Amsal 17:20-28 - Kebodohan dan Kefasikan

Matthew Henry (1662 – 1714).

BAHASAN : Amsal 17:20-28 - Kebodohan dan Kefasikan
Amsal 17:20-28 - Kebodohan dan Kefasikan
Amsal 17:20. “Orang yang serong hatinya tidak akan mendapat bahagia, orang yang memutar-mutar lidahnya akan jatuh ke dalam celaka.”
Perhatikanlah:
1. Menyusun rancangan-rancangan yang jahat tidak akan membawa keuntungan bagi kita. Kita tidak mendapat apa-apa darinya: orang yang serong hatinya, yang menebarkan perpecahan dan penuh dengan kebencian, jangan berharap bisa mendapat cukup untuk mengimbangi hilangnya ketenangan jiwa dan nama baiknya, dan juga ia tidak bisa mendapat kepuasan sejati di dalamnya. Ia tidak akan mendapat bahagia.
2. Berkata-kata kasar akan membawa banyak kerugian bagi kita: orang yang memutar-mutar lidahnya, yang penuh kata-kata keji dan kasar, kata-kata kotor atau fitnah, akan jatuh ke dalam satu atau lain celaka, akan kehilangan teman-temannya, membangkitkan amarah musuh-musuhnya, dan mendatangkan kesusahan pada dirinya sendiri. Sudah banyak orang membayar dengan harga yang mahal karena lidah yang tidak dikekang.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.

Amsal 17:21.“Siapa mendapat anak yang bebal, mendapat duka, dan ayah orang bodoh tidak akan bersukacita.”
Ayat 21 ini mengungkapkan dengan amat tegas apa yang dengan amat peka dirasakan oleh banyak orang bijak dan baik, yaitu betapa menye-dihkan dan menjengkelkannya mempunyai anak jahat yang bodoh.
Lihatlah di sini :
1. Betapa tidak pastinya perkara-perkara bagi kenyamanan tubuh jasmani kita, sehingga kita tidak hanya sering kali dikecewakan olehnya, tetapi juga apa yang kita sangka dapat memberikan kepuasan terbesar ternyata merupakan salib terberat yang harus kita pikul. Ada kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia, namun, jika anak yang dilahirkan ternyata jahat, ayahnya sendiri akan berharap alangkah baiknya ia tidak pernah dilahirkan. Nama Absalom berarti kedamaian ayahnya, tetapi justru dialah yang membawa kesukaran terbesar bagi ayahnya.
Seharusnya keinginan untuk memiliki anak, dan kesenangan orang tua terhadap mereka, sedikit banyak diredakan dengan menyadari bahwa mungkin saja anak-anak mereka membawa dukacita bagi mereka. Tetapi, dalam hal ini sudah seharusnya keluhan-keluhan ayah yang menderita dibungkam, bahwa jika anaknya bodoh, anak yang bodoh itu lahir dari benihnya sendiri. Dan oleh sebab itu, ia harus memandangnya dari segi yang terbaik, dan menganggapnya sebagai salibnya sendiri, dan terlebih lagi karena Adam melahirkan anak dalam gambar dan rupanya sendiri.
2. Betapa tidak bijaknya kita bila sedang menderita karena satu kesusahan (dan itu karena anak yang susah diatur, seperti juga karena hal-hal lain) kita menjadi bersedih hati sampai lupa segalanya: ayah orang bodoh begitu memasukkannya ke dalam hati sehingga ia tidak bersukacita dalam hal apa pun juga. Namun, itu salahnya sendiri. Masih ada cukup banyak sukacita untuk mengimbangi dukacita seperti itu sekalipun.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.

Amsal 17:22. “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.”
Perhatikanlah:
1. Gembira itu sehat. Tuhan itu memelihara tubuh, dan sudah menyiap-kan persediaan baginya, bukan hanya makanan, melainkan juga obat-obatan. Dan di sini Dia berkata kepada kita bahwa obat yang terbaik adalah hati yang gembira, bukan hati yang kecanduan dengan kegembiraan yang sia-sia dan bersifat kedagingan.

Salomo sendiri berkata tentang kegembiraan seperti itu, bahwa itu bukanlah obat, melainkan kegilaan. Itu bukan makanan, melainkan racun. Apa gunanya itu? Tetapi yang dimaksudkannya adalah hati yang bersukacita di dalam Allah, dan yang melayani-Nya dengan gembira, dan kemudian merasakan penghiburan dari kesenangan-kesenangan lahiriah dan terutama penghiburan dari percakapan yang menyenangkan.
Sungguh merupakan rahmat yang besar bahwa Allah memberi kita izin untuk bergembira dan alasan untuk bergembira, terutama jika dengan anugerah-Nya Ia memberi kita hati untuk bergembira. Ini baik seperti obat (begitu sebagian orang membaca ayat ini). Ini akan membuat tubuh ada dalam keadaan yang baik dan dapat bekerja dengan lebih baik. Atau, itu membawa kebaikan seperti halnya obat bagi tubuh, dengan membuatnya enak dan sehat untuk bekerja.

