tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang mencarinya; engkau harus mengembalikannya kepadanya. (3) Demikianlah harus kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan pakaiannya, demikianlah kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang kautemui; tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu”.

Majalah Reader’s Digest pernah mengadakan semacam percobaan untuk mengetahui kejujuran manusia di banyak kota dan negara di dunia ini. Mereka melakukannya dengan menyebarkan di kota-kota besar di beberapa negara sebanyak 1.100 dompet, masing-masing berisikan uang senilai $ 50 dalam mata uang lokal, disertai dengan nama, alamat dan nomor telpon dari si pemilik.

Dompet-dompet itu disebarkan di tempat-tempat yang bervariasi, seperti tempat telpon umum, di depan bangunan kantor, toko-toko, tempat parkir, restoran, dan bahkan tempat ibadah. Juga pada saat suatu dompet ditinggalkan di suatu tempat, dompet itu diawasi dari jauh, untuk melihat reaksi dari si penemu dompet.

Hasil total, 44 % dari dompet-dompet itu tidak kembali. Hasil terperinci:

1. Denmark & Norwegia kembali 100 %.

Sampai diberi komentar: apakah perlu di sana orang mengunci pintu rumah?

2. Singapura kembali 90 %.

3. Australia & Jepang kembali 70 %.

4. Amerika Serikat kembali 67 %.

5. Inggris kembali 65 %.

6. Belanda kembali 50 %.

7. Jerman kembali 45 %.

8. Rusia kembali 43 %.

9. Filipina kembali 40 %.

10. Itali kembali 35 %.

11. Cina kembali 30 %.

12. Mexico kembali 21 %.

Hal yang menarik adalah bahwa kadang-kadang orang kaya tidak mengembalikan dompet itu, sebaliknya orang miskin, yang betul-betul membutuhkan, justru mengembalikannya.

Di Lausanne, Swiss, seorang wanita berpakaian bagus, memakai mantel dan sepatu hak tinggi, sedang berjalan dengan anaknya perempuan. Perempuan itu membungkuk untuk mengambil dompet itu, lalu mereka berdua berpandang-pandangan, dan perempuan itu lalu memasukkan dompet itu ke kantongnya, dan tidak mengembalikannya.

Sebaliknya seorang bangsa Albania, yang lari dari Kosovo dan bekerja sebagai pelayan restoran di Swiss, mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Saya tahu betapa keras / berat seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak itu’.

Juga seorang Kanada menemukan uang itu, dan ia lalu berpikir: ‘Mungkin pemiliknya adalah seorang cacat, yang membutuhkan uang ini lebih dari saya’. Ia lalu mengembalikan uang itu, padahal ia sendiri adalah orang miskin yang bekerja sebagai seorang pemulung kaleng-kaleng minuman untuk didaur-ulang.

Ada seorang wanita di North Carolina, Amerika Serikat, yang pada waktu menemukan dompet itu, mula-mula berpikir: ‘Aku bisa menggunakan uang ini’. Tetapi ia lalu melihat ada foto seorang bayi dalam dompet itu, dan lalu berpikir bahwa pemilik dompet ini lebih membutuhkan uang ini dari aku. Dan ia lalu mengembalikan dompet itu.

Ada beberapa orang yang mengembalikan dompet itu karena mereka sendiri pernah kehilangan dompet dan tidak kembali. Seorang di Belanda mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Pada saat saya adalah seorang anak, saya kehilangan dompet saya di taman hiburan, dan tidak pernah kembali. Saya tidak mau pemilik dompet ini merasakan hal yang sama’.

Bagaimana pengembalian dompet di kalangan orang-orang yang religius?

Seorang wanita muslim Malaysia, yang sekalipun sama sekali tidak kaya, tanpa ragu-ragu sesaatpun, mengembalikan uang itu. Ia berkata: ‘Sebagai orang Islam, saya sadar akan pencobaan dan bagaimana mengalahkannya’.

Di Taipei, seorang pemeluk agama Buddha yang sungguh-sungguh, menemukan dompet itu dan langsung mengembalikannya, dan ia berkata: ‘Adalah kewajibanku untuk melakukan perbuatan baik’.

Di Rusia, seorang wanita yang dibayar untuk mengajar anak-anak di rumah, mengembalikan dompet itu untuk mentaati salah satu dari 10 hukum Tuhan. Ia berkata: ‘Beberapa tahun yang lalu, mungkin aku sudah mengambilnya, tetapi sekarang aku sudah berubah secara total. Seperti dikatakan: Janganlah mengingini milik sesamamu’.

Tetapi di Mexico, sedikitnya 2 orang kristen (katolik) mengambil dompet itu, melihat isinya, lalu membuat tanda salib, dan tidak mengembalikannya.

Reader’s Digest memberi komentar: “The cash, they must have decided, was heaven-sent” (= Mereka pasti memutuskan / menganggap bahwa uang tunai itu dikirim dari surga) - hal 40.

Artikel itu ditutup dengan kata-kata sebagai berikut: “For the rest of you, those who kept the cash, you’ve got our number - and we know where you live” (= Untuk kalian yang lain, yang menahan uang tunai itu, kalian punya nomer telpon kami - dan kami tahu dimana kalian tinggal) - hal 41.

3) Ay 16-18 juga menunjukkan bahwa makin seseorang itu kaya, makin banyak problem yang ia hadapi. Akhirnya ia menjadi semakin sibuk, dan makin tidak punya waktu untuk Tuhan! Kalau ini menggambarkan kehidupan saudara, bertobatlah, sebelum Tuhan juga tidak punya waktu untuk saudara!

4) Ay 16-18 juga menunjukkan bahwa kekayaan tidak akan pernah memberi kepuasan kepada orang yang tamak, karena ia akan selalu ingin lebih kaya lagi.

Bdk. Pkh 5:9 - “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia”.

Seseorang mengatakan: “The increase serves not as water to quench but as fuel to feed the fire” (= Pertambahan kekayaan itu tidak berfungsi sebagai air untuk memadamkan, tetapi sebagai bahan bakar / bensin untuk mengobarkan api).

William Barclay: “The Romans had a proverb which said that money was like sea-water; the more a man drank the thirstier he became” (= Orang Romawi mempunyai pepatah yang berkata bahwa uang itu seperti air laut; makin seseorang meminumnya, makin ia jadi haus).

Karena itu, kalau saudara ingin kaya dengan pikiran bahwa kalau kaya bisa enak / tenteram / damai, saudara justru salah besar. Makin saudara kaya, makin saudara tidak puas!

5) Ay 19: yang diinginkan oleh orang kaya itu hanyalah bersenang-senang.

Kalau saudara adalah orang seperti orang kaya itu, maka baca dan renungkan ayat di bawah ini.

Pkh 11:9 - “Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”.

6) Ay 20: “Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”.

a) Orang ini disebut ‘bodoh’ oleh Allah!

Orang ini jelas adalah orang yang sukses dalam bisnis / pekerjaannya sehingga menjadi kaya. Kalau pada jaman ini mungkin ia adalah semacam konglomerat. Dan orang-orang seperti ini pada jaman ini selalu dianggap sebagai orang yang pandai / hebat oleh dunia. Tetapi Allah menganggap orang kaya ini bodoh!

Renungkan: bagaimana dunia memandang saudara? Dan bagaimana Allah memandang saudara? Yang mana yang lebih penting bagi saudara, pandangan dunia tentang diri saudara atau pandangan Allah tentang diri saudara?

b) Mengapa ia disebut sebagai orang bodoh?

1. Karena ia mengira / menganggap bahwa hatinya bisa disenangkan oleh uang, makanan, minuman dsb. Kalau saudara beranggapan bahwa saudara bisa berbahagia kalau mempunyai hal-hal duniawi, maka saudara juga adalah orang bodoh!

2. Orang ini hidup hanya untuk sekarang. Ia tak peduli tentang kekekalan / hidup yang akan datang. Apakah saudara adalah orang seperti itu?

3. Orang ini hanya hidup untuk hal-hal jasmani / duniawi. Ia sedikitpun tak memikirkan hal rohani.

4. Orang ini tak pernah bersyukur kepada Tuhan / memuji Tuhan.

5. Orang ini adalah orang yang egois. Perhatikan bahwa dalam kata-katanya ada 8 x kata ‘aku’ dan 5 x kata ‘ku’. Perhatikan juga kata-kata ‘bagi dirinya sendiri’ dalam ay 21.

c) Ingat bahwa sekalipun orang yang disebut bodoh dalam bacaan ini adalah orang kaya, tetapi bukan hanya orang kaya yang bisa menjadi bodoh. Saudara yang adalah orang miskin juga bisa bodoh, dan sebaliknya, orang yang kaya bisa juga menjadi bijaksana / pandai!

Henry Ward Beecher: “Riches are not an end of life, but an instrument of life” (= Kekayaan bukanlah tujuan hidup tetapi alat dari hidup).

Kalau saudara bisa mempunyai filsafat hidup seperti ini maka, tak jadi soal apakah saudara kaya atau miskin, saudara adalah orang bijak!

William Barclay menceritakan tentang John Wesley yang tinggal di Oxford dengan gaji £ 30 / tahun. Ia hidup hanya dengan 28 £ dan sisanya ia berikan kepada orang lain. Pada saat gajinya naik menjadi 60, lalu 90, lalu 120 £, ia tetap hidup dengan 28 £ dan sisanya ia berikan kepada orang lain. Kalau saudara hidup seperti John Wesley, maka tidak jadi soal saudara kaya atau miskin, saudara adalah orang bijak! Tetapi persoalannya, apakah saudara hidup seperti John Wesley? Atau seperti orang kaya yang bodoh dalam bacaan ini?

d) Ini adalah kematian yang tiba-tiba, dan ini bisa terjadi pada siapapun juga!

Perhatikan kontras antara ‘bertahun-tahun lamanya’ / ‘many years’ dalam ay 19 dengan ‘malam ini’ dalam ay 20! Banyak orang mengira hidupnya masih panjang, padahal kematian sudah begitu dekat!

Bandingkan dengan:

· Amsal 27:1 - “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu”.

· Yak 4:13-16 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah”.

· Maz 39:5-7 - “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela (7) Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti”.

William Barclay memberikan suatu percakapan sebagai berikut:

A: I will learn my trade (= Aku akan belajar berdagang).

