Matius 27:46 - Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
Pdt. Dr. Stephen Tong.
PERKATAAN SALIB 4 : Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ? (Matius 27:46)
Bacaan : Matius 27:45-50
Firman Allah yang menjadi daging, berfirman pada saat Ia menderita di atas kayu salib. Jam Sembilan pagi. Kristus dipaku di atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke dalam lubang-lubang paku dan luka-luka Yesus Kristus. Keringat-Nya bercampur dengan darah. Kesakitan yang menderita-Nya tidak bisa ditahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap tenang. Setelah tiga jam berada di bawah teriknya matahari, maka terjadilah satu hal yang ajaib, satu tanda yang besar yang dinyatakan dari langit. Satu kegelapan yang besar menudungi daerah itu.
Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib mulai menjadi capaian, orang-orang yang melontarkan kutukan kepada Yesus Kristus mulai menjadi reda, suara-suara sungut dan kutukan dari memeluk dan orang-orang yang mencaci maki mereka sudah menjadi lelah. Keadaan mulai menjadi sunyi, siapakah yang tahan terus menerus memaki orang selama berjam-jam? Mereka yang hanya sekedar menonton apa yang terjadi tidak menjadi heran akan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu bahwa apa yang terjadi di Golgota saat itu merupakan satu peristiwa yang mempunyai makna sepanjang zaman. Orang-orang itu pulang setelah melihat bahwa tidak ada lagi hal-hal yang merangsang rasa ingin tahu mereka. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang sudah turun dari Golgota. Mereka mulai pulang, lebih-lebih lagi karena kegelapan yang menudungi seluruh daerah itu. Kini terjadilah kesepian dan keheningan yang luar biasa di Golgota.
Apakah arti dari kegelapan yang besar yang menudungi bumi ini? Bukankah orang Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus tentang asal mula kuasa tang dinyatakan-Nya? (Matius 21:23). Yesus Kristus menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka, “Dari mana baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” Lalu para tua-tua Yahudi tidak bisa menjawab, lalu mencari sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan hukuman mati agar membasmi Dia dari muka bumi. Di antara apa yang dikatakan mereka kepada Yesus adalah satu permintaan untuk menunjukkan tanda dari sorga (Matius 16:1). Tetapi pada saat itu Yesus Kristus tidak menjawab mereka dan tidak menampilkan tanda-tanda kepada mereka sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu salib.
Di atas kayu salib itulah, tanda ajaib yang diminta oleh orang Yahudi diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah tanda yang menggirangkan, menggairahkan, memuaskan, memberikan pengharapan baru kepada mereka, melainkan satu tanda ajaib yang mengagetkan mereka. Kegelapan yang begitu besar telah menutupi seluruh daerah, sehingga orang tidak bisa menerobos ataupun mengusir kegelapan dari atas kepala mereka. Jikalau Yesus adalah orang biasa, maka waktu Dia dipaku sebagai seorang berdosa bahkan dipersamakan dengan lemah lembut, bukan saja manusia akan senang karena keadilan Allah dinyatakan bahkan langit akan senang bukan? Tetapi kali ini terbalik. Matahari menjadi malu dan tidak berani melihatnya; seluruh angkasa menyatakan keajaiban. Alam semesta yang dicipta oleh Allah, tiba-tiba memberikan satu pernyataan bahwa mereka tidak setuju akan hal yang sangat tidak berperikemanusiaan yang terjadi di tanah yang menjadi pusat agama pada waktu itu.
Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir. Niat untuk menyalibkan dan membunuh Yesus Kristus bukan timbul dari pikiran orang yang tidak mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana yang dikhianati dari bangsa yang menamakan diri “kaum pilihan Allah”. Kristus dipaku, dihukum, dibunuh oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai orang yang mengaku beribadat kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai orang Kristen dengan orang lain yang atheis, kafir dan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus?
Kita dapat melihat segala kerusakan hati manusia yang dinyatakan secara total pada waktu Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus adalah tempat di mana segala oknum harus menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya ke atas Yesus Kristus; yang kedua menyatakan reaksi mereka kepada Yesus Kristus; orang-orang di tengah jalan menyatakan kelalaian dan ketidakpedulian mereka kepada salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satu-satunya tempat di mana semua orang harus menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan yang menganugerahkan kita. Dengan demikian, apa yang dikatakan Simeon pada waktu Yesus Kristus di sunat pada hari ke delapan sudah digenapkan.
Kegelapan yang terjadi pada waktu penyaliban bukanlah kegelapan biasa, bukan pula awan tebal, juga bukan gerhana matahari karena gerhana matahari tidak menyebabkan kegelapan sampai tiga jam lamanya, lagi pula hari Paskah orang Yahudi adalah persis pada waktu bulan purnama, dan gerhana matahari tidak terjadi pada waktu bulan purnama. Jadi kegelapan tersebut adalah kegelapan yang luar biasa. Itu terjadi mulai jam dua belas siang, waktu di mana matahari bersinar paling terang dan paling besar sinarnya. Sama seperti matahari bersinar paling terang, waktu itu juga terjadi kegelapan paling gelap. Kuasa Allah luar biasa. Anak dari Allah yang mengadakan terang sejak dunia diciptakan, mengalami kegelapan yang terbesar.
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan tentang Kristus:
-. Pada saat Kristus dilahirkan, ada gembala-gembala yang melihat cahaya yang besar di tengah malam yang gelap.
-. Yesus Kristus pernah menyatakan terang yang jauh lebih besar dari cahaya matahari pada waktu Paulus ada di tengah perjalanan menuju Damsyik untuk menganiaya orang Kristen.
Bukankah Kristus dapat kita ibaratkan sebagai matahari kebenaran, kekekalan, keadilan dan mempunyai terang yang lebih besar dari matahari yang kita kenal di alam semesta? Tetapi janganlah kita melupakan bahwa ketika Kristus menanggung dosa Anda dan saya, Ia mengalami kegelapan yang paling gelap, dan kegelapan itu terjadi pada jam dua belas, waktu di mana seharusnya matahari bersinar paling terik. Inilah suatu paradoks yang tidak habis-habisnya kita pikirkan seumur hidup. Kristus adalah Tuhan Pemberi hidup, tetapi Dia menerima kematian di paku di atas kayu salib. Kristus adalah Pelepasan bagi seluruh umat manusia, tetapi Dia terikat dan terikat di atas kayu salib. Dia adalah Pemberi berkat bagi seluruh zaman dan semua bangsa, tetapi Dia sendiri menerima kutukan dan mengirimkan ke atas kayu salib. Dia terang, tetapi Dia menerima kegelapan paling besar di kayu salib.
Setelah tiga jam kegelapan itu terjadi, barulah orang-orang menyadari bahwa matahari tidak bersinar (Lukas 23:44-45). Orang-orang yang memaku dan menjatuhkan hukuman dengan swemena-mena menjadi takut dan gentar. Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang Yahudi menjadi terkejut dan teringat. Tidak ada suara di Golgota. Di tengah-tengah kegelapan mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini, Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian pada waktu kegelapan itu? Keluhan dan kesusahan karena meremas-perampok di atas kayu salib yang tidak bisa menahan rasa sakit.
Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan kalimat ke empat di atas salib. Apakah setelah disalibkan selama enam jam, manusia masih mempunyai kekuatan yang besar? Apakah setelah mengalirkan darah begitu banyak, manusia masih bisa mempertahankan suara yang keras? Tidak mungkin. Ini satu hal yang tidak logis. Sesudah enam jam mengalirkan darah terus menerus, menurut ilmu kedokteran, orang tersebut pasti menjadi lemah sekali dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengucapkan sesuatu. Jika kita terluka dan luka itu terus mengalirkan darah tanpa henti, bukankah satu dua menit kemudian hati kita sudah mulai gelisah? Bagaimanakah jika hal itu terjadi selama enam jam? dalam tubuh orang dewasa ada kira-kira lima liter. Lima liter darah yang keluar dari luka-luka yang besar, akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi dalam keadaan seperti itu, Yesus Kristus berteriak dengan suara yang keras! Suara yang timbul dari satu kekuatan yang bukan ditimbulkan oleh manusia biasa yang ingin mati, tetapi kekuatan yang membuktikan bahwa Kristus tidak lemah. Kristus berteriak: “Eli, Eli, lama sabakhtani!” Artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah alasan Engkau meninggalkan Aku?”
