Keadilan Allah dan Karya Kristus: Tinjauan dari Perspektif Teologi

Pengantar:

Keadilan Allah dan karya Kristus adalah dua konsep kunci yang saling terkait dalam teologi Kristen. Keadilan Allah tidak hanya mencakup sifat-Nya yang adil dan benar, tetapi juga bagaimana Allah, dalam kekudusan dan keadilan-Nya, menangani dosa dan pemberontakan manusia. Di sisi lain, karya Kristus, terutama dalam penebusan dan pendamaian dosa manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya, merupakan jalan di mana keadilan Allah diwujudkan dan dipenuhi.
Keadilan Allah dan Karya Kristus: Tinjauan dari Perspektif Teologi
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana beberapa pakar teologi memandang hubungan antara keadilan Allah dan karya Kristus, dengan mengacu pada beberapa buku teologi utama yang membahas tema ini.

1. Keadilan Allah dalam Perspektif Teologi Klasik

Dalam teologi klasik, keadilan Allah sering dipandang sebagai bagian integral dari sifat Allah. Anselmus dari Canterbury, dalam karyanya Cur Deus Homo (Mengapa Allah Menjadi Manusia), menjelaskan bahwa Allah yang kudus dan adil tidak dapat begitu saja mengabaikan dosa. Karena itu, dosa manusia menuntut adanya hukuman yang sesuai dengan keadilan Allah. Namun, di sisi lain, Allah juga penuh kasih dan berkeinginan untuk menyelamatkan manusia dari hukuman yang layak mereka terima.

Anselmus berpendapat bahwa karya penebusan Kristus adalah solusi yang sempurna untuk masalah ini. Dengan menanggung hukuman dosa di kayu salib, Kristus memenuhi tuntutan keadilan Allah, sementara kasih Allah juga diwujudkan melalui pengampunan yang ditawarkan kepada manusia. Menurut Anselmus, hanya melalui pengorbanan yang sempurna dari seorang yang sempurna, yakni Kristus yang adalah Allah dan manusia, keadilan Allah dapat dipuaskan dan manusia dapat diselamatkan.

Pendekatan Anselmus ini kelak dikenal sebagai teori satisfaction (pemenuhan keadilan), yang menekankan bahwa karya Kristus adalah pembayaran yang memenuhi tuntutan keadilan Allah atas dosa manusia.

2. Martin Luther dan Keadilan yang Dibagikan

Martin Luther, reformator besar abad ke-16, memiliki pandangan yang sangat berpengaruh tentang keadilan Allah. Dalam ajarannya, khususnya dalam konteks reformasi Protestan, Luther menekankan bahwa keadilan Allah tidak hanya berkaitan dengan hukuman atas dosa, tetapi juga dengan kebenaran yang diberikan Allah kepada manusia melalui iman.

Dalam tafsirannya terhadap surat Roma, Luther berbicara tentang keadilan Allah yang membenarkan. Menurut Luther, keadilan Allah bukan hanya keadilan yang menuntut hukuman, tetapi juga keadilan yang secara gratis diberikan kepada manusia melalui iman kepada Kristus. Hal ini berhubungan dengan konsep justification by faith (pembenaran melalui iman), di mana orang percaya dianggap benar di hadapan Allah bukan karena perbuatan mereka, tetapi semata-mata karena karya Kristus yang diterima melalui iman.

Dalam karyanya yang terkenal, The Bondage of the Will (Keterikatan Kehendak), Luther menekankan bahwa kehendak manusia terikat oleh dosa dan hanya dapat dibebaskan oleh anugerah Allah yang bekerja melalui Kristus. Keadilan Allah diwujudkan dalam pembenaran oleh iman, di mana karya Kristus yang sempurna diberikan kepada orang percaya sehingga mereka dapat berdiri di hadapan Allah dengan benar. Menurut Luther, inilah inti dari Injil, di mana Allah menunjukkan keadilan-Nya sekaligus kasih-Nya kepada manusia.

3. John Calvin: Keadilan Allah dalam Kedaulatan-Nya

John Calvin, seorang tokoh reformasi terkemuka lainnya, membahas tema keadilan Allah secara mendalam dalam bukunya Institutes of the Christian Religion. Calvin menekankan bahwa Allah adalah Hakim yang adil dan berdaulat atas seluruh ciptaan. Dia melihat keadilan Allah sebagai cerminan dari kekudusan Allah, di mana semua yang tidak sesuai dengan standar kebenaran Allah harus dihukum.

Bagi Calvin, keadilan Allah sangat jelas terlihat dalam karya Kristus. Di kayu salib, menurut Calvin, Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan menjatuhkan hukuman atas dosa, namun hukuman itu dijatuhkan bukan kepada manusia, melainkan kepada Kristus yang menjadi substitusi bagi manusia. Kristus menanggung hukuman dosa yang seharusnya ditanggung oleh manusia, sehingga keadilan Allah dipuaskan.