B: And then? (= Lalu?).

A: I will set up in business (= Aku akan memulai bisnis).

B: And then? (= Lalu?).

A: I will make my fortune (= Aku akan menjadi kaya).

B: And then? (= Lalu?).

A: I suppose that I shall grow old and retire and live on my money (= Aku kira aku akan menjadi tua dan pensiun dan hidup dari uangku).

B: And then? (= Lalu?).

A: Well, I suppose that some day I will die (= Aku kira suatu hari aku akan mati).

B: And then? (= Lalu?).

Kalau saudara begitu mementingkan kekayaan / pekerjaan / bisnis, maka renungkan percakapan di atas ini, dan cobalah menjawab pertanyaan yang terakhir!

e) Pada saat kita mati, harta / uang kita sama sekali tak berguna!

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· 1Tim 6:17-19 - “(17) Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. (18) Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi (19) dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya”.

· Amsal 11:4 - “Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.

· Maz 49:17-21 - “(17) Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, (18) sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia. (19) Sekalipun ia menganggap dirinya berbahagia pada masa hidupnya, sekalipun orang menyanjungnya, karena ia berbuat baik terhadap dirinya sendiri, (20) namun ia akan sampai kepada angkatan nenek moyangnya, yang tidak akan melihat terang untuk seterusnya. (21) Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan”.

Ay 21: “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.’”.

Ayat ini menunjukkan bahwa sekalipun orang ini kaya secara duniawi tetapi ia miskin secara rohani. Bdk. Wah 3:17 - “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, ...”.

Supaya saudara tak menjadi seperti orang ini, turutilah kata-kata Yesus dalam Mat 6:19-21 - “(19) Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada”.

Dan saudara hanya bisa mempunyai harta di surga / kekayaan rohani, kalau saudara percaya dan mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh.

Yak 2:5 - “Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikanNya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?”.

Wah 3:17-18 - “(17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, (18) maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat”.

Kesimpulan / penutup

Yesus menolak untuk mengurus warisan (ay 14), dan lalu mengajarkan ay 15-21. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak peduli orang itu kehilangan warisan asal ia tidak kehilangan nyawanya / masuk neraka! Bdk. Mat 16:26 - “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”.

Dan semua orang yang tidak percaya kepada Yesus, akan kehilangan nyawanya (masuk neraka)! Maukah saudara percaya kepada Yesus?

-o0o-

9.Natal dan hukum Taurat

Galatia 4:4-5

Gal 4:4-5 - “(4) Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. (5) Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.”.

I) Natal terjadi pada saat yang tepat.

Galatia 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.

Kata-kata ‘Tetapi setelah genap waktunya’ menunjukkan bahwa kedatangan Kristus pada Natal terjadi sesuai dengan saat yang ditetapkan oleh Allah. Allah pasti merencanakan yang terbaik, dan karena itu kita harus percaya bahwa itu adalah saat yang paling tepat.

Memang orang bisa mempertanyakan: ‘Mengapa Kristus tidak datang sebelumnya? Dengan Ia datang pada sekitar 4000 tahun setelah Adam, banyak orang harus masuk neraka!’.

Calvin: “Let no man presume to be dissatisfied with the secret purpose of God, and raise a dispute why Christ did not appear sooner” [= Jangan ada orang yang berani untuk tidak puas dengan rencana rahasia dari Allah, dan memperdebatkan mengapa Kristus tidak muncul lebih cepat] - hal 118.

William Hendriksen (hal 158) dan banyak penafsir lain berusaha memberikan alasan mengapa Kristus datang pada saat itu, atau mengapa saat itu merupakan saat yang terbaik. Alasan-alasan yang dikemukakan adalah:

1) Pada saat itu ada penyebaran bahasa Yunani di seluruh dunia yang beradab.

2) Adanya sinagog-sinagog Yahudi di banyak tempat, yang memungkinkan para misionaris Kristen memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi (proselit) sekaligus.

3) Adanya jalanan yang dibuat oleh kekaisaran Romawi.

4) Adanya damai / keamanan (tidak ada perang) dalam kekaisaran Romawi.

Tetapi Hendriksen secara benar mengakhiri kata-katanya dengan mengatakan bahwa hanya Allahlah yang mengetahui mengapa Kristus harus datang pada saat itu.

II) Apa yang terjadi pada Natal.

1) ‘Allah mengutus AnakNya’ (ay 4).

a) Kata ‘mengutus’.

Hendriksen (hal 158) mengatakan bahwa kata ‘mengutus’, yang dalam bahasa Yunaninya adalah EXAPESTEILEN [EX (from / out of / dari) + APOSTELLO (I send / aku mengutus)], arti sebetulnya adalah ‘sent out of / from’ [= dikirim dari].

Pulpit Commentary mengatakan (hal 182) bahwa kata depan EX itu menunjukkan hubungan yang dekat antara sang Pengutus dan sang Utusan.

b) Ini menunjukkan kekekalan dan keilahian dari Anak, dan juga menunjukkan bahwa Anak dan Bapa adalah 2 pribadi yang berbeda (distinct).

Calvin: “he Son, who was sent, must have existed before he was sent; and this proves his eternal Godhead” [= Anak, yang diutus, harus sudah ada sebelum Ia diutus; dan ini membuktikan kekekalan keilahianNya] - hal 118.

Pulpit Commentary: “‘God sent forth his Son.’ These words imply the pre-existence as well as the Divine nature of Christ. The Son existed as a Divine Person with God before he came to be made of a woman. He was the eternal Son of God, as God the Father is the eternal Father. They are two distinct Persons, else the one could not send the other” [= ‘Allah mengutus AnakNya’. Kata-kata ini secara tidak langsung menunjukkan keberadaan sebelumnya maupun hakekat ilahi dari Kristus. Anak ada sebagai Pribadi Ilahi bersama Allah sebelum Ia datang untuk dijadikan dari seorang perempuan. Ia adalah Anak yang kekal dari Allah, seperti Allah Bapa adalah Bapa yang kekal. Mereka adalah 2 Pribadi yang berbeda, kalau tidak maka yang satu tidak bisa mengutus yang lain] - hal 211.

C. H. Spurgeon: “He existed before he was born into this world; for God ‘sent’ his Son. He was already in being or he could not have been ‘sent.’ And while he is one with the Father, yet he must be distinct from the Father, and have a personality separate from that of the Father, otherwise it could not be said that God sent his Son” [= Ia ada sebelum Ia dilahirkan ke dalam dunia ini; karena Allah ‘mengutus’ AnakNya. Ia sudah ada, karena kalau tidak maka Ia tidak bisa diutus. Dan sekalipun Ia adalah satu dengan Bapa, tetapi Ia harus berbeda dari Bapa, dan mempunyai kepribadian yang terpisah dari kepribadian Bapa, karena kalau tidak maka tidak bisa dikatakan bahwa Allah mengutus AnakNya] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 99.

Catatan: dalam 2 kutipan terakhir, kata ‘berbeda’ saya terjemahkan dari kata bahasa Inggris ‘distinct’, bukan ‘different’!

c) Ini menunjukkan bahwa Allahlah yang mencari manusia, dan bukan sebaliknya.

C. H. Spurgeon: “Observe, concerning the first advent, that the Lord was moving in it towards man. ... We moved not towards the Lord, but the Lord towards us. I do not find that the world in repentance sought after its Maker. No; but the offended God himself in infinite compassion broke the silence and came forth to bless his enemies. See how spontaneous is the grace of God. All good things begin with him” [= Perhatikan, mengenai kedatangan pertama, bahwa Tuhan bergerak di dalamnya ke arah manusia. ... Kita tidak bergerak ke arah Tuhan, tetapi Tuhan ke arah kita. Saya tidak mendapatkan bahwa dunia mencari Penciptanya dalam pertobatan. Tidak; tetapi Allah yang disakiti, Ia sendiri, dalam belas kasihan yang tak terbatas, memecahkan kesunyian dan datang untuk memberkati musuh-musuhNya. Lihatlah betapa spontannya kasih karunia Allah. Semua hal-hal yang baik mulai dengan Dia] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 98.

Bdk. Luk 19:10 - “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.

2) ‘lahir dari seorang perempuan’ (ay 4).

KJV: ‘made of a woman’ [= dibuat / dijadikan dari seorang perempuan].

RSV: ‘born of woman’ [= dilahirkan dari perempuan].

NIV/NASB: ‘born of a woman’ [= dilahirkan dari seorang perempuan].

a) Kata ‘dibuat’ dalam KJV menunjukkan keberadaan sebelumnya, dan juga menunjukkan adanya hakekat lain, yang sudah ada sebelum Yesus menjadi manusia.

Pulpit Commentary: “The difference in sense is appreciable and important: ‘made’ implies a previous state of existence, which ‘born’ does not” [= Perbedaan artinya cukup besar dan penting: ‘dibuat’ secara tidak langsung menunjukkan suatu keberadaan sebelumnya, sedangkan ‘dilahirkan’ tidak demikian] - hal 183.

Pulpit Commentary: “‘Made of a woman.’ This language implies the possession of a higher nature; for if the Son possessed no other than mere humanity, where would have been the necessity of saying that he was ‘made of a woman’?” [= ‘Dibuat dari seorang perempuan’. Bahasa ini secara tidak langsung menunjukkan suatu hakekat yang leih tinggi; karena jika Anak tidak memiliki hakekat lain selain semata-mata manusia, apa perlunya mengatakan bahwa Ia ‘dibuat dari seorang perempuan’?] - hal 211.

b) Perbedaan kelahiran Yesus dibandingkan dengan anak yang lain.

William Hendriksen: “We say that Jesus was born in Bethlehem, and that is correct. But in some respects his birth was not like that of any other child. Other children do not exist in any real sense before they are conceived in the womb. It is by means of conception and birth that they come into existence. But God’s Son existed already from eternity with the Father (John 1:1; 8:58; 17:5; Rom. 8:3; 2Cor. 8:9; Phil. 2:6; Col. 1:15; Heb. 1:3). He existed and exists forevermore - as to his deity” [= Kita mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem, dan itu benar. Tetapi dalam hal tertentu kelahiranNya tidaklah seperti anak yang lain. Anak-anak lain dalam arti yang sebenarnya tidak ada sebelum mereka dikandung dalam kandungan. Adalah melalui kandungan dan kelahiran mereka menjadi ada. Tetapi Anak Allah sudah ada dari kekekalan bersama dengan Bapa (Yoh 1:1; 8:58; 17:5; Ro 8:3; 2Kor 8:9; Fil 2:6; Kol 1:15; Ibr 1:3). Ia ada selama-lamanya - berkenaan dengan ke-allah-annya] - hal 158.

c) Setelah inkarnasi, Yesus memiliki 2 hakekat, ilahi dan manusia, selama-lamanya.

