7 Sifat Teladan Yesus dalam Yohanes 13
Pendahuluan:
Yohanes 13 memberikan pandangan yang intim terhadap karakter dan ajaran Yesus Kristus. Melalui peristiwa pembasuhan kaki, kita pun diundang untuk menyelami kebijaksanaan dan teladan yang terpancar dari tindakan-Nya. Dalam analisis mendalam, kita akan menelusuri 7 (tujuh) sifat teladan yang menginspirasi, mengajarkan, dan mendorong kita dalam perjalanan kehidupan rohani. Mari kita pelajari bersama bagaimana setiap aspek pengajaran ini dapat membentuk dan memperkaya hidup kita sebagai pengikut Kristus.
1. Teladan Kasih
Berdasarkan arti terminologi, kasih diterjemahkan sebagai sesuatu perasaan batin yang terdalam. Pengertian kasih dalam kehidupan orang Kristen selalu menunjuk pada karya Allah dalam kehidupan manusia melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus telah memperlihatkan kasih itu di dalam keseluruhan hidup-Nya. Ia telah memberikan yang terbaik (Lat: summum bonum). Kasih-Nya total. Kasih ini melekat pada diri-Nya yang adalah kasih adanya (I Yohanes 4:8b). Karena Allah adalah kasih, maka Ia adalah sumber kasih (I Petrus 5:10; Mazmur 84:12; Yakobus 1:17).
Berdasarkan arti terminologi, kasih diterjemahkan sebagai sesuatu perasaan batin yang terdalam. Pengertian kasih dalam kehidupan orang Kristen selalu menunjuk pada karya Allah dalam kehidupan manusia melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus telah memperlihatkan kasih itu di dalam keseluruhan hidup-Nya. Ia telah memberikan yang terbaik (Lat: summum bonum). Kasih-Nya total. Kasih ini melekat pada diri-Nya yang adalah kasih adanya (I Yohanes 4:8b). Karena Allah adalah kasih, maka Ia adalah sumber kasih (I Petrus 5:10; Mazmur 84:12; Yakobus 1:17).
Kasih menempati posisi teratas dalam segala unsur kehidupan. Kasih lebih tinggi dari iman dan pengharapan (Bandingkan I Korintus 13:13). Hal ini menandakan bahwa dimensi kasih merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia seutuhnya.
Menurut Yakob Tomatala, kasih adalah “kehendak yang mengupayakan kebaikan tertinggi bagi yang dikasihi”5 . Dalam kaitan dengan rumusan kasih dan substansinya, lebih lanjut Tomatala menyatakan bahwa aspek kebenaran tentang kasih, yaitu antara lain: kasih adalah tanda hidup Kristus (Yohanes 13:1-2; 34-35; I Yohanes 4:10), bukti kehidupan orang Kristen (I Yohanes 1:10; 4:11-12), model, pola, dan praktik hidup Kristen yang parexcellence yaitu sebagai bagian dari hakikat dan cara hidupnya (Yohanes 13:35; Bdk. Roma 13;8-10).6
Pada wacana awal pembasuhan kaki, rasul Yohanes memaklumkan serta menegaskan bahwa, “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yohanes 13:1b). Kasih yang ditunjukkan oleh Yesus Kristus adalah kasih yang tertinggi – tanpa batas, yaitu sampai kepada kesudahannya (suatu kesudahan yang bertujuan dan pasti). Kasih Yesus adalah kasih kekal (kasih agape) yang tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun. Suatu kasih yang disertai pengorbanan tanpa pamrih, tanpa keluhan, dan penyesalan.
Pada wacana awal pembasuhan kaki, rasul Yohanes memaklumkan serta menegaskan bahwa, “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yohanes 13:1b). Kasih yang ditunjukkan oleh Yesus Kristus adalah kasih yang tertinggi – tanpa batas, yaitu sampai kepada kesudahannya (suatu kesudahan yang bertujuan dan pasti). Kasih Yesus adalah kasih kekal (kasih agape) yang tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun. Suatu kasih yang disertai pengorbanan tanpa pamrih, tanpa keluhan, dan penyesalan.
Kasih Yesus adalah kasih yang mendahulukan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri. Yohanes menulis, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:12,13). Dari teks ini memperjelas bahwa kasih Kristus adalah kasih yang besar (mega kasih).
Rasul Yohanes memberitakan bahwa, Tuhan Yesus mengasihi murid-murid-Nya sampai pada kesudahannya. Hal ini memberi indikasi bahwa Tuhan Yesus setia dalam mewujudkan kasih-Nya sampai akhir. Kesetiaan sampai akhir adalah salah satu amanat Allah. Yohanes menuliskan “Hendaklah engkau setia sampai mati (akhir: Pen), dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10b). Kesetiaan ini telah diwujudkan oleh Tuhan Yesus sampai berakhir di kayu salib.
