YUDAS 1:14-15: DUA NUBUAT HENOKH?
Pdt. Budi Asali, M.Div.
1) Apakah Yudas mengutip dari kitab Henokh, yang termasuk dalam Apocrypha?
a) Dalam kitab Henokh, ada satu ayat yaitu Henokh 1:9, yang berbunyi sebagai berikut:
Versi William Barclay: “And behold! He cometh with ten thousands of his holy ones to execute judgment upon all, and to destroy all the ungodly; and to convict all flesh of all the works of their ungodliness which they have ungodly committed, and of all the hard things which ungodly sinners have spoken against him” [= Dan lihatlah! Ia datang dengan sepuluh ribu orang-orang kudusNya untuk melakukan penghakiman terhadap semua orang, dan untuk menghancurkan orang jahat; dan untuk meyakinkan semua daging / orang tentang semua kejahatan yang mereka lakukan secara jahat, dan tentang semua kata-kata keras yang diucapkan oleh orang-orang berdosa yang jahat menentang Dia] - hal 196.
Henokh 1:9 Versi William Barclay ini boleh dikatakan identik dengan Yudas 1: 14-15.
Versi Pulpit Commentary: “And behold, he comes with myriads of the holy, to pass judgment upon them, and will destroy the impious, and will call to account all flesh for everything the sinners and the impious have done and committed against him” [= Dan lihatlah, Ia datang dengan puluhan ribu orang kudus, untuk memberikan penghakiman terhadap mereka, dan akan menghancurkan orang jahat, dan akan meminta pertanggungjawaban semua orang untuk setiap hal yang orang berdosa dan jahat lakukan menentang Dia] - hal 12.
Henokh 1:9 versi Pulpit Commentary ini sedikit berbeda dengan Yudas 1:14-15, karena dalam versi Pulpit Commentary ini, yang ia sebut sebagai ‘Schodde’s rendering’, tidak ada tentang ‘kata-kata keras’ dari orang-orang jahat itu.
b) Kutipan dalam Yudas 14-15 ini menyebabkan banyak pertanyaan dan problem.
Haruskah kita menganggap Kitab Henokh itu sebagai Kitab Suci? Atau, haruskah kita membuang surat Yudas dari Kitab Suci, seperti yang dilakukan oleh Jerome? Saya berpendapat bahwa kita tidak boleh menganggap bahwa Kitab Henokh harus dimasukkan ke dalam Kitab Suci (Catatan: tidak adanya kata-kata ‘ada tertulis’ dalam Yudas 14 ini menunjukkan bahwa ia tidak sedang mengutip Kitab Suci), dan kita juga tidak boleh mengeluarkan surat Yudas dari Kitab Suci. Mengapa? Karena adanya kemiripan atau kesamaan antara Yudas 14-15 dan Henokh 1:9 memberikan beberapa kemungkinan, yaitu:
1. Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Perlu diketahui bahwa ada banyak penafsir, yang termasuk golongan injili dan alkitabiah sekalipun, yang mempunyai anggapan seperti ini! Tetapi perlu diingat bahwa ini bukan satu-satunya kemungkinan. Orang yang menganggap bahwa Yudas mengutip dari kitab Henokh pada umumnya sampai pada kesimpulan ini karena mereka menyimpulkan terlalu cepat. Mereka tidak memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang lain.