William Hendriksen: “the fact that he was now sent forth must mean that he now assumed the human nature (John 1:14), which was wondrously prepared in the womb of Mary by the Holy Spirit (Luke 1:35). Thus he now became, and would forever remain, the possessor of two natures, the divine and the human, united indissolubly in the one divine person” [= fakta bahwa Ia sekarang diutus harus berarti bahwa sekarang Ia mengambil hakekat manusia (Yoh 1:14), yang dipersiapkan secara ajaib / menakjubkan dalam kandungan Maria oleh Roh Kudus (Luk 1:35). Karena itu sekarang Ia menjadi, dan akan tetap seperti itu selama-lamanya, pemilik dari dua hakekat, ilahi dan manusiawi, bersatu secara tak terpisahkan dalam satu pribadi ilahi] - hal 158.

d) Perlunya kedua hakekat itu dalam penyelamatan / penebusan kita.

William Hendriksen: “in order to save us Jesus Christ had to be in one person both divine and human, divine in order to give his sacrifice infinite value, ... and human because since it was man who sinned it is also man who must bear the penalty for sin and render his life to God in perfect obedience (Rom. 5:18; 1Cor. 15:21; Heb. 2:14-17)” [= untuk menyelamatkan kita, Yesus Kristus haruslah ilahi dan manusia dalam satu pribadi, ilahi untuk memberikan pada pengorbananNya nilai yang tak terbatas, ... dan manusia karena manusia yang berdosa sehingga manusia juga yang harus memikul hukuman untuk dosa dan memberikan hidupnya kepada Allah dalam ketaatan yang sempurna (Ro 5:18; 1Kor 15:21; Ibr 2:14-17)] - hal 159.

Ro 5:18 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup”.

1Kor 15:21 - “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia”.

Ibr 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.

3) ‘Takluk kepada hukum Taurat’ (ay 4).

Terjemahan ini tidak tepat; terjemahan hurufiahnya adalah ‘becoming under law’ [= menjadi di bawah hukum Taurat].

Seorang penafsir dari Pulpit Commentary (hal 183) menganggap bahwa ‘hukum Taurat’ di sini menunjuk pada ‘ceremonial law’ [= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan], tetapi penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 233) tidak setuju dengan hal itu, dan mengatakan bahwa ‘hukum Taurat’ di sini mencakup seluruh hukum Taurat. Saya lebih setuju dengan pandangan yang terakhir ini. Spurgeon (hal 100), dan Calvin (lihat kutipan kata-kata Calvin di bawah pada point II, 1, b), jelas berpendapat bahwa ‘hukum Taurat’ di sini juga mencakup ‘moral law’ [= hukum moral].

C. H. Spurgeon: “The Son of God has come under the law. He was the Law-maker and the Law-giver, and he is both the Judge of the law and the Executioner of the law, and yet he himself came under the law” [= Anak Allah telah datang di bawah hukum Taurat. Ia adalah Pembuat hukum Taurat dan Pemberi hukum Taurat, dan Ia adalah Hakim dari hukum Taurat maupun Algojo dari hukum Taurat, tetapi Ia sendiri datang di bawah hukum Taurat] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 100.

II) Tujuan Natal.

1) Untuk menebus kita, yang ada di bawah hukum Taurat.

Gal 4:5 - “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak”.

Lagi-lagi terjemahan yang tidak tepat.

KJV: ‘To redeem them that were under the law, that we might receive the adoption of sons’ [= Untuk menebus mereka yang ada di bawah hukum Taurat, supaya kita bisa menerima pengadopsian sebagai anak].

Tujuan utama dari Natal adalah Jum’at Agung. Tujuan utama Yesus menjadi manusia adalah supaya Ia bisa mati menebus dosa-dosa manusia.

Melalui penebusan yang Kristus lakukan, kita dibebaskan dari hukum Taurat dan diterima sebagai anak.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hal ini:

a) Pembebasan dari hukum Taurat dan penerimaan sebagai anak tidak terjadi secara otomatis, tetapi melalui iman kepada Kristus.

Gal 3:26 - “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus”.

Ingat bahwa kita tidak diterima sebagai anak karena kita dibaptis, pergi ke gereja, membuang dosa, melakukan perbuatan baik, dan sebagainya. Kita diterima sebagai anak karena kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Sudahkah saudara percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?

b) Pembebasan dari hukum Taurat tidak berarti bahwa kita tidak perlu lagi mentaati hukum Taurat. Kita tetap harus mentaati hukum Taurat, tetapi bukan sebagai suatu jalan keselamatan.

Alan Cole (Tyndale): “We are redeemed from the law itself, seen as a system of attempted self-justification” [= Kita ditebus dari hukum Taurat itu sendiri, yang dilihat sebagai suatu sistim yang mengusahakan pembenaran diri sendiri] - hal 116.

Calvin: “Christ the Son of God, who might have claimed to be exempt from every kind of subjection, became subject to the law. Why? He did so in our room, that he might obtain freedom for us” [= Kristus Anak Allah, yang bisa / boleh mengclaim / menuntut untuk bebas dari setiap jenis ketundukan, menjadi tunduk kepada hukum Taurat. Mengapa? Ia melakukan itu di tempat kita, supaya Ia mendapatkan kebebasan bagi kita] - hal 118-119.

Calvin: “the exemption from the law which Christ has procured for us does not imply that we no longer owe any obedience to the doctrine of the law, and may do whatever we please; for the law is the everlasting rule of a good and holy life” [= pembebasan dari hukum Taurat yang didapatkan oleh Kristus bagi kita tidak berarti bahwa kita tidak lagi berhutang ketaatan kepada ajaran dari hukum Taurat, dan boleh melakukan apapun yang kita senangi; karena hukum Taurat merupakan peraturan kekal untuk suatu kehidupan yang baik dan kudus] - hal 119.

C. H. Spurgeon: “Christ came, we are told next, to redeem those who were under the law; that is to say, the birth of Jesus, and his coming under the law, and his fulfilling the law, have set all believers free from it as a yoke of bondage. None of us wish to be free from the law as a rule of life; we delight in the commands of God, which are holy, and just, and good. We wish that we could keep every precept of the law, without a single omission or transgressions. Our dearest desire is for perfect holiness; but we do not look in that direction for our justification before God” [= Kita diberi tahu selanjutnya bahwa Kristus datang untuk menebus mereka yang berada di bawah hukum Taurat; artinya, kelahiran Yesus, dan kedatanganNya di bawah hukum Taurat, dan penggenapanNya terhadap hukum Taurat, telah membebaskan semua orang percaya dari hukum Taurat sebagai kuk perhambaan. Tidak ada dari kita yang ingin untuk bebas dari hukum Taurat sebagai peraturan kehidupan; kita menyenangi perintah-perintah Allah, yang adalah kudus, dan benar / adil, dan baik. Kita ingin untuk bisa mentaati setiap ajaran / perintah dari hukum Taurat, tanpa satupun penghapusan atau pelanggaran. Kita sangat menginginkan kekudusan yang sempurna; tetapi kita tidak melihat ke arah itu untuk pembenaran kita di hadapan Allah] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 102.

2) Kalau kita sudah diselamatkan, bisakah kita terhilang / binasa?

C. H. Spurgeon: “I have heard children of God say sometimes, ‘Well, but don’t you think if we fall into sin we shall cease to be in God’s love, and so shall perish?’ This is to cast a slur upon the unchangeable love of God. I see that you make a mistake, and think a child is a servant. Now, if you have a servant, and he misbehaves himself, you say, ‘I give you notice to quit. There is your wage; you must find another master.’ Can you do that to your son? Can you do that to your daughter? ‘I never thought such a thing,’ say you. Your child is yours for life. Your boy behaved very badly to you: why did you not give him his wages and start him? You answer, that he does nor serve you for wages, and that he is your son, and cannot be otherwise. Just so. Then always know the difference between a servant and a son, and the difference between the covenant of works and the covenant of grace” [= Saya mendengar anak-anak Allah kadang-kadang berkata: ‘Ya, tetapi tidakkah engkau berpendapat bahwa jika kita jatuh ke dalam dosa, kita akan berhenti ada dalam kasih Allah, dan dengan demikian akan binasa?’ Ini sama dengan menghina / menodai kasih yang tidak berubah dari Allah. Saya melihat bahwa engkau melakukan suatu kesalahan, dan menganggap seorang anak sebagai seorang pelayan. Jika engkau mempunyai seorang pelayan, dan ia berbuat jahat / berlaku tidak pantas, engkau berkata: ‘Aku memecatmu. Inilah upahmu; engkau harus mencari tuan / majikan yang lain’. Bisakah engkau melakukan itu terhadap anak laki-lakimu? Bisakah engkau melakukan itu terhadap anak perempuanmu? ‘Aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu’, katamu. Anakmu adalah milikmu untuk seumur hidupmu. Anakmu berkelakuan sangat buruk terhadapmu: mengapa engkau tidak memberikan upahnya kepadanya dan mengusirnya? Engkau menjawab, bahwa ia tidak melayanimu untuk upah, dan bahwa ia adalah anakmu, dan tidak bisa menjadi sesuatu yang lain. Benar demikian. Maka selalulah mengetahui perbedaan antara seorang pelayan dan seorang anak, dan perbedaan antara perjanjian perbuatan baik dan perjanjian kasih karunia] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 103.

Orang Arminian sering beranggapan bahwa ajaran mereka lebih menyebabkan orang untuk taat, sedangkan ajaran Calvinisme mereka anggap menyebabkan orang berani berbuat dosa. Untuk ini perhatikan komentar Spurgeon di bawah ini.