Sebagai umat Tuhan, harus menanamkan sikap kesetiaan dalam memikul tugas dan tanggung jawab terhadap misi Allah sebagai bagian integral dari kasih itu. Tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan misi Allah bagi dunia ini terletak di pundak umat Allah dan pemimpin-pemimpin gereja dalam hal mengatur, memandu, mengembangkan, memanfaatkan potensi jemaat dalam merealisasikan dan mewujud-nyatakan kasih Allah terhadap dunia ini.
Rasul Yohanes memberitakan bahwa, Tuhan Yesus mengasihi murid-murid-Nya sampai pada kesudahannya. Hal ini memberi indikasi bahwa Tuhan Yesus setia dalam mewujudkan kasih-Nya sampai akhir. Kesetiaan sampai akhir adalah salah satu amanat Allah. Yohanes menuliskan “Hendaklah engkau setia sampai mati (akhir: Pen), dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10b). Kesetiaan ini telah diwujudkan oleh Tuhan Yesus sampai berakhir di kayu salib.
Sebagai umat Tuhan, harus menanamkan sikap kesetiaan dalam memikul tugas dan tanggung jawab terhadap misi Allah sebagai bagian integral dari kasih itu. Tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan misi Allah bagi dunia ini terletak di pundak umat Allah dan pemimpin-pemimpin gereja dalam hal mengatur, memandu, mengembangkan, memanfaatkan potensi jemaat dalam merealisasikan dan mewujud-nyatakan kasih Allah terhadap dunia ini.
Oleh karena kasih Allah menjadi dasar hidup atau hakikat hidup kekristenan, maka kasih itu harus dinyatakan dalam melayani orang lain (Matius 5:35; Ibrani 6:10); harus dinyatakan untuk menolong orang-orang yang lemah (Galatia 6:2; I Tesalonika 5:14); harus dinyatakan untuk menutupi kesalahan orang lain (Amsal 10:12; I Petrus 4:8); harus dinyatakan melalui saling menasihati (Imamat 19:17; Matius 18:15), dengan melibatkan totalitas hidup sebagai anak-anak Tuhan.
2. Teladan Kerendahan Hati
Proses pembasuhan kaki para murid Yesus Kristus adalah bagian yang berhubungan erat dengan kerendahan hati yaitu kesediaan untuk melayani. Mengambil tugas yang bukan tugas yang sesungguhnya. Menempatkan diri sebagai bukan orang penting. Hal inilah yang tercermin dari cara pelayanan Yesus Kristus pada pasal 13. Dalam ayat 4 menjelaskan bahwa “bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya”.
2. Teladan Kerendahan Hati
Proses pembasuhan kaki para murid Yesus Kristus adalah bagian yang berhubungan erat dengan kerendahan hati yaitu kesediaan untuk melayani. Mengambil tugas yang bukan tugas yang sesungguhnya. Menempatkan diri sebagai bukan orang penting. Hal inilah yang tercermin dari cara pelayanan Yesus Kristus pada pasal 13. Dalam ayat 4 menjelaskan bahwa “bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya”.
Tindakan memulai dan menanggalkan jubah adalah tindakan keteladanan kerendahan hati yang patut ditiru. Berkaitan dengan kerendahan hati Yesus Kristus, dalam Injil Matius, Tuhan Yesus menyatakan bahwa Ia lemah lembut dan rendah hati (Matius 11:29). Perlu digarisbawahi bahwa kerendahan hati adalah bagian yang utuh dari kehidupan Tuhan Yesus. Inilah yang ditunjukkannya dalam peristiwa pembasuhan kaki.
Tatkala Tuhan Yesus melakukan pembasuhan kaki murid menggambarkan bahwa Ia adalah teladan agung kerendahan hati. Tuhan Yesus tidak peduli dengan perasaan kemanusiaan-Nya, tetapi Ia melaksanakan-Nya demi kemuliaan Bapa (Bandingkan dengan Kolose 3:23). Dalam wacana pembasuhan kaki, Tuhan Yesus meletakkan jabatan-Nya sebagai guru dan pemimpin dengan menempatkan para murid di tempat yang utama yang perlu dilayani. Ini kerendahan hati yang luar biasa! Kaki murid yang penuh dengan kotoran, Tuhan Yesus harus tunduk untuk membersihkannya.
Tatkala Tuhan Yesus melakukan pembasuhan kaki murid menggambarkan bahwa Ia adalah teladan agung kerendahan hati. Tuhan Yesus tidak peduli dengan perasaan kemanusiaan-Nya, tetapi Ia melaksanakan-Nya demi kemuliaan Bapa (Bandingkan dengan Kolose 3:23). Dalam wacana pembasuhan kaki, Tuhan Yesus meletakkan jabatan-Nya sebagai guru dan pemimpin dengan menempatkan para murid di tempat yang utama yang perlu dilayani. Ini kerendahan hati yang luar biasa! Kaki murid yang penuh dengan kotoran, Tuhan Yesus harus tunduk untuk membersihkannya.