Suara itu bukan saja menggentarkan hati manusia yang ada di bukit Golgota, tapi suara yang begitu keras menggema di awan-awan dan seluruh alam semesta. Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Kalimat ke empat ini begitu menggentarkan dan saya sendiri merasa tidak layak mengkhotbahkan kalimat ini. Perkataan Kristus ini adalah yang paling sulit dipahami. Martin Luther pernah memikirkan ayat ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri sambil memukuli dadanya dan berkata: “Siapakah yang dapat mengerti bahwa Allah meninggalkan Allah?” Allah-Nya Allah, hanya ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah Anak, Oknum, Kedua Tritunggal yang diutus oleh Allah Bapa, Oknum Pertama Tritunggal. Allah Oknum Kedua adalah Allah yang menyelamatkan kebenaran, menyelamatkan keadilan dan membenci segala dosa dan kefasikan. Allah Oknum Pertama mengurapi Dia dengan minyak sorgawi, minyak kegembiraan. Tapi kini di atas salib, Allah-Nya Allah mengurapi Allah dengan tudungan kegelapan yang agung. Kini Allah berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Beberapa jam sebelum penyaliban, Kristus mengatakan satu kalimat kepada murid-murid-Nya bahwa mereka akan meninggalkan Dia, tetapi Dia tidak akan menjadi takut karena Bapa-Nya beserta Dia (Yohanes 16:32). Yesus berdoa di taman Getsemani kepada Bapa-Nya meminta agar cawan perpisahan disingkirkan tetapi bukan menurut kehendak Dia melainkan menurut kehendak Bapa. Tidak ada doa yang lebih memuncakkan ketaatan dari doa Yesus di taman Getsemani. Dia mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya. Pada saat itu Kristus memilih tiga orang murid yang rohaninya paling baik dan paling dekat dengan Dia. Ya Tuhan berharap agar mereka berjaga-jaga dan berdoa, tetapi ketiga orang ini tertidur. Kristus berdoa tiga kali dengan kalimat yang sama: “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39). Berapa besar pergumulan yang menghadap Kristus saat itu tidak mungkin kita mengerti, tetapi yang kita tahu adalah bahwa Kristus menyatakan ketaatan yang luar biasa, ketaatan yang tuntas kepada Allah. Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu yang jadi.
Apakah di antara Oknum Tritunggal ada kehendak yang saling berlawanan? Apakah kehendak Allah Bapa berbeda dengan kehendak Allah Anak? Tidak. Pada waktunya, di mana Kristus menjadi manusia yang bersalut daging dan darah, Dia mempunyai kebebasan untuk tidak taat kepada Allah. Tetapi dalam kemungkinan ini, Kristus tetap rela dan taat menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa. Apakah arti dari doa Yesus di Getsemani? Apakah Yesus takut mati? Tidak. Jika Yesus takut mati, Ia tidak akan berinkarnasi datang ke dunia. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba satu saat yang paling sulit bagi Yesus Kristus, saat itu adalah di saat Dia berteriak , “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Di taman Getsemani, Kristus pernah menegur Petrus yang menghunus pedang memotong telinga Malkhus berkata: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, karena barang siapa menggunakan pedang, a kan binasa oleh pedang. Atau kau sangka, bahwa Aku tidak dapat meminta kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirimkan lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk membantu Aku?” Waktu Yesus Kristus mengalami kesulitan yang terbesar, malaikat-malaikat suci yang bersembah sujud kepada-Nya ikut melihat dengan teliti. Malaikat-malaikat ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi, karena Raja Surga yang rela turun ke dalam dunia dan begitu sengsara adalah hal yang di luar dugaan dan kemampuan pikiran manusia (1 Petrus 1:12).
Malaikat-malaikat menyaksikan kelahiran Kristus, melayani Dia setelah dicobai di padang gurun, menjaga kubur Yesus, menyebarkan atas kebangkitan-Nya, menceritakan tentang kedatangan Kristus pada saat kenaikan-Nya dan kelak akan ikut datang ke dunia pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali. Iblis adalah malaikat jahat yang sudah jatuh. Dalam setiap langkah Kristus, baik sejak kelahiran sampai kenaikan Kristus ke Golgota, iblis berminat untuk menjatuhkan Kristus, membunuh Kristus, meremukkan Kristus. Tetapi malaikat yang baik, yang suci atau istilah khususnya malaikat yang terpilih, memperhatikan setiap langkah dan peristiwa teragung dalam sejarah dalam diri Yesus Kristus. Kalau Kristus mau meminta pertolongan pada malaikat, maka batalion-batalion malaikat akan turun dan Golgota akan menjadi tempat mayat-mayat bergelimpangan. Tetapi Yesus mempertahankan bibir mulutnya, Ia tidak mau memanggil malaikat.
Di Golgota, malaikat-malaikat tidak tampak, suara Allah tidak terdengar, kegelapan meraja-lela. Dalam kehidupan kita mengikut Kristus, kadang-kadang Allah mengizinkan satu kegelapan yang besar di mana saat itu seolah-olah kita tidak bisa tahan. Kita mungkin berteriak: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan kita dapat sedikit mengerti akan perkataan Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang pun yang akan menyelami bahkan sampai kekekalan pun tidak mungkin pernah ada orang yang bisa mengerti tuntas akan kata Kristus yang keempat ini. Apakah alasannya? Karena yang mengatakan kalimat ini bukanlah manusia yang berdosa. Jika Allah meninggalkan kita, maka memang kita orang yang berdosa. Tetapi mengapa Kristus meninggalkan Allah padahal Dia tidak pernah berdosa?
Pada saat Kristus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, surga terbuka dan Allah bapa berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16-17). Demikian pula pada peristiwa lain di bukit Hermon di mana Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama untuk berdoa, dan pada saat itu Yesus berbicara dengan Musa dan Elia. Pada saat Petrus mengutarakan pendapatnya untuk membangun tiga buah kemah bagi kedua nabi Allah dan bagi Kristus sendiri, turunlah awan yang terang dan suara Allah Bapa dari sorga mengkonfirmasi sekali lagi akan kasih-Nya kepada Kristus Anak-Nya dengan kata: “ Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Matius 17).
Saat-saat seperti itu adalah saat Kristus paling membutuhkan kesaksian Allah dan Allah Bapa tidak pernah meninggalkan Dia. Tetapi jika kedua peristiwa ini dibandingkan dengan keperluan pada waktu Kristus disalib, bukankah saat itu adalah momen di mana Kristus paling perlu mendapat kesaksian dari Allah Bapa? Waktu Yesus Kristus berbicara dengan orang-orang yang agung seperti Elia dan usa, maka manusia yang mengikut Dia mulai tidak memperhatikan Kristus. Dan Kristus memerlukan kesaksian atas keunikan diri-Nya pada saat itu juga dari Allah Bapa. Dan pada kedua peristiwa tersebut, Allah memberikan kesaksian-Nya atas Anak-Nya. Tetapi peristiwa kedua itu tidak bisa dibandingkan dengan kebutuhan yang paling mendesak dan mendesak, yaitu pada waktu Kristus disalibkan. Tetapi pada saat yang paling perlu, Kristus berkata: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Mengapa Yesus Kristus tidak berteriak: “Yudas, Yudas, mengapa kamu menjual Aku?” Mengapa Yesus tidak berteriak “Petrus, Petrus, mengapa kamu tiga kali menyangkal Aku?” Mengapa Tuhan tidak berteriak, “Murid-murid-Ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?” Mengapa Dia tidak berteriak: “Aku ini bukan orang berdosa, mengapa kamu memaku Aku?” Mengapa Tuhan tidak berkata: “Pilatus, Pilatus, apakah alasan Anda menjatuhkan hukuman kepada-Ku?
Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus, Pilatus ataupun murid-murid-Nya yang lain, tetapi Tuhan tetap mengingat bahwa satu hubungan yang penting bukanlah hubungan yang bersifat horizontal. Hubungan yang penting bagi Tuhan Yesus bukanlah masalah manusia yang bisa menjual Dia. Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib bukanlah karena kesuksesan Yudas yang bisa menjual Dia. Yesus disalib bukan karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan hukuman kepada-Nya, tetapi Yesus Kristus disalib karena satu sebab yaitu karena Allah telah menetapkan untuk meremukkan Dia sebagai korban penebus dosa kita (Yesaya 53:10).
Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan mazmur nomor 22 dan di dalamnya sudah ada kata: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Apakah teriakan Tuhan ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2? Jikalau Kristus harus menghafal ayat untuk mengisi kekosongan waktu dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Memang kata Daud sama kalimatnya, sama artinya, sama hurufnya dan pernah diucapkan oleh Daud. Apakah Kristus mengutip Daud atau sebaliknya, Daud digerakkan oleh Roh Kudus untuk menuliskan kata ini? Bukan Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan penderitaan dan sengsara yang belum pernah diketahui sebelumnya dan akan dialami oleh Kristus.
Roh Kristus adalah Roh yang kekal yang sudah bekerja sebelum Dia inkarnasi, untuk menggerakkan nabi-nabi sebelum Dia melihat dengan jelas melalui kuasa Roh Kudus. Nabi-nabi sebelum Kristus melihat dan membuatkan tentang Kristus. Itulah sebabnya perjanjian dalam Perjanjian Lama kita melihat nubuat bahwa Kristus akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakaria 11:12), dilahirkan di Betlehem (Mikha 5:1), mati di tengah-tengah orang berdosa, dikuburkan di dalam kuburan orang kaya (terj (Versi King James dari Yesaya 53:9). Semua yang dituliskan dalam Perjanjian Lama harus digenapkan hanya oleh Kristus satu orang, khususnya nubuat-nubuat mengenai Mesias. Ini tidak lain karena Roh Kudus sudah bekerja sebelumnya menginspirasikan firman Tuhan kepada manusia.
Jika kalimat pertama di atas salib Kristus menyebut Bapa dan kalimat terakhir juga menyebut Bapa, mengapa pada waktu yang di tengah ini tidak menyebut kalimat Bapa selain Allah? Mengapa Kristus tidak berteriak: “Bapa-Ku, Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Tetapi mengapa Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Bukankah ini satu hal yang menarik bagi kita? Kristus pernah berkata, “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” (Yohanes 10:30) dan “Aku tidak seorang diri, sebab menyertai Bapa Aku.” (Yohanes 16:32).
Perkataan Kristus keempat menunjukkan perbedaan status. Saat ini, Kristus berdiri sebagai orang berdosa. Yesus Kristus berdiri sebagai orang berdosa menggantikan Anda dan saya. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21).
Sampai selama-lamanya kita tidak mungkin mengerti bagaimana Kristus yang tidak berdosa menjadi berdosa. Kita hanya bisa mengerti bahwa kita yang dianggap berdosa menjadi tidak berdosa melalui pembenaran oleh Kristus karena Dia mati bagi kita. Kita bisa mengerti dan tahu bahwa diri kita disucikan dan dikuduskan di hadapan Tuhan karena karya Kristus. Tetapi bagaimanakah kita bisa mengerti akan Kristus yang tidak dibuat menjadi berdosa? Bagaimanakah kita mengerti bahwa Dia yang benar, menjadi tidak benar karena kita? (1 Petrus 3:18). Namun, walaupun hal itu tidak dapat kita mengerti, Alkitab mengajarkan bahwa hal itu harus kita terima dengan iman.
1). Kristus berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku….” Dia berteriak dengan status sebagai orang berdosa, bukan status sebagai Anak Allah meskipun pada saat itu Dia adalah Anak Allah yang kekal juga. Cerintus, yang merupakan bidat abad pertama yang menjadi lawan dari rasul Yohanes mengajarkan bahwa dengan teriakan tersebut berarti Kristus sedang meninggalkan Yesus. Jadi teorinya, pada waktu Yesus dibaptiskan Yohanes Pembaptis, Kristus menaungi Yesus dan pada waktu disalibkan, Kristus meninggalkan Yesus. Pikiran semacam itu sudah meracuni Saksi-saksi Yehova. Padahal, arti teriakan Kristus bukan demikian. Teriakan Kristus ini pun bukan merupakan kata Kristus sebagai Oknum Kedua kepada Bapa sebagai Oknum Pertama Allah Tritunggal yang kekal, tetapi teriakan Kristus dengan status sebagai Oknum penanggung seluruh dosa manusia termasuk Anda dan saya.
2). Kristus berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku…” Kristus tetap memegang satu hubungan vertikal yang tidak tergoncangkan. Tetapi bagaimana Allah meremukkan Dia padahal Allah adalah Allah-Nya? Jika kita renungkan, kata keempat ini berbeda sesekali dengan keadaan jika kita tidak Dipahami oleh orang lain. Bagaimana Allah memberikan hukuman pada-Nya, padahal Allah itu adalah Allah Yesus Kristus? Di dalam kekekalan, kita yang sudah di tebus-Nya tidak akan pernah ditinggalkan oleh Kristus karena Kristus tidak ditinggalkan Allah dan Kristus adalah Allah.
Pada saat kelahiran-Nya, ada terang yang besar di tengah kegelapan; tetapi pada saat mati-Nya, ada kegelapan yang besar di tengah matahari yang bersinar terang. Di sini kita melihat adanya kontradiksi. Di tengah-tengah kegelapan, Dia menerima terang; di tengah-tengah terang, Dia menerima kegelapan. Kelahiran Kristus ajaib, kematian Kristus ajaib. Siapakah Yesus? Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang kepada dunia yang gelap, tetapi waktu mati-Nya Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa kepada diri-Nya dan Dia dikucilkan oleh Allah, tetapi Yesus Kristus di dalamnya. Jikalau Yesus tidak bersedia menanggung dosa Anda dan saya, maka tidak ada orang yang boleh menanggung dosanya di atas diri Yesus. Jikalau Yesus tidak rela mentaati kehendak Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya, tidak ada seorang pun yang dapat merebut hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu salib.
Sekarang tibalah saat yang paling pekat, paling sedih, saat di mana Kristus harus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Untuk mencari kita domba yang tersesat, maka Kristus datang ke dunia menjadi Gembala kita. Untuk mencari kita yang jauh dari Tuhan, akhirnya Kristus harus menjauhkan diri dari Tuhan. Untuk mencari kita yang berdosa, maka Kristus dijadikan berdosa karena kita. Untuk menjadikan kita anak-anak Allah, maka Anak Allah harus turun dan menjadi Anak Manusia. Supaya kita bisa hidup di sorga, maka Dia harus turun ke dunia. Supaya kita bisa mendapatkan hidup yang kekal, Dia harus mati bagi kita. Pada saat Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga mencari orang Jahat, telah sampai pada satu titik ke bahaya an dan kesulitan serta kedalaman yang tidak akan bisa dicapai oleh manusia.
Salam sepanjang sejarah, orang-orang suci dianiaya gereja dan mati sebagai martir karena memegang iman yang teguh kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang teguh akan janji Kristus dan menerima penyertaan Tuhan Allah. Tapi kematian Kristus berlawanan dengan kematian orang-orang kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia yang pada waktu mati, tidak mendapatkan penyertaan atau pertolongan dari Tuhan Allah. Allah menutup muka-Nya terhadap Kristus. Allah adalah Allah yang adil, sehingga pada saat Kristus mengangkut dosa manusia, Dia tidak menerima penyertaan dari Allah Bapa. Di sini kita melihat satu hal yang begitu paradoks, tapi juga merupakan satu fakta nyata. Kristus yang tidak lagi menerima kasih Allah, menjadi Pemberi kasih. Itu sebabnya Kitab Suci berkata, “Lebih berbahagia orang yang memberi daripada yang menerima.” Kristus menjadi Sumber bahagia dan selamat, karena di atas kayu salib Dia tidak bisa menerima cinta kasih dari manusia.