C. H. Spurgeon: “I know how a base heart can make mischief out of this; but I cannot help it; the truth is the truth. Will a child rebel because he will always be a child? Far from it; it is this which makes him feel love in return. The true child of God is kept from sin by other and better forces than a slavish fear of being turned out of doors by his Father. If you are under the covenant of works, then, mind you, if you do not fulfil all righteousness you will perish: if you are under that covenant, unless you are perfect you are lost; one sin will destroy you, one sinful thought will ruin you. If you have not been perfect in your obedience, you must take your wages and be gone. If God deals with you according to your works, there will be nothing for you but, ‘Cast out this bondwoman and her son.’ But if you are God’s child, that is a different matter; you will still be his child even when he corrects you for your disobedience” [= Saya tahu bahwa suatu hati yang hina bisa membuat kejahatan dari hal ini; tetapi aku tidak bisa berbuat lain; kebenaran adalah kebenaran. Apakah seorang anak memberontak karena ia tahu bahwa ia akan selalu merupakan seorang anak? Jauh dari itu; justru hal itulah yang membuatnya merasa dikasihi. Seorang anak yang sejati dari Allah dijaga / dicegah dari dosa oleh kekuatan-kekuatan lain dan lebih baik dari pada rasa takut seorang budak tentang pengusiran oleh Bapanya. Jika engkau ada di bawah perjanjian perbuatan baik, maka ingatlah bahwa jika engkau tidak menggenapi seluruh kebenaran, engkau akan binasa: jika engkau ada di bawah perjanjian itu, kecuali engkau sempurna, engkau akan terhilang; satu dosa akan membinasakan engkau, satu pikiran berdosa akan menghancurkan engkau. Jika engkau tidak sempurna dalam ketaatanmu, engkau harus mengambil upahmu dan pergi. Jika Allah memperlakukanmu sesuai dengan perbuatan baikmu, maka tidak akan ada apapun untukmu kecuali kata-kata ‘Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya’. Tetapi jika engkau adalah anak Allah, maka itu merupakan persoalan yang lain; engkau akan tetap merupakan anakNya bahkan pada saat Ia mengkoreksimu untuk ketidak-taatanmu] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 103-104.

Catatan: kutipan diambil dari kata-kata Sara dalam Kej 21:10, yang disetujui oleh Allah (Kej 21:12).

C. H. Spurgeon: “Love is a master force, and he that feels its power will hate all evil. The more salvation is seen to be all of grace, the deeper and more mighty is our love, and the more does it work towards that which is pure and holy” [= Kasih adalah kekuatan utama, dan ia yang merasakan kuasanya akan membenci semua kejahatan. Makin keselamatan terlihat seluruhnya dari kasih karunia, makin hal itu bekerja ke arah apa yang murni dan kudus] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 104.

C. H. Spurgeon: “Do not say, ‘The Lord will cast me away unless I do this and that.’ Such talk is of the bondswoman and her son; but it is very unseemly in the mouth of a true-born heir of heaven. Get it out of your mouth. If you are a son you disgrace your Father when you think that he will repudiate his own; you forget your spiritual heirship and liberty when you dread a change in Jehovah’s love. It is all very well for a mere babe to talk in that ignorant fashion, and I don’t wonder that many professors know no better, for many ministers are only half-evangelical; but you that have become men in Christ, and know that he has redeemed you from the law, ought not to go back to such bondage” [= Jangan berkata: ‘Tuhan akan membuang aku kecuali aku melakukan ini dan itu’. Kata-kata seperti itu adalah kata-kata dari hamba perempuan dan anaknya; tetapi sangat tidak cocok dalam mulut dari pewaris surga yang betul-betul dilahirkan (kembali). Buanglah kata-kata itu dari mulutmu. Jika engkau adalah anak, engkau memalukan Bapamu pada saat engkau berpikir bahwa Ia akan menolak untuk mengakui milikNya; engkau melupakan ke-pewaris-an dan kebebasan rohanimu pada waktu engkau takut terhadap suatu perubahan dalam kasih Yehovah. Boleh saja seorang bayi berbicara dengan cara yang bodoh itu, dan aku tidak heran bahwa banyak profesor yang tidak lebih tahu, karena banyak pendeta hanya setengah injili; tetapi engkau yang telah menjadi orang-orang dalam Kristus, dan tahu bahwa Ia telah menebusmu dari hukum Taurat, tidak seharusnya kembali pada perhambaan seperti itu] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 104.

C. H. Spurgeon: “My God is my Father, ... I am not afraid of him, but I delight in him, for nothing can separate me from him” [= Allahku adalah Bapaku, ... Aku tidak takut kepadaNya, tetapi senang kepadaNya, karena tidak ada yang bisa memisahkan aku dari Dia] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol I, hal 104.

Penutup.

Keselamatan memang tidak bisa hilang. Tetapi sudahkan saudara diselamatkan? Kalau belum, datanglah kepada Kristus dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

-AMIN-

10.Simon dan penyaliban Yesus

Lukas 23:26-33

I) Ditolong memikul salib.

1) Simon dipaksa untuk memikul salib Yesus.

Ay 26: “Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus”.

KJV: ‘that he might bear it after Jesus’ (= supaya ia bisa memikulnya di belakang Yesus).

RSV: ‘to carry it behind Jesus’ (= untuk mengangkatnya di belakang Yesus).

NIV: ‘and made him carry it behind Jesus’ (= dan memaksanya mengangkatnya di belakang Yesus).

NASB: ‘to carry behind Jesus’ (= mengangkatnya di belakang Yesus).

Ini menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa Yesus masih memikul salib. Simon membantu hanya memikul bagian belakang salib, dan itu adalah bagian yang lebih ringan.

2) Mungkin sekali bahwa Simon bertobat hari itu karena ia memikul salib Yesus.

a) Barclay mengatakan bahwa Simon adalah seorang Yahudi yang datang dari Tripoli (Lybia), untuk merayakan Paskah di Yerusalem. Tetapi persis pada waktu ia sampai di Yerusalem, ia bertemu dengan Yesus yang memikul salib, dan Yesus jatuh karena tidak kuat memikul salib itu. Seorang tentara Romawi menyentuhkan tombaknya pada pundak Simon, yang merupakan tanda bahwa ia disuruh memikul salib Yesus. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Simon. Ia pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, yang merupakan suatu keinginan dalam hidupnya, tetapi ia mendapati dirinya memikul salib Yesus. Pasti hatinya dipenuhi dengan kepahitan terhadap tentara Romawi itu, dan mungkin juga terhadap ‘orang kriminil’ ini, yang telah melibatkannya dalam kejahatannya.

William Hendriksen: “The theory that Simon could not have been a Jew, because he gave his sons Greek names (Mark 15:21), is without merit, since many Jews followed that practice” [= Teori bahwa Simon tidak mungkin adalah seorang Yahudi, karena ia memberi anak-anaknya nama Yunani (Mark 15:21), adalah tanpa nilai, karena banyak orang-orang Yahudi mengikuti praktek itu] - hal 1023.

b) Barclay melanjutkan ceritanya dengan membandingkan dengan Mark 15:21.

Mark 15:21 - “Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus”.

Jadi, dalam ayat ini Simon digambarkan sebagai ayah dari Alexander dan Rufus. Kita tidak biasanya memperkenalkan seseorang dengan nama anak-anaknya, kecuali anak-anak tersebut sangat dikenal dalam masyarakat kepada siapa kita menulis. Ada persetujuan umum bahwa Markus menuliskan Injilnya kepada gereja Roma.

Sekarang lihatlah kepada surat Paulus kepada gereja Roma. Di antara salam-salamnya pada akhirnya ia menulis: “Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu” (Ro 16:13). Jadi dalam gereja Roma ada Rufus, seorang Kristen yang berharga sehingga disebut sebagai salah seorang pilihan Allah, dengan ibunya yang begitu dikasihi oleh Paulus sehingga ia sebut sebagai ibunya. Bisa jadi bahwa ini adalah Rufus yang sama dengan Rufus yang adalah anak dari Simon, dan bahwa ibunya adalah istri dari Simon.

c) Mungkin pertobatan Simon terjadi pada saat ia memikul salib Yesus.

William Barclay: “It may well be that as he looked on Jesus Simon’s bitterness turned to wondering amazement and finally to faith; that he became a Christian; and that his family became some of the choicest souls in the Roman church. It may well be that Simon from Tripoli thought he was going to realize a life’s ambition, to celebrate the Passover in Jerusalem at last; that he found himself sorely against his will carrying a criminal’s cross; that, as he looked, his bitterness turned to wonder and to faith; and that in the thing that seemed to be his shame he found a Saviour” (= Bisa jadi bahwa pada saat ia memandang kepada Yesus, kepahitan Simon berbalik menjadi keheranan dan akhirnya menjadi iman; sehingga ia menjadi orang kristen; dan keluarganya menjadi jiwa-jiwa yang paling berharga dalam gereja Roma. Merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa Simon dari Tripoli berpikir bahwa ia akan mewujudkan ambisi hidupnya, untuk akhirnya bisa merayakan Paskah di Yerusalem; bahwa ia mendapati dirinya, sangat bertentangan dengan kehendaknya, mengangkat salib seorang kriminil; bahwa pada saat ia memandang, kepahitannya berbalik menjadi keheranan dan menjadi iman; dan bahwa dalam hal yang kelihatannya merupakan aib baginya ia menemukan seorang Juruselamat) - hal 283.

3) Spurgeon menghubungkan Simon dari Kirene dengan Simon Petrus.

Ia berkata bahwa Simon dari Kirene memikul salib Yesus karena Simon Petrus tidak ada.

C. H. Spurgeon: “‘His name was Simon: and where was that other Simon? What a silent, but strong rebuke this would be to him. Simon Peter, Simon son of Jonas, where wast thou? Another Simon has taken thy place. Sometimes the Lord’s servants are backward where they are expected to be forward, and he finds other servitors for the time. If this has ever happened to us it ought gently to rebuke us as long as we live. Brothers and sisters, keep your places, and let not another Simon occupy your room. It is of Judas that it is said, ‘His bishopric shall another take;’ but a true disciple will retain his office. Remember that word of our Lord, ‘Hold that fast which thou hast, that no man take thy crown.’ Simon Peter lost a crown here, and another head wore it” [= Namanya adalah Simon: dan dimana Simon yang satunya? Ini merupakan suatu hardikan yang tenang tetapi keras baginya. Simon Petrus, Simon bin Yunus, dimanakah engkau? Seorang Simon yang lain telah mengambil tempatmu. Kadang-kadang pelayan-pelayan Tuhan mundur pada saat mereka diharapkan untuk maju, dan Ia mendapatkan pelayan-pelayan yang lain untuk saat itu. Jika ini pernah terjadi pada kita, itu seharusnya memarahi / menegur kita dengan lembut selama kita hidup. Saudara-saudara dan saudari-saudari, tetaplah di tempatmu, dan jangan biarkan seorang Simon yang lain menempati tempatmu. Tentang Yudas dikatakan ‘Biarlah jabatannya diambil orang lain’ (Kis 1:20b); tetapi seorang murid sejati akan mempertahankan jabatannya. Ingatlah kata-kata Tuhan kita ‘Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu’ (Wah 3:11). Simon Petrus kehilangan mahkota di sini, dan sebuah kepala yang lain memakai mahkota itu] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 447-448.