Max Lucado menyatakan, “Dari semua momen yang memperlihatkan Yesus sedang berlutut, tak ada yang lebih berharga dari saat ketika Dia berlutut di hadapan para murid-Nya dan membasuh kaki mereka”. Pada sisi lain hal ini menunjukkan tanggung jawab dan risiko yang harus diemban oleh seorang pemimpin. Mensah mengatakan bahwa “pelayanan kerendahan hati sekali-kali tidak bertentangan dengan harkat dan martabat suatu jabatan.”
Pernyataan ini memunculkan pemahaman tentang sikap hidup yang harus di hidupi oleh umat Allah atau pemimpin terhadap orang lain. Rasul Paulus menegaskan bahwa tanda-tanda orang yang rendah hati adalah apabila seseorang menganggap orang lain lebih utama (Filipi 2:3). Mengutamakan orang lain berarti menganggap orang lain lebih tinggi, lebih penting tanpa mengabaikan dimensi diri sebagai pemberian anugerah Allah.
Pelayanan Tuhan Yesus adalah pelayanan yang diawali dengan penuh kerendahan hati. Hal ini tercermin dari perkataan-Nya ketika Ia mengajar murid-murid dengan berkata, “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras antara mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Matius 20:25-27).
Ungkapan Tuhan Yesus menurut kesaksian Matius di atas, terlihat jelas bahwa Ia mempertentangkan antara kepemimpinan yang duniawi dengan kepemimpinan yang Ia bangun. Tuhan Yesus membangun kepemimpinan-Nya dengan meletakkan hakikat pelayan hamba pada lembaran pelayanan untuk gereja-Nya secara menyeluruh.
Pelayanan Tuhan Yesus adalah pelayanan yang diawali dengan penuh kerendahan hati. Hal ini tercermin dari perkataan-Nya ketika Ia mengajar murid-murid dengan berkata, “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras antara mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Matius 20:25-27).
Ungkapan Tuhan Yesus menurut kesaksian Matius di atas, terlihat jelas bahwa Ia mempertentangkan antara kepemimpinan yang duniawi dengan kepemimpinan yang Ia bangun. Tuhan Yesus membangun kepemimpinan-Nya dengan meletakkan hakikat pelayan hamba pada lembaran pelayanan untuk gereja-Nya secara menyeluruh.
John Stott dalam tulisannya mengulas, “Namun titik berat yang diletakkan Yesus bukanlah atas otoritas pemimpin-penguasa, melainkan atas kerendahan hati pemimpin-hamba. Otoritas dengan mana pemimpin kristiani itu memimpin bukanlah kekuasaan melainkan kasih, bukan kekerasan melainkan teladan, bukan paksaan melainkan persuasi.”
Tekanan utama yang dijelaskan oleh Stott membentangkan suatu konsep hidup pemimpin Kristen dalam mengejawantahkan kepemimpinan yang alkitabiah. Sebagai seorang pemimpin harus menanamkan dan menghidupi sikap kerendahan hati. Pemimpin-hamba berarti pemimpin yang berhati seorang hamba yang mampu membaca, mengenali, menganalisis situasi dan kondisi dalam pengalaman hidup kepemimpinan gereja saat ini.
3. Teladan Ketersalingan Melayani
Dalam wacana pembasuhan kaki murid, Tuhan Yesus mengingatkan tanggung jawab misi bagi para murid. Tuhan Yesus memperbandingkan peristiwa yang sedang terjadi dengan tugas yang baru yang harus dilakukan oleh para murid. Perkataan Tuhan Yesus, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling (tidak hanya saya tetapi kamu juga) membasuh kakimu” (Yohanes 13:14) adalah suatu penerapan praktis pada apa yang telah dilakukannya sebagai seorang Guru. Di sini terulang kembali tentang adanya indikasi konsep hidup pelayan-hamba dan bukan pelayan-penguasa.
Tanggung jawab untuk saling membasuh kaki (saling melayani) adalah bagian integral dari pelayanan yang harus diwujud-nyatakan. Ini bukan sesuatu konsep basa-basi tetapi lebih menekankan pada kesadaran untuk saling bekerja sama, saling bertolong-tolongan (take up, carry)dalam memikul beban (Galatia 6:2). Tujuan dari semuanya adalah untuk mempererat hubungan kerja sama dalam mengangkat, membangun satu dengan yang lain di bawah naungan kasih Kristus. Kondisi-kondisi yang mengancam integrasi dan keharmonisan hubungan perlu diwaspadai. Dengan membangun dan memperkukuh kesatuan batin yang diwujudkan melalui ketersalingan melayani akan mendatangkan keuntungan dan kemajuan yang membangun jemaat.
