Panggilan Sukacita dan Kewaspadaan: Filipi 3:1-4
Pendahuluan:
Surat Filipi, tulisan inspiratif dari Rasul Paulus, memberikan petunjuk penting bagi kaum Kristen dalam menghadapi tantangan dan bahaya ajaran sesat. Dalam surat Filipi 3:1-4 ini, Paulus mengajak pembaca untuk bersukacita di dalam Tuhan, memperingatkan akan bahaya ajaran sesat, dan mengakui identitas Kristen yang kokoh dalam Kristus.
Dalam eksplorasi ini, kita akan merenungi pesan-pesan mendalam yang terkandung dalam surat ini, memahami panggilan untuk sukacita sebagai respons terhadap ancaman, kewaspadaan akan bahaya ajaran sesat, dan pengakuan akan identitas yang kuat dalam iman Kristen. Mari kita menjelajahi pesan-pesan ini untuk mendapatkan inspirasi dan petunjuk dalam perjalanan iman kita.
Bersukacita di dalam Tuhan (Filipi 3:1)
Namun, asumsi semacam itu bersifat spekulatif. "To loipon" juga dapat diterjemahkan sebagai "selanjutnya" (YLT "As to the rest"; lihat 2 Tesalonika 3:1). Dalam surat-surat Paulus yang lain, istilah ini memang muncul di tengah, bukan di akhir (1 Tesalonika 4:1). Dengan demikian, "to loipon" berfungsi sebagai transisi ke topik baru.
Jika interpretasi ini benar, kita seharusnya melihat perintah "bersukacita di dalam Tuhan" sebagai tanggapan awal terhadap masalah yang diangkat dalam Filipi 3:1-16, yaitu bahaya percampuran Yudaisme dan Kekristenan. Konsep sukacita telah muncul berkali-kali dalam surat ini (1:18, 25; 2:17, 18, 29). Kali ini (dan seterusnya), Paulus menambahkan frasa "di dalam Tuhan" (Filipi 4:1, 4, 10).
Paulus tidak hanya bersedia mengulangi apa yang sudah dia sampaikan sebelumnya, tetapi dia juga menggunakan frasa "hati-hatilah" (blepete) sebanyak tiga kali (Filipi 3:2). Pengulangan ini menunjukkan penekanan pada situasi yang benar-benar berbahaya. Jemaat Filipi tidak boleh meremehkan keadaan yang ada. Mereka perlu diingatkan tentang siapa yang mereka hadapi.
Ungkapan yang digunakan oleh Paulus di Filipi 3:2 mungkin terdengar keras dan kasar di telinga kontemporer. Namun, kita perlu memahaminya dalam konteks budaya pada waktu itu. Istilah "anjing-anjing" (tous kynas) merujuk pada anjing liar yang dianggap rendah dan berbahaya dalam budaya Romawi. Anjing juga dianggap najis dalam budaya Yahudi.
Sebutan lain yang digunakan adalah "pekerja-pekerja yang jahat" (tous kakous ergatas). Ungkapan ini juga membalikkan situasi. Dengan mematuhi aturan detail Taurat, para pengajar sesat menganggap bahwa mereka melakukan kebenaran Allah, tetapi di mata Allah, mereka sebenarnya melakukan kejahatan. Mereka menolak kebenaran Allah dan berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri. Ini adalah perlawanan, bukan ketaatan, kepada Allah.
Sebutan terakhir adalah "penyunat-penyunat yang palsu" (tēn katatomēn). Terjemahan ini (LAI:TB/NASB) masih terlalu halus. Versi lain menggunakan terjemahan "mutilator daging" (RSV/NIV/ESV). Kata yang digunakan memang bukan peritomē (memotong melingkar alias sunat), tetapi katatomē (memotong menjadi bagian kecil-kecil alias mutilasi). Jika digabungkan dengan kiasan tentang anjing liar dan pekerja jahat, kata mutilator di sini memberikan gambaran yang sangat mengerikan tentang para pengajar sesat. Jemaat Filipi benar-benar harus meningkatkan kewaspadaan.