Catatan: Dalam Mat 16:17 Simon Petrus disebutkan sebagai ‘Simon bin Yunus’, tetapi dalam Yoh 1:42 ia disebutkan sebagai ‘Simon, anak Yohanes’ (bdk. Yoh 21:15,16,17). Apakah 2 bagian ini bertentangan? Sebetulnya tidak, karena dalam Mat 16:17 itu kata yang diterjemahkan ‘bin Yunus’ adalah BARIONA, dimana kata BAR berarti ‘bin’ (= anak dari), sedangkan kata IONA, sebetulnya bukan berarti ‘Yunus’, tetapi merupakan singkatan dari nama ‘Yohanes’, ayah Simon. Jadi terjemahan ‘bin Yunus’ dalam Mat 16:17 itu sebetulnya salah, dan TB2-LAI tidak memperbaikinya, karena menterjemahkannya sebagai ‘anak Yunus’.

II) Ditangisi oleh perempuan-perempuan Yerusalem.

1) Perempuan-perempuan Yerusalem menangisi Yesus (ay 27).

Ay 27: “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia”.

Ini bukan grup perempuan yang mengikut Yesus dan menyuplai rombongan Yesus dengan keuangan mereka (Luk 8:1-3).

A. T. Robertson: “‘In the Gospels there is no instance of a woman being hostile to Christ.’ (Plummer). Luke’s Gospel is appropriately called the Gospel of Womanhood (1:39-56; 2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3; 10:38-42; 11:27; 13:11-16)” [= ‘Dalam Injil-injil tidak ada contoh / kejadian tentang seorang perempuan yang bersikap bermusuhan terhadap Kristus’ (Plummer). Injil Lukas secara tepat disebut Injil kaum wanita (1:39-56; 2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3; 10:38-42; 11:27; 13:11-16)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol II, hal 283.

2) Jawab / tanggapan Yesus terhadap tangisan tersebut.

a) Ay 28: “Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!”.

Leon Morris (Tyndale): “Jesus greets them as ‘Daughters of Jerusalem,’ ... At this moment, as He goes out to execution, Jesus thinks not of Himself but of them. He wants their repentance, not their sympathy” (= Yesus menyebut mereka sebagai ‘puteri-puteri Yerusalem’, ... Pada saat ini, pada saat Ia pergi keluar untuk dihukum mati, Yesus tidak berpikir tentang diriNya sendiri tetapi tentang mereka. Ia menginginkan pertobatan mereka, bukan simpati mereka) - hal 325.

David Gooding: “It was, it seems, a psychological reaction to the sight of ‘such a nice young man’ being so rudely taken out to such a hideously cruel death. It had nothing to do with moral conscience or repentance. In a month’s time they would have forgotten it. Christ wanted no such pity” (= Kelihatannya itu adalah reaksi psikhologis terhadap pemandangan tentang ‘seorang muda yang baik’ yang dengan begitu kasar dibawa keluar kepada suatu kematian yang kejam dan mengerikan. Itu tidak berhubungan dengan hati nurani moral atau pertobatan. Dalam waktu satu bulan mereka akan melupakannya. Kristus tidak menginginkan belas kasihan seperti itu) - hal 341.

Norval Geldenhuys (NICNT): “It is not sympathy but sincere faith in Him and genuine repentance that Jesus expects from us” (= Bukan simpati tetapi iman yang tulus / sungguh-sungguh kepadaNya dan pertobatan sejati yang Yesus harapkan dari kita) - hal 605.

Pulpit Commentary: “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi saudara tidak percaya kepadaNya, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidak-percayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu hal perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral. Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).

Adam Clarke: “the sufferings of Christ are not a subject of sorrow to any man; but, on the contrary, of eternal rejoicing to the whole of a lost world” (= penderitaan-penderitaan Kristus bukanlah suatu pokok kesedihan bagi siapapun; tetapi sebaliknya, suatu pokok sukacita kekal bagi seluruh dunia yang terhilang) - hal 495.

Adam Clarke: “Some have even prayed to participate in the sufferings of Christ. Relative to this point, there are many unwarrantable expressions used by religious people in their prayers and hymns. To give only one instance, how often do we hear these or similar words said or sung: ‘Give me to feel thy agonies! One drop of thy sad cup afford!’ Reader! one drop of this cup would bear down thy soul to endless ruin; and these agonies would annihilate the universe. He suffered alone; for of the people there was none with him; because his sufferings were to make an atonement for the sins of the world: and in the work of redemption he had no helper” (= Sebagian orang bahkan berdoa supaya bisa berpartisipasi dalam penderitaan-penderitaan Kristus. Berhubungan dengan hal ini, ada banyak ungkapan yang tak berdasar yang digunakan oleh orang-orang yang religius dalam doa-doa dan puji-pujian mereka. Untuk memberi satu contoh, betapa sering kita mendengar kata-kata ini atau kata-kata yang serupa dikatakan atau dinyanyikan: ‘Berilah aku untuk merasakan penderitaan-penderitaanMu! Berikan satu tetes dari cawanMu yang menyedihkan!’ Pembaca! satu tetes dari cawan ini akan menekan jiwamu kepada kehancuran tanpa akhir; dan penderitaan-penderitaan ini akan memusnahkan alam semesta. Ia menderita sendirian; karena dari orang-orang yang ada di sana tidak seorangpun bersamaNya; karena penderitaan-penderitaanNya adalah untuk membuat suatu penebusan untuk dosa-dosa dunia: dan dalam pekerjaan penebusan Ia tidak mempunyai penolong) - hal 495-496.

b) Ay 29: “Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui”.

Maksud Yesus adalah: akan datang suatu kesukaran bagi mereka yang begitu hebat sehingga keadaan tidak mempunyai anak akan dianggap sebagai suatu berkat, dari pada mempunyai anak dan melihat anak-anak itu menderita / dibunuh / disiksa.

Pulpit Commentary: “A strange beatitude to be spoken to the women of Israel, who, through all their checkered history, so passionately longed that this barrenness might not be their portion” (= Suatu ucapan bahagia yang aneh untuk diucapkan kepada perempuan-perempuan Israel, yang dalam sepanjang sejarah mereka yang berubah-ubah, begitu menginginkan bahwa kemandulan ini tidak menjadi bagian mereka) - hal 239.

c) Ay 30: “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”.

Bandingkan dengan:

· Hos 10:8 - “Bukit-bukit pengorbanan Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung: ‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!’”.

· Wah 6:16 - “Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’”.

Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka akan mengalami nasib yang mengerikan.

d) Ay 31: “Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?’”.

Arti kata-kata ini: Jika orang-orang Romawi memperlakukan Yesus, yang mereka akui sebagai tak bersalah, seperti itu, bagaimana mereka akan memperlakukan orang yang mereka anggap bersalah (orang-orang Yahudi)?

Norval Geldenhuys (NICNT) mengatakan bahwa siapapun yang mengikuti sejarah dari perang Romawi - Yahudi yang akhirnya menyebabkan kehancuran total dari Yerusalem, menyadari bahwa kata-kata Yesus ini menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya (hal 604).

III) Disalibkan di tengah-tengah dua penjahat.

1) Yesus dihukum mati bersama 2 penjahat, tetapi Yesus dibedakan dari kedua penjahat tersebut.

Ay 32: “Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia”.

KJV: ‘And there were also two other, malefactors, led with him to be put to death’ (= Dan di sana juga ada dua yang lain, penjahat-penjahat, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).

Adam Clarke mengatakan bahwa ada versi Kitab Suci yang membuang tanda koma (,) setelah kata-kata ‘two other’ maupun setelah kata ‘malefactors’ dari versi KJV sehingga bunyinya menjadi: ‘And there were also two other malefactors led with him to be put to death’ (= Dan di sana juga ada 2 penjahat lain yang dibawa untuk dibunuh bersama Dia).

Ini menyebabkan ayat ini seolah-olah menunjukkan bahwa Yesus juga adalah kriminil / penjahat. Ini suatu contoh dimana perubahan / penghapusan tanda koma bisa mengubah arti suatu ayat secara total!

Dalam Interlinear Greek - English, untuk kata ‘other’ (= lain) tersebut, diberi catatan kaki sebagai berikut: “Luke uses e`teroi here with strict accuracy = ‘different.’ Jesus was not himself a criminal. Note the punctuation of A. V.” (= Lukas menggunakan e`teroi di sini dengan ketepatan yang ketat = ‘berbeda’. Yesus sendiri bukanlah kriminil. Perhatikan pemberian tanda baca dari A. V.).

Catatan: A. V. = Authorized Version = KJV / King James Version.

Ada 2 kata bahasa Yunani yang berarti ‘yang lain’ (= another), yaitu ALLOS dan HETEROS. Tetapi kedua kata ini ada bedanya.

W. E. Vine dalam bukunya yang berjudul ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’ mengatakan sebagai berikut: “ALLOS ... denotes another of the same sort; HETEROS ... denotes another of a different sort” (= ALLOS ... menunjuk pada ‘yang lain dari jenis yang sama’; HETEROS ... menunjuk pada ‘yang lain dari jenis yang berbeda’).

Illustrasi: Di sini ada 1 gelas Aqua. Kalau saya menginginkan 1 gelas Aqua lagi, yang sama dengan yang ada di sini, maka saya akan menggunakan kata ALLOS. Tetapi kalau saya menghendaki minuman yang lain, misalnya Coca Cola, maka saya harus menggunakan kata HETEROS, bukan ALLOS.