4. Teladan Pengorbanan
Teladan pengorbanan Yesus Kristus juga tercermin dari tindakan “bangunnya Yesus dari tempat duduknya dan menanggalkan jubah-Nya” dalam ayat 4. Yesus bangun (wake, arise, appear) untuk melakukan pembasuhan. Ini suatu tindakan inisiatif; suatu tindakan memulai. Dalam mengikut Tuhan unsur pengorbanan tenaga, waktu, materi, jabatan/identitas, perasaan duniawi, bahkan pengorbanan nyawa menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pengorbanan tersebut harus didasarkan pada penyangkalan diri yang bertumbuh dari kasih ilahi; dan bukan berdasarkan pada sesuatu hal yang diusahakan dengan motivasi yang keliru.
Memahami tentang pengorbanan, tidak terlepas dari dimensi pengorbanan Kristus atas totalitas kehidupan manusia. Pengorbanan Tuhan Yesus tidak dapat diukur dengan apa pun karena pengorbanan yang dilakukan-Nya adalah menyangkut hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Kenyataan ini membuktikan bahwa rasa solidaritas-Nya terhadap umat manusia sangat tinggi
Sesungguhnya pengorbanan yang dilakukan dalam ukuran apa pun tidaklah sebanding dengan pengorbanan yang telah dikerjakan secara sempurna oleh Allah melalui Yesus Kristus. Tanpa pengorbanan yang sempurna, tidak pernah manusia mengalami pemulihan dan pengampunan. Pengorbanan Tuhan Yesus adalah jaminan penyelamatan yang mahal harganya.
3. Teladan Ketersalingan Melayani
Dalam wacana pembasuhan kaki murid, Tuhan Yesus mengingatkan tanggung jawab misi bagi para murid. Tuhan Yesus memperbandingkan peristiwa yang sedang terjadi dengan tugas yang baru yang harus dilakukan oleh para murid. Perkataan Tuhan Yesus, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling (tidak hanya saya tetapi kamu juga) membasuh kakimu” (Yohanes 13:14) adalah suatu penerapan praktis pada apa yang telah dilakukannya sebagai seorang Guru. Di sini terulang kembali tentang adanya indikasi konsep hidup pelayan-hamba dan bukan pelayan-penguasa.
Tanggung jawab untuk saling membasuh kaki (saling melayani) adalah bagian integral dari pelayanan yang harus diwujud-nyatakan. Ini bukan sesuatu konsep basa-basi tetapi lebih menekankan pada kesadaran untuk saling bekerja sama, saling bertolong-tolongan (take up, carry)dalam memikul beban (Galatia 6:2). Tujuan dari semuanya adalah untuk mempererat hubungan kerja sama dalam mengangkat, membangun satu dengan yang lain di bawah naungan kasih Kristus. Kondisi-kondisi yang mengancam integrasi dan keharmonisan hubungan perlu diwaspadai. Dengan membangun dan memperkukuh kesatuan batin yang diwujudkan melalui ketersalingan melayani akan mendatangkan keuntungan dan kemajuan yang membangun jemaat.
4. Teladan Pengorbanan
Teladan pengorbanan Yesus Kristus juga tercermin dari tindakan “bangunnya Yesus dari tempat duduknya dan menanggalkan jubah-Nya” dalam ayat 4. Yesus bangun (wake, arise, appear) untuk melakukan pembasuhan. Ini suatu tindakan inisiatif; suatu tindakan memulai. Dalam mengikut Tuhan unsur pengorbanan tenaga, waktu, materi, jabatan/identitas, perasaan duniawi, bahkan pengorbanan nyawa menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pengorbanan tersebut harus didasarkan pada penyangkalan diri yang bertumbuh dari kasih ilahi; dan bukan berdasarkan pada sesuatu hal yang diusahakan dengan motivasi yang keliru.
Memahami tentang pengorbanan, tidak terlepas dari dimensi pengorbanan Kristus atas totalitas kehidupan manusia. Pengorbanan Tuhan Yesus tidak dapat diukur dengan apa pun karena pengorbanan yang dilakukan-Nya adalah menyangkut hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Kenyataan ini membuktikan bahwa rasa solidaritas-Nya terhadap umat manusia sangat tinggi
Sesungguhnya pengorbanan yang dilakukan dalam ukuran apa pun tidaklah sebanding dengan pengorbanan yang telah dikerjakan secara sempurna oleh Allah melalui Yesus Kristus. Tanpa pengorbanan yang sempurna, tidak pernah manusia mengalami pemulihan dan pengampunan. Pengorbanan Tuhan Yesus adalah jaminan penyelamatan yang mahal harganya.
