LATAR BELAKANG SURAT IBRANI

LATAR BELAKANG SURAT IBRANI

Dalam latar belakang ini akan memaparkan penulis surat Ibrani, penerima surat Ibrani, tempat dan waktu penulisan surat Ibrani, bentuk dan gaya penulisan, garis-baris besar surat Ibrani, struktur teks surat Ibrani,

Penulis Surat Ibrani

Surat Ibrani ini diberi nama atau dialamatkan ‘kepada orang Ibrani’. Siapa penulisnya pun tidak tertera dalam surat. Hakh mencatat bahwa “Rupanya, para pembaca telah mengenal penulis dengan baik (Ibrani 13:18-19, 22-24)”. Ada nama yang disebut dalam surat ini, yaitu saudara Timotius (Ibrani 13:23). Akan tetapi tidak jelas siapa Timotius yang disebut itu mungkin saja ia adalah Timotius teman sekerja Paulus, tetapi tidak ada bukti yang mendukungnya. Banyak pandangan yang menjabarkan dan berpendapat siapa penulis surat Ibrani ada yang mengatakan bahwa surat Ibrani ini ditulis oleh Paulus.
LATAR BELAKANG SURAT IBRANI
Guthrie mencatat dalam bukunya bahwa; Di akhir abad pertama, ada beberapa rujukan spesifik kepada surat Ibrani tetapi rujukan ini sekaligus menunjukkan tradisi yang beragam. Di Timur, setidaknya sejak era Pantaenus, surat Ibrani oleh Paulus. Clement dari Aleksandria, yang berpendapat bahwa surat ini ditulis Paulus, mendasarkan pendapatnya dari “penatua terberkati,” yang umumnya dianggap sebagai pendahuluannya di Aleksandria, Pantaenus

Orang-orang yang ada di Aleksandria pun dengan penuh keyakinan bahwa yang menuliskan surat Ibrani adalah Paulus. Dengan demikian maka surat Ibrani akhirnya diterima ke dalam kanon baik di wilayah timur dan juga di wilayah barat. Karena sebelumnya surat ini sangat di ragukan. Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini juga menjelaskan bahwa “barulah pada masa Jorome dan Agustinus pengkanonan Kitab di tetapkan di barat”18 pertanyaannya yang timbul adalah jikalau bukan Paulus yang menulis, siapakah penulis Kitab Ibrani yang sebenarnya? 

Hakh mencatat dalam bukunya yang di kutip oleh Montefiore berpendapat “bahwa Apolos, seorang Kristen yang berasal dari Aleksandria, adalah penulis surat Ibrani. Ia mendukung pendapatnya itu dengan mengatakan bahwa Apolos adalah seorang Yahudi”. Siapa penulis Ibrani tetap merupakan masalah terbesar bagi mereka yang mempelajari Kitab ini. Penulis-penulis yang ditunjukkan jumlahnya banyak, demikian pula pandangan yang mendukung setiap pendapat itu.

Inilah berbagai nama yang di asumsikan sebagai penulis Kitab Ibrani; Rasul Paulus, Apolos, Barnabas, Lukas, Akwila dan Priskila, silas, Ariston dan filipus sang diaken semuanya pernah ditunjuk sebagai penulis, lengkap dengan alasan-alasan pendukungnya. Penelitian terhadap tradisi dari gereja mula-mula dan dari Bapa gereja, baik Timur maupun Barat, hanya membuktikan bahwa ada aneka ragam pandangan

Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa penulis surat ini belum dapat di tentukan karena John Drane dalam bukunya, mengutip apa yang ditulis oleh Origenes, bapa gereja dari abad ketiga, menulis mengenai surat ini, “hanya Allah yang mengetahui siapa sebenarnya penulis surat ini

Penerima Surat Ibrani

Sampai sekarang belum ada kepastian yang akhirnya disepakati bersama oleh para teolog mengenai kepada siapa surat Ibrani ini ditujukan. Hakh menuliskan bahwa “surat Ibrani adalah sebuah tulisan yang berisi wejangan kepada sidang pembaca yang dikenalnya”. Ada sesuatu harapan dari penulis kitab Ibrani bahwa ia mau bertemu kembali dengan para pembacanya, dengan kepercayaan bahwa para pembaca merupakan para orang Kristen Yahudi yang setia memegang adat-istiadat kebudayaan Yahudi. Motyer dalam tafsiran menjelaskan bahwa “Isinya dengan kuat meneguhkan, bahwa surat itu ditujukan kepada orang Yahudi.”

