Pemaknaan dan Relevansi Penderitaan Salib Kristus dalam Matius 26:39-42

Relevansi Penderitaan Kristus

Melalui peristiwa penderitaan Kristus di atas kayu salib, ada beberapa prinsip yang sangat relevan dalam kehidupan orang percaya. Prinsip-prinsip ini akan menjadi pegangan dalam menghadapi penderitaan dalam kehidupan orang percaya.
Pemaknaan dan Relevansi Penderitaan Salib Kristus dalam Matius 26:39-42
Penderitaan Adalah Pergumulan Bersama Allah

Dalam penderitaan-Nya Kristus berkata kepada Allah, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Kehendak Allah adalah satu tujuan ilahi yang telah ditetapkan Allah bagi Anak-Nya.

Rencana keselamatan bagi manusia ditetapkan Allah hanya melalui Kristus yang harus berinkarnasi, menderita dan mati untuk menebus dosa. Dan untuk menggenapi tujuan Allah itu tidak mudah, Kristus sendiri harus bergumul di Taman Getsemani. Sebagai manusia, Kristus meminta Allah Bapa membatalkan rencana keselamatan itu, karena betapa pahitnya cawan yang harus Dia minum, “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.”

Cawan yang pahit adalah penderitaan yang harus Kristus jalani. Penderitaan yang akan mengalami puncaknya di bukit Golgota. Salib adalah cawan yang harus Kristus minum. Di taman Getsemani Cawan ini tidak ingin Ia minum. Karena Yesus tahu, cawan ini begitu pahit. Tetapi Yesus lebih taat kepada Bapa daripada taat kepada keinginan-Nya sendiri, “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" (Matius 26:42).

Ini sama halnya dengan penderitaan yang harus dijalani oleh orang-orang percaya. Semua manusia pada umumnya menolak untuk menderita. Tetapi kenyataannya, semua orang percaya akan menderita. Karena Kristus berkata, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” (Matius 10:16). Orang percaya digambarkan seperti seekor domba dan diutus Tuhan untuk tinggal ditengah-tengah serigala yang siap menelan, memangsa dan menjadikan kita korbannya. Ini berarti penderitaan sudah menjadi bagian dari kehidupan orang percaya. Kita tidak bisa menghindari penderitaan.

Kristus sendiri mengalami pergumulan yang sangat berat di taman Getsemani. Karena Kristus tahu penderitaan salib sudah menunggu Dia. Kristus sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan diri-Nya dalam penderitaan salib. Tetapi keyakinan-Nya kepada Allah Bapa membuat Kristus setelah bergumul di Taman Getsemani bersemangat menghadapi penderitaan salib-Nya, “Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat." (Matius 26:45-46).

Bagaimana Kristus bisa mengalahkan ketakutan-Nya untuk menerima cawan penderitaan-Nya? Apa yang membuat Kristus bergairah menghadapi penderitaan-Nya, padahal baru saja Ia berdoa agar Bapa melalukan cawan pahit itu?

“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Matius 26:41). Pernyataan Yesus ini memberikan gambaran apa yang seharusnya dilakukan oleh orang percaya ketika sedang menghadapi sebuah penderitaan.

Penderitaan dapat dihadapi dengan cara bergumul dengan Allah untuk mendapatkan kekuatan. Yesus mampu mengatasi kesedihan-Nya karena mendapatkan kekuatan dari Allah. Ketika Yesus bergumul dengan Allah, Alkitab mengatakan, “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.” (Lukas 22:43).

Setelah mendapatkan kekuatan dari sorga, Yesus pun membagikan kekuatan-Nya berupa dorongan kepada murid-murid-Nya untuk bergumul dengan Allah. Salah satu bukti kebesaran Yesus dan kasih sayang-Nya, adalah bahwa dalam menghadapi Salib, Dia masih memikirkan murid-murid-Nya yang lebih rendah pencobaannya - dan mendorong mereka untuk mencari kekuatan dari Allah Bapa.

Ayat ini memberikan teladan Kristus dalam menghadapi penderitaan salib-Nya, yaitu:

1. Pertama, Yesus mengabaikan kehinaan penderitaan salib.

Kata “kehinaan” ini berasal dari kata Yunani aiskhunes yang juga berarti “rasa malu, aib, cela dan penghinaan.” Artinya bahwa penderitaan salib yang dianggap manusia pada masa itu sebuah aib dan sebuah kehinaan yang mendatangkan rasa malu, diabaikan oleh Kristus. Bahkan Paulus mengatakan bahwa salib adalah kutuk, ”Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13).