Karena itulah, Tuhan menghendaki agar kita merespons pengorbanan tersebut dengan penuh tanggung jawab. Peristiwa pembasuhan kaki adalah peristiwa pengorbanan. Perasaan kemanusiaan Kristus sebagai Guru dan Tuhan tidak dipertahankan. Tuhan Yesus melakukan tugas sebagai seorang ‘budak’ demi ketaatan-Nya terhadap amanat Bapa-Nya. Inilah yang juga dijelaskan dalam karya pengosongan diri-Nya melalui teologi kenosis sebagaimana dijelaskan oleh rasul Paulus (Filipi 2).
5. Teladan Ketaatan
Yesus Kristus taat pada apa yang dimandatkan oleh Bapa kepada-Nya. Dalam ayat 20 menyatakan bahwa Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku”. Hal menerima adalah ketaatan. Hal menolak adalah perlawanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II 1994, menjelaskan bahwa kata “taat” berarti: “senantiasa menurut (kepada Tuhan pemerintah); tidak berlaku curang, setia.”
5. Teladan Ketaatan
Yesus Kristus taat pada apa yang dimandatkan oleh Bapa kepada-Nya. Dalam ayat 20 menyatakan bahwa Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku”. Hal menerima adalah ketaatan. Hal menolak adalah perlawanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II 1994, menjelaskan bahwa kata “taat” berarti: “senantiasa menurut (kepada Tuhan pemerintah); tidak berlaku curang, setia.”
Ketaatan dalam hubungannya dengan kehidupan orang Kristen bersifat imperatif. Melalui ketaatan yang tercermin akan mengarahkan seseorang pada kebenaran (Bandingkan dengan Roma 6:16).Kata ketaatan diterjemahkan dari kata Yunani “hupakoes = obedient” yang berakar kata pada “hupakouo” dapat diartikan dengan kata patuh, menurut, tunduk, takluk, menganut, membuka (pintu).
Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa ketaatan adalah suatu keharusan yang perlu ditanggapi dan dilaksanakan. Istilah ketaatan itu sendiri selalu dikaitkan dengan: menuruti sabda Tuhan (Keluaran 19:5; Yeremia 7:23); mendengar perintah Tuhan (Ulangan 11:27; Yesaya 42:24); menaati Kristus (Keluaran 23:21; II Korintus 10:5); taat Injil (Roma 11:5; 6:17; 10:16, 17); memegang perintah Tuhan (Pengkhotbah 12:13); takluk kepada pemerintah (Roma 13)
Merujuk pada ketaatan Tuhan Yesus dalam melaksanakan misi-Nya, rasul Paulus menegaskan lewat suratnya kepada jemaat di Filipi, dengan mengatakan: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8). Tuhan Yesus dalam rencana kekekalan Allah, Ia telah merendahkan diri-Nya dan mempertahankan serta meng hidupi ketaatan. Ketaatan Tuhan Yesus mengakhirinya dengan pengorbanan yang dahsyat dan berwujud pada nilai termulia. Tuhan Yesus tidak sekadar taat pada pelaksanaan tugas misi bagi isi dunia, tetapi nilai ketaatan-Nya dibayar dengan nyawa.
6. Teladan Penghambaan
Teladan penghambaan ini dipaparkan di dalam Yohanes 13:16 yang menyatakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.” Kebenaran ini menjelaskan tentang status para murid sebagai sehingga tidak seorang pun merasa rendah dan sebaliknya, merasa tinggi. Tindakan penghambaan adalah tindakan berani menjadikan diri sebagai seorang pelayan yang berkarakter seorang hamba (Yun. doulos = hamba, jongos, budak, pembantu di mata Allah).
Merujuk pada ketaatan Tuhan Yesus dalam melaksanakan misi-Nya, rasul Paulus menegaskan lewat suratnya kepada jemaat di Filipi, dengan mengatakan: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8). Tuhan Yesus dalam rencana kekekalan Allah, Ia telah merendahkan diri-Nya dan mempertahankan serta meng hidupi ketaatan. Ketaatan Tuhan Yesus mengakhirinya dengan pengorbanan yang dahsyat dan berwujud pada nilai termulia. Tuhan Yesus tidak sekadar taat pada pelaksanaan tugas misi bagi isi dunia, tetapi nilai ketaatan-Nya dibayar dengan nyawa.
6. Teladan Penghambaan
Teladan penghambaan ini dipaparkan di dalam Yohanes 13:16 yang menyatakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.” Kebenaran ini menjelaskan tentang status para murid sebagai sehingga tidak seorang pun merasa rendah dan sebaliknya, merasa tinggi. Tindakan penghambaan adalah tindakan berani menjadikan diri sebagai seorang pelayan yang berkarakter seorang hamba (Yun. doulos = hamba, jongos, budak, pembantu di mata Allah).