2. Penulis kitab Henokh mengutip dari Yudas, sedangkan Yudas mengutip dari tradisi.
3. Yudas maupun penulis kitab Henokh mengutip dari tradisi.
Tidak ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa kemungkinan pertamalah yang benar, sehingga adanya kemiripan / kesamaan antara Yudas 1:14-15 dengan Henokh 1:9 ini tidak membuktikan bahwa Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Barnes’ Notes: “There in no clear evidence that he quoted it from any book extant in his time. There is, indeed, now an apocryphal writing called ‘the Book of Enoch,’ containing a prediction strongly resembling this, but there is no certain proof that it existed so early as the time of Jude, nor, if it did, is it absolutely certain that he quoted from it. Both Jude and the author of that book may have quoted a common tradition of their time, for there can be no doubt that the passage referred to was handed down by tradition.” [= Tidak ada bukti yang jelas bahwa ia mengutipnya dari buku apapun yang ada pada jamannya. Memang sekarang ada tulisan apokripa yang disebut ‘Kitab Henokh’, yang berisi ramalan yang sangat mirip dengan ini, tetapi tidak ada bukti tertentu bahwa kitab itu sudah ada pada jaman Yudas, atau, jika kitab itu sudah ada pada jaman Yudas, tidak ada kepastian yang mutlak bahwa Yudas mengutip dari kitab itu. Keduanya, Yudas dan penulis kitab itu, bisa telah mengutip dari suatu tradisi yang umum pada jaman mereka, karena tidak ada keraguan bahwa text itu diturunkan oleh tradisi.].
c) Pandangan yang meninggikan kitab Henokh.
Pulpit Commentary: “Though never formally recognized as canonical, it was in great esteem, largely accepted as a record of revelations, and regarded as the work of Enoch.” [= Sekalipun tidak pernah diakui secara resmi sebagai kanon, itu dihargai / dihormati, sebagian besar diterima sebagai catatan wahyu, dan dianggap sebagai pekerjaan Henokh.] - hal 12.
Pulpit Commentary: “An attempt has been made by some to bring the composition of the book down to Christian times, so that Enoch should quote Jude, not Jude Enoch. But there is every reason to believe that it belongs to the second century B.C. Certain portions of the book, however, are of later date. For it is scarcely possible to deny that it is the work of more than one hand. The original seems to have been written in Hebrew or Aramaic. We cannot be far astray, therefore, in accepting it as the composition of a Jew of Palestine dating between B.C. 166 and 110.” [= Suatu usaha telah dilakukan oleh beberapa orang untuk membawa penyusunan kitab itu ke jaman kristen, sehingga Kitab Henokhlah yang mengutip Yudas, bukan Yudas mengutip Kitab Henokh. Tetapi ada banyak alasan untuk percaya bahwa buku itu berasal dari abad kedua S.M. Tetapi, beberapa bagian dari kitab itu ditulis belakangan. Karena adalah sesuatu yang hampir mustahil untuk menyangkal bahwa kitab itu merupakan pekerjaan dari lebih dari satu tangan. Kitab aslinya kelihatannya ditulis dalam Ibrani atau Aramaic. Karena itu, kita tidak bisa terlalu tersesat dalam menerima bahwa kitab itu disusun oleh seorang Yahudi di Palestina antara 166 S.M. - 110 S.M.] - hal 12.
Catatan: Ia berkata bahwa kelihatannya kitab itu ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aramaic. Ia jelas tidak tahu kitab Henokh yang asli; yang ia tahu paling-paling adalah terjemahannya. Menurut dia dari terjemahan itu kelihatannya kitab Henokh yang asli ada dalam bahasa Ibrani atau Aramaic. Ini sudah merupakan kesimpulan yang sangat tidak pasti. Lalu dari sini ia mengambil kesimpulan lagi, yaitu bahwa penulisnya pasti seorang Yahudi di Palestina pada abad 2 S.M. Ini lagi-lagi merupakan kesimpulan yang sangat tidak pasti. Mengingat bahwa pada jaman Yesus hidup di dunia, yaitu pada abad 1 Masehi, bahasa Aramaic (bukan bahasa Ibrani) banyak digunakan, maka bisa saja penulisnya hidup pada jaman itu atau bahkan sesudahnya. Dari semua ini saya berpendapat bahwa penafsir Pulpit Commentary ini menyimpulkan tanpa dasar yang kuat.
d) Pandangan yang merendahkan terhadap kitab Henokh, diikuti dengan pandangan bahwa Yudas mengutip dari tradisi.