Tujuannya jelas, “Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsabangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.” (Gal. 3:14). Kristus mengabaikan semua penderitaan salib-Nya, karena hidupnya ditujukan kepada tujuan Allah Tritunggal, agar semua bangsa menerima anugerah keselamatan di dalam Yesus yang dimeteraikan oleh Allah Roh Kudus. Tujuan ilahi menjadi prioritas Yesus, sehingga Dia mengabaikan semua penderitaan salib-Nya.

2. Kedua, Yesus tekun memikul penderitaan salib-Nya.

Kata tekun diulang dua kali oleh penulis kitab Ibrani, “tekun memikul salib” dan “tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya.” Kata Yunani “u`pe,meinen” (upemeinen) berarti “bertahan, tinggal dan menunggu.” Dalam penderitaan salib-Nya, Yesus bertahan untuk menunggu sampai tuntas rencana Allah itu. Jadi, dapat disimpulkan, setelah Yesus mengetahui tujuan di balik penderitaan salib-nya, Yesus bertahan sampai tujuan itu tercapai. Sehingga di akhir penderitaan salib-Nya, Yesus berkata, “tetelestai!”

Yesus menyelesaikan misi penyelamatan dunia dengan tetap bertahan dalam penderitaan salib-Nya. Penderitaan dan cemooh diabaikan untuk sebuah tujuan ilahi. Yesus bertahan dalam penderitaan salib-Nya untuk keselamatan kita semua. Itu membuktikan betapa Yesus mengasihi gereja dan betapa orang percaya sangat berharga bagi Dia.

1. Penderitaan Adalah Anugerah/Karunia Allah

Penderitaan bukanlah kata asing dalam kehidupan orang percaya, tetapi sebuah karunia dari Allah, karena Kristus sendiri mengalaminya. Sehingga Paulus juga menuliskan hal ini dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Filipi 1:29).

Karunia Allah adalah sempurna. Semua orang percaya telah banyak menerima karunia dari Allah. Salah satu karunia Allah adalah “penderitaan.” Menderita bagi Yesus Kristus (“demi-Nya’) adalah hak istimewa yang diberikan Allah kepada orang percaya.

Kata “dikaruniakan” diterjemahkan dari kata Yunani “ekharisthe” yang berasal dari kata “kharis” yang berarti “kasih karunia.” Paulus melihat bahwa penderitaan demi Yesus Kristus adalah sebuah anugerah Allah. Paulus telah mengalami penderitaan sepanjang pelayanannya. Dan jemaat Filipi telah melihat hal yang terjadi dalam kehidupan pelayanan Paulus. Paulus menderita karena melayani Kristus, tetapi penderitaan itu dianggap Paulus sebagai anugerah Allah.

Dalam pengalaman penderitaannya, Paulus melihat penderitaan adalah salah satu alat Allah untuk membentuk anak-anak-Nya dan yang akan membawa kemuliaan bagi anak-anak-Nya (Yakobus 1:3-4; 1Petrus 1:6-7).

Penulis kitab Ibrani juga memberikan gambaran tentang penderitaan sebagai anugerah Allah kepada anak-anak-Nya, “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak… Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. " (Ibrani 12:5-6, 11).

Dari ayat Firman Tuhan dalam kitab Ibrani ini, ada beberapa kebenaran bahwa penderitaan adalah sebuah anugerah dari Allah: Pertama, penderitaan adalah metode Allah di dalam mendidik anak-anak-Nya. Kata “menghajar” dan “menyesah” adalah cara yang dipakai Allah untuk mendidik orang percaya. Ungkapan orang tua dan anak, mengindikasikan bahwa Allah akan berlaku sebagai Bapa ketika mendidik anak-anak-Nya.

Bahkan, setiap anak Tuhan harus dididik dalam cara Allah, “Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.” (Ibrani 12:8). Dan ayat ini menegaskan bahwa setiap orang yang tidak dididik dalam cara Allah, bukanlah anak Allah yang sah. Anak Allah yang sah, harus menerima anugerah penderitaan di dalam hidupnya.

Di dalam didikan Allah, setiap orang percaya diproses untuk menjadi manusia rohani yang sempurna. Dan hanya melalui penderitaan, setiap orang percaya disempurnakan di dalam kerohaniannya, “Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.” (Ibrani 2:10).

Kedua, penderitaan adalah cara Allah untuk melatih anak-anak-Nya. Kata Yunani gumnazo berarti dilatih atau ditraining dengan disiplin. Perkataan Yesus di Taman Getsemani mengatakan bahwa, “roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Matius 26:41). Berarti kerohanian kita harus dilatih dalam kedisiplinan. Hanya di dalam penderitaan Allah sangat efektif untuk melatih sendi-sendi rohani kita.