BACA JUGA: 10 KHOTBAH KEBAKTIAN KEBANGUNAN ROHANI (4)

Yang digunakan dalam ay 32 ini adalah HETEROI (bentuk jamak dari HETEROS). Jadi ini menunjukkan bahwa kedua orang itu adalah ‘yang lain dari jenis yang berbeda’ dengan Yesus. Jadi, sekalipun disalibkan bersama-sama, tetapi Yesus dibedakan dari kedua penjahat itu; dengan kata lain, Yesus bukanlah penjahat.

Bandingkan juga dengan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris yang lain, yang juga membedakan Yesus dengan kedua penjahat tersebut.

RSV: ‘Two others also, who were criminals, were led away to be put to death with him’ (= Dua orang lain juga, yang adalah kriminil, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).

NIV: ‘Two other men, both criminals, were also led out with him to be executed’ (= Dua orang lain, keduanya kriminil, juga dibawa keluar dengan Dia untuk dihukum mati).

NASB: ‘And two others also, who were criminals, were being led away to be put to death with Him’ (= Dan dua orang lain juga, yang adalah kriminil, dibawa untuk dibunuh bersama Dia).

2) Yesus disalibkan di antara kedua penjahat tersebut.

Ay 33: “Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kananNya dan yang lain di sebelah kiriNya”.

a) Bentuk salib Yesus.

Encyclopedia Britannica: “There are four basic types of iconographic representations of the cross: the crux quadrata, or Greek cross, with four equal arms; the crux immissa, or Latin cross, whose base stem is longer than the other three arms; the crux commissa, in the form of the Greek letter tau, sometimes called St. Anthony’s cross; and crux decussata, named from the Roman decussis, or symbol of the numeral 10, also known as St. Andrew’s cross. Tradition favours the crux immissa as that on which Christ died, but some believe that it was a crux commissa” [= Ada empat type dasar dari wakil bentuk salib: salib quadrata, atau salib Yunani, dengan empat tangan yang sama panjangnya (+); salib immissa, atau salib Latin, yang batang bagian bawahnya lebih panjang dari ketiga lengan lainnya (…); salib commissa, dalam bentuk dari huruf Yunani Tau (T), kadang-kadang disebut salib Santo Antoni; dan salib decussata, dinamakan dari decussis Romawi, atau simbol dari angka 10 (X), juga dikenal sebagai salib Santo Andreas. Tradisi mendukung salib immissa (…) sebagai salib pada mana Kristus mati, tetapi sebagian orang percaya bahwa itu adalah salib commissa (T)].

Jadi sebetulnya kita tidak tahu persis bentuk salib dari Kristus. Simbol salib yang kita gunakan sebetulnya hanya merupakan tradisi, dan tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Ini perlu direnungkan oleh orang-orang Yang anti Natal dengan alasan bahwa itu hanya merupakan tradisi. Mereka mau menggunakan salib, yang sebetulnya juga merupakan tradisi, tetapi mereka tidak mau Natal, karena itu hanya didasarkan pada tradisi. Bukankah itu aneh?

b) Penderitaan orang yang disalib.

William Hendriksen: “It has been well said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large nails were driven through hands and feet (John 20:25; cf. Luke 24:40). Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little tablet, not very far from the ground) were the following: severe inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the body, throbbing headache, and burning thirst (John 19:28). ... It has been said that only the damned in hell know what Jesus suffered when he died on the cross” [= Dikatakan secara benar bahwa orang yang disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan dan kaki (Yoh 20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar (19:28). ... Pernah dikatakan bahwa hanya orang-orang yang dihukum di neraka tahu apa yang Yesus derita pada waktu Ia mati pada kayu salib] - hal 1026.

William Barclay: “The terror of crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it was not enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the blazing noontide sun and the frost of the night. Many a criminal was known to have hung for a week upon his cross until he dies raving mad” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini - rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari. Banyak kriminil diketahui tergantung untuk satu minggu pada salibnya sampai ia mati sambil mengoceh seperti orang gila) - hal 284.

c) Penyaliban Yesus di tengah-tengah dua penjahat.

1. Ini merupakan suatu penghinaan yang terhebat bagi Kristus.

Calvin: “It was the finishing stroke of the lowest disgrace when Christ was executed between two robbers; for they assigned him the most prominent place, as if he had been the prince of robbers. If he had been crucified apart from the other malefactors, there might have appeared to be a distinction between his case and theirs; but now he is not only confounded with them, but raised aloft, as if he had been by far the most detestable of them all” (= Ini merupakan pukulan terakhir dari aib terendah pada waktu Kristus dihukum mati di antara dua perampok; karena mereka memberikan Dia tempat yang paling terkemuka / menyolok, seakan-akan Ia adalah pangeran / pemimpin dari perampok-perampok. Seandainya Ia disalibkan terpisah dari penjahat-penjahat yang lain, maka akan terlihat suatu perbedaan antara kasusNya dengan kasus mereka; tetapi sekarang Ia bukan hanya dicampur-adukkan dengan mereka, tetapi ditinggikan, seakan-akan Ia betul-betul paling menjijikkan dari mereka semua) - hal 302.

2. Hal ini merupakan sesuatu yang perlu dalam penebusan dosa kita.

Calvin: “In order that he might free us from condemnation, this kind of expiation was necessary, that he might place himself in our room. Here we perceive how dreadful is the weight of the wrath of God against sins, for appeasing which it became necessary that Christ, who is eternal justice, should be ranked with robbers. We see, also, the inestimable love of Christ towards us, who, in order that he might admit us to the society of the holy angels, permitted himself to be classed as one of the wicked” (= Supaya Ia bisa membebaskan kita dari penghukuman, penebusan seperti ini dibutuhkan, sehingga Ia bisa menempatkan diriNya di tempat kita. Di sini kita mengerti betapa menakutkan beban dari murka Allah terhadap dosa-dosa, karena untuk memuaskan tuntutanNya adalah perlu bahwa Kristus, yang adalah keadilan yang kekal, digolongkan dengan perampok-perampok. Kita juga melihat, kasih yang tak ternilai terhadap kita dari Kristus, yang, supaya bisa menerima kita dalam kumpulan malaikat-malaikat kudus, mengijinkan diriNya sendiri untuk digolongkan sebagai salah satu dari orang-orang jahat) - hal 302.

3) Mengapa kitab-kitab Injil hanya menceritakan penderitaan fisik Yesus secara sangat singkat?

a) Pandangan Leon Morris.

Karena para penulis Injil tidak mau mengambil keuntungan yang tidak benar dari perasaan para pembacanya.

Leon Morris (Tyndale): “Crucifixion was a slow and painful death, but it is noteworthy that none of the Evangelists dwells on the torment Jesus endured. The New Testament concentrates on the significance of Jesus’ death, not on harrowing our feelings” (= Penyaliban merupakan kematian yang lambat dan menyakitkan, tetapi patut diperhatikan bahwa tidak seorangpun dari para Penginjil / Penulis Injil yang berlama-lama dalam menyatakan siksaan yang dialami oleh Yesus. Perjanjian Baru memusatkan perhatian pada arti dari kematian Yesus, bukan untuk menggaru / melukai perasaan kita) - hal 326.

Pada waktu membahas tentang pencambukan dalam Yoh 19:1, Leon Morris mengatakan bahwa para penulis Injil hanya menyatakan hal itu secara singkat (dengan satu kata saja), karena mereka tidak mau membangkitkan emosi pembacanya.

Leon Morris (NICNT): “It is a further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our emotions” (= Itu merupakan contoh lagi tentang sikap hati-hati dari Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya satu kata untuk menggambarkan potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha untuk mengambil keuntungan secara tidak benar dari emosi kita) - ‘The Gospel according to John’, hal 790.

Dalam pembahasan tentang penyaliban dalam Yoh 19:18, ia mengatakan hal yang serupa.

Leon Morris (NICNT): “John describes the horror that was crucifixion in a single word. As in the case of the scourging, he simply mentions the fact and passes on. Popular piety, both Protestant and Catholic, has often tended to make a great deal of the sufferings of Jesus, to reflect on what was done and to dwell on the anguish He suffered. None of the Gospels does this. The Evangelists record the fact and let it go at that. The death of Jesus for men was their concern. They make no attempt to play on the heartstrings of their readers” (= Yohanes menggambarkan kengerian penyaliban dalam satu kata. Seperti dalam kasus pencambukan / penyesahan, ia hanya menyebutkan fakta itu dan lalu melanjutkan ceritanya. Orang-orang saleh yang terkenal, baik Protestan maupun Katolik, sering cenderung untuk menekankan penderitaan Yesus, merenungkan apa yang dilakukan / terjadi, dan berlama-lama dalam menyatakan penderitaan yang Ia derita. Tidak ada dari Injil-injil yang melakukan hal ini. Mereka tidak berusaha untuk mengambil keuntungan yang tidak benar dari perasaan hati dari pembaca mereka) - ‘The Gospel according to John’, hal 805-806.

Saya tidak yakin kebenaran kata-kata Leon Morris, karena adanya 1Pet 2:21-24 yang berbunyi sebagai berikut: “(21) Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (22) Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya. (23) Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. (24) Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. (25) Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

Dalam text ini terlihat bahwa Petrus membicarakan penderitaan Yesus secara cukup terperinci, dan tentang hal ini Pulpit Commentary berkata sebagai berikut: “Note, too, that the apostle dwells on the sufferings, the actual mental and physical pain, and not only on the fact of death. The loving memory of the eye-witness of his Lord’s Passion retains each incident of the slow torture, the buffeting, the mocking, the livid weals of the cruel scourge, the fainting form bearing the heavy cross, and the unmoved meekness in it all. Sensuous representation of Christ’s sufferings have often been carried too far, but surely there is a danger of going to the other extreme; and every Christian life needs for its vigour a believing and realizing contemplation of the sufferings of Christ endured for and instead of us” (= Perhatikan juga bahwa sang rasul berlama-lama dalam menyatakan penderitaan-penderitaan itu, rasa sakit secara mental yang sungguh-sungguh dan secara fisik, dan bukan hanya pada fakta dari kematian. Ingatan kasih dari saksi mata tentang penderitaan Tuhannya mempertahankan setiap peristiwa dari penyiksaan yang lambat itu, pemukulan, pengejekan, bilur-bilur yang merah kebiru-biruan dari pencambukan, kondisi yang lemah pada saat memikul salib yang berat, dan kelembutan yang tidak berubah di dalam semua itu. Memang penggambaran yang berhubungan dengan perasaan tentang penderitaan Kristus seringkali dilakukan terlalu jauh, tetapi pasti juga ada bahaya untuk pergi ke extrim satunya; dan setiap kehidupan kristen membutuhkan untuk semangatnya suatu perenungan yang dipercayai dan disadari tentang penderitaan-penderitaan Kristus yang dialami untuk kita dan sebagai ganti kita) - ‘The First Epistle General of Peter’, hal 95.