Titik perhatian utama dari seorang hamba adalah melayani dengan dedikasi penuh kepada Tuan. Berdasarkan pada hierarki masyarakat dalam batas tertentu mengandung unsur dan pengertian yang berada pada status “level bawah”. Level bawah berarti seorang hamba yang berada pada tingkatan masyarakat yang paling rendah sebagai budak. Hal ini ditekankan oleh Henri, dkk. dengan mengatakan bahwa, “Menjadi seorang hamba berarti menempatkan diri tidak hanya di bawah kekuasaan manusia tetapi juga daya-daya (dewa-dewa yang merupakan lawan dan jahat—Pen) di atas manusia.”
Dalam kesederhanaan Tuhan Yesus, Ia mengambil rupa seorang hamba yang menunjukkan bahwa Ia tidak menonjolkan keberadaan-Nya sebagai Manusia Allah. Ia telah mengosongkan diri-Nya untuk menjadi hamba bagi manusia. Selain itu, Ia tidak menunjukkan keunggulan-Nya sekalipun hal itu merupakan hak-Nya. Nouwen, dkk. menyatakan bahwa “solidaritas Yesus ditandai oleh suatu gerak turun.”
Gerak turun yang dimaksudkan oleh Henri menandaskan tentang konsep Allah dengan mengontraskannya pada “world view” dan kepribadian masyarakat Yahudi. Barth dalam bukunya “Church Dogmatics” yang dikutip oleh Henri tentang pengosongan diri Tuhan Yesus, ia mengatakan: “dari ketinggian kepada kedalaman, dari kemenangan kepada kekalahan, dari keagungan kepada penderitaan, dari kehidupan kepada kematian.” Ungkapan ini menjurus pada konsep paradoks terhadap kehadiran “Basi/Baskom” Allah atas dunia ini.
Melalui proses pembasuhan kaki para murid (Yohanes 13:4-5) menandai bahwa Tuhan Yesus menggunakan alat-alat seorang budak. Baskom dan kain penyeka (kain lenan) adalah alat yang sangat berharga bagi-Nya dalam menyatakan kesederhanaan-Nya. Strategi Tuhan Yesus sangat tepat karena Ia bertindak politis dalam menjawab dan menjungkirbalikkan konsep hidup masyarakat dan “world view” para murid-murid-Nya sebagaimana disaksikan dalam Injil.
Melalui proses pembasuhan kaki para murid (Yohanes 13:4-5) menandai bahwa Tuhan Yesus menggunakan alat-alat seorang budak. Baskom dan kain penyeka (kain lenan) adalah alat yang sangat berharga bagi-Nya dalam menyatakan kesederhanaan-Nya. Strategi Tuhan Yesus sangat tepat karena Ia bertindak politis dalam menjawab dan menjungkirbalikkan konsep hidup masyarakat dan “world view” para murid-murid-Nya sebagaimana disaksikan dalam Injil.
Kraybill menyatakan, “Dalam seluruh kitab Injil, Yesus menyajikan kerajaan itu sebagai suatu tatanan baru yang mendobrak cara-cara yang lama, nilai-nilai hidup, serta anggapan-anggapan yang lama. Kalau ada sesuatu yang dilakukan oleh kerajaan Allah, maka itu adalah menghancurkan segala anggapan yang mengatur kehidupan kita”. Gagasan ini mengingatkan tentang pendekatan Yesus Kristus untuk mengalami perubahan dan pembaruan dalam konteks yang serba sungsang.
7. Teladan Kesabaran
Tidak gampang menghadapi karakter para murid yang beragam. Namun dalam konteks Yohanes 13, Yesus Kristus mampu menghadapi kekonyolan Simon Petrus (ay. 9), ke- munafikan Yudas Iskariot (Yohanes 13:21-30), dsb. Yesus Kristus mampu mengendalikan emosi dengan segala kesabaran; memberikan penjelasan, argumentasi, pendampingan sekalipun tidak mengerti secara sempurna
Pengertian kesabaran selalu menunjuk pada sikap hidup seseorang untuk tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, dan banyak lagi pengertian lain. Dalam Bahasa Yunani, kata kesabaran diterjemahkan dari kata “makrothumia” yang juga dapat diartikan dengan ketekunan atau ketahanan.
