Berikatpinggangkan kebenaran (Efesus 6:14b)
Pdt. Sutjipto Subeno.
Efesus 6:14, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan.” Pernyataan Paulus ini menggambarkan kehidupan iman Kristen sebagai suatu medan pertempuran rohani yang sangat serius di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk menghadapi musuh yang terus berusaha untuk menghancurkan dan membinasakan Kekristenan yaitu Iblis.
Karena itu, dalam berbagai aspek, orang Kristen dituntut untuk selalu waspada. Di setiap medan pertempuran hanya ada dua kemungkinan yaitu lolos dalam keadaan hidup atau binasa. Dalam peperangan rohani, kematian seseorang bukan sekedar secara jasmani yang bersifat sementara tetapi menyangkut kematian rohani yang tidak ada jalan keluarnya. Maka Efesus 6:13 mengatakan, “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”
Untuk memberi gambaran mengenai perlengkapan senjata Allah, Paulus memakai ilustrasi tentara Romawi dengan enam perlengkapan perang yang standard. Para penafsir seringkali membaginya menjadi dua bagian yaitu tiga perlengkapan yang harus diikat di badan yaitu ikat pinggang, baju zirah dan kasut serta tiga perlengkapan lain yang harus dipakai atau dipegang yaitu ketopong, perisai dan pedang. Dengan demikian ia memparalelkan antara peperangan duniawi dan rohani.
Perlengkapan rohani yang menjadi kunci pertama adalah “Ikatlah pinggangmu dengan kebenaran.” Perintah ini pernah dinyatakan oleh Paulus sebelumnya yaitu dalam Efesus 4:14-15, “sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran.” Dengan pernyataan ini Paulus hendak menyadarkan bahwa Tuhan menyediakan para nabi, rasul, gembala, pengajar dan penginjil untuk memperlengkapi orang kudus dengan kebenaran sejati demi pembangunan tubuh Kristus. Dengan kata lain, Alkitab menuntut setiap orang Kristen untuk belajar dengan baik dan senantiasa menggumulkan kebenaran.
Alkitab menempatkan prinsip kebenaran pada posisi pertama karena inilah aspek terpenting yang memampukan orang Kristen untuk berdiri tegak di dalam kehidupan beriman. Berita ini tidak mudah diterima di sepanjang sejarah hingga saat ini. Ketika berusaha menegakkan kebenaran, seringkali orang Kristen harus menghadapi banyak musuh yang tidak menyukai kebenaran karena membicarakan kebenaran berarti berkonfrontasi dengan inti sentral dari sifat dosa atau karakter Iblis.
Tuhan Yesus pernah mengalami hal ini dalam Yohanes 18:37-38b, “Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Kata Pilatus kepada-Nya: “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus.” Tindakan Pilatus itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ia hanya ingin mempermainkan kebenaran sejati. Itulah sikap manusia berdosa karena bapanya adalah Iblis yang anti kebenaran.
Selain itu, peristiwa tersebut mencerminkan filsafat Yunani kuno yang berkembang di jaman itu yakni semangat pragmatisme dan relativisme. Kedua paham ini menekankan bahwa di dunia ini tidak ada kebenaran. Ironisnya, paham yang sangat bertentangan dengan Kekristenan ini terus berkembang hingga saat ini terutama di dunia barat.
Musuh utama Kekristenan di dunia timur adalah konsep skeptisisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu ada tetapi terlalu besar untuk dapat dimengerti dan dikomunikasikan. Secara tidak langsung, paham ini hendak menyatakan bahwa kebenaran hanyalah suatu simbol di tengah dunia. Di abad 20 ini skeptisisme relativistik mulai mencapai puncaknya dan muncul dengan ide postmodern era yang menekankan satu filosofi yaitu dekonstruksi yang mencoba mempermainkan dan menghancurkan semua kebenaran. Jadi, ketika seseorang berusaha menyatakan kebenaran, ia akan dianggap tidak ilmiah. Dengan kata lain, di jaman postmodern ini tak seorang pun dapat menyatakan kebenaran karena segala sesuatu bersifat relatif.
Relativisme telah mempersulit Kekristenan untuk meyakinkan orang dunia supaya kembali dan berdiri di dalam kebenaran Firman yang sah dan tegas karena diwahyukan oleh Tuhan sendiri bagi semua orang. Padahal sesungguhnya manusia dituntut untuk mengikatkan diri dengan kebenaran itu. Tuntutan ini memang sangat sulit untuk dilaksanakan bahkan kesulitan ini sudah menjadi internal problem di dalam Kekristenan karena masuknya relativisme ke dalam Gereja. Akibatnya, Efesus 6:14 yang menyatakan, “Jadi berdirilah tegap, berikat pinggang kan kebenaran” dianggap fiktif belaka di tengah dunia ini.