Di atas kayu salib, segala kesalahan kita domba-domba-Nya, telah disampaikan kepada Dia. Allah menyelamatkan Kristus. Allah tidak pernah tidak mengasihi Kristus. Tetapi saat itu, di atas kayu salib, murka Allah berkehendak meremukkan Dia. Dia menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya begitu besar dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur, mengalir sampai penghabisan. Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat mengetahuinya dari perkataan puncak Kristus di atas kayu salib: “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Orang-orang yang mati di dalam dosa, tetap harus mengakui bahwa Allah adalah Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi penggantian. Yang ada pada mereka, pertama adalah satu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Dan yang kedua adalah satu relasi yang tidak mempunyai gabungan. Barang siapa yang mau mengerti kedahsyatan murka Allah, harus melihat ke kayu salib. Barang siapa yang mau menyelesaikan sampai tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali, dia harus mengerti dari kata keempat yang diucapkan Kristus di atas kayu salib.
Kristus berkata: “Mengapa?….Mengapa?” Jikalau sampai mati kita tidak mengonversi dan tidak menerima kata Kristus, maka apa yang akan kita kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan satu pertanyaan: “Mengapa?” Anda akan bertanya pada diri sendiri: Mengapa saya tidak menerima simpanan? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya mencari dukun? Mengapa saya iri hati? Mengapa saya menolak Kristus? Mengapa saya selalu berbuat dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa saya tidak mengubah sikap yang mengambil hati? Mengapa saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Hanya pertanyaan: “Mengapa?….mengapa?” Beratus-ratus, beribu-ribu, berpuluh-puiluh ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali Anda akan menanyakan alasannya. Dan pertanyaan ini akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa, Tuhan meninggalkan aku? Dan di neraka hanya ada pertanyaan, di neraka hanya ada penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi di neraka tidak ada jalan akhir. Saat kita mendengar ucapan keempat dari Kristus di atas kayu salib, maka kita mengerti satu keadaan dari neraka. Mengapa? Mengapa Allah meninggalkan? Tidak ada jawaban. Hanya ada kesesakan, hanya ada penyesalan, hanya ada pertanyaan tetapi tidak ada jawaban untuk selama-lamanya. Itulah neraka!
Apakah neraka? Neraka yaitu ditinggal oleh Allah. Itulah neraka. Apakah neraka? Apakah itu binasa? Neraka dan binasa yaitu hilang dari hadapan Alah untuk selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh kasih untuk selama-lamanya. Itulah neraka. Saya harap Anda tidak menjadi orang seperti ini. Jika sekarang Anda berkata: “Aku tidak mau kembali kepada Tuhan” , Anda berpaling muka terhadap khotbah-khotbah yang berani menegur dosa, Anda benci kepada firman Tuhan, Anda mencari ke sana-sini untuk menemukan pendeta yang bisa menghibur dan memperbolehkan Anda melakukan segala dosa , Anda mencari gereja sana-sini yang sesuai dengan keinginan kejahatan, Anda memilih agama yang cocok untuk bisa melampiaskan dosa, Anda memilih pendeta yang lebih sesuai dengan kejahatan, Anda memilih gereja yang bertoleransi akan segala kerusakan dan tidak menegur Anda.
Ada satu tempat di mana tidak ada teguran apa-apa. Ada satu tempat di mana tidak ada kebangunan rohani. Ada satu tempat di mana tidak ada khotbah yang keras. Itulah neraka. Orang yang ada di sana, tidak lagi ditegur, tidak lagi diperingatkan untuk menyesuaikan dan meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan untuk selama-lamanya. Ditinggalkan muka Allah yang penuh mulia. Orang seperti itu akan kehilangan itu selama-lamanya.
Kini kita akan kembali memikirkan kejadian di Golgota. “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ini merupakan satu keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke tempat yang paling dalam, menerima hukuman yang paling kejam. Hukuman neraka harus timpa kepada Anak Allah yang tidak berdosa. Kristus pernah menerima dan pernah menerima hukuman neraka mencakup dosa kita sampai mengucapkan kata keempat di kayu salib, “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Itu seruan dari neraka. Itu seruan yang keluar dari hukuman keadilan yang diterima karena kejahatan.
Manusia tidak mungkin mengerti kata-kata ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka akhirnya juga tidak mungkin mengerti, karena yang masuk neraka adalah orang dengan keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Sekali lagi, perhatikan kalimat ini: Manusia tidak akan mengerti seratus persen kalimat ke-empat ini, kecuali dia mempunyai pengalaman berada di dalam neraka. Tetapi orang yang masuk ke dalam neraka adalah orang yang berada dalam keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Mengapa yang tidak Jahat dibuat menjadi Jahat? Saya tidak mengerti. Saya hanya bisa mengatakan bahwa inilah titik terakhir dari perjalanan panjang Kristus mencari orang berdosa.
Kita mengetahui bahwa Kristus menyelamatkan kita sampai akhir. Di dalam kalimat keempat di kayu salib, kita mengetahui cinta Kristus pada kita itu tuntas, karena Dia sudah mengalami satu pengadilan Ilahi dan satu hukuman neraka yang seharusnya Anda dan saya terima. Di sini buktinya cinta Tuhan Yesus pada kita. Keadilan dan kemarahan Allah terjadi tanpa kompromi. Siapakah saya? Siapakah Anda? Jangan kira para majelis, pendeta, penginjil atau setiap kita yang beroleh jabatan dalam pelayanan dapat memperoleh dispensasi dari Allah. Saya melihat banyak pendeta-pendeta tidak berani menegur kesalahan orang lain, karena orang itu memberikan banyak uang. Tetapi di hadapan Allah, tidak ada kecuali. Keadilan dan kemarahan Allah yang tidak berkompromi dinyatakan pada waktu Anak-Nya yang Tunggal mengucapkan kata yang keempat di kayu salib, “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Anda tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman Allah, hanya karena Anda adalah orang yang berkedudukan tinggi, orang kaya ataupun orang yang berasal dari keluarga Kristen. Tidak ada kecuali, tidak ada dispensasi. Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang dan menggabungkan diri dengan murka yang telah diterima oleh Kristus di atas kayu salib. Maka barang siapa berada di dalam Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka.
PERKATAAN SALIB 4 : Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ? (Matius 27:46)
Bacaan : Matius 27:45-50
Firman Allah yang menjadi daging, berfirman pada saat Ia menderita di atas kayu salib. Jam Sembilan pagi. Kristus dipaku di atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke dalam lubang-lubang paku dan luka-luka Yesus Kristus. Keringat-Nya bercampur dengan darah. Kesakitan yang menderita-Nya tidak bisa ditahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap tenang. Setelah tiga jam berada di bawah teriknya matahari, maka terjadilah satu hal yang ajaib, satu tanda yang besar yang dinyatakan dari langit. Satu kegelapan yang besar menudungi daerah itu.
Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib mulai menjadi capaian, orang-orang yang melontarkan kutukan kepada Yesus Kristus mulai menjadi reda, suara-suara sungut dan kutukan dari memeluk dan orang-orang yang mencaci maki mereka sudah menjadi lelah. Keadaan mulai menjadi sunyi, siapakah yang tahan terus menerus memaki orang selama berjam-jam? Mereka yang hanya sekedar menonton apa yang terjadi tidak menjadi heran akan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu bahwa apa yang terjadi di Golgota saat itu merupakan satu peristiwa yang mempunyai makna sepanjang zaman. Orang-orang itu pulang setelah melihat bahwa tidak ada lagi hal-hal yang merangsang rasa ingin tahu mereka. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang sudah turun dari Golgota. Mereka mulai pulang, lebih-lebih lagi karena kegelapan yang menudungi seluruh daerah itu. Kini terjadilah kesepian dan keheningan yang luar biasa di Golgota.