Calvin’s editor: “There is no evidence of such a book being known for some time after this epistle was written; and the book so called was probably a forgery, occasioned by this reference to Enoch’s prophecy. ... Until of late, it was supposed to be lost; but in 1821, the late Archbishop Laurence, having found an Ethiopic version of it, published it with a translation.” [= Tidak ada bukti tentang diketahuinya kitab seperti itu untuk beberapa waktu setelah surat ini ditulis; dan kitab itu mungkin merupakan suatu pemalsuan, disebabkan oleh hubungannya dengan nubuat Henokh ini. ... Sampai waktu belakangan, kitab itu dianggap / diduga hilang; tetapi pada tahun 1821, Uskup Laurence, setelah menemukan versi Ethiopia kitab ini, menerbitkannya dengan terjemahannya.] - hal 443 (footnote).
Catatan: kelihatannya ia berpendapat bahwa pada jaman Yudas kitab Henokh itu belum ada. Tetapi karena Yudas berbicara tentang nubuat Henokh, lalu muncul orang yang membuat sebuah kitab yang lalu dinamakan kitab Henokh, supaya kelihatannya Yudas mengutip dari kitab itu. Kitab itu disebut palsu karena sekalipun memakai nama Henokh tetapi penulisnya bukan Henokh. Si pemalsu mungkin mempunyai kesengajaan untuk menimbulkan kebimbangan dan keraguan dalam diri orang kristen terhadap surat Yudas / Kitab Suci.
Thomas Manton: “The Jews have some relics of this prophecy in their writings, and some talk of a volume, extant in the primitive time, consisting of 4802 lines, called the Prophecy of Enoch; but that was condemned for spurious and apocryphal. Tertullian saith there was a prophecy of Enoch kept by Noah in the ark, which book is now lost. Be it so; many good books may be lost, but no scripture. But most probably it was a prophecy that went from hand to hand, from father to son. Jude saith, ‘Enoch prophesied;’ he doth not say it is written, as quoting a passage of scripture.” [= Orang-orang Yahudi mempunyai peninggalan tentang nubuat ini dalam tulisan-tulisan mereka, dan beberapa orang berbicara tentang sebuah buku, ada dalam jaman primitif, terdiri dari 4802 baris, disebut Nubuat Henokh; tetapi itu dikecam sebagai palsu dan bersifat apokripa. Tertullian berkata bahwa ada nubuat Henokh yang dijaga oleh Nuh di dalam bahtera, yang sekarang sudah hilang. Biarlah itu demikian; banyak buku yang baik / bagus hilang, tetapi tidak ada kitab suci yang hilang. Tetapi kemungkinan besar itu adalah nubuat yang pindah dari tangan ke tangan, dari bapa kepada anak. Yudas berkata: ‘Henokh bernubuat’; ia tidak berkata ‘ada tertulis’, seperti mengutip suatu bagian Kitab Suci.] - hal 290.
S. Maxwell Coder: “The Book of Enoch is a patchwork of writings by various unknown persons at various unknown times. It contains fanciful and legendary material, some of it quite ridiculous. Those who love the Word of God and trust it implicitly need not fear that any attack upon Jude will succeed in showing that he took any part of his epistle from such a volume.” [= Kitab Henokh merupakan suatu tulisan campur aduk oleh bermacam-macam orang yang tidak dikenal pada berbagai waktu yang tidak diketahui. Kitab itu mengandung bahan yang aneh / khayal dan bersifat dongeng, beberapa di antaranya cukup menggelikan. Mereka yang mencintai Firman Allah dan mempercayainya secara implicit tidak perlu takut bahwa serangan terhadap Yudas akan berhasil dalam menunjukkan bahwa ia mengambil sebagian dari suratnya dari kitab seperti itu.] - hal 85.
2) Mengapa Yudas mengutip nubuat Henokh?
Dalam Kitab Suci ada banyak ayat tentang kedatangan Kristus untuk menghakimi, seperti Ulangan 33:5 Daniel 7:10 Zakharia 14:5b. Mengapa Ia mesti mengutip dari nubuat Henokh dan bukannya dari ayat-ayat Kitab Suci?
a) Karena biasanya makin kuno suatu kutipan, makin ia dihormati. Karena itu Yudas memilih yang sekuno mungkin.
b) Karena Tuhan menghendaki nubuat Henokh itu, yang tadinya hanya ada dalam tradisi, masuk ke dalam Kitab Suci.