Mengenali identitas kita di dalam Kristus (Filipi 3:3-4)
Orang-orang yang percaya kepada Kristus adalah mereka yang bersunat (Filipi 3:3a). Tentu saja yang dimaksud di sini adalah sunat secara rohani (Roma 2:28-29). Sunat di dalam hati. Dalam hal ini, Paulus tidak mengada-ada. Sejak dahulu, Allah sudah menjanjikan hal ini: "Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup" (Ulangan 30:6). Sunat ini memampukan orang percaya untuk menaati perintah Allah dengan dasar kasih kepada-Nya, bukan mengharapkan sesuatu dari Dia.
Bagi Paulus, umat Allah dari dulu adalah umat pilihan. Keturunan dari Abraham atau Israel tidak pernah didasarkan pada faktor etnis (biologis). Semua didasarkan pada pilihan (Roma 9:6). Hanya ada satu umat dari dulu sampai sekarang. Umat pilihan ini didasarkan pada pilihan-Nya yang beranugerah.
Orang percaya juga disebut sebagai umat "yang beribadah oleh Roh Allah" (Filipi 3:3b). Dalam tulisan-tulisan Paulus, kata "beribadah" (latreuō) hanya muncul beberapa kali, dan hampir semuanya berhubungan dengan hati (Roma 1:9 "yang kulayani dengan segenap hatiku"; 2 Timotius 1:3 "yang kulayani dengan hati nurani yang murni").
Konsep "bermegah dalam Kristus Yesus" (Filipi 3:3c) sengaja diperkenalkan di sini sebagai kritik terhadap kesombongan para pengajar sesat dalam usaha mereka sendiri. Tindakan "bermegah" (kauchaomai) sendiri bersifat netral, tergantung pada apa yang dibanggakan. Konsep anugerah bukanlah pelecehan terhadap manusia. Sebaliknya, anugerah memberikan dasar yang kokoh bagi kehormatan dan kebanggaan yang sesungguhnya. Arti hidup ditentukan terutama oleh apa yang Allah lakukan bagi kita, bukan sebaliknya.
Kesimpulan
Surat Filipi mengajak kita untuk hidup dalam sukacita, menghadapi kewaspadaan akan bahaya ajaran sesat, dan mengakui identitas Kristen kita dalam Kristus. Panggilan Paulus untuk bersukacita mengajarkan bahwa sukacita sejati berasal dari kesadaran akan posisi kita dalam Kristus. Peringatan kerasnya terhadap bahaya ajaran sesat menjadi pengingat penting akan perlunya kewaspadaan dalam mempertahankan kebenaran iman Kristen.
Surat Filipi, tulisan inspiratif dari Rasul Paulus, memberikan petunjuk penting bagi kaum Kristen dalam menghadapi tantangan dan bahaya ajaran sesat. Dalam surat Filipi 3:1-4 ini, Paulus mengajak pembaca untuk bersukacita di dalam Tuhan, memperingatkan akan bahaya ajaran sesat, dan mengakui identitas Kristen yang kokoh dalam Kristus.
Dalam eksplorasi ini, kita akan merenungi pesan-pesan mendalam yang terkandung dalam surat ini, memahami panggilan untuk sukacita sebagai respons terhadap ancaman, kewaspadaan akan bahaya ajaran sesat, dan pengakuan akan identitas yang kuat dalam iman Kristen. Mari kita menjelajahi pesan-pesan ini untuk mendapatkan inspirasi dan petunjuk dalam perjalanan iman kita.
Bersukacita di dalam Tuhan (Filipi 3:1)
Pada awalnya, bagian ini tampak agak tidak biasa dalam penempatannya. Kata sifat "akhirnya" (to loipon) di awal mengisyaratkan, pada pandangan pertama, bahwa bagian ini berfungsi sebagai kesimpulan dari diskusi sebelumnya. Paulus mungkin bermaksud mengakhiri suratnya di sini, tetapi dia berubah pikiran dan melanjutkan dengan Filipi 3:1b dan seterusnya. Tidak mengherankan jika beberapa versi memberi nomor Filipi 3:1a untuk menyiratkan kurangnya keterkaitan langsung dengan Filipi 3:1b-4a.