Saya berpendapat bahwa memang salah kalau kita menggambarkan penderitaan fisik Yesus secara terperinci dengan maksud untuk mengambil keuntungan dari perasaan / emosi para pendengar. Tetapi kita tidak harus mempunyai motivasi seperti itu. Asal motivasinya bisa dipertanggung-jawabkan, maka tidak salah membahas penderitaan fisik Yesus secara terperinci.

b) Pandangan Geldenhuis.

Para penulis kitab Injil tidak menggambarkan penderitaan fisik Yesus secara terperinci supaya perhatian pembaca tidak dipusatkan pada penderitaan fisik dari Yesus saja dan dengan demikian mengabaikan penderitaan rohaniNya yang merupakan hakekat terdalam dari penderitaan Yesus.

Norval Geldenhuys (NICNT): “the physical agony which Jesus had to endure was but the faintest reflection of the spiritual suffering He had to undergo as the Bearer of the sin of lost mankind. For this reason the Gospels give practically no details of His physical suffering, so that the reader’s attention should not be concentrated upon outward things and thus overlook the deepest essence of His suffering” (= penderitaan fisik yang harus dialami oleh Yesus hanyalah merupakan bayangan yang paling lemah tentang penderitaan rohani yang harus Ia alami sebagai pemikul dosa dari umat manusia yang terhilang. Untuk alasan ini Injil-injil secara praktis tidak memberikan hal-hal terperinci dari penderitaan fisikNya, sehingga perhatian pembaca tidak terpusatkan pada hal-hal lahiriah dan dengan demikian mengabaikan hakekat terdalam dari penderitaanNya) - hal 608.

Kesimpulan / penutup.

Saudara sudah melihat apa yang Yesus alami untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana tanggapan saudara? Jangan sekedar merasa kasihan kepadaNya, tetapi percayalah kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara! Maukah saudara?

-AMIN-

11.Akar dari tanah kering

YESAYA 53:2

Yes 53:2 - “Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya”.

Dalam Yesaya 53:2 ini ada:

· kata ‘taruk’.

KJV: ‘tender plant’ (= tanaman lembut).

RSV: ‘young plant’ (= tanaman muda).

NIV/NASB: ‘tender shoot’ (= tunas lembut).

· kata ‘tunas’.

Ini salah terjemahan; dalam bahasa Inggrisnya diterjemahkan dengan kata ‘root’ (= akar).

Kalau saudara membaca Yes 53:2 ini dalam Terjemahan Lama, terjemahannya lebih benar, dan bunyinya adalah: “Karena ia telah tumbuh di hadapan hadiratNya seperti taruk muda, seperti sebuah akar dari pada tanah yang kering”.

I) Tanaman muda ini menunjuk kepada Tuhan Yesus sendiri.

Dalam banyak bagian Kitab Suci, Yesus digambarkan sebagai Tunas, seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:
Yer 23:5-6 - “(5) Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. (6) Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN - keadilan kita”.

Yer 33:15-16 - “(15) Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri. (16) Pada waktu itu Yehuda akan dibebaskan, dan Yerusalem akan hidup dengan tenteram. Dan dengan nama inilah mereka akan dipanggil: TUHAN keadilan kita!”.

Yes 4:2 - “Pada waktu itu tunas yang ditumbuhkan TUHAN akan menjadi kepermaian dan kemuliaan, dan hasil tanah menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi orang-orang Israel yang terluput”.
Yes 11:1 - “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah”.

Zakh 3:8 - “Dengarkanlah, hai imam besar Yosua! Engkau dan teman-temanmu yang duduk di hadapanmu--sungguh kamu merupakan suatu lambang. Sebab, sesungguhnya Aku akan mendatangkan hambaKu, yakni Sang Tunas”.

Zakh 6:12 - “katakanlah kepadanya: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Inilah orang yang bernama Tunas. Ia akan bertunas dari tempatnya dan ia akan mendirikan bait TUHAN”.

Wah 5:5 - “Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: ‘Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya.’”.

Wah 22:16 - “‘Aku, Yesus, telah mengutus malaikatKu untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang.’”.

Disamping itu, kalau Yes 53 ini kita baca terus, yaitu ay 5,6,7 dstnya, maka akan terlihat dengan jelas bahwa seluruh pasal ini adalah suatu nubuat tentang Mesias atau Tuhan Yesus sendiri.

Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ‘tanaman muda yang akarnya ada di tanah yang kering’ itu tidak lain adalah Tuhan Yesus sendiri. Apa artinya?

1) Tuhan Yesus disebut sebagai tanaman muda.

Kalau tanaman tua / besar, misalnya pohon mangga yang sudah besar, maka tentu saja tanaman itu kuat sekali. Kita boleh memukulnya, menendangnya, dsb, ia akan tetap bertahan. Tetapi tidak demikian dengan tanaman muda, tanaman yang baru tumbuh. Ia sangat lemah dan mudah mati. Kalau kita menendangnya, menginjaknya, mencabutnya maka ia segera akan mati.

Demikianlah keadaan Tuhan Yesus pada waktu Ia datang ke dunia ini untuk pertama kalinya. Ia tidak datang sebagai tanaman besar, Ia tidak datang dengan keperkasaan, kekuatan dan kemuliaan. Tidak! Sebaliknya Ia datang sebagai seorang bayi yang lemah, yang secara logika, setiap saat bisa sakit dan bahkan mati.

Lalu Herodes ingin membunuh Dia, sehingga Yusuf dan Maria terpaksa membawaNya mengungsi ke Mesir. Kalau terlambat lari, Ia pasti dibunuh dan mati.

Pada waktu Yesus sudah melayani, Ia dibenci dan dimusuhi oleh tokoh-tokoh agama jaman itu dan Ia berulangkali mau dibunuh.

Dia lemah, kelihatannya mudah mati, tetapi aneh bin ajaib, dalam kenyataannya Ia tidak bisa musnah. Sekalipun memang akhirnya Ia ditangkap, disalibkan dan mati, tetapi Ia tetap tidak musnah, karena Ia bangkit kembali dan hidup selama-lamanya.

Tanaman muda, lemah, mudah mati, tetapi tidak akan musnah / hancur.

2) Tanaman muda itu akarnya ada di tanah yang kering, tetapi ia tetap bertumbuh.

Kalau kita melihat tanaman yang tumbuh di tanah yang subur, kita tidak perlu heran. Tetapi kalau kita melihat tanah yang kering, bukan hanya bagian atasnya tetapi terus sampai dalam sekali dan ternyata di sana ada sebuah tanaman muda yang bisa bertumbuh, maka ini betul-betul luar biasa.

Di tempat dimana rasanya tidak mungkin ada sesuatu yang bisa tumbuh, ternyata tanaman muda ini bisa tumbuh.

Demikian pula halnya dengan Tuhan Yesus. Ia tumbuh dalam hal pengaruhNya terhadap orang banyak, padahal rasanya tidak mungkin. Mengapa rasanya tidak mungkin?

a) Ditinjau dari sudut keturunan.

Ia memang keturunan raja yaitu Raja Daud, tetapi kerajaan Israel maupun Yehuda telah hancur dan pada saat itu Yehuda ada di bawah penjajahan Romawi.

Andaikata Ia adalah keturunan / anak raja yang berhak atas mahkota kerajaan, maka tidak aneh kalau pengaruhNya bisa begitu hebat. Tetapi Ia tidak punya hak apa-apa atas kerajaan, Ia dikenal sebagai rakyat jelata, anak tukang kayu yang miskin. Jadi ditinjau dari sudut keturunan, rasanya tidak mungkin Ia bisa mempunyai pengaruh yang besar.

Bdk. Yesaya 53:2-3 - “(2) Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. (3) Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan”.

b) Ditinjau dari sudut kebangsaan.

Andaikata Ia adalah orang Romawi, maka tidak aneh kalau Ia bisa mempunyai pengaruh yang besar, karena bangsa Romawi pada saat itu kuat sekali.

Tetapi Ia adalah orang Yahudi, yang pada waktu itu adalah bangsa yang kecil, lemah, dijajah / ditindas, sehingga rasanya tidak memungkinkan bagi Tuhan Yesus untuk menumbuhkan pengaruhNya.

c) Ditinjau dari sudut pengikut.

Andaikata Tuhan Yesus memilih murid-muridNya dari kalangan orang-orang top, seperti kaisar, gubernur, panglima perang, ahli filsafat, ahli Taurat, orang Farisi, Imam, dsb, maka tidak heran jika Ia mempunyai pengaruh yang hebat. Tetapi kenyataannya, Ia memilih murid-murid dari golongan rendahan seperti nelayan, pemungut cukai, dsb. Rasanya ini tidak memungkinkan untuk menumbuhkan pengaruhNya.

d) Ditinjau dari keadaan alamiah manusia.

Andaikata ajaran dan kehidupan Yesus sesuai dengan keadaan alamiah manusia, maka tidak aneh kalau banyak orang mau ikut Dia. Tetapi kenyataannya, ajaran maupun kehidupan Tuhan Yesus bertentangan dengan keadaan alamiah manusia, misalnya:

· adakah manusia yang kalau diam-diam ditempeleng tidak kepingin membalas? Pasti kepingin membalas, itulah keadaan alamiah manusia. Tetapi bagaimana ajaran Tuhan Yesus? Kalau ditampar pipi kiri harus memberikan pipi kanan, harus mengasihi musuh, harus berdoa bagi orang yang menganiaya kita, dsb. Bdk. Matius 5:38-44.

· adakah orang laki-laki yang tidak pernah melihat seorang gadis yang cantik dan sexy dan lalu terangsang? Semua laki-laki normal pasti pernah dan bahkan sering mengalami hal seperti itu. Itulah keadaan alamiah manusia. Tetapi bagaimana ajaran Tuhan Yesus? Ia berkata: Barangsiapa memandang seorang perempuan dan menginginkannya sudahlah ia berzinah dalam hatinya (Mat 5:28).