Allah sedang melatih orang percaya untuk bisa meloncat lebih tinggi dari iman mereka saat ini. Penderitaan menjadi sarana Allah untuk melatih otot-otot rohani umatNya. Orang percaya tersiksa di dalam penderitaan. Tetapi ketika orang percaya mau bertahan dan terus bertahan, otot-otot rohani mereka mulai terbentuk. Kerohanian orang percaya menjadi kuat dan semakin kuat, untuk gereja dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya.

Paulus mengatakan bahwa, “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (1Timotius 4:8). Proses pelatihan kepada tubuh rohani, hasilnya tidak hanya untuk saat orang percaya masih hidup, tetapi untuk sebuah kekekalan. Oleh karena itu, orang percaya harus tetap bersemangat dalam latihan manusia rohani!

Gereja harus tetap bergairah dalam pekerjaan Tuhan! Hasil yang akan gereja capai tidak akan mengecewakan, seperti yang dijanjikan Firman Tuhan, “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Ibrani 12:11).

Dan penulis kitab Ibrani memberikan semangat untuk orang percaya terus berjuang sampai rencana Allah digenapi dalam hidup mereka. “Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.” (Ibrani 12:12-13).

2. Penderitaan Mendatangkan Kebaikan


Dalam setiap penderitaan ada tujuan ilahi di dalamnya, dengan tujuan untuk membangun karakter Kristus di dalam hidup orang percaya. Seperti yang dikatakan Paulus kepada jemaat Roma, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28).

Allah bukan penyebab penderitaan kita, tetapi Allah bekerja di dalam penderitaan kita dengan tujuan mendatangkan kebaikan. Seluruh Kitab Suci, menyajikan Allah sebagai yang Pribadi yang berdaulat atas segala urusan kehidupan. Dalam bagian ini Paulus mau mengatakan bahwa Allah mengizinkan semua peristiwa kehidupan menghampiri kehidupan orang percaya yang akan berujung pada kemuliaan bagi anak-anak-Nya (lih. 29-30).

"Dalam segala sesuatu" dalam konteks ini, termasuk penderitaan dalam pengalaman orang percaya. Ayat ini tidak mengatakan bahwa Allah menyebabkan segala sesuatu. Dia mengizinkan “segala sesuatu”, tapi tidak menyebabkan “segala sesuatu” yang terjadi dalam hidup orang percaya. Oleh karena itu ketika sebuah tragedi hadir dalam hidup orang percaya, orang percaya selayaknya tidak menyimpulkan bahwa ini adalah salah satu dari "segala sesuatu", yang disebabkan oleh Allah.

Sebaliknya, ayat ini mengatakan bahwa Allah mendatangkan kebaikan dari “segala sesuatu” ini, bahkan sebuah tragedi sekalipun, bagi orang percaya. Sedangkan penyebab tragedi dalam hidup orang percaya adalah Setan, pilihan untuk berdosa dari diri manusia sendiri, dan konsekuensi dari hidup dalam dunia yang penuh dosa. Meskipun Tuhan mengizinkan atau memungkinkan hal-hal buruk terjadi, Alkitab tidak pernah menyalahkan hal ini pada Tuhan, dan orang percaya pun harus berfikir demikian.

Allah merancangkan kehidupan bagi orang percaya dari sisi kerohaniannya, walau pun orang percaya hidup dalam tubuh jasmani. Orientasi Allah dalam kehidupan orang percaya adalah kepada manusia rohani, karena tubuh jasmani ini akan binasa. Sehingga akan ada pertentangan dalam hidup orang percaya antara kehidupan jasmani dan kehidupan rohani, atau yang disebut Paulus: keinginan daging dan keinginan Roh.

Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus menegaskan hal ini, “sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging karena keduanya bertentangan sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki” (Galatia 5:17). Pengikisan keinginan daging hanya bisa terjadi melalui proses penderitaan, “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1Petrus 1:7).

"Baik" adalah apa yang baik dari sudut pandang Allah. Satu hal yang perlu digarisbawahi oleh orang percaya yaitu bahwa Allah itu baik! Nabi Yeremia menyerukan hal ini kepada orang-orang Israel yang telah dibuang Allah ke negeri Babel. Umat Allah ini dibuang karena mereka tidak menghormati Allah, mereka hidup sesuai dengan keinginan mereka yang jahat, mereka menyembah berhala, mereka membelakangi Allah dan mereka tidak pernah mau merespons kebenaran Firman Tuhan yang disampaikan oleh nabi-nabi Tuhan.