Penerima Surat Ibrani memiliki kaitan yang definit dengan penulis. Selain penulis di atas, penulis jelas mengenal mereka secara pribadi dan ia berharap bisa segera mengunjungi mereka (Ibrani 13:19, 23). Ia meminta mereka untuk berdoa baginya (Ibrani 13:18) dan menyebutkan pembebasan Timotius sebagai berita yang penting bagi mereka secara pribadi, khususnya karena ia ingin Timotius bisa mengunjungi mereka bersamanya. Dalam banyak kasus yang terdapat dalam surat Ibrani khususnya masalah siapa penerima Kitab ini masih menjadi suatu perbincangan yang panjang hingga saat ini. Karena berbagai penemuan dan bukti yang belum bisa dijadikan suatu keputusan bersama untuk memutlakkan siapa sesungguhnya penerima Surat Ibrani.

Tetapi penulis menyimpulkan bahwa Kitab Ibrani memang di peruntukkan kepada orang Ibrani atau juga yang disebut sebagai orang Yahudi yang berada di luar Palestina. Demikian juga dalam tulisan yang dicatat oleh Duyverman yang mengatakan bahwa “Alamatnya“ kepada orang Ibrani” tertera dalam segala salinan, sampai pada yang tertua sekalipun. Jadi, karangan ini di peruntukan bagi “orang Ibrani”. Paham atau istilah yang demikian di gunakan untuk mencirikan orang Yahudi yang berbahasa Aram

Tempat dan Waktu Penulisan Surat Ibrani

Tidak semudah yang dipikirkan untuk menentukan lokasi di mana letak penulis Surat Ibrani ini. “Menurut Ibrani 13:23-24, menyebutkan Italia memberikan kesan bahwa surat ini ditulis di Roma. Namun penunjukan tempat penulisan ini tentu masih terbuka untuk tempat yang lain. Jadi, tempat penulisannya pun sulit ditentukan”. 

Tulis Hakh Ada juga paham lain yang menuliskan di mana penulisan Surat Ibrani. “banyak pakar menegaskan tujuan Yerusalem atau Palestina, tetapi ini di karena kan sebagian besar mereka yakni Surat Ibrani di tunjukkan kepada orang Kristen Yahudi yang tergoda untuk kembali kepada Yudaisme”. Kemungkinan besar surat ini ditulis sekitar tahun enam puluhan Masehi. Seandainya pada waktu surat ini ditulis di Yerusalem dan Bait Allah telah jatuh ke tangan orang Romawi, pasti penulis akan menyebutkannya karena ia berbicara mengenai para imam dan kurban persembahan. Jadi, hampir dapat di pastikan di tulis sebelum tahun 70 M. 

Jika surat ini di tunjukan kepada jemaat di Roma (13:24) dan menyinggung soal penganiayaan yang dilakukan Kaisar Nero, berarti surat ini ditulis antara tahun 64 dan 70 M. Surat ini ditulis dalam masa hidup generasi Kristen yang kedua (Ibrani2:1-4) dan pada suatu tenggang waktu yang cukup lama setelah orang-orang itu menjadi percaya dan bertobat (Ibrani 5:12). Surat ini rasanya paling sesuai dengan keadaan pada akhir dekade keenam, ketika gereja di Roma Tengah ketakutan menghadapi penganiayaan dan kejatuhan persemakmuran Yahudi sesudah di ambang pintu. Tulis Tenney.

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa apa yang dicatat oleh para teolog mengenai tempat dan waktu merupakan tafsiran yang berdasarkan pada bukti-bukti yang telah ditemukan. Tentu apabila ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain merupakan hal yang lumrah, disebabkan perbedaan latar belakang para teolog

Bentuk dan Gaya Penulisan

Surat Ibrani memiliki penutup tanpa salam penutup dan alamat, sehingga bentuk suratnya dipermasalahkan. Bagian penutup dan runjukan pribadi dan kepada pembaca menunjukkan bahwa surat Ibrani adalah sebuah surat, tetapi gaya, metode argumentasi, dan beberapa indikasi kecil (seperti “aku akan kekurangan waktu apabila aku hendak menceritakan,” Ibrani  11:32) menyerupai sebuah khotbah.