Tetapi, jika kegembiraan adalah obat (dengan memahaminya sebagai hiburan dan liburan), maka itu harus digunakan dengan hemat, hanya bila ada kesempatan, dan jangan dijadikan sebagai makanan, tetapi harus digunakan seperti obat, sub regimine – sebagai pengobatan yang diatur penggunaannya, dan dibuat sesuai dengan aturan.
2. Kesedihan-kesedihan pikiran sering kali berpengaruh besar pada sakitnya tubuh: semangat yang patah, yang tenggelam oleh beban-beban penderitaan, dan terutama hati nurani yang terluka oleh perasaan bersalah dan ketakutan akan murka, mengeringkan tulang, menyerap kelembapannya sampai ke akar-akarnya, mengikis habis sumsum-sumsumnya, dan menyisakan tulang-belulang belaka pada tubuh. Oleh sebab itu, kita harus berjaga-jaga dan berdoa melawan segala kecondongan untuk bersedih hati, sebab semua kecondongan itu membawa kita ke dalam kesusahan dan juga pencobaan.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.
Amsal 17:23. “Orang fasik menerima hadiah suapan dari pundi-pundi untuk membelokkan jalan hukum.”
Lihatlah di sini:
1. Betapa jahatnya suapan itu: sungguh fasik orang yang mau mene-rima hadiah suapan untuk memberikan kesaksian, putusan, atau peng-hakiman palsu. Ketika ia menerimanya, ia menjadi malu karenanya, sebab ia menerima suap itu dengan serahasia mungkin, dari pundi-pundi yang diketahuinya sudah dipersiapkan baginya. Hadiah suapan itu disembunyikan dengan begitu rapi, dan begitu licik sehingga, jika bisa, ia akan menyembunyikannya dari hati nuraninya sendiri.

Hadiah suapan diterima dari pundi-pundi orang fasik (begitu sebagian orang membaca ayat ini). Sebab jahatlah orang yang memberi suap, seperti juga orang yang menerimanya.
2. Betapa dahsyatnya suap itu. Suap itu begitu kuat sampai-sampai membengkokkan jalan hukum. Jalan keadilan tidak saja terhambat, tetapi juga berubah menjadi ketidakadilan. Dan kesalahan-kesalahan terbesar dilakukan dengan dalih berbuat benar.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.

Amsal 17:24 “Pandangan orang berpengertian tertuju pada hikmat, tetapi mata orang bebal melayang sampai ke ujung bumi.”
Perhatikanlah:
1. Harus dipandang cerdas orang yang tidak hanya memiliki hikmat, tetapi juga yang siap menggunakannya apabila ada kesempatan untuk itu. Dia menaruh hikmat di hadapannya (KJV), seperti kemudi dan kompas untuk mengarahkan jalannya, dan pandangannya selalu tertuju padanya, seperti orang yang sedang menulis tulisannya. Ia memilikinya di hadapan dia. Hikmat itu tidak harus dicari, tetapi diam di dekatnya.
2. Orang yang pikirannya kacau, yang suka melantur dan melayang-layang ke mana-mana, tidak akan pernah layak untuk melakukan pekerjaan yang mantap. Sungguh bodoh, dan tidak ada gunanya, orang yang matanya melayang sampai ke ujung bumi, yang melihat ke sini, ke sana, dan ke mana-mana, ke mana saja kecuali ke tempat seharusnya ia melihat, yang tidak dapat menetapkan pikiran-pikirannya pada satu topik atau yang tidak berusaha mencapai satu tujuan dengan cara yang tetap. Ketika pikirannya harus terpusat pada pelajaran dan pekerjaan, pikiran itu dipenuhi dengan seribu satu macam hal yang asing dan tidak bersangkut paut.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.
Amsal 17:25. “Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya.”
Amatilah:
1. Anak-anak yang jahat adalah penderitaan bagi kedua orang tua mereka. Mereka menimbulkan amarah pada ayahnya (begitu yang diartikan oleh kata itu), karena meremehkan kewenangannya, tetapi menimbulkan kepedihan dan kepahitan bagi ibunya, karena menyalah-gunakan kelembutannya. Oleh karena itu, ibu dan ayah, yang menderita bersama-sama, harus saling menghibur untuk menguatkan satu sama lain di dalam penderitaan itu, dan berusaha menjadikannya semudah mungkin. Sang ibu meredakan amarah sang ayah, dan sang ayah meringankan kepedihan sang ibu.
2. Bahwa Salomo sering kali mengulangi kata-kata ini, mungkin karena itu terjadi pada dirinya sendiri. Namun, bagaimanapun juga, hal itu biasa terjadi pada siapa saja.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.
Amsal 17:26. “Mengenakan denda orang benar adalah salah, memukul orang mulia pun tidak patut.”
Dalam perbedaan-perbedaan yang terjadi antara hakim dan rakyat, dan perbedaan-perbedaan seperti itu sering timbul,
1. Hendaknya para hakim memastikan bahwa mereka tidak pernah mengenakan denda orang benar, bahwa mereka tidak sekali pun menjadi kengerian bagi perbuatan-perbuatan baik, sebab hal itu berarti mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka dan mengkhianati kepercayaan besar yang sudah diberikan kepada mereka. Perbuatan itu salah, yakni, sangat jahat, dan akan berujung pada hal-hal yang tidak baik, apa pun tujuan yang mereka ingin capai dalam melakukannya. Apabila para raja menjadi penguasa-penguasa yang lalim dan penganiaya-penganiaya, takhta mereka tidak akan berdiri dengan mudah atau teguh.
2. Hendaknya rakyat memastikan bahwa mereka tidak mencari-cari kesalahan pada pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, sebab sungguh jahat memukul orang mulia, dengan mencemarkan peme-rintahan mereka atau dengan sembunyi-sembunyi berusaha menyerang mereka, seperti yang diperbuat oleh kesepuluh suku Israel yang memberontak dengan mencela Salomo karena membebankan pajak yang sesungguhnya memang diperlukan.