Allah mengizinkan bangsa Babel menghancurkan negeri umat-Nya dan membawa umat-Nya untuk menjadi tawanan bangsa asing, karena Allah mengasihi umat-Nya. Agar mereka diproses untuk menjadi pribadi-pribadi yang mengasihi Allah dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Sehingga Yeremia berseru kepada umat Allah yang sedang diproses Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka, ”Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!... TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia” (Ratapan 3: 22-23, 25). Sejarah membuktikan, setelah masa pembuangan itu, bangsa Israel tidak pernah lagi menyembah siapa pun selain Allah.

Proses kebaikan yang saat ini sedang dijalani oleh orang percaya mungkin sangat berat dan menyakitkan, tetapi hal yang terbaik Allah sedang kerjakan di dalam hidup orang percaya. Iman, pengharapan dan kasih kepada Allah sedang disempurnakan. Gereja harus terus mengucap syukur! Gereja harus terus percaya bahwa potensi yang terbaik di dalam diri orang percaya sedang dikeluarkan Allah, dan caranya hanya melalui penderitaan ini. Gereja harus tetap bertahan dalam penderitaan ini.

Penulis kita Ibrani mengatakan, “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh” (Ibrani 12:11-13).

"Mereka yang mengasihi Allah" Paulus menggambarkan mereka dari sisi ilahi sebagai orang pilihan Allah, "orang-orang yang mengasihi Allah" harus mengacu pada semua orang percaya (lih 1Yohanes 4:19). Ayat ini menegaskan kembali bahwa setiap orang percaya harus dimurnikan imannya, agar kebaikan Allah dinikmati setelah proses itu berjalan.

Pemurnian iman itu memang sangat penting untuk menghasilkan manusiamanusia rohani yang tidak bercela dan bercacat di hadapan Allah. Kebenaran dari Firman Tuhan ini adalah bahwa setiap orang yang mengasihi Allah atau setiap orang percaya harus diproses kerohaniannya oleh Allah. Seperti yang ditegaskan oleh penulis kitab Ibrani, “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak" (Ibrani 12:6).

“Terpanggil sesuai dengan rencana Allah” mengacu kepada tujuan Allah bagi setiap pribadi. Alkitab mengatakan bahwa rancangan Allah adalah, “rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11).

Setiap pribadi orang percaya dipanggil Allah untuk menikmati setiap rancangan-Nya. Tetapi dalam setiap rancangan-Nya, Allah selalu mendidik orang percaya untuk selalu memprioritaskan tujuan Allah dalam hidupnya. Tujuan Allah jelas untuk menyelamatkan manusia ciptaan-Nya di dalam Kristus melalui seluruh aspek hidup orang percaya. Sehingga Allah terus memproses hidup orang percaya untuk menjadi alat yang sempurna di tangan-Nya. Banyak sekali yang Allah buang dari diri orang percaya karena tidak berkenan dengan Pribadi dan tujuan-Nya. Proses ini memang menyakitkan bagi orang percaya, tetapi Allah tetap mengedepankan segala proses hidup orang percaya bagi rencana keselamatan-Nya.

Oleh karena itu, jangan patah semangat ketika orang percaya sedang mengalami proses pembentukan-Nya. Sabarlah dalam penderitaan dan tetaplah bergairah bersama dengan Allah, sehingga proses pembentukan itu berjalan sesuai dengan rencana Allah.

3. Penderitaan Ada Dalam Kendali Allah

Dalam setiap penderitaan orang-orang percaya, Allah tetap memegang kendali. Tidak akan pernah mungkin Allah membiarkan anak-anak-Nya menderita tanpa ada jalan keluar. Hal ini juga dikatakan oleh Paulus kepada jemaat Korintus, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Korintus 10:13).

Pencobaan yang dialami oleh setiap orang percaya adalah pencobaan biasa. Semua orang pasti akan mengalami sesuatu yang bernama masalah. Masalah akan selalu ada dalam kehidupan semua manusia, termasuk orang-orang percaya. Pencobaan-pencobaan itu adalah pencobaan biasa, karena setiap hari orang percaya diperhadapkan dengan setiap persoalan. Semua manusia di bumi, siapa pun dia, latar belakang apa pun dia, harus menghadapi persoalan setiap hari. Besar kecil masalah tergantung siapa yang mengukurnya, tetapi TUHAN yang mengizinkan masalah itu datang dalam hidup orang percaya, sangat TAHU batas kekuatan setiap anak-anak-Nya.