7. Teladan Kesabaran
Tidak gampang menghadapi karakter para murid yang beragam. Namun dalam konteks Yohanes 13, Yesus Kristus mampu menghadapi kekonyolan Simon Petrus (ay. 9), ke- munafikan Yudas Iskariot (Yohanes 13:21-30), dsb. Yesus Kristus mampu mengendalikan emosi dengan segala kesabaran; memberikan penjelasan, argumentasi, pendampingan sekalipun tidak mengerti secara sempurna
Pengertian kesabaran selalu menunjuk pada sikap hidup seseorang untuk tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, dan banyak lagi pengertian lain. Dalam Bahasa Yunani, kata kesabaran diterjemahkan dari kata “makrothumia” yang juga dapat diartikan dengan ketekunan atau ketahanan.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesabaran adalah ketahanan batin untuk menghadapi segala pencobaan; tantangan. Buah yang akan tumbuh pada kesabaran adalah sikap tenang dalam menghadapi segala sesuatu dan menyerahkannya kepada Tuhan. Ini juga yang dilakukan oleh Yesus Kristus ketika Ia menghadapi orang-orang yang berhati jahat termasuk yang berasal dari kalangan murid-Nya sendiri
Kesabaran merupakan salah satu bagian dari buah-buah Roh yang dituliskan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Galatia (Galatia 5:22). Hal ini lebih lanjut ditekankan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius yang menandaskan bahwa Tuhan Yesus telah menunjukkan seluruh kesabaran-Nya (Bandingkan I Timotius 1:16).
Dimensi kesabaran bukanlah suatu istilah yang tidak bermakna, tetapi ia memiliki kekuasaan/kekuatan (power) untuk memenangkan pertarungan dan tantangan hidup yang serba kompleks. Tatkala Tuhan Yesus mengadakan interaksi dengan rasul Petrus dalam wacana pembasuhan kaki, terlihat bahwa Tuhan Yesus sangat sabar dalam menghadapi pola pemikiran dari rasul Petrus yang boleh dikatakan selalu kontras dengan apa yang dipikirkan-Nya. Pada dialog Tuhan Yesus dengan Petrus ayat 6-11 menandai konsep kesabaran ini. Tuhan Yesus dengan sepenuh hati menjelaskan dengan penuh hikmat apa yang masih menjadi tanda tanya buat Petrus. Dengan sikap demikian, rasul Petrus mengalami ketenangan batin.
Baca Juga: Menyelami Kasih Sejati: Panduan dari Kitab Yohanes 13
Dalam kehidupan kekristenan masa kini, kesabaran sangatlah dibutuhkan. Kesabaran merupakan salah satu buah Roh (Galatia 5:22). Kesabaran merupakan kunci kemenangan bahkan kunci keberhasilan. Kesabaran dapat bekerja apabila membiarkan Roh Allah bekerja di dalam hati, karena Dia adalah sumber kesabaran itu sendiri (Roma 15:5). Teladan kesabaran berada dan bersumber dari Yesus Kristus (Bdk. Yesaya 15:7; Kisah Para Rasul 8:32; Matius 27:14). Oleh karena itu, sebagai umat Tuhan harus memberi ruang yang terbuka bagi kesabaran dalam kondisi apa pun sebagai bagian dari pilar dan ketahanan iman di tengah-tengah gempuran kuasa serta tantangan kegelapan dunia zaman ini.
Kesabaran merupakan salah satu bagian dari buah-buah Roh yang dituliskan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Galatia (Galatia 5:22). Hal ini lebih lanjut ditekankan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius yang menandaskan bahwa Tuhan Yesus telah menunjukkan seluruh kesabaran-Nya (Bandingkan I Timotius 1:16).
Dimensi kesabaran bukanlah suatu istilah yang tidak bermakna, tetapi ia memiliki kekuasaan/kekuatan (power) untuk memenangkan pertarungan dan tantangan hidup yang serba kompleks. Tatkala Tuhan Yesus mengadakan interaksi dengan rasul Petrus dalam wacana pembasuhan kaki, terlihat bahwa Tuhan Yesus sangat sabar dalam menghadapi pola pemikiran dari rasul Petrus yang boleh dikatakan selalu kontras dengan apa yang dipikirkan-Nya. Pada dialog Tuhan Yesus dengan Petrus ayat 6-11 menandai konsep kesabaran ini. Tuhan Yesus dengan sepenuh hati menjelaskan dengan penuh hikmat apa yang masih menjadi tanda tanya buat Petrus. Dengan sikap demikian, rasul Petrus mengalami ketenangan batin.
Baca Juga: Menyelami Kasih Sejati: Panduan dari Kitab Yohanes 13
Dalam kehidupan kekristenan masa kini, kesabaran sangatlah dibutuhkan. Kesabaran merupakan salah satu buah Roh (Galatia 5:22). Kesabaran merupakan kunci kemenangan bahkan kunci keberhasilan. Kesabaran dapat bekerja apabila membiarkan Roh Allah bekerja di dalam hati, karena Dia adalah sumber kesabaran itu sendiri (Roma 15:5). Teladan kesabaran berada dan bersumber dari Yesus Kristus (Bdk. Yesaya 15:7; Kisah Para Rasul 8:32; Matius 27:14). Oleh karena itu, sebagai umat Tuhan harus memberi ruang yang terbuka bagi kesabaran dalam kondisi apa pun sebagai bagian dari pilar dan ketahanan iman di tengah-tengah gempuran kuasa serta tantangan kegelapan dunia zaman ini.