Namun, asumsi semacam itu bersifat spekulatif. "To loipon" juga dapat diterjemahkan sebagai "selanjutnya" (YLT "As to the rest"; lihat 2 Tesalonika 3:1). Dalam surat-surat Paulus yang lain, istilah ini memang muncul di tengah, bukan di akhir (1 Tesalonika 4:1). Dengan demikian, "to loipon" berfungsi sebagai transisi ke topik baru.
Jika interpretasi ini benar, kita seharusnya melihat perintah "bersukacita di dalam Tuhan" sebagai tanggapan awal terhadap masalah yang diangkat dalam Filipi 3:1-16, yaitu bahaya percampuran Yudaisme dan Kekristenan. Konsep sukacita telah muncul berkali-kali dalam surat ini (1:18, 25; 2:17, 18, 29). Kali ini (dan seterusnya), Paulus menambahkan frasa "di dalam Tuhan" (Filipi 4:1, 4, 10).
Penambahan frasa ini pada Filipi 4:1 mungkin tidak sekadar slogan; ada tujuan teologis tambahan. Paulus mungkin sedang mempertimbangkan persekutuan orang percaya dalam kematian dan kebangkitan Kristus (3:10-11). Dengan kata lain, jemaat Filipi diminta untuk bersukacita berdasarkan posisi mereka di dalam Kristus. Mereka telah menerima Kristus dan berada di dalam Dia melalui anugerah Allah dalam karya penebusan Kristus (Filipi 3:8-9).
Selanjutnya, Paulus menekankan perintah ini: "bersukacitalah!" Ini bukan hanya masalah keadaan emosional, melainkan suatu tindakan. Ini bukan hanya suasana hati alamiah yang muncul dari situasi yang menyenangkan; ini adalah perintah yang harus dilaksanakan. Ada bukti nyata dari sukacita ini. Jemaat Filipi diminta untuk merayakan posisi mereka di dalam Kristus dengan sukacita penuh.
Mengapa perintah untuk bersukacita penting di tengah bahaya ajaran sesat dari orang Kristen Yahudi? Dengan bersyukur atas anugerah Allah dalam Kristus, jemaat Filipi tidak akan mudah tergoda oleh ajaran atau agama lain yang terlihat menarik dengan semua ritual dan peraturan agama mereka. Mereka menemukan kepuasan di dalam Allah melalui Injil Yesus Kristus.
Mewaspadai bahaya yang ada (Filipi 3:1-2)
Selanjutnya, Paulus menekankan perintah ini: "bersukacitalah!" Ini bukan hanya masalah keadaan emosional, melainkan suatu tindakan. Ini bukan hanya suasana hati alamiah yang muncul dari situasi yang menyenangkan; ini adalah perintah yang harus dilaksanakan. Ada bukti nyata dari sukacita ini. Jemaat Filipi diminta untuk merayakan posisi mereka di dalam Kristus dengan sukacita penuh.
Mengapa perintah untuk bersukacita penting di tengah bahaya ajaran sesat dari orang Kristen Yahudi? Dengan bersyukur atas anugerah Allah dalam Kristus, jemaat Filipi tidak akan mudah tergoda oleh ajaran atau agama lain yang terlihat menarik dengan semua ritual dan peraturan agama mereka. Mereka menemukan kepuasan di dalam Allah melalui Injil Yesus Kristus.
Mewaspadai bahaya yang ada (Filipi 3:1-2)
Banyak orang binasa dalam bahaya bukan karena kurangnya kemampuan atau peralatan, tetapi karena kurangnya kewaspadaan. Mereka mungkin tidak mendapatkan peringatan, mengabaikan peringatan, atau tidak siap. Ketika bahaya datang, mereka terbawa dalam kebinasaan.
Hal yang sama dapat terjadi secara rohaniah. Kepastian keselamatan di dalam Kristus bukan alasan untuk bertindak sembrono atau meremehkan perlunya kewaspadaan. Itulah mengapa Paulus tanpa lelah memberikan peringatan. Dia menyatakan bahwa menulis hal yang sama tidak memberatkan baginya (Filipi 3:1b). Semua ini diarahkan kepada keselamatan jemaat Filipi (Filipi 3:1c "untuk menjamin imanmu"). Dalam teks Yunani, kata "bagi kamu" (secara harfiah "bagi kalian") ditekankan. Kepastian (asphalēs) di sini merujuk pada keamanan iman jemaat Filipi (NLT "untuk menjaga imanmu"). Oleh karena itu, Paulus tidak menganggap sesuatu sebagai beban jika itu bermanfaat bagi pertumbuhan rohaniah seseorang.
