AMSAL 8:1-11 - UNDANGAN HIKMAT
Matthew Henry (1662 – 1714)
BAHASAN : AMSAL 8:1-11 - UNDANGAN HIKMAT.
BAHASAN : AMSAL 8:1-11 - UNDANGAN HIKMAT.
Kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita untuk keselamatan kita, di sini digambarkan sebagian besar sebagai suatu hal yang mudah diketahui dan dipahami, sehingga tidak ada orang yang bisa berdalih atas ketidaktahuan atau kesalahan mereka. Kehendak itu juga digambarkan sebagai suatu hal yang layak dipeluk, sehingga tidak ada orang yang bisa berdalih atas kecerobohan dan ketidakpercayaan mereka.
[I]. Hal-hal yang dinyatakan itu mudah untuk diketahui, sebab semuanya diperuntukkan bagi kita dan bagi anak-anak kita (Ulangan 29:29), dan kita tidak perlu terbang membubung tinggi ke langit, atau menyelam di kedalaman-kedalaman laut, untuk mendapatkan pengetahuan akan semua itu (Ulangan 30:11), sebab semuanya sudah dibukakan dan diberitakan sedikit banyak melalui karya-karya penciptaan (Mazmur 19:2).
Secara lebih penuh, melalui hati nurani manusia dan melalui pemikiran-pemikiran dan aturan-aturan kekal tentang kebaikan dan kejahatan, dan terlebih jelas lagi seperti yang disampaikan melalui Musa dan para nabi. Biarlah kita mendengarkan mereka. Ajaran-ajaran hikmat dapat diketahui dengan mudah, sebab:
1. Ajaran-ajaran itu diserukan dengan nyaring (Amsal 8:1): bukankah hikmat berseru-seru? Ya, ia berseru-seru dengan nyaring, dan tidak menahan-nahan (Yesaya 58:1). Ia memperdengarkan suaranya, seperti orang yang bersungguh-sungguh dan ingin didengar. Yesus berdiri dan berseru (Yohanes 7:37). Kutukan-kutukan dan berkat-berkat dibacakan dengan suara nyaring oleh orang-orang Lewi (Ulangan 27:14). Hati manusia sendiri kadang-kadang berbicara dengan nyaring kepada mereka. Adakalanya hati nurani berteriak-teriak, dan ada kalanya berbisik-bisik.
2. Ajaran-ajaran itu diserukan dari ketinggian (Amsal 8:2): di atas tempat-tempat yang tinggi, di sanalah ia berdiri. Dari atas Gunung Sinailah hukum Taurat diberikan, dan Kristus menguraikannya dalam khotbah di bukit. Karena itu, jika kita meremehkan pewahyuan ilahi, maka itu berarti kita sungguh berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga, sebuah tempat yang memang tinggi (Ibrani 12:25).
Perempuan sundal berbicara secara sembunyi-sembunyi, mantra-mantra orang kafir diucapkan dengan bibir komat-kamit, tetapi Hikmat berbicara secara terang-terangan. Kebenaran tidak mencari tempat di sudut-sudut, tetapi dengan senang hati datang kepada terang.
3. Ajaran-ajaran itu diserukan di pusat-pusat keramaian, di mana banyak orang berkumpul bersama-sama, semakin banyak semakin baik. Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul (Yohanes 18:20).
Setiap orang yang lewat di jalan, dari kalangan atau golongan apa pun dia, dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang dituntut Tuhan darinya, jika itu bukan karena kesalahannya sendiri. Tidak ada kata atau bahasa yang di dalamnya suara Hikmat tidak terdengar. Penemuan-penemuan dan petunjuk-petunjuknya diberikan kepada semua orang tanpa pandang bulu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!
4. Ajaran-ajaran itu diserukan di tempat yang paling membutuhkannya. Ajaran-ajaran itu dimaksudkan sebagai pemandu jalan kita, dan oleh sebab itu diberitakan di persimpangan jalan-jalan, tempat bertemunya banyak arah, sehingga para pelancong, jika mereka mau bertanya, dapat ditunjukkan mana jalan yang benar, tepat pada saat mereka bingung harus ke mana. Pada saat itu engkau akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: “Inilah jalannya” (Yesaya 30:21).
Orang bodoh tidak mengetahui jalan ke kota (Pengkhotbah 10:15), dan oleh sebab itu Hikmat berdiri siap untuk menuntunnya, berdiri di samping pintu-pintu gerbang, di depan kota, siap memberi tahu dia di mana rumah si pelihat itu (1 Samuel 9:18). Bahkan, ia mengikuti orang sampai ke rumah mereka, dan berseru-seru kepada mereka pada jalan masuk, sambil berkata, “damai sejahtera bagi rumah ini ;“dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salam itu pasti akan tinggal atasnya. Hamba-hamba Allah ditunjuk untuk bersaksi kepada orang-orang baik di depan umum maupun dari rumah ke rumah.