Thomas Manton: “if he receives it by tradition, it is here made authentic and put into the canon.” [= jika ia menerimanya melalui tradisi, di sini itu dijadikan otentik / berotoritas dan dimasukkan ke dalam kanon.] - hal 289.
3) Sekarang mari kita mempelajari nubuat Henokh yang dikutip oleh Yudas ini.
a) ‘Sesungguhnya Tuhan datang’ (Yudas 1: 14b).
Kata ‘datang’ ini dalam bahasa Yunani adalah ELTHEN yang merupakan kata kerja dalam bentuk aorist / lampau, sehingga terjemahan sebetulnya adalah ‘came’. Sekalipun ini sebetulnya menunjuk pada masa yang akan datang, tetapi untuk menunjukkan suatu kepastian, maka digunakan bentuk lampau.
b) ‘Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya’ (ay 14c bdk. 1Tesalonika 3:13 Zakh 14:5).
Kata-kata ‘orang kudusNya’ mungkin lebih tepat diterjemahkan ‘holy ones’, karena ini bukan hanya menunjuk kepada ‘orang’, tetapi juga kepada malaikat (Matius 25:31 2Tesalonika 1:7).
c) ‘hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan’ (Yudas 1:15a).
Bagian ini terjemahannya kurang dan salah.
NIV: ‘to judge everyone, and to convict all the ungodly of all the ungodly acts they have done in the ungodly way’ [= untuk menghakimi setiap orang, dan untuk meyakinkan semua orang fasik tentang semua tindakan fasik yang telah mereka lakukan dengan cara yang fasik].
1. ‘to convict’ [= meyakinkan].
Jadi, dalam penghakiman akhir jaman itu Tuhan Yesus akan meyakinkan orang berdosa atas semua kesalahannya. Dalam hidup di dunia ini kita seringkali bisa mencari alasan untuk kesalahan / dosa kita, dan dengan alasan-alasan itu kita bisa membenarkan diri kita. Tetapi nanti dalam penghakiman akhir jaman, itu tidak mungkin bisa dilakukan. Yesus akan meyakinkan semua orang berdosa atas semua dosa yang mereka lakukan! Ingat bahwa pada waktu Yesus melayani selama 3 1/2 tahun di dunia ini, Ia tidak pernah kalah debat. Demikian juga nanti pada penghakiman akhir jaman, orang-orang berdosa tidak akan bisa mendebat Dia pada waktu Ia meyakinkan mereka tentang dosa mereka. Ada yang langsung berdiam diri (bdk. Matius 22:12 - ‘Tetapi orang itu diam saja’; NIV/NASB: ‘speechless’), dan ada juga yang pada waktu ditunjukkan dosanya lalu mendebat (Matius 25:41-44), tetapi setelah dijawab oleh Yesus mereka tidak mungkin tidak yakin akan dosanya (bdk. Matius 25:45-46). Karena itu hati-hati dengan sikap yang selalu ingin membenarkan diri pada waktu saudara berbuat dosa. Jauh lebih baik kalau saudara mengakui dosa saudara.
2. Di sini dibicarakan tentang dosa yang dilakukan dengan cara yang fasik. Apa yang dimaksud dengan dosa yang dilakukan dengan cara yang fasik?
Matthew Poole menafsirkan bahwa ini menunjuk pada dosa yang dilakukan “with an ungodly mind, willingly, delightfully, perseveringly.” [= dengan pikiran jahat, dengan sengaja, dengan senang hati, dengan tekun.] - hal 946.
Para penafsir membedakan dosa ini dengan dosa orang kristen, yang sekalipun bisa berbuat dosa yang hebat, tetapi tidak melakukannya dengan senang hati.