Bagaimanapun juga, Alkitab mengatakan bahwa kebenaran Firman bersifat sejati hingga dapat dijadikan sebagai basis mutlak. Ketika seseorang mulai merelatifkan segala sesuatu, berarti ia memutlakkan dirinya sebagai penentu kebenaran dan pada saat yang sama, ia menjadi rusak dan berdosa. Karena itu, tak seorang pun dapat menjadi sumber kebenaran.
Di antara pelengkapan perang tentara Romawi terdapat tiga macam ikat pinggang yaitu:
1. ikat pinggang lebar seperti rok yang terbuat dari kulit untuk melindungi perut bagian bawah;
2. ikat pinggang kulit untuk menggantungkan pedang dan terompet;
3. ikat pinggang khusus sebagai tanda jabatan atau pangkat (Rienecker/Barth).
Ilustrasi tersebut digunakan oleh Paulus untuk menunjukkan bahwa kebenaran menjadi kriteria utama dari dignity dan otoritas seseorang karena kebenaran itulah inti kehidupan di dunia ini. Orang yang hidup dalam kebenaran akan mampu berdiri tegak dan menatap semua orang tanpa bergeming sedikitpun, baik di hadapan penguasa maupun konglomerat, karena harga dirinya tidak dapat dipermainkan.
Dunia tidak mampu memahami perihal kebenaran ini bahkan menolak dan mencoba untuk menggantinya. Menurut konsep dunia, kekayaan dan kekuasaanlah yang membuat seseorang sangat dihormati. Namun sejarah membuktikan tidak demikian. Orang kaya bermoral buruk tidak akan dihargai oleh siapapun. Semua orang bersedia menjalin hubungan dengannya hanya karena menginginkan hartanya atau mendapat keuntungan darinya. Jika ia tidak dapat memberikan keuntungan lagi maka mereka akan mencaci-maki, mencemooh dan mengejeknya. Seorang anak Tuhan yang hidup dalam kebenaran walaupun tidak kaya, ia akan tetap dihormati dan disegani. Demikian pula dengan penguasa bermoral buruk yang ditakuti oleh semua orang namun belum tentu dihormati.
Paulus memerintahkan semua anak Tuhan untuk mengikat pinggang dengan kebenaran karena ia hendak menunjukkan bahwa kebenaran itu sangat significant dalam peperangan rohani. Adapun signifikansi dari kebenaran yaitu:
1. Basis Pengikat yang Kokoh (Kunci Integritas)
Salah satu fungsi dari ikat pinggang adalah mengikat pakaian bagian atas dan bawah sehingga tercapai kesatuan busana perang yang serasi dan nyaman. Demikian pula fungsi kebenaran Kristen dalam kehidupan orang percaya yaitu menjadikan setiap anak Tuhan semakin terikat pada semua element yang benar di hadapan Tuhan.
gadget, bisnis, otomotif |
Karena itu, dalam berbagai aspek, orang Kristen dituntut untuk selalu waspada. Di setiap medan pertempuran hanya ada dua kemungkinan yaitu lolos dalam keadaan hidup atau binasa. Dalam peperangan rohani, kematian seseorang bukan sekedar secara jasmani yang bersifat sementara tetapi menyangkut kematian rohani yang tidak ada jalan keluarnya. Maka Efesus 6:13 mengatakan, “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”
Untuk memberi gambaran mengenai perlengkapan senjata Allah, Paulus memakai ilustrasi tentara Romawi dengan enam perlengkapan perang yang standard. Para penafsir seringkali membaginya menjadi dua bagian yaitu tiga perlengkapan yang harus diikat di badan yaitu ikat pinggang, baju zirah dan kasut serta tiga perlengkapan lain yang harus dipakai atau dipegang yaitu ketopong, perisai dan pedang. Dengan demikian ia memparalelkan antara peperangan duniawi dan rohani.
Perlengkapan rohani yang menjadi kunci pertama adalah “Ikatlah pinggangmu dengan kebenaran.” Perintah ini pernah dinyatakan oleh Paulus sebelumnya yaitu dalam Efesus 4:14-15, “sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran.” Dengan pernyataan ini Paulus hendak menyadarkan bahwa Tuhan menyediakan para nabi, rasul, gembala, pengajar dan penginjil untuk memperlengkapi orang kudus dengan kebenaran sejati demi pembangunan tubuh Kristus. Dengan kata lain, Alkitab menuntut setiap orang Kristen untuk belajar dengan baik dan senantiasa menggumulkan kebenaran.