Apakah arti dari kegelapan yang besar yang menudungi bumi ini? Bukankah orang Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus tentang asal mula kuasa tang dinyatakan-Nya? (Matius 21:23). Yesus Kristus menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka, “Dari mana baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” Lalu para tua-tua Yahudi tidak bisa menjawab, lalu mencari sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan hukuman mati agar membasmi Dia dari muka bumi. Di antara apa yang dikatakan mereka kepada Yesus adalah satu permintaan untuk menunjukkan tanda dari sorga (Matius 16:1). Tetapi pada saat itu Yesus Kristus tidak menjawab mereka dan tidak menampilkan tanda-tanda kepada mereka sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu salib.
Di atas kayu salib itulah, tanda ajaib yang diminta oleh orang Yahudi diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah tanda yang menggirangkan, menggairahkan, memuaskan, memberikan pengharapan baru kepada mereka, melainkan satu tanda ajaib yang mengagetkan mereka. Kegelapan yang begitu besar telah menutupi seluruh daerah, sehingga orang tidak bisa menerobos ataupun mengusir kegelapan dari atas kepala mereka. Jikalau Yesus adalah orang biasa, maka waktu Dia dipaku sebagai seorang berdosa bahkan dipersamakan dengan lemah lembut, bukan saja manusia akan senang karena keadilan Allah dinyatakan bahkan langit akan senang bukan? Tetapi kali ini terbalik. Matahari menjadi malu dan tidak berani melihatnya; seluruh angkasa menyatakan keajaiban. Alam semesta yang dicipta oleh Allah, tiba-tiba memberikan satu pernyataan bahwa mereka tidak setuju akan hal yang sangat tidak berperikemanusiaan yang terjadi di tanah yang menjadi pusat agama pada waktu itu.
Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir. Niat untuk menyalibkan dan membunuh Yesus Kristus bukan timbul dari pikiran orang yang tidak mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana yang dikhianati dari bangsa yang menamakan diri “kaum pilihan Allah”. Kristus dipaku, dihukum, dibunuh oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai orang yang mengaku beribadat kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai orang Kristen dengan orang lain yang atheis, kafir dan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus?
Kita dapat melihat segala kerusakan hati manusia yang dinyatakan secara total pada waktu Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus adalah tempat di mana segala oknum harus menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya ke atas Yesus Kristus; yang kedua menyatakan reaksi mereka kepada Yesus Kristus; orang-orang di tengah jalan menyatakan kelalaian dan ketidakpedulian mereka kepada salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satu-satunya tempat di mana semua orang harus menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan yang menganugerahkan kita. Dengan demikian, apa yang dikatakan Simeon pada waktu Yesus Kristus di sunat pada hari ke delapan sudah digenapkan.
Kegelapan yang terjadi pada waktu penyaliban bukanlah kegelapan biasa, bukan pula awan tebal, juga bukan gerhana matahari karena gerhana matahari tidak menyebabkan kegelapan sampai tiga jam lamanya, lagi pula hari Paskah orang Yahudi adalah persis pada waktu bulan purnama, dan gerhana matahari tidak terjadi pada waktu bulan purnama. Jadi kegelapan tersebut adalah kegelapan yang luar biasa. Itu terjadi mulai jam dua belas siang, waktu di mana matahari bersinar paling terang dan paling besar sinarnya. Sama seperti matahari bersinar paling terang, waktu itu juga terjadi kegelapan paling gelap. Kuasa Allah luar biasa. Anak dari Allah yang mengadakan terang sejak dunia diciptakan, mengalami kegelapan yang terbesar.
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan tentang Kristus:
-. Pada saat Kristus dilahirkan, ada gembala-gembala yang melihat cahaya yang besar di tengah malam yang gelap.
-. Yesus Kristus pernah menyatakan terang yang jauh lebih besar dari cahaya matahari pada waktu Paulus ada di tengah perjalanan menuju Damsyik untuk menganiaya orang Kristen.
Bukankah Kristus dapat kita ibaratkan sebagai matahari kebenaran, kekekalan, keadilan dan mempunyai terang yang lebih besar dari matahari yang kita kenal di alam semesta? Tetapi janganlah kita melupakan bahwa ketika Kristus menanggung dosa Anda dan saya, Ia mengalami kegelapan yang paling gelap, dan kegelapan itu terjadi pada jam dua belas, waktu di mana seharusnya matahari bersinar paling terik. Inilah suatu paradoks yang tidak habis-habisnya kita pikirkan seumur hidup. Kristus adalah Tuhan Pemberi hidup, tetapi Dia menerima kematian di paku di atas kayu salib. Kristus adalah Pelepasan bagi seluruh umat manusia, tetapi Dia terikat dan terikat di atas kayu salib. Dia adalah Pemberi berkat bagi seluruh zaman dan semua bangsa, tetapi Dia sendiri menerima kutukan dan mengirimkan ke atas kayu salib. Dia terang, tetapi Dia menerima kegelapan paling besar di kayu salib.
Setelah tiga jam kegelapan itu terjadi, barulah orang-orang menyadari bahwa matahari tidak bersinar (Lukas 23:44-45). Orang-orang yang memaku dan menjatuhkan hukuman dengan swemena-mena menjadi takut dan gentar. Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang Yahudi menjadi terkejut dan teringat. Tidak ada suara di Golgota. Di tengah-tengah kegelapan mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini, Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian pada waktu kegelapan itu? Keluhan dan kesusahan karena meremas-perampok di atas kayu salib yang tidak bisa menahan rasa sakit.
Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan kalimat ke empat di atas salib. Apakah setelah disalibkan selama enam jam, manusia masih mempunyai kekuatan yang besar? Apakah setelah mengalirkan darah begitu banyak, manusia masih bisa mempertahankan suara yang keras? Tidak mungkin. Ini satu hal yang tidak logis. Sesudah enam jam mengalirkan darah terus menerus, menurut ilmu kedokteran, orang tersebut pasti menjadi lemah sekali dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengucapkan sesuatu. Jika kita terluka dan luka itu terus mengalirkan darah tanpa henti, bukankah satu dua menit kemudian hati kita sudah mulai gelisah? Bagaimanakah jika hal itu terjadi selama enam jam? dalam tubuh orang dewasa ada kira-kira lima liter. Lima liter darah yang keluar dari luka-luka yang besar, akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi dalam keadaan seperti itu, Yesus Kristus berteriak dengan suara yang keras! Suara yang timbul dari satu kekuatan yang bukan ditimbulkan oleh manusia biasa yang ingin mati, tetapi kekuatan yang membuktikan bahwa Kristus tidak lemah. Kristus berteriak: “Eli, Eli, lama sabakhtani!” Artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah alasan Engkau meninggalkan Aku?”