3. Peng’expose’an / pembeberan semua dosa pada akhir jaman (bdk. 1Korintus 4:5 Pengkhotbah 12:14) jelas merupakan suatu hal yang memalukan! Bayangkan kalau semua korupsi, pencurian, penipuan, kemunafikan, perzinaan, pikiran cabul, dusta, dsb bakal diexpose / dibeberkan di depan semua orang!
4. Logikanya, Tuhan meyakinkan dosa seseorang lebih dulu, baru menghakiminya / menghukumnya, tetapi Yudas membalik urut-urutan ini. Mungkin Yudas / nubuat Henokh ini membalik urut-urutan ini karena ingin menekankan penghakiman, yang merupakan tujuan kedatangan Kristus.
d) ‘dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan’ (ay 15b).
1. ‘kata-kata nista’.
NIV/NASB: ‘harsh things’ [= hal-hal yang kasar / tajam].
Lit: ‘hard things’ [= hal-hal yang keras].
2. ‘terhadap Tuhan’.
Sekalipun jelas bahwa semua dosa dengan kata-kata, termasuk yang tidak diucapkan terhadap Tuhan / menentang Tuhan, akan dihakimi, tetapi bagian ini menekankan kata-kata keras yang diucapkan terhadap / menentang Tuhan.
Penerapan: Karena itu hati-hati pada waktu menggunakan mulut terhadap Tuhan, khususnya pada waktu saudara sedang menderita sehingga lalu kecewa / marah terhadap Tuhan karena hal itu.
3. Tuhan bukan hanya menghakimi seseorang atas perbuatan jahat yang mereka lakukan, tetapi juga atas kata-kata berdosa yang mereka ucapkan. Karena itu Matius 12:36 dan Yakobus 2:12 penting untuk direnungkan dan ditaati.
Mat 12:36 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.”.
Yakobus 2:12 - “Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang.”.
e) Mengapa hanya ada penghakiman atas perbuatan dan kata-kata yang berdosa, tetapi tidak atas pikiran yang berdosa?
Jelas bahwa pikiran berdosa juga akan dihakimi, tetapi di sini tidak dinyatakan, mungkin karena tujuan Henokh maupun Yudas adalah menunjukkan dosa dari orang-orang berdosa pada jamannya supaya orang-orang itu bisa diidentifikasi, sedangkan dosa melalui pikiran tidak terlihat dari luar.
4) Dengan menunjukkan bahwa para orang sesat / nabi palsu pada jamannya itu akan dihakimi oleh Tuhan, Yudas bertujuan supaya orang kristen tidak mengikuti jejak dari orang sesat / nabi palsu itu (bdk. Yudas 17-dst).
5) Sekarang mari kita kembali kepada Henokh (ay 14a).
a) ‘Henokh, keturunan ke tujuh dari Adam’ (Yudas 1: 14).
1. Jika Adam dihitung sebagai yang nomor 1, maka Henokh memang adalah keturunan ke 7 dari Adam (Kejadian 5:1-18 - Adam - Set - Enos - Kenan - Mahalalel - Yared - Henokh).
Ada orang yang mengallegorikan hal ini sebagai berikut:
S. Maxwell Coder: “Lange takes the position that the first six generations of human race, characterized by sin and death, and followed by a seventh generation exhibiting a godly life without death, foreshadow six world periods of sin and death, to be succeeded by a seventh age, the kingdom of God on earth.” [= Lange berpendapat bahwa 6 generasi pertama dari umat manusia ditandai oleh dosa dan kematian, dan disusul oleh generasi ke 7 yang memamerkan suatu kehidupan yang saleh tanpa kematian, membayangkan / melambangkan 6 jaman dunia dari dosa dan kematian, disusul oleh jaman ke 7, kerajaan Allah di bumi.] - hal 85.
Ini merupakan penafsiran yang menarik tetapi jelas salah!
2. Dengan menyebut Henokh sebagai keturunan ke tujuh dari Adam, ini membedakan Henokh ini dengan Henokh yang lain yang berasal dari keturunan Kain (Kejadian 4:17).
b) Henokh mempunyai nubuat yang lain lagi?