Sebagian orang membaca bagian ini demikian, dan juga janganlah memukul orang mulia karena ia berbuat adil. Para hakim harus berjaga-jaga agar tidak seorang pun yang berada di bawah penghakiman mereka menderita karena berbuat baik. Juga orang tua janganlah membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka dengan teguran-teguran yang tidak pada tempatnya.
----------
KEBODOHAN DAN KEFASIKAN.
Amsal 17:27-28. “Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin. Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya.”
Dua cara seseorang dapat menunjukkan dirinya sebagai orang bijak:
(1) Dengan temperamen yang baik dan manis serta ketenangan pikiran: orang yang berpengertian berkepala dingin, mempunyai jiwa yang berharga (itulah kata yang digunakan. Orang demikian memper-hatikan baik-baik jiwanya, agar menjadi sebagaimana mestinya, dan dengan begitu menjaganya tetap sehat, tenang pada dirinya sendiri dan menyenangkan bagi orang lain.
Roh yang penuh anugerah adalah roh yang mulia. Roh seperti ini menjadikan orang menyenangkan, lebih baik dari tetangganya. Ia berjiwa dingin (begitu sebagian orang membacanya), tidak panas karena amarah, dan juga tidak berang dan mengamuk oleh desakan perasaan yang rusak, tetapi tetap tenang dan diam. Kepala yang dingin dan hati yang hangat adalah perpaduan yang mengagumkan.
(2) Dengan mengekang lidahnya baik-baik.
(a). Orang bijak akan sedikit mengeluarkan kata-kata, karena takut salah berbicara: orang yang berpengetahuan, dan yang bertujuan untuk berbuat baik dengannya, akan berhati-hati ketika ia berbicara, dan akan berbicara langsung pada pokok permasalahannya. Ia akan sedikit berbicara supaya bisa mengambil waktu untuk menimbang-nimbang. Ia menahan perkataannya, karena perkataan itu lebih baik ditahan daripada dikeluarkan dengan cara tidak baik.
(b). Hal ini biasanya dipandang sebagai petunjuk pasti akan adanya hikmat, yaitu bahwa orang bodoh bisa disangka bijak seandainya ia cukup cerdik untuk mengekang lidahnya, untuk mendengar, melihat, dan sedikit berkata-kata. Jika orang bodoh berdiam diri, orang yang baik hati akan menyangka dia bijak, karena tidak ada yang bertentangan yang kelihatan.
Kalau ia diam, ia dikira sedang mencermati apa yang dikatakan orang lain, belajar dari pengalaman, dan bertanya-tanya dalam hati apa yang hendak dikatakannya, agar ia bisa mengatakan hal-hal yang bersangkut paut. Lihatlah betapa mudahnya mendapat pujian dari orang lain dan memperdaya mereka.
Tetapi apabila orang bodoh berdiam diri, Allah tahu hatinya, dan tahu kebodohan yang bersarang di sana. Bagi-Nya pikiran adalah perkataan, dan oleh sebab itu tidak mungkin Dia keliru dalam penghakiman-Nya atas manusia.
Next Post Previous Post