Suara itu bukan saja menggentarkan hati manusia yang ada di bukit Golgota, tapi suara yang begitu keras menggema di awan-awan dan seluruh alam semesta. Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Kalimat ke empat ini begitu menggentarkan dan saya sendiri merasa tidak layak mengkhotbahkan kalimat ini. Perkataan Kristus ini adalah yang paling sulit dipahami. Martin Luther pernah memikirkan ayat ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri sambil memukuli dadanya dan berkata: “Siapakah yang dapat mengerti bahwa Allah meninggalkan Allah?” Allah-Nya Allah, hanya ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah Anak, Oknum, Kedua Tritunggal yang diutus oleh Allah Bapa, Oknum Pertama Tritunggal. Allah Oknum Kedua adalah Allah yang menyelamatkan kebenaran, menyelamatkan keadilan dan membenci segala dosa dan kefasikan. Allah Oknum Pertama mengurapi Dia dengan minyak sorgawi, minyak kegembiraan. Tapi kini di atas salib, Allah-Nya Allah mengurapi Allah dengan tudungan kegelapan yang agung. Kini Allah berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Beberapa jam sebelum penyaliban, Kristus mengatakan satu kalimat kepada murid-murid-Nya bahwa mereka akan meninggalkan Dia, tetapi Dia tidak akan menjadi takut karena Bapa-Nya beserta Dia (Yohanes 16:32). Yesus berdoa di taman Getsemani kepada Bapa-Nya meminta agar cawan perpisahan disingkirkan tetapi bukan menurut kehendak Dia melainkan menurut kehendak Bapa. Tidak ada doa yang lebih memuncakkan ketaatan dari doa Yesus di taman Getsemani. Dia mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya. Pada saat itu Kristus memilih tiga orang murid yang rohaninya paling baik dan paling dekat dengan Dia. Ya Tuhan berharap agar mereka berjaga-jaga dan berdoa, tetapi ketiga orang ini tertidur. Kristus berdoa tiga kali dengan kalimat yang sama: “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39). Berapa besar pergumulan yang menghadap Kristus saat itu tidak mungkin kita mengerti, tetapi yang kita tahu adalah bahwa Kristus menyatakan ketaatan yang luar biasa, ketaatan yang tuntas kepada Allah. Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu yang jadi.
Apakah di antara Oknum Tritunggal ada kehendak yang saling berlawanan? Apakah kehendak Allah Bapa berbeda dengan kehendak Allah Anak? Tidak. Pada waktunya, di mana Kristus menjadi manusia yang bersalut daging dan darah, Dia mempunyai kebebasan untuk tidak taat kepada Allah. Tetapi dalam kemungkinan ini, Kristus tetap rela dan taat menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa. Apakah arti dari doa Yesus di Getsemani? Apakah Yesus takut mati? Tidak. Jika Yesus takut mati, Ia tidak akan berinkarnasi datang ke dunia. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba satu saat yang paling sulit bagi Yesus Kristus, saat itu adalah di saat Dia berteriak , “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Di taman Getsemani, Kristus pernah menegur Petrus yang menghunus pedang memotong telinga Malkhus berkata: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, karena barang siapa menggunakan pedang, a kan binasa oleh pedang. Atau kau sangka, bahwa Aku tidak dapat meminta kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirimkan lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk membantu Aku?” Waktu Yesus Kristus mengalami kesulitan yang terbesar, malaikat-malaikat suci yang bersembah sujud kepada-Nya ikut melihat dengan teliti. Malaikat-malaikat ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi, karena Raja Surga yang rela turun ke dalam dunia dan begitu sengsara adalah hal yang di luar dugaan dan kemampuan pikiran manusia (1 Petrus 1:12).
Malaikat-malaikat menyaksikan kelahiran Kristus, melayani Dia setelah dicobai di padang gurun, menjaga kubur Yesus, menyebarkan atas kebangkitan-Nya, menceritakan tentang kedatangan Kristus pada saat kenaikan-Nya dan kelak akan ikut datang ke dunia pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali. Iblis adalah malaikat jahat yang sudah jatuh. Dalam setiap langkah Kristus, baik sejak kelahiran sampai kenaikan Kristus ke Golgota, iblis berminat untuk menjatuhkan Kristus, membunuh Kristus, meremukkan Kristus. Tetapi malaikat yang baik, yang suci atau istilah khususnya malaikat yang terpilih, memperhatikan setiap langkah dan peristiwa teragung dalam sejarah dalam diri Yesus Kristus. Kalau Kristus mau meminta pertolongan pada malaikat, maka batalion-batalion malaikat akan turun dan Golgota akan menjadi tempat mayat-mayat bergelimpangan. Tetapi Yesus mempertahankan bibir mulutnya, Ia tidak mau memanggil malaikat.
Di Golgota, malaikat-malaikat tidak tampak, suara Allah tidak terdengar, kegelapan meraja-lela. Dalam kehidupan kita mengikut Kristus, kadang-kadang Allah mengizinkan satu kegelapan yang besar di mana saat itu seolah-olah kita tidak bisa tahan. Kita mungkin berteriak: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan kita dapat sedikit mengerti akan perkataan Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang pun yang akan menyelami bahkan sampai kekekalan pun tidak mungkin pernah ada orang yang bisa mengerti tuntas akan kata Kristus yang keempat ini. Apakah alasannya? Karena yang mengatakan kalimat ini bukanlah manusia yang berdosa. Jika Allah meninggalkan kita, maka memang kita orang yang berdosa. Tetapi mengapa Kristus meninggalkan Allah padahal Dia tidak pernah berdosa?
Pada saat Kristus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, surga terbuka dan Allah bapa berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16-17). Demikian pula pada peristiwa lain di bukit Hermon di mana Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama untuk berdoa, dan pada saat itu Yesus berbicara dengan Musa dan Elia. Pada saat Petrus mengutarakan pendapatnya untuk membangun tiga buah kemah bagi kedua nabi Allah dan bagi Kristus sendiri, turunlah awan yang terang dan suara Allah Bapa dari sorga mengkonfirmasi sekali lagi akan kasih-Nya kepada Kristus Anak-Nya dengan kata: “ Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Matius 17).
Saat-saat seperti itu adalah saat Kristus paling membutuhkan kesaksian Allah dan Allah Bapa tidak pernah meninggalkan Dia. Tetapi jika kedua peristiwa ini dibandingkan dengan keperluan pada waktu Kristus disalib, bukankah saat itu adalah momen di mana Kristus paling perlu mendapat kesaksian dari Allah Bapa? Waktu Yesus Kristus berbicara dengan orang-orang yang agung seperti Elia dan usa, maka manusia yang mengikut Dia mulai tidak memperhatikan Kristus. Dan Kristus memerlukan kesaksian atas keunikan diri-Nya pada saat itu juga dari Allah Bapa. Dan pada kedua peristiwa tersebut, Allah memberikan kesaksian-Nya atas Anak-Nya. Tetapi peristiwa kedua itu tidak bisa dibandingkan dengan kebutuhan yang paling mendesak dan mendesak, yaitu pada waktu Kristus disalibkan. Tetapi pada saat yang paling perlu, Kristus berkata: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Mengapa Yesus Kristus tidak berteriak: “Yudas, Yudas, mengapa kamu menjual Aku?” Mengapa Yesus tidak berteriak “Petrus, Petrus, mengapa kamu tiga kali menyangkal Aku?” Mengapa Tuhan tidak berteriak, “Murid-murid-Ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?” Mengapa Dia tidak berteriak: “Aku ini bukan orang berdosa, mengapa kamu memaku Aku?” Mengapa Tuhan tidak berkata: “Pilatus, Pilatus, apakah alasan Anda menjatuhkan hukuman kepada-Ku?
Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus, Pilatus ataupun murid-murid-Nya yang lain, tetapi Tuhan tetap mengingat bahwa satu hubungan yang penting bukanlah hubungan yang bersifat horizontal. Hubungan yang penting bagi Tuhan Yesus bukanlah masalah manusia yang bisa menjual Dia. Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib bukanlah karena kesuksesan Yudas yang bisa menjual Dia. Yesus disalib bukan karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan hukuman kepada-Nya, tetapi Yesus Kristus disalib karena satu sebab yaitu karena Allah telah menetapkan untuk meremukkan Dia sebagai korban penebus dosa kita (Yesaya 53:10).
Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan mazmur nomor 22 dan di dalamnya sudah ada kata: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Apakah teriakan Tuhan ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2? Jikalau Kristus harus menghafal ayat untuk mengisi kekosongan waktu dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Memang kata Daud sama kalimatnya, sama artinya, sama hurufnya dan pernah diucapkan oleh Daud. Apakah Kristus mengutip Daud atau sebaliknya, Daud digerakkan oleh Roh Kudus untuk menuliskan kata ini? Bukan Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan penderitaan dan sengsara yang belum pernah diketahui sebelumnya dan akan dialami oleh Kristus.