Ajaran-ajaran Tuhan Yesus yang bertentangan dengan keadaan alamiah manusia ini menyebabkan rasa-rasanya sukar bagiNya untuk bisa menumbuhkan pengaruhNya.

Jadi, ditinjau dari sudut keturunan, kebangsaan, pengikut, maupun keadaan alamiah manusia, rasanya Tuhan Yesus tidak mungkin bisa menumbuhkan pengaruhNya (baca Yes 53:2b-3). Tetapi kenyataannya, pengaruhNya tumbuh dengan hebat sekali. Ia betul-betul seperti tanaman muda yang bertumbuh, sekalipun akarnya ada di tanah yang kering!

II) Hal-hal ini juga berlaku bagi Gereja (tubuh Kristus) / kekristenan.

Gereja / kekristenan juga:

1) Seperti tanaman muda (lemah, mudah mati).

a) Waktu Yesus masih hidup dalam dunia, Gereja terdiri hanya dari 11 rasul dan beberapa orang lagi. Apa artinya? Kelihatannya sebentar lagi Gereja akan musnah.

b) Pada waktu Yesus mati disalib, murid-murid buyar, rasanya kekristenan musnah, tetapi ternyata tidak! Yesus bangkit, dan kekristenan juga bangkit!

c) Pada hari Pentakosta, memang ada 3.000 orang bertobat (Kis 2:41), lalu sebentar lagi menjadi 5.000 orang (Kis 4:4). Tetapi mereka lalu dimusuhi habis-habisan oleh orang-orang Yahudi. Saulus diberi kuasa untuk menangkapi dan membunuhi orang-orang Kristen. Orang-orang kristen lari berhamburan (Kis 8:1b-4). Apakah Gereja / kekristenan hancur? Tidak!

d) Penderitaan orang kristen memuncak pada jaman kaisar Nero (54-68 M.). Dia menangkapi, menyiksa, membunuhi orang kristen dengan cara yang kejam. Rasanya Gereja / kekristenan pada saat itu pasti hancur. Tetapi ternyata tidak!

e) Sampai saat ini dimana-mana orang kristen dimusuhi / ditindas, apalagi di negara-negara komunis, bahkan di Indonesia. Tetapi aneh, Gereja / kekristenan tetap bertahan dan tidak musnah!

Sama seperti Tuhan Yesus, Gereja itu lemah, seperti tanaman muda, kelihatannya mudah mati / hancur / musnah, tetapi kenyataannya tidak bisa musnah!

2) Seperti tanaman muda yang bertumbuh, sekalipun akarnya ada di tanah yang kering.

Gereja mula-mula (abad I) bertumbuh betul-betul pada saat / tempat yang rasanya sangat tidak cocok untuk pertumbuhan gereja. Mengapa?

a) Negara sedang dijajah oleh Roma, dan Roma memusuhi Gereja / kekristenan.

b) Orang Yahudi mempunyai gambaran yang salah tentang Mesias, karena mereka menganggap bahwa Mesias itu adalah raja duniawi yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Roma. Ini tidak cocok dengan ajaran Gereja tentang Mesias / Yesus.

Tetapi kenyataannya Gereja saat itu toh bertumbuh!

Juga sekarang, banyak tempat lain yang rasanya tidak memungkinkan gereja berkembang, seperti negara komunis, pedalaman-pedalaman, negara dengan mayoritas agama lain yang fanatik, negara seperti Indonesia dimana kristen dianggap sebagai agama penjajah (Belanda), dsb. Tetapi kenyataannya Gereja tetap bisa bertumbuh! Di tempat dimana rasanya tidak mungkin tumbuh, Gereja ternyata bisa tumbuh. Betul-betul seperti tanaman yang bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah kering!

Semua ini bisa dipakai untuk mengecheck suatu gereja. Suatu gereja yang semuanya serba lancar dan sukses, misalnya jemaatnya bertambah terus, keuangan berlimpah-limpah, gereja-gerejanya seperti istana, setiap buka cabang langsung sukses, dsb, rasanya bertentangan dengan gambaran ‘tanaman muda yang akarnya ada di tanah yang kering’. Karena itu mungkin sekali gereja seperti ini sebenarnya bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan. Mereka bisa sukses, mungkin karena berkat dari setan, yang mau memberkati mereka karena gereja itu berjalan sesuai kehendaknya. Contoh: Gereja-gereja yang menganut, mempercayai dan mengajarkan Theologia Kemakmuran.

Ini tidak berarti bahwa semua gereja yang besar adalah sesat, dan gereja yang benar tidak mungkin menjadi besar. Tentu saja gereja yang benar bisa menjadi besar, tetapi suatu gereja tidak mungkin menjadi besar tanpa problem dan serangan setan yang luar biasa beratnya dan perjuangan yang luar biasa kerasnya.

Sebaliknya, ini juga tidak berarti bahwa gereja yang kecil dan lemah, yang ada dalam keadaan ‘hidup segan mati tak mau’, pasti merupakan gereja yang benar. Bisa saja itu memang merupakan gereja yang jelek, yang tidak diberkati baik oleh Tuhan maupun oleh setan!

Tetapi juga ada gereja yang sungguh-sungguh adalah gereja yang benar, dan karenanya mengalami begitu banyak serangan setan, baik penderitaan, adu domba, dsb, sehingga sukar sekali bertumbuh.

Contoh:

· gereja Smirna.

Wahyu 2:8-11 - “(8) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali: (9) Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya - dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis. (10) Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. (11) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.’”.

· gereja Filadelfia.

Wah 3:7-13 - “(7) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka. (8) Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firmanKu dan engkau tidak menyangkal namaKu. (9) Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta, akan Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau. (10) Karena engkau menuruti firmanKu, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi. (11) Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu. (12) Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru. (13) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.’”.

Kalau saudara ada dalam gereja yang seperti ini, jangan putus asa ataupun kecewa, karena gereja yang seperti ini sesuai dengan gambaran ‘tanaman muda yang akarnya ada di tanah yang kering’.

III) Apa artinya semua ini bagi kita?

1) Bagi saudara yang belum percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat saudara.

Saudara mungkin merasa diri saudara penuh dosa, terlalu keras, tidak layak untuk Yesus. Secara rohani, saudara seperti tanah yang kering. Tetapi ingatlah bahwa Yesus adalah tanaman muda yang bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah yang kering. Dia bisa bertumbuh dalam diri saudara. Karena itu, datanglah kepadaNya, percayalah kepadaNya sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara! Ia akan mengampuni dosa saudara, dan mengubah saudara!

2) Bagi saudara yang sudah kristen, tetapi merasa imannya lemah, tidak maju-maju, bahkan mundur.

Mungkin hal itu disebabkan karena:

· pekerjaan saudara, yang menuntut terlalu banyak waktu dari saudara.

· situasi keluarga saudara, yang tidak mendukung bahkan menentang kekristenan saudara.

· teman-teman saudara, yang selalu mengajak saudara melakukan hal-hal yang bertentangan Firman Tuhan.

Semua ini menyebabkan saudara merasa diri saudara adalah tanah kering bagi Yesus. Jangan putus asa! Ingat bahwa Yesus adalah tanaman muda yang bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah yang kering.

Saudara lemah, tetapi asal saudara adalah orang kristen sejati, iman saudara tidak akan musnah! Sekalipun rasanya tidak mungkin menumbuhkan saudara dalam sikon seperti ini, tetapi Yesus bisa menumbuhkan saudara. Karena itu bertekunlah dalam mengikuti Dia!

3) Bagi saudara-saudara yang adalah pekerja-pekerja Kristen.

a) Saudara yang adalah guru sekolah minggu.

Saudara mungkin menghadapi kelas atau anak-anak yang tidak mau mendengar Firman Tuhan, yang suka membolos, tidak didukung oleh orang tuanya, berasal dari keluarga yang berantakan, sehingga membuat bermacam-macam kompensasi. Kelas / anak-anak Sekolah Minggu saudara seperti tanah yang kering. Rasanya tidak ada gunanya memberitakan Injil dan Firman Tuhan di sana. Tetapi ingatlah bahwa Yesus adalah tanaman muda yang bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah kering. Karena itu bertekunlah dalam pelayanan saudara, banyaklah berdoa untuk anak-anak saudara, maka Yesus bisa menumbuhkan mereka.

b) Saudara yang adalah majelis gereja / pengurus persekutuan.

Mungkin gereja / persekutuan saudara dipenuhi dengan orang-orang yang brengsek, yang suka membolos, tidak bertanggung-jawab dalam pelayanan, sebentar-sebentar gegeran, tidak mau belajar Kitab Suci, malas berdoa, dsb. Ini seperti tanah yang kering bukan? Kalau saudara sudah mau berputus asa, ingatlah bahwa Yesus seperti tanaman muda yang bisa bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah kering! Teruslah melayani, banyaklah berdoa, Dia bisa memberkati dan menumbuhkan pelayanan saudara.

c) Saudara-saudara yang terlibat dalam penginjilan pribadi, baik terhadap keluarga, teman, tetangga, dsb.

Mungkin saudara berhadapan dengan:

· orang yang keras kepala, yang bukan hanya tidak mau bertobat, tetapi juga benci pada agama dan cinta pada dosanya.

· orang yang acuh tak acuh terhadap Injil, atau yang mengejek Injil.

· orang yang atheis / anti kristen.

· orang yang fanatik terhadap agama lamanya dan tidak mau melepaskannya.

· orang yang tidak percaya surga maupun neraka.

· orang yang bersandar pada perbuatan baiknya.

· orang-orang dari kalangan yang sesat, seperti Saksi Yehuwa dsb.

Saudara bagaikan menghadapi tanah kering, tetapi jangan putus asa! Ingatlah bahwa Yesus adalah tanaman muda yang bertumbuh sekalipun akarnya ada di tanah kering! Bertekunlah dalam menginjil, banyaklah berdoa untuk orang yang saudara injili. Yesus bisa bertumbuh di sana!

Kiranya Tuhan memberkati saudara!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
https://teologiareformed.blogspot.com/
-AMIN-
Next Post Previous Post