Hal yang sama dapat terjadi secara rohaniah. Kepastian keselamatan di dalam Kristus bukan alasan untuk bertindak sembrono atau meremehkan perlunya kewaspadaan. Itulah mengapa Paulus tanpa lelah memberikan peringatan. Dia menyatakan bahwa menulis hal yang sama tidak memberatkan baginya (Filipi 3:1b). Semua ini diarahkan kepada keselamatan jemaat Filipi (Filipi 3:1c "untuk menjamin imanmu"). Dalam teks Yunani, kata "bagi kamu" (secara harfiah "bagi kalian") ditekankan. Kepastian (asphalēs) di sini merujuk pada keamanan iman jemaat Filipi (NLT "untuk menjaga imanmu"). Oleh karena itu, Paulus tidak menganggap sesuatu sebagai beban jika itu bermanfaat bagi pertumbuhan rohaniah seseorang.
Paulus tidak hanya bersedia mengulangi apa yang sudah dia sampaikan sebelumnya, tetapi dia juga menggunakan frasa "hati-hatilah" (blepete) sebanyak tiga kali (Filipi 3:2). Pengulangan ini menunjukkan penekanan pada situasi yang benar-benar berbahaya. Jemaat Filipi tidak boleh meremehkan keadaan yang ada. Mereka perlu diingatkan tentang siapa yang mereka hadapi.
Ungkapan yang digunakan oleh Paulus di Filipi 3:2 mungkin terdengar keras dan kasar di telinga kontemporer. Namun, kita perlu memahaminya dalam konteks budaya pada waktu itu. Istilah "anjing-anjing" (tous kynas) merujuk pada anjing liar yang dianggap rendah dan berbahaya dalam budaya Romawi. Anjing juga dianggap najis dalam budaya Yahudi.
Meskipun bukan sebagai umpatan langsung, istilah "anjing" sering digunakan untuk merendahkan seseorang. Penggunaan istilah ini di ayat 2 membalikkan situasi. Para pengajar sesat yang menganggap orang Kristen non-Yahudi "najis" (tidak bersih sepenuhnya di hadapan Allah) ternyata dipandang "najis" oleh Paulus.
Sebutan lain yang digunakan adalah "pekerja-pekerja yang jahat" (tous kakous ergatas). Ungkapan ini juga membalikkan situasi. Dengan mematuhi aturan detail Taurat, para pengajar sesat menganggap bahwa mereka melakukan kebenaran Allah, tetapi di mata Allah, mereka sebenarnya melakukan kejahatan. Mereka menolak kebenaran Allah dan berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri. Ini adalah perlawanan, bukan ketaatan, kepada Allah.
Sebutan terakhir adalah "penyunat-penyunat yang palsu" (tēn katatomēn). Terjemahan ini (LAI:TB/NASB) masih terlalu halus. Versi lain menggunakan terjemahan "mutilator daging" (RSV/NIV/ESV). Kata yang digunakan memang bukan peritomē (memotong melingkar alias sunat), tetapi katatomē (memotong menjadi bagian kecil-kecil alias mutilasi). Jika digabungkan dengan kiasan tentang anjing liar dan pekerja jahat, kata mutilator di sini memberikan gambaran yang sangat mengerikan tentang para pengajar sesat. Jemaat Filipi benar-benar harus meningkatkan kewaspadaan.
Mengenali identitas kita di dalam Kristus (Filipi 3:3-4)
Pada bagian ini, Paulus menjelaskan siapa kita di hadapan Allah. Kemunculan kata ganti "kita" (hēmeis) di awal Filipi 3:3 menunjukkan penekanan: kita, bukan para pengajar sesat itu. Kita adalah mereka yang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, bermegah dalam Kristus Yesus, dan tidak menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiriah. Apa yang ditawarkan oleh para pengajar sesat melalui sunat dan ketaatan legalistik pada Hukum Taurat sebenarnya sudah kita dapatkan sebagai pemberian dari Allah melalui karya penebusan Kristus. Untuk apa kita tergiur dengan sesuatu yang kita sebenarnya sudah miliki?