Beberapa penafsir mengatakan bahwa pada waktu Henokh menamakan anaknya dengan nama ‘Metusalah’ (Kejadian 5:21-22), maka itu juga merupakan suatu nubuat.
Adam Clarke (tentang Kej 5:27): “... Methuselah lived till the very year in which the flood came, of which his name is supposed to have been prophetical METHU, ‘he dieth,’ and SHALACH, ‘he sendeth out,’ as if God had designed to teach men that as soon as Methuselah died the flood should be sent forth to drown an ungodly world.” [= ... Metusalah hidup sampai tahun datangnya air bah, tentang mana namanya dianggap bersifat nubuat, METHU, ‘ia mati’, dan SHALACH, ‘ia mengirimkan’, seakan-akan Allah telah merencanakan untuk mengajar manusia bahwa begitu Metusalah mati, air bah akan dikirimkan untuk menenggelamkan dunia yang jahat.] - hal 68.
S. Maxwell Coder: “... there is something else which has come down to us from Enoch ... It is the name given by the prophet to his son, and it appears also to be a prophecy. ‘Enoch lived sixty and five years, and begat Methuselah’ (Gen. 5:21). ... A far better interpretation of the name Methuselah is that it means ‘when he is dead, it shall be sent,’ from the Hebrew root MUTH, ‘to die,’ and the verb SHALAK, ‘to send forth.’ ... ‘Methuselah: he dies and it (the Flood) is sent. A name given prophetically by Enoch. He died in the year of the Flood. It is suggestive that death enters into the name of the longest liver.’ ... when Methuselah died, judgment from God was actually sent, according to the chronology of Genesis 5 (tradition says that he dies seven days before the Flood).” [= ... ada sesuatu yang lain yang diturunkan kepada kita dari Henokh ... Itu adalah nama yang diberikan nabi itu kepada anak laki-lakinya, dan kelihatannya itu juga merupakan suatu nubuat. ‘Henokh hidup 65 tahun, dan ia memperanakkan Metusalah’ (Kej 5:21). ... Penafsiran yang jauh lebih baik dari nama Metusalah adalah bahwa itu berarti ‘pada waktu ia mati, itu akan dikirimkan’, dari akar kata Ibrani MUTH, ‘mati’, dan kata kerja SHALAK, ‘mengirim’. ... ‘Metusalah: ia mati dan itu (air bah) dikirim. Suatu nama yang diberikan secara nubuat oleh Henokh. Ia mati dalam tahun terjadinya air bah. Adalah sesuatu yang memberikan gagasan bahwa kematian masuk ke dalam nama orang yang hidup paling lama’. ... ketika Metusalah mati, penghakiman dari Allah betul-betul dikirimkan, menurut urut-urutan waktu dari Kejadian 5 (tradisi mengatakan bahwa ia mati 7 hari sebelum air bah).] - hal 86.
Catatan:
1. Kata ‘mengirim’ dalam bahasa Ibrani seharusnya bukan SHALAK tetapi SHALAKH.
2. Arti nama Metusalah banyak diperdebatkan. Ada yang mengartikan ‘man of a dart’ [= manusia panah], ‘man of military arms’ [= manusia senjata militer], ‘man of the missile’ [= manusia rudal], ‘man of the sending forth’ [= manusia pengiriman], ‘man of growth’ [= manusia pertumbuhan] - Pulpit Commentary.
c) Beberapa hal lain yang bisa diperhatikan tentang Henokh dan Metusalah.
1. Metusalah mencapai usia tertinggi dalam seluruh Alkitab, yaitu 969 tahun, dan ini menunjukkan kepanjang-sabaran Allah.