Searah dengan hal ini, Deissmen melihat “surat Ibrani sebagai contoh pertama literatur seni Kristen.” Tetapi hal ini jangan terlalu di tekankan karena surat Ibrani jelas di rancang untuk menjawab kebutuhan situasi histori tertentu, dan tidak tampak seperti “praktik sastra belaka.” Situasi historis juga melenyapkan kemungkinan bahwa surat Ibrani awalnya di maksudkan sebagai surat edaran. Beberapa pakar fokus pada struktur surat mengklaim telah menemukan penyatuan dua atau lebih bagian. Pakar lain mendukung bahwa struktur surat Ibrani sengaja dirancang seperti ini, karena mereka melihat simetris kosentris di dalamnya.

Latar Belakang Teks Surat Ibrani 11:13

Kata pengantar ini menyatakan tiga hal mengenai iman: Ayat 1 berkata bahwa iman pada ha kekatnya adalah kenyataan dan kepastian dari apa yang belum kita alami, ayat 2 berkata bahwa iman membawa kehormatan istimewa bagi tokoh-tokoh sejarah Israel, dan ayat 3 berkata bahwa iman merupakan suatu pandangan hidup yang khusus, yang mempengaruhi setiap pikiran dan kegiatan kita di dalam dunia ini, karena dengan iman kita menyadari bahwa dunia ini didahului dengan "apa yang tidak dapat di lihat

Rasul Paulus mendefinisikan iman sebagai ‘dasar dari segala sesuatu yang di harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat’ (Ibrani 11:1). Alma memaklumkan bahwa iman bukanlah suatu pengetahuan yang sempurna; alih-alih, jika beriman, ‘berharap untuk segala sesuatu yang tidak terlihat, tetapi adalah benar. Selain itu, belajar dalam Lectures on Faith bahwa iman adalah ‘asas utama dalam agama yang diungkapkan, dan landasan dari segala kesalehan’ dan bahwa itu juga adalah ‘asas dari tindakan dalam diri semua makhluk cerdas

Ajaran-ajaran ini menyoroti tiga unsur dasar dari iman: (1) iman sebagai keyakinan dari apa yang diharapkan yang adalah benar, (2) iman sebagai bukti dari apa yang tidak terlihat, dan (3) iman sebagai asas dari tindakan dalam semua makhluk cerdas. Saya menggambarkan tiga komponen iman kepada Juruselamat ini sebagai secara bersamaan menghadap masa depan, melihat ke masa lalu, dan memprakarsai tindakan di masa kini. Iman sebagai keyakinan akan apa yang diharapkan menatap ke masa depan

Iman kepada Kristus secara tidak terelakkan terikat pada, dan berakibat pada, harapan kepada Kristus untuk penebusan dan permuliaan. Dan keyakinan serta harapan berjalan ke tepi cahaya dan berjalan beberapa langkah ke dalam kegelapan mengharapkan dan memercayai terang tersebut bergerak dan menerangi jalan. Kombinasi dari keyakinan dan harapan memprakarsai tindakan di masa kini. “

Iman sebagai bukti akan apa yang tidak terlihat menatap masa lalu dan mengukuhkan kepercayaan kepada Allah dan kepercayaan pada kebenaran dari apa yang tidak terlihat. Melangkah ke dalam kegelapan dengan keyakinan dan harapan, serta menerima bukti dan pengukuhan sewaktu terang kenyataannya bergerak dan menyediakan penerangan yang butuh kan. Kesaksian yang di dapatkan setelah pencobaan iman (lihat Ester 12:6) adalah bukti yang memperbesar dan memperkuat keyakinan. Keyakinan, tindakan, dan bukti saling memengaruhi dalam proses yang berkelanjutan”.

Catatan kutipan
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru..., 
Alec Motyer, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (Jakarta: Yayasan Bima Kasih, 2003). 
Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru “volume 3” ..., 16
M.E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011). 
Jonh Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2011).
Andrew Wommack, Roh, Jiwa, Tubuh, (Light Publishing, 2010). 
 Bambang Subandrijo, Menyikap Pesan-Pesan Perajanjian Baru, (Bnadung: Bina Media
Informasi, 2010).
A. Deissmenn, the new Testament in the Light of Modern Research, (1929).
Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1997).
Next Post Previous Post