Alkitab menempatkan prinsip kebenaran pada posisi pertama karena inilah aspek terpenting yang memampukan orang Kristen untuk berdiri tegak di dalam kehidupan beriman. Berita ini tidak mudah diterima di sepanjang sejarah hingga saat ini. Ketika berusaha menegakkan kebenaran, seringkali orang Kristen harus menghadapi banyak musuh yang tidak menyukai kebenaran karena membicarakan kebenaran berarti berkonfrontasi dengan inti sentral dari sifat dosa atau karakter Iblis.
Tuhan Yesus pernah mengalami hal ini dalam Yohanes 18:37-38b, “Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Kata Pilatus kepada-Nya: “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus.” Tindakan Pilatus itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ia hanya ingin mempermainkan kebenaran sejati. Itulah sikap manusia berdosa karena bapanya adalah Iblis yang anti kebenaran.
Selain itu, peristiwa tersebut mencerminkan filsafat Yunani kuno yang berkembang di jaman itu yakni semangat pragmatisme dan relativisme. Kedua paham ini menekankan bahwa di dunia ini tidak ada kebenaran. Ironisnya, paham yang sangat bertentangan dengan Kekristenan ini terus berkembang hingga saat ini terutama di dunia barat.
Musuh utama Kekristenan di dunia timur adalah konsep skeptisisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu ada tetapi terlalu besar untuk dapat dimengerti dan dikomunikasikan. Secara tidak langsung, paham ini hendak menyatakan bahwa kebenaran hanyalah suatu simbol di tengah dunia. Di abad 20 ini skeptisisme relativistik mulai mencapai puncaknya dan muncul dengan ide postmodern era yang menekankan satu filosofi yaitu dekonstruksi yang mencoba mempermainkan dan menghancurkan semua kebenaran. Jadi, ketika seseorang berusaha menyatakan kebenaran, ia akan dianggap tidak ilmiah. Dengan kata lain, di jaman postmodern ini tak seorang pun dapat menyatakan kebenaran karena segala sesuatu bersifat relatif.
Relativisme telah mempersulit Kekristenan untuk meyakinkan orang dunia supaya kembali dan berdiri di dalam kebenaran Firman yang sah dan tegas karena diwahyukan oleh Tuhan sendiri bagi semua orang. Padahal sesungguhnya manusia dituntut untuk mengikatkan diri dengan kebenaran itu. Tuntutan ini memang sangat sulit untuk dilaksanakan bahkan kesulitan ini sudah menjadi internal problem di dalam Kekristenan karena masuknya relativisme ke dalam Gereja. Akibatnya, Efesus 6:14 yang menyatakan, “Jadi berdirilah tegap, berikat pinggang kan kebenaran” dianggap fiktif belaka di tengah dunia ini.
Bagaimanapun juga, Alkitab mengatakan bahwa kebenaran Firman bersifat sejati hingga dapat dijadikan sebagai basis mutlak. Ketika seseorang mulai merelatifkan segala sesuatu, berarti ia memutlakkan dirinya sebagai penentu kebenaran dan pada saat yang sama, ia menjadi rusak dan berdosa. Karena itu, tak seorang pun dapat menjadi sumber kebenaran.
Di antara pelengkapan perang tentara Romawi terdapat tiga macam ikat pinggang yaitu:
1. ikat pinggang lebar seperti rok yang terbuat dari kulit untuk melindungi perut bagian bawah;
2. ikat pinggang kulit untuk menggantungkan pedang dan terompet;
3. ikat pinggang khusus sebagai tanda jabatan atau pangkat (Rienecker/Barth).
Ilustrasi tersebut digunakan oleh Paulus untuk menunjukkan bahwa kebenaran menjadi kriteria utama dari dignity dan otoritas seseorang karena kebenaran itulah inti kehidupan di dunia ini. Orang yang hidup dalam kebenaran akan mampu berdiri tegak dan menatap semua orang tanpa bergeming sedikitpun, baik di hadapan penguasa maupun konglomerat, karena harga dirinya tidak dapat dipermainkan.
Dunia tidak mampu memahami perihal kebenaran ini bahkan menolak dan mencoba untuk menggantinya. Menurut konsep dunia, kekayaan dan kekuasaanlah yang membuat seseorang sangat dihormati. Namun sejarah membuktikan tidak demikian. Orang kaya bermoral buruk tidak akan dihargai oleh siapapun. Semua orang bersedia menjalin hubungan dengannya hanya karena menginginkan hartanya atau mendapat keuntungan darinya. Jika ia tidak dapat memberikan keuntungan lagi maka mereka akan mencaci-maki, mencemooh dan mengejeknya. Seorang anak Tuhan yang hidup dalam kebenaran walaupun tidak kaya, ia akan tetap dihormati dan disegani. Demikian pula dengan penguasa bermoral buruk yang ditakuti oleh semua orang namun belum tentu dihormati.