Orang-orang yang percaya kepada Kristus adalah mereka yang bersunat (Filipi 3:3a). Tentu saja yang dimaksud di sini adalah sunat secara rohani (Roma 2:28-29). Sunat di dalam hati. Dalam hal ini, Paulus tidak mengada-ada. Sejak dahulu, Allah sudah menjanjikan hal ini: "Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup" (Ulangan 30:6). Sunat ini memampukan orang percaya untuk menaati perintah Allah dengan dasar kasih kepada-Nya, bukan mengharapkan sesuatu dari Dia.
Bagi Paulus, umat Allah dari dulu adalah umat pilihan. Keturunan dari Abraham atau Israel tidak pernah didasarkan pada faktor etnis (biologis). Semua didasarkan pada pilihan (Roma 9:6). Hanya ada satu umat dari dulu sampai sekarang. Umat pilihan ini didasarkan pada pilihan-Nya yang beranugerah.
Orang percaya juga disebut sebagai umat "yang beribadah oleh Roh Allah" (Filipi 3:3b). Dalam tulisan-tulisan Paulus, kata "beribadah" (latreuō) hanya muncul beberapa kali, dan hampir semuanya berhubungan dengan hati (Roma 1:9 "yang kulayani dengan segenap hatiku"; 2 Timotius 1:3 "yang kulayani dengan hati nurani yang murni").
Penambahan frasa "oleh Roh Allah" semakin memberi dukungan bahwa Paulus sedang mengontraskan antara ibadah yang hanya dari luar (diajarkan oleh guru palsu dari Yudaisme) dengan ibadah yang sejati di dalam hati (dimungkinkan oleh karya Roh Kudus). Sebagaimana sunat yang sejati terjadi di dalam hati, demikian pula dengan ibadah yang sejati. Kedua-duanya merupakan karya Roh Kudus melalui Injil Yesus Kristus.
Konsep "bermegah dalam Kristus Yesus" (Filipi 3:3c) sengaja diperkenalkan di sini sebagai kritik terhadap kesombongan para pengajar sesat dalam usaha mereka sendiri. Tindakan "bermegah" (kauchaomai) sendiri bersifat netral, tergantung pada apa yang dibanggakan. Konsep anugerah bukanlah pelecehan terhadap manusia. Sebaliknya, anugerah memberikan dasar yang kokoh bagi kehormatan dan kebanggaan yang sesungguhnya. Arti hidup ditentukan terutama oleh apa yang Allah lakukan bagi kita, bukan sebaliknya.
Jika kita sudah memiliki Allah sebagai dasar kebanggaan kita, kita tidak akan menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiriah (Filipi 3:3d). Secara harfiah, "hal-hal lahiriah" berarti "daging" (sarx). Jika Allah melihat ke dalam hati, mengapa kita harus bermegah dengan daging? Jika yang penting adalah karya Allah dalam hati kita, mengapa kita harus membanggakan pencapaian kedagingan kita kepada-Nya?
Kesimpulan
Surat Filipi mengajak kita untuk hidup dalam sukacita, menghadapi kewaspadaan akan bahaya ajaran sesat, dan mengakui identitas Kristen kita dalam Kristus. Panggilan Paulus untuk bersukacita mengajarkan bahwa sukacita sejati berasal dari kesadaran akan posisi kita dalam Kristus. Peringatan kerasnya terhadap bahaya ajaran sesat menjadi pengingat penting akan perlunya kewaspadaan dalam mempertahankan kebenaran iman Kristen.
Konsep identitas Kristen yang ditekankan oleh Paulus memperkuat keyakinan bahwa kita memiliki dasar yang kokoh dalam iman. Dengan demikian, Surat Filipi 3:1-4 memberikan inspirasi untuk menjalani kehidupan Kristen yang penuh sukacita, waspada terhadap bahaya, dan mantap dalam identitas kita dalam Kristus. Semoga pesan-pesan ini membimbing dan memperkuat kita dalam perjalanan iman kita sehari-hari.