Hati nurani mereka sendiri mengikuti mereka dengan peringatan-peringatan ke mana saja mereka pergi, yang pasti dapat mereka dengarkan selama mereka masih mempunyai kepala dan hati, yang merupakan hukum bagi diri mereka sendiri.
5. Ajaran-ajaran itu ditujukan kepada anak-anak manusia. Biasanya kita cenderung memperhatikan pembicaraan yang di dalamnya kita mendengar diri kita disebut, dan seandainya tidak demikian, kita pasti akan mengabaikannya.
Oleh sebab itu Hikmat berbicara kepada kita: “Hai para pria (KJV: hai umat manusia – pen.), kepadamulah aku berseru (Amsal 8:4), bukan kepada para malaikat (mereka tidak memerlu-kan pengajaran-pengajaran ini), bukan kepada setan-setan (mereka sudah melanggarnya), bukan juga kepada binatang-binatang (mereka tidak mampu memahaminya), tetapi kepadamu, hai umat manusia, yang berpengetahuan melebihi binatang-binatang di bumi dan dijadikan lebih bijak daripada burung-burung di udara.
Kepadamulah hukum ini diberikan, kepadamulah perkataan undangan ini ditujukan, nasihat ini disampaikan. Kutunjukkan suaraku kepada anak-anak manusia, yang berkepentingan untuk menerima pengajaran, dan yang olehnya, sangka orang, suaranya akan disambut dengan sangat baik. Bukan hanya kepadamu saja, hai orang-orang Yahudi, hikmat berseru-seru. Juga bukan kepadamu, hai orang-orang terhormat! Bukan kepadamu, hai guru-guru agama! Melainkan kepadamu, hai manusia! Hai anak-anak manusia! Bahkan yang terhina di antaramu.”
6. Ajaran-ajaran itu dirancang untuk membuat mereka bijaksana (Amsal 8:5). Ajaran-ajaran itu tidak hanya diperhitungkan bagi orang yang mampu menerima hikmat saja, melainkan juga bagi orang-orang berdosa, manusia yang jatuh, orang-orang bodoh, yang memerlukannya, dan yang akan binasa tanpanya: “Hai orang yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan (KJV: Hai orang naif, mengertilah hikmat – pen.).
Meskipun engkau begitu tidak berpengalaman, Hikmat akan menerimamu sebagai murid-muridnya, dan bukan hanya itu, melainkan juga, jika engkau mau diperintah olehnya, ia akan berusaha membuatmu mengerti dalam hatimu.” Ketika orang-orang berdosa meninggalkan dosa-dosa mereka, dan menjadi sungguh-sungguh saleh, maka pada saat itulah orang yang tidak berpengalaman memahami hikmat.
[II]. Hal-hal yang dinyatakan itu patut diketahui, patut diterima dengan sepenuhnya. Kita berkepentingan untuk mendengarkannya, sebab:
1. Hal-hal itu tak terkira harganya. Semua itu merupakan perkara-perkara yang dalam (Amsal 8:6), perkara-perkara yang mulia, begitulah kata yang dipakai di sini. Meskipun hal-hal itu disesuaikan dengan kemampuan terendah, namun di dalamnya terkandung sesuatu yang akan menjadi penghiburan bagi orang-orang besar.
Hal-hal itu merupakan perkara-perkara ilahi dan sorgawi, yang begitu dalam sehingga, jika dibandingkan dengannya, semua pembelajaran yang lain hanyalah seperti permainan anak-anak. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah yang kekal, dengan jiwa yang tidak bisa mati, dan dengan keadaan abadi sudah pasti merupakan perkara-perkara yang dalam.
2. Hal-hal itu adil tanpa terbantahkan, dan mengandung bukti mengenai kebaikannya sendiri di dalamnya. Itu adalah perkara-perkara yang tepat (Amsal 8:6), semuanya adil (ayat , dan tidak ada yang belat-belit atau serong di dalamnya. Semua pernyataan dan petunjuk dari agama wahyu sesuai dengan, dan merupakan penyempurnaan dari, terang dan hukum alam.
Di dalamnya tidak ada yang menyulitkan kita, yang memaksakan kekangan-kekangan yang tidak semestinya. Di dalamnya juga tidak ada yang tidak pantas bagi hakikat manusia yang bermartabat dan mempunyai kebebasan, tidak ada yang memberi kita alasan untuk mengeluhkannya. Semua ajaran Allah mengenai segala hal itu tepat.
3. Ajaran-ajaran Hikmat itu benar tanpa bisa diragukan lagi. Ajaran-ajaran Hikmat, yang di atasnya hukum-hukumnya dibangun, adalah sedemikian rupa sehingga padanya kita dapat mempertaruhkan jiwa kita yang tidak bisa mati: lidahku mengatakan kebenaran (Amsal 8:7), kebenaran yang sepenuhnya, dan hanya kebenaran, karena ia merupakan kesaksian bagi seluruh dunia. Setiap firman Allah itu benar.