Paulus memerintahkan semua anak Tuhan untuk mengikat pinggang dengan kebenaran karena ia hendak menunjukkan bahwa kebenaran itu sangat significant dalam peperangan rohani. Adapun signifikansi dari kebenaran yaitu:
1. Basis Pengikat yang Kokoh (Kunci Integritas)
Salah satu fungsi dari ikat pinggang adalah mengikat pakaian bagian atas dan bawah sehingga tercapai kesatuan busana perang yang serasi dan nyaman. Demikian pula fungsi kebenaran Kristen dalam kehidupan orang percaya yaitu menjadikan setiap anak Tuhan semakin terikat pada semua element yang benar di hadapan Tuhan.
Selain itu kebenaran menjadi kunci kehidupan dalam kesucian atau nilai moral tertinggi, dignity atau keanggunan hidup, keadilan, kejujuran dan ketulusan. Jadi, kebenaran menjadi pengikat integritas kehidupan Kekristenan. Tanpa kebenaran, Kekristenan tidak mempunyai dasar pengikat yang kokoh bagi jemaatnya. Jika setiap anak Tuhan belajar Firman dan hidup dalam integritas yang baik maka ia akan sulit dirusak oleh dunia yang bersifat pragmatis. Bagaimanapun juga, untuk mencapai integritas iman Kristen, diperlukan tindakan aktif dan perjuangan dengan keinginan dan keseriusan mendalami kebenaran. Ironisnya, banyak orang Kristen tidak rela mengikatkan dirinya pada kebenaran.
2. Kekuatan Pertahanan
Kebenaran mampu menghindarkan setiap anak Tuhan dari serangan Iblis yang sangat menghancurkan. Dengan kata lain, kebenaran Kristen menjadi dasar kekuatan pertahanan ketika menghadapi musuh. Mungkin sekali musuh akan sangat membenci orang yang berusaha menegakkan kebenaran namun sangat sulit baginya untuk menjatuhkan kebenaran itu sendiri. Tuhan Yesus adalah teladan terbaik dalam hal ini.
2. Kekuatan Pertahanan
Kebenaran mampu menghindarkan setiap anak Tuhan dari serangan Iblis yang sangat menghancurkan. Dengan kata lain, kebenaran Kristen menjadi dasar kekuatan pertahanan ketika menghadapi musuh. Mungkin sekali musuh akan sangat membenci orang yang berusaha menegakkan kebenaran namun sangat sulit baginya untuk menjatuhkan kebenaran itu sendiri. Tuhan Yesus adalah teladan terbaik dalam hal ini.
Semua saksi dusta, ketidakbenaran dan kefasikan tidak dapat menjatuhkan-Nya walaupun tidak ada yang membela-Nya karena kebenaran tidak memerlukan pembelaan. Kebenaran telah membuat-Nya mampu bertahan. Kalau setiap anak Tuhan hidup dalam kebenaran maka ia dapat memberikan pengaruh besar ke tengah dunia ini.
3. Basis untuk Penyerangan
Ikat pinggang membuat seorang tentara Romawi dapat bergerak dan berperang dengan leluasa karena ikatannya yang kuat. Karena itu, perlengkapan ini sangat membantu dalam hal penyerangan. Paulus juga melihat pentingnya kebenaran Kristen dalam aspek ini yaitu bukan sekedar untuk membela diri tapi sekaligus menjadi basis penyerangan. Kebenaran Kristen bukan sekedar untuk bertahan secara pasif tapi juga membawa dunia kembali pada kebenaran tersebut. Maka semua anak Tuhan harus menyadari bahwa seluruh perjalanan pelayanan Kristen adalah untuk menyaksikan kebenaran Kristen di tengah dunia.
3. Basis untuk Penyerangan
Ikat pinggang membuat seorang tentara Romawi dapat bergerak dan berperang dengan leluasa karena ikatannya yang kuat. Karena itu, perlengkapan ini sangat membantu dalam hal penyerangan. Paulus juga melihat pentingnya kebenaran Kristen dalam aspek ini yaitu bukan sekedar untuk membela diri tapi sekaligus menjadi basis penyerangan. Kebenaran Kristen bukan sekedar untuk bertahan secara pasif tapi juga membawa dunia kembali pada kebenaran tersebut. Maka semua anak Tuhan harus menyadari bahwa seluruh perjalanan pelayanan Kristen adalah untuk menyaksikan kebenaran Kristen di tengah dunia.