Roh Kristus adalah Roh yang kekal yang sudah bekerja sebelum Dia inkarnasi, untuk menggerakkan nabi-nabi sebelum Dia melihat dengan jelas melalui kuasa Roh Kudus. Nabi-nabi sebelum Kristus melihat dan membuatkan tentang Kristus. Itulah sebabnya perjanjian dalam Perjanjian Lama kita melihat nubuat bahwa Kristus akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakaria 11:12), dilahirkan di Betlehem (Mikha 5:1), mati di tengah-tengah orang berdosa, dikuburkan di dalam kuburan orang kaya (terj (Versi King James dari Yesaya 53:9). Semua yang dituliskan dalam Perjanjian Lama harus digenapkan hanya oleh Kristus satu orang, khususnya nubuat-nubuat mengenai Mesias. Ini tidak lain karena Roh Kudus sudah bekerja sebelumnya menginspirasikan firman Tuhan kepada manusia.
Jika kalimat pertama di atas salib Kristus menyebut Bapa dan kalimat terakhir juga menyebut Bapa, mengapa pada waktu yang di tengah ini tidak menyebut kalimat Bapa selain Allah? Mengapa Kristus tidak berteriak: “Bapa-Ku, Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Tetapi mengapa Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Bukankah ini satu hal yang menarik bagi kita? Kristus pernah berkata, “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” (Yohanes 10:30) dan “Aku tidak seorang diri, sebab menyertai Bapa Aku.” (Yohanes 16:32).
Perkataan Kristus keempat menunjukkan perbedaan status. Saat ini, Kristus berdiri sebagai orang berdosa. Yesus Kristus berdiri sebagai orang berdosa menggantikan Anda dan saya. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21).
Sampai selama-lamanya kita tidak mungkin mengerti bagaimana Kristus yang tidak berdosa menjadi berdosa. Kita hanya bisa mengerti bahwa kita yang dianggap berdosa menjadi tidak berdosa melalui pembenaran oleh Kristus karena Dia mati bagi kita. Kita bisa mengerti dan tahu bahwa diri kita disucikan dan dikuduskan di hadapan Tuhan karena karya Kristus. Tetapi bagaimanakah kita bisa mengerti akan Kristus yang tidak dibuat menjadi berdosa? Bagaimanakah kita mengerti bahwa Dia yang benar, menjadi tidak benar karena kita? (1 Petrus 3:18). Namun, walaupun hal itu tidak dapat kita mengerti, Alkitab mengajarkan bahwa hal itu harus kita terima dengan iman.
1). Kristus berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku….” Dia berteriak dengan status sebagai orang berdosa, bukan status sebagai Anak Allah meskipun pada saat itu Dia adalah Anak Allah yang kekal juga. Cerintus, yang merupakan bidat abad pertama yang menjadi lawan dari rasul Yohanes mengajarkan bahwa dengan teriakan tersebut berarti Kristus sedang meninggalkan Yesus. Jadi teorinya, pada waktu Yesus dibaptiskan Yohanes Pembaptis, Kristus menaungi Yesus dan pada waktu disalibkan, Kristus meninggalkan Yesus. Pikiran semacam itu sudah meracuni Saksi-saksi Yehova. Padahal, arti teriakan Kristus bukan demikian. Teriakan Kristus ini pun bukan merupakan kata Kristus sebagai Oknum Kedua kepada Bapa sebagai Oknum Pertama Allah Tritunggal yang kekal, tetapi teriakan Kristus dengan status sebagai Oknum penanggung seluruh dosa manusia termasuk Anda dan saya.
2). Kristus berseru: “Allah-Ku, Allah-Ku…” Kristus tetap memegang satu hubungan vertikal yang tidak tergoncangkan. Tetapi bagaimana Allah meremukkan Dia padahal Allah adalah Allah-Nya? Jika kita renungkan, kata keempat ini berbeda sesekali dengan keadaan jika kita tidak Dipahami oleh orang lain. Bagaimana Allah memberikan hukuman pada-Nya, padahal Allah itu adalah Allah Yesus Kristus? Di dalam kekekalan, kita yang sudah di tebus-Nya tidak akan pernah ditinggalkan oleh Kristus karena Kristus tidak ditinggalkan Allah dan Kristus adalah Allah.
Pada saat kelahiran-Nya, ada terang yang besar di tengah kegelapan; tetapi pada saat mati-Nya, ada kegelapan yang besar di tengah matahari yang bersinar terang. Di sini kita melihat adanya kontradiksi. Di tengah-tengah kegelapan, Dia menerima terang; di tengah-tengah terang, Dia menerima kegelapan. Kelahiran Kristus ajaib, kematian Kristus ajaib. Siapakah Yesus? Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang kepada dunia yang gelap, tetapi waktu mati-Nya Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa kepada diri-Nya dan Dia dikucilkan oleh Allah, tetapi Yesus Kristus di dalamnya. Jikalau Yesus tidak bersedia menanggung dosa Anda dan saya, maka tidak ada orang yang boleh menanggung dosanya di atas diri Yesus. Jikalau Yesus tidak rela mentaati kehendak Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya, tidak ada seorang pun yang dapat merebut hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu salib.
Sekarang tibalah saat yang paling pekat, paling sedih, saat di mana Kristus harus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Untuk mencari kita domba yang tersesat, maka Kristus datang ke dunia menjadi Gembala kita. Untuk mencari kita yang jauh dari Tuhan, akhirnya Kristus harus menjauhkan diri dari Tuhan. Untuk mencari kita yang berdosa, maka Kristus dijadikan berdosa karena kita. Untuk menjadikan kita anak-anak Allah, maka Anak Allah harus turun dan menjadi Anak Manusia. Supaya kita bisa hidup di sorga, maka Dia harus turun ke dunia. Supaya kita bisa mendapatkan hidup yang kekal, Dia harus mati bagi kita. Pada saat Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga mencari orang Jahat, telah sampai pada satu titik ke bahaya an dan kesulitan serta kedalaman yang tidak akan bisa dicapai oleh manusia.
Salam sepanjang sejarah, orang-orang suci dianiaya gereja dan mati sebagai martir karena memegang iman yang teguh kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang teguh akan janji Kristus dan menerima penyertaan Tuhan Allah. Tapi kematian Kristus berlawanan dengan kematian orang-orang kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia yang pada waktu mati, tidak mendapatkan penyertaan atau pertolongan dari Tuhan Allah. Allah menutup muka-Nya terhadap Kristus. Allah adalah Allah yang adil, sehingga pada saat Kristus mengangkut dosa manusia, Dia tidak menerima penyertaan dari Allah Bapa. Di sini kita melihat satu hal yang begitu paradoks, tapi juga merupakan satu fakta nyata. Kristus yang tidak lagi menerima kasih Allah, menjadi Pemberi kasih. Itu sebabnya Kitab Suci berkata, “Lebih berbahagia orang yang memberi daripada yang menerima.” Kristus menjadi Sumber bahagia dan selamat, karena di atas kayu salib Dia tidak bisa menerima cinta kasih dari manusia.
Di atas kayu salib, segala kesalahan kita domba-domba-Nya, telah disampaikan kepada Dia. Allah menyelamatkan Kristus. Allah tidak pernah tidak mengasihi Kristus. Tetapi saat itu, di atas kayu salib, murka Allah berkehendak meremukkan Dia. Dia menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya begitu besar dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur, mengalir sampai penghabisan. Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat mengetahuinya dari perkataan puncak Kristus di atas kayu salib: “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Orang-orang yang mati di dalam dosa, tetap harus mengakui bahwa Allah adalah Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi penggantian. Yang ada pada mereka, pertama adalah satu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Dan yang kedua adalah satu relasi yang tidak mempunyai gabungan. Barang siapa yang mau mengerti kedahsyatan murka Allah, harus melihat ke kayu salib. Barang siapa yang mau menyelesaikan sampai tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali, dia harus mengerti dari kata keempat yang diucapkan Kristus di atas kayu salib.