Persoalan yang datang setiap hari, pada akhirnya membuat orang percaya terbiasa dengan masalah. Masalah bukan lagi sesuatu yang luar biasa. Pengalaman pertama dengan masalah yang membuat setiap orang percaya mengalami kekagetan masalah (shock problem). Respons setiap manusia terhadap masalah pasti adalah ungkapan perasaan mereka.

Tetapi ketika pengalaman kedua, ketiga dan seterusnya, akhirnya orang percaya akan menganggap bahwa masalah yang dihadapi oleh orang percaya adalah masalah biasa. Tidak ada yang luar biasa dari masalah manusia. Jadi, jangan takut menghadapi persoalan. Pencobaan-pencobaan yang dialami oleh orang percaya tidak melebihi kekuatan manusia. Allah menjamin hal itu.

Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh setiap orang percaya selalu disaring oleh Allah terlebih dahulu. Kisah Ayub membuktikan kebenaran ini. Ayub 1:9-12 menceritakan kedatangan Iblis kepada Allah untuk mengizinkan ia merusak kehidupan Ayub. Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu." Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Ada bagian tertentu dalam hidup Ayub yang tidak boleh dijamah oleh Iblis.

Penegasan firman Tuhan ini menjadi satu bukti yang kuat bahwa Allah tetap memegang kendali atas segala persoalan yang dihadapi oleh orang percaya. Ayub mengalami persoalan yang sangat-sangat berat, tetapi dalam dunia rohani Allah tetap mengontrol kehidupan hamba-Nya yang setia. Allah selalu siap untuk memberikan perlengkapan rohani bagi anak-anak-Nya yang sedang menderita. Orang percaya harus terus menguatkan dan meneguhkan iman, karena setiap orang percaya tidak pernah sendiri ketika sedang mengalami persoalan yang berat sekali pun. Allah selalu bersama dengan anak-anak-Nya.

Dalam kesetiaan-Nya Allah tidak akan membiarkan orang percaya dicobai melampaui kekuatannya, Allah akan memberikan jalan keluar. Jaminan Allah atas setiap persoalan yang dihadapi oleh orang percaya ialah Allah selalu mempersiapkan jalan keluar untuk setiap persoalan anak-anak-Nya. Allah tidak pernah kehabisan cara untuk menolong anak-anak-Nya dari setiap persoalan. Yang perlu dilakukan oleh orang percaya ketika sedang menghadapi persoalan adalah tetap tenang dan sabar menanti pertolongan Tuhan.

Yakobus menegaskan hal ini, “Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!

Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu. Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan” (Yakobus 5:7-11).

Setiap orang percaya harus menghadapi setiap persoalan dengan keyakinan ini bahwa Allah tetap memegang kendali atas setiap persoalan hidupnya. Keyakinan inilah yang akan membuat orang percaya tetap bersemangat menjalani kehidupan ini.

KESIMPULAN

Setiap orang percaya ketika sedang mengalami penderitaan, jangan pernah mengeluh dan lari dari persoalan iman. Tetapi, yang terbaik adalah bertanya dalam doa, “apa tujuan penderitaan ini bagi saya, ya Tuhanku?” maka yang terbaik Allah akan berikan dalam hidup anak-anak-Nya.

Allah adalah Perancang yang sempurna atas kehidupan anak-anak-Nya. Oleh karena itu, ketika orang percaya sedang menderita tetaplah bersukacita dan bersyukur kepada Allah. Karena Allah sedang merancangkan sesuatu yang besar dan luar biasa atas hidup orang percaya. Setiap orang percaya harus memiliki semangat yang tidak pernah mau menyerah dan kalah oleh persoalan apa pun dalam hidup. Allah tidak pernah gagal dalam rancangan-Nya untuk hidup anak-anak-Nya!

Biarlah setiap orang percaya terus berjuang dalam kehidupan iman percayanya walau diperhadapkan dengan begitu banyak penderitaan. Keyakinan bahwa Allah selalu memiliki tujuan dibalik setiap persoalan yang Ia ijin kan masuk dalam kehidupan ana-kanak-Nya, membuat setiap orang percaya bisa menikmati perjalanan imannya bersama dengan Dia dan tetap bersemangat menyelesaikan tugas yang dipercayakan Allah kepadanya.

Perjalanan penderitaan Kristus di atas kayu salib begitu berat, tetapi Kristus tetap mau menyelesaikan misi penyelamatan-Nya bagi manusia berdosa. Keteladanan Kristus inilah yang harus menjadi motivasi, inspirasi obsesi pelayanan setiap orang percaya. Sehingga di akhir tugas pelayanan yang Allah telah berikan, setiap orang percaya bisa berkata, ”Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil” (2 Timotius 4:7-8). -Frits Octavianus Tatilu
Next Post Previous Post