Pertanyaan dan Jawaban: 7 Sifat Teladan Yesus dalam Yohanes 13
1. Tentang Kasih:
Pertanyaan: Apa pengertian kasih dalam kehidupan orang Kristen menurut teks?
Jawaban: Pengertian kasih dalam kehidupan orang Kristen menunjuk pada perasaan batin yang terdalam, ter manifestasikan dalam karya Allah melalui Yesus Kristus, yang memberikan teladan kasih total, melekat pada hakikat-Nya yang adalah kasih adanya.
2. Tentang Kerendahan Hati:
2. Tentang Kerendahan Hati:
Pertanyaan: Bagaimana pembasuhan kaki oleh Yesus mencerminkan teladan kerendahan hati?
Jawaban: Tindakan Yesus memulai dan menanggalkan jubah-Nya, serta membersihkan kaki murid-murid-Nya, mencerminkan kesediaan untuk melayani dengan sikap bukan sebagai orang yang penting, menempatkan diri sebagai hamba.
3. Tentang Ketersalingan Melayani:
3. Tentang Ketersalingan Melayani:
Pertanyaan: Bagaimana tanggung jawab misi dihubungkan dengan perintah untuk saling melayani?
Jawaban: Tanggung jawab misi memerlukan ketersalingan melayani, diwujudkan dalam pemahaman bahwa pelayanan kasih harus menjadi bagian integral dalam memikul tugas dan tanggung jawab terhadap misi Allah.
4. Tentang Pengorbanan:
4. Tentang Pengorbanan:
Pertanyaan: Apa yang mencerminkan teladan pengorbanan dalam tindakan Yesus membasuh kaki?
Jawaban: Tindakan Yesus bangun dan menanggalkan jubah-Nya mencerminkan inisiatif dan pengorbanan yang melibatkan pengosongan diri-Nya, membuktikan kasih agape yang tidak terukur.
5. Tentang Ketaatan:
5. Tentang Ketaatan:
Pertanyaan: Mengapa ketaatan menjadi penting dalam konteks teladan Yesus?
Jawaban: Ketaatan Yesus pada mandat Bapa-Nya, ditunjukkan melalui ketaatan sampai mati, memberikan contoh bahwa ketaatan merupakan bagian integral dari kehidupan Kristen.
6. Tentang Penghambaan:
6. Tentang Penghambaan:
Pertanyaan: Apa arti status "seorang hamba" dalam konteks teladan penghambaan Yesus?
Jawaban: Menjadi seorang hamba berarti menempatkan diri tidak hanya di bawah kekuasaan manusia tetapi juga di bawah kehendak Allah, menjadikan diri sebagai pelayan yang berkarakter seorang hamba.
7. Tentang Kesabaran:
7. Tentang Kesabaran:
Pertanyaan: Mengapa kesabaran dianggap penting dalam menghadapi karakter dan tindakan para murid?
Jawaban: Kesabaran diperlukan untuk mengendalikan emosi dan memberikan penjelasan yang membangun, memperlihatkan teladan kesabaran Yesus dalam menghadapi situasi yang kompleks.
8. Tentang Teladan Keseluruhan:
8. Tentang Teladan Keseluruhan:
Pertanyaan: Bagaimana penggambaran Yesus dalam teks memberikan teladan keseluruhan bagi umat Kristen?
Jawaban: Yesus memberikan teladan kasih, kerendahan hati, pelayanan, pengorbanan, ketaatan, penghambaan, dan kesabaran, mengajarkan umat Kristen untuk menghidupi nilai-nilai tersebut dalam iman dan pelayanan mereka.
Kesimpulan:
Dari analisis mendalam terhadap Yohanes 13, dapat disimpulkan bahwa teladan Yesus Kristus memberikan fondasi yang kokoh bagi kehidupan rohani. 7 (Tujuh) sifat teladan yang muncul dari peristiwa pembasuhan kaki memperkaya pemahaman kita tentang kasih, kerendahan hati, pelayanan saling-melayani, pengorbanan, ketaatan, penghambaan, dan kesabaran.
Dari analisis mendalam terhadap Yohanes 13, dapat disimpulkan bahwa teladan Yesus Kristus memberikan fondasi yang kokoh bagi kehidupan rohani. 7 (Tujuh) sifat teladan yang muncul dari peristiwa pembasuhan kaki memperkaya pemahaman kita tentang kasih, kerendahan hati, pelayanan saling-melayani, pengorbanan, ketaatan, penghambaan, dan kesabaran.
Sebagai pengikut Kristus, memahami dan menginternalisasi sifat-sifat ini bukan hanya menjadi panggilan, tetapi juga kunci untuk memperkuat fondasi iman dan memimpin kehidupan yang mencerminkan karakter Kristus dalam dunia yang penuh tantangan ini.