S. Maxwell Coder: “It is noteworthy that Methuselah lived to be the oldest man in all the Bible (Gen. 5:27). His 969 years speak strongly of the grace and longsuffering of God. The word had been given that when he was gone, the Flood would be sent. But God is not willing that any should perish (2Peter 3:9). Therefore He extended the life of Enoch’s son to provide maximum opportunity for men to repent and turn to God.” [= Patut diperhatikan bahwa Metusalah adalah manusia tertua dalam seluruh Alkitab (Kejadian 5:27). Hidupnya selama 969 tahun berbicara secara kuat tentang kasih karunia dan kepanjang-sabaran Allah. Sudah dibicarakan bahwa pada waktu ia mati, air bah akan dikirim. Tetapi Allah tidak menghendaki seorang pun binasa (2Pet 3:9). Karena itu Ia memperpanjang hidup / usia anak laki-laki Henokh untuk menyediakan / memberikan kesempatan maximum bagi manusia untuk bertobat dan berbalik kepada Allah.] - hal 88-89.
2. Henokh ‘berjalan dengan Allah’ setelah kelahiran Metusalah.
Kejadian 5:21-24 menunjukkan bahwa Henokh hidup bergaul dengan Allah / ‘walked with God’ [= berjalan dengan Allah] setelah kelahiran Metusalah.
S. Maxwell Coder: “It is not said that Enoch walked with God until after he begat Methuselah. For the first sixty-five years of his life he was certainly a man of God, but then something happened which caused him to enter into such a close fellowship with the Lord as to make him a marked man for the rest of his life. A son was born into his home, and Enoch was given the amazing revelation from God that when this child should die, every living creature upon the earth would be destroyed by a universal flood. The child was named Methuselah. As Enoch watched his son grow, he knew that every time this strange name was spoken, the terrible prophecy of God was repeated: ‘When he is dead, it shall be sent.’ The life of all men hung upon the life of this one baby, this one boy, this one man, Methuselah. Every year he lived brought the announced catastrophic judgment one year closer. This is the key to Enoch’s walk with God. Of what value was earthly gain, earthly pleasure? It would all be gone under divine wrath ere long. He knew that the end of all things was at hand. And so ‘Enoch walked with God after he begat Methuselah.’” [= Tidak dikatakan bahwa Henokh berjalan dengan Allah sampai setelah ia memperanakkan Metusalah. Pada 65 tahun pertama dalam hidupnya, ia pasti adalah orang saleh, tetapi lalu terjadi sesuatu yang menyebabkan ia masuk dalam suatu persekutuan yang begitu dekat dengan Tuhan sehingga membuatnya sebagai orang yang sangat diperhatikan dalam sisa hidupnya. Seorang anak laki-laki dilahirkan dalam rumahnya, dan Henokh diberi suatu wahyu yang menakjubkan dari Allah bahwa pada waktu anak itu mati, setiap makhluk hidup di bumi akan dihancurkan oleh air bah yang bersifat universal. Anak itu dinamakan Metusalah. Pada waktu Henokh memperhatikan anak laki-lakinya tumbuh, ia tahu bahwa setiap kali nama aneh itu disebutkan, nubuat yang mengerikan dari Allah itu diulangi: ‘Pada waktu ia mati, itu akan dikirimkan’. Kehidupan dari semua orang tergantung pada hidup dari satu bayi ini, satu anak ini, satu orang ini, Metusalah. Setiap hidupnya bertambah satu tahun, maka penghakiman yang membawa bencana besar yang telah diumumkan itu makin dekat satu tahun. Ini adalah kunci mengapa Henokh berjalan dengan Allah. Apa artinya keuntungan duniawi, kesenangan duniawi? Dalam waktu singkat semua akan musnah karena murka ilahi. Ia tahu bahwa akhir dari segala sesuatu sudah dekat. Dan begitulah ‘Henokh berjalan dengan Allah setelah ia memperanakkan Metusalah’.] - hal 87-88.
3. ‘Berjalan dengan Allah’ tidak berarti membuang kehidupan normal, tidak menikah, menjadi biarawan, dsb.
Henokh ‘berjalan dengan Allah’, tetapi itu tidak berarti bahwa ia membuang kehidupan normal di dunia ini. Ini ditunjukkan dengan tetap memperanakkan anak laki-laki dan perempuan setelah kelahiran Metusalah (Kejadian 5:22).
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America