Di dalamnya bahkan tidak ada sedikit pun kepalsuan-kepalsuan rohani, dan kita juga tidak akan ditipu dalam apa yang diberitahukan kepada kita demi kebaikan kita sendiri. Kristus adalah saksi yang setia, adalah kebenaran itu sendiri. Kefasikan (yakni, dusta) adalah kekejian bagi bibir-Nya.
Perhatikanlah, dusta adalah kefasikan, dan kita tidak saja harus menahan diri darinya, tetapi juga itu harus menjadi kekejian bagi kita, dan kita harus menjauhkannya dari apa yang kita katakan, sebab dusta itu jauh dari apa yang dikatakan Allah kepada kita. Firman-Nya kepada kita adalah ya dan amin. Jadi janganlah perkataan kita menjadi ya dan tidak.
4. Ajaran-ajaran Hikmat itu secara menakjubkan dapat diterima dan disetujui oleh orang-orang yang menjalaninya dengan benar, yang memahaminya dengan benar, yang penghakiman-penghakimannya tidak dibutakan dan dibuat berat sebelah oleh dunia dan kedagingan.
Oleh orang-orang yang tidak berada di bawah kuasa prasangka, yang memiliki pengetahuan tentang Allah, dan yang pengertiannya telah dibukakan-Nya. Oleh orang-orang yang mencari pengetahuan tanpa memihak, yang bersusah payah untuk mendapatkannya, dan yang telah menemukannya di dalam pencarian-pencarian yang sudah mereka lakukan selama ini. Bagi mereka,
(a). Semua hal itu jelas, dan tidak sulit untuk dipahami. Jika sebuah kitab dimeteraikan, itu hanya bagi orang-orang yang memilih untuk bersikap masa bodoh. Jika Injil kita tersembunyi, itu tersembunyi bagi orang-orang yang terhilang. Tetapi, bagi orang-orang yang menjauhi kejahatan, yang merupakan akal budi itu sendiri, yang memiliki pengertian yang baik seperti pada orang-orang yang melakukan perintah-perintah-Nya, maka bagi mereka semua hal itu jelas dan tidak ada satu pun yang sulit di dalamnya.
BACA JUGA: AMSAL 7:24-27 - GODAAN ORANG MUDA
Jalan agama adalah jalan raya, dan para pengembara, meskipun pandir, tidak akan tersesat di dalamnya (Yesaya 35:8, kjv). Oleh sebab itu, pihak-pihak tertentu yang melarang orang awam membaca Kitab Suci dengan dalih bahwa mereka tidak dapat memahaminya berarti melakukan kejahatan besar, karena Kitab Suci itu jelas bagi orang biasa.
(b). Semua hal itu lurus, dan tidak susah bagi orang untuk tunduk kepadanya. Mereka yang mengenali perkara-perkara yang berbeda, yang mengetahui mana yang baik dan mana yang jahat, akan siap menuruti semua tuntutan Hikmat yang lurus. Dan karena itu, tanpa menggerutu atau berbantah, mereka akan mengatur diri mereka dengannya.
[III]. Dari semuanya ini Salomo menyimpulkan bahwa pengetahuan yang benar akan hal-hal tersebut, sebegitu rupa sehingga mengubah kita sepenuhnya menjadi serupa dengan hal-hal tersebut, haruslah diutamakan melebihi semua harta dunia ini (Amsal 8:10-11): terimalah didikanku, lebih dari pada perak. Didikan tidak saja harus didengar, tetapi juga diterima. Kita harus menyambutnya, menerima pengaruh-pengaruhnya, dan taat kepada perintahnya. Dan terimalah ini lebih dari pada emas, maksudnya:
1. Kita harus lebih mengutamakan agama daripada kekayaan, dan memandang agama sedemikian rupa sehingga, jika kita memiliki pengetahuan dan rasa takut akan Allah di dalam hati kita, maka kita benar-benar lebih berbahagia dan lebih diperlengkapi untuk setiap keadaan hidup daripada jika kita mempunyai perak dan emas yang begitu banyak. Hikmat itu pada dirinya sendiri lebih berharga dari pada permata, dan oleh sebab itu kita pun harus memandangnya demikian.
Hikmat akan membuat kita lebih berharga, akan memberi kita bagian yang lebih baik. Tunjukkanlah hikmat, maka ia akan menjadi perhiasan yang lebih baik daripada batu permata dan batu-batu yang paling berharga. Apa pun yang dapat kita impikan dan harapkan dari kekayaan dunia ini, jika kita memilikinya, tidaklah berharga jika dibandingkan dengan keuntungan-keuntungan yang menyertai kesalehan yang sungguh-sungguh.
2. Kita harus mati bagi kekayaan dunia ini, agar kita dapat lebih dekat dan lebih sungguh-sungguh hidup mengabdikan diri untuk urusan agama. Kita harus menerima didikan sebagai hal yang utama, dan kemudian tidak usah peduli apakah kita menerima perak atau tidak. Bahkan, kita tidak boleh menerima perak sebagai bagian dan imbalan kita, sebab orang kaya menerima segala yang baik sewaktu hidupnya.