Kristus berkata: “Mengapa?….Mengapa?” Jikalau sampai mati kita tidak mengonversi dan tidak menerima kata Kristus, maka apa yang akan kita kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan satu pertanyaan: “Mengapa?” Anda akan bertanya pada diri sendiri: Mengapa saya tidak menerima simpanan? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya mencari dukun? Mengapa saya iri hati? Mengapa saya menolak Kristus? Mengapa saya selalu berbuat dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa saya tidak mengubah sikap yang mengambil hati? Mengapa saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Hanya pertanyaan: “Mengapa?….mengapa?” Beratus-ratus, beribu-ribu, berpuluh-puiluh ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali Anda akan menanyakan alasannya. Dan pertanyaan ini akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa, Tuhan meninggalkan aku? Dan di neraka hanya ada pertanyaan, di neraka hanya ada penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi di neraka tidak ada jalan akhir. Saat kita mendengar ucapan keempat dari Kristus di atas kayu salib, maka kita mengerti satu keadaan dari neraka. Mengapa? Mengapa Allah meninggalkan? Tidak ada jawaban. Hanya ada kesesakan, hanya ada penyesalan, hanya ada pertanyaan tetapi tidak ada jawaban untuk selama-lamanya. Itulah neraka!
Apakah neraka? Neraka yaitu ditinggal oleh Allah. Itulah neraka. Apakah neraka? Apakah itu binasa? Neraka dan binasa yaitu hilang dari hadapan Alah untuk selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh kasih untuk selama-lamanya. Itulah neraka. Saya harap Anda tidak menjadi orang seperti ini. Jika sekarang Anda berkata: “Aku tidak mau kembali kepada Tuhan” , Anda berpaling muka terhadap khotbah-khotbah yang berani menegur dosa, Anda benci kepada firman Tuhan, Anda mencari ke sana-sini untuk menemukan pendeta yang bisa menghibur dan memperbolehkan Anda melakukan segala dosa , Anda mencari gereja sana-sini yang sesuai dengan keinginan kejahatan, Anda memilih agama yang cocok untuk bisa melampiaskan dosa, Anda memilih pendeta yang lebih sesuai dengan kejahatan, Anda memilih gereja yang bertoleransi akan segala kerusakan dan tidak menegur Anda.
Ada satu tempat di mana tidak ada teguran apa-apa. Ada satu tempat di mana tidak ada kebangunan rohani. Ada satu tempat di mana tidak ada khotbah yang keras. Itulah neraka. Orang yang ada di sana, tidak lagi ditegur, tidak lagi diperingatkan untuk menyesuaikan dan meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan untuk selama-lamanya. Ditinggalkan muka Allah yang penuh mulia. Orang seperti itu akan kehilangan itu selama-lamanya.
Kini kita akan kembali memikirkan kejadian di Golgota. “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ini merupakan satu keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke tempat yang paling dalam, menerima hukuman yang paling kejam. Hukuman neraka harus timpa kepada Anak Allah yang tidak berdosa. Kristus pernah menerima dan pernah menerima hukuman neraka mencakup dosa kita sampai mengucapkan kata keempat di kayu salib, “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Itu seruan dari neraka. Itu seruan yang keluar dari hukuman keadilan yang diterima karena kejahatan.
Manusia tidak mungkin mengerti kata-kata ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka akhirnya juga tidak mungkin mengerti, karena yang masuk neraka adalah orang dengan keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Sekali lagi, perhatikan kalimat ini: Manusia tidak akan mengerti seratus persen kalimat ke-empat ini, kecuali dia mempunyai pengalaman berada di dalam neraka. Tetapi orang yang masuk ke dalam neraka adalah orang yang berada dalam keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Mengapa yang tidak Jahat dibuat menjadi Jahat? Saya tidak mengerti. Saya hanya bisa mengatakan bahwa inilah titik terakhir dari perjalanan panjang Kristus mencari orang berdosa.
Kita mengetahui bahwa Kristus menyelamatkan kita sampai akhir. Di dalam kalimat keempat di kayu salib, kita mengetahui cinta Kristus pada kita itu tuntas, karena Dia sudah mengalami satu pengadilan Ilahi dan satu hukuman neraka yang seharusnya Anda dan saya terima. Di sini buktinya cinta Tuhan Yesus pada kita. Keadilan dan kemarahan Allah terjadi tanpa kompromi. Siapakah saya? Siapakah Anda? Jangan kira para majelis, pendeta, penginjil atau setiap kita yang beroleh jabatan dalam pelayanan dapat memperoleh dispensasi dari Allah. Saya melihat banyak pendeta-pendeta tidak berani menegur kesalahan orang lain, karena orang itu memberikan banyak uang. Tetapi di hadapan Allah, tidak ada kecuali. Keadilan dan kemarahan Allah yang tidak berkompromi dinyatakan pada waktu Anak-Nya yang Tunggal mengucapkan kata yang keempat di kayu salib, “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Anda tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman Allah, hanya karena Anda adalah orang yang berkedudukan tinggi, orang kaya ataupun orang yang berasal dari keluarga Kristen. Tidak ada kecuali, tidak ada dispensasi. Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang dan menggabungkan diri dengan murka yang telah diterima oleh Kristus di atas kayu salib. Maka barang siapa berada di dalam Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka.
Kalimat keempat ini adalah kalimat paling kejam dan paling terkurung di alam semesta! Anda tidak akan pernah menemukan kalimat yang sama di dalam buku apa pun yang lain di dunia ini. Kalimat ini tidak akan Anda temukan di dalam buku filsafat, buku agama, syair atau buku apa pun yang Anda baca di dunia ini. Anda tidak akan menemukan satu kalimat di dalam buku apa pun yang lebih menakutkan dari pada kalimat keempat dari Kristus di atas kayu salib.
Baca Juga: Matius 27:46 (Eli, Eli, lama sabakhtani)
Baca Juga: Matius 27:46 (Eli, Eli, lama sabakhtani)
Allah meninggalkan Kristus. Kalimat yang paling tuntas, sulit dan kejam ini, justru menjadi titik akhir dari perjuangan yang keras. Dan mulai dari situ-lah titik akhir menghentikan segala peperangan. Jikalau Kristus tidak pernah datang ke situ, maka itu menjadi tempat bagi Anda dan saya. Jikalau Kristus belum pernah ke tempat itu maka kutukan harus diterima Anda dan saya. Jika Kristus tidak pernah ke situ, maka hukuman yang tuntas harus diterima Anda dan saya. Puji Tuhan! Barang siapa yang mengerti kata “Ya Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” akan mendengar di dalam kalimat itu terkandung satu kalimat yang mengatakan: “Anakku, Anakku, Aku tidak akan meninggalkanmu” (Anak-Ku, Anak-Ku, Aku tidak akan meninggalkanmu. Karena Aku sudah pernah meninggalkan Kristus bagimu).
Barang siapa yang pernah mengerti kata Kristus ini dan mematuhi Kristus, tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini mungkin terjadi karena Kristus pernah menyakiti Anda dan saya. Roh-roh, jiwa-jiwa yang ditebus oleh Tuhan kiranya bersyukur kepada Dia dan berkata kepada-Nya:
“Ya Tuhan, aku mengerti kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam keadaan yang paling sulit, Kristus sudah menjalani dengan taat. Dan melalui Dia, aku bisa memperbaharui hubungan dengan Tuhan Allah. Aku bersyukur.”
Barang siapa yang pernah mengerti kata Kristus ini dan mematuhi Kristus, tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini mungkin terjadi karena Kristus pernah menyakiti Anda dan saya. Roh-roh, jiwa-jiwa yang ditebus oleh Tuhan kiranya bersyukur kepada Dia dan berkata kepada-Nya:
“Ya Tuhan, aku mengerti kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam keadaan yang paling sulit, Kristus sudah menjalani dengan taat. Dan melalui Dia, aku bisa memperbaharui hubungan dengan Tuhan Allah. Aku bersyukur.”