Calvin juga menekankan doktrin imputasi—yaitu bahwa kebenaran Kristus diperhitungkan kepada orang percaya. Melalui iman kepada Kristus, kebenaran yang sempurna dari Kristus dihitung sebagai milik orang percaya, dan dosa-dosa mereka diperhitungkan kepada Kristus. Dengan demikian, Allah tetap adil karena dosa-dosa dihukum di dalam Kristus, namun Dia juga menunjukkan kasih-Nya dengan menyelamatkan orang berdosa.

Calvin melihat keadilan Allah tidak hanya terkait dengan hukuman atas dosa, tetapi juga terkait dengan keseluruhan rencana keselamatan Allah. Allah, dalam kedaulatan-Nya, memilih untuk menyelamatkan sebagian orang dan memberikan keadilan-Nya kepada mereka melalui karya Kristus.

4. Karl Barth: Keadilan Allah dalam Konteks Penyingkapan Diri

Karl Barth, salah satu teolog terkemuka abad ke-20, menekankan bahwa keadilan Allah hanya dapat dipahami dalam konteks penyingkapan diri-Nya di dalam Kristus. Dalam bukunya Church Dogmatics, Barth berbicara tentang keadilan Allah sebagai tindakan Allah untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya melalui Kristus. Bagi Barth, keadilan Allah bukanlah keadilan yang abstrak atau hukum yang tak kenal kompromi, tetapi merupakan bagian dari kasih Allah yang mengalir melalui karya pendamaian Kristus.

Barth menekankan bahwa dalam Yesus Kristus, keadilan Allah dan kasih Allah bertemu. Di kayu salib, Allah menghukum dosa dengan adil, tetapi Dia juga mengasihi dunia dengan mengutus Anak-Nya untuk menanggung hukuman dosa itu. Barth menekankan bahwa karya Kristus tidak hanya memuaskan keadilan Allah, tetapi juga merupakan puncak dari kasih Allah yang ingin mendamaikan manusia dengan diri-Nya.

Dalam pandangan Barth, keadilan Allah tidak dapat dipisahkan dari kasih-Nya. Allah tidak hanya menghukum dosa, tetapi Dia juga berinisiatif untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa melalui karya Kristus. Inilah esensi dari Injil, yaitu bahwa keadilan dan kasih Allah berjalan seiring dalam tindakan pendamaian Kristus.

5. N.T. Wright: Keadilan Allah sebagai Tindakan Pembaruan

N.T. Wright, dalam bukunya Justification: God's Plan and Paul's Vision (2009), menawarkan pandangan eskatologis tentang keadilan Allah. Wright memandang keadilan Allah dalam kerangka rencana keselamatan Allah yang lebih besar untuk dunia. Dia menekankan bahwa keadilan Allah bukan hanya tentang bagaimana Allah membenarkan individu, tetapi juga tentang bagaimana Allah memulihkan dan memperbarui seluruh ciptaan.

Bagi Wright, keadilan Allah harus dipahami dalam konteks narasi Alkitab yang lebih besar, di mana Allah memulai rencana keselamatan melalui bangsa Israel dan menyelesaikannya dalam Kristus. Kristus datang sebagai perwujudan dari keadilan Allah yang bertujuan untuk memperbarui dunia dan mengatasi akibat dari dosa. Keadilan Allah bukan hanya tentang menghukum dosa, tetapi juga tentang memulihkan apa yang telah rusak oleh dosa.

Wright juga menekankan bahwa karya Kristus adalah puncak dari pernyataan keadilan Allah. Di dalam Kristus, Allah membawa pengampunan dan pembenaran, tetapi juga memulai era baru dalam rencana pemulihan ciptaan. Dalam pandangan ini, keadilan Allah bukan hanya legalistik, tetapi juga bersifat relasional dan memulihkan, di mana Allah tidak hanya menyelamatkan individu, tetapi juga memperbarui seluruh ciptaan.

6. R.C. Sproul: Keadilan Allah dalam Kekudusan-Nya

R.C. Sproul, seorang teolog Reformed, dalam bukunya The Holiness of God (1985), menekankan bahwa keadilan Allah adalah konsekuensi langsung dari kekudusan-Nya. Menurut Sproul, kekudusan Allah menuntut bahwa dosa tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa hukuman. Allah yang kudus harus menghukum segala bentuk dosa, karena dosa merupakan pelanggaran terhadap kekudusan-Nya.

Namun, Sproul juga menekankan bahwa karya Kristus adalah cara di mana keadilan Allah dipenuhi tanpa harus menghancurkan manusia. Di dalam karya Kristus, Allah menunjukkan bahwa Dia dapat menjadi adil dan sekaligus membenarkan orang berdosa (Roma 3:26). Kristus menjadi pengganti bagi umat manusia, menanggung murka dan hukuman yang seharusnya diterima oleh manusia.

Sproul menggambarkan karya Kristus di kayu salib sebagai tindakan Allah yang adil dan penuh kasih, di mana Allah menghukum dosa tetapi juga memberikan pengampunan kepada mereka yang percaya kepada Kristus. Dalam pandangannya, keadilan Allah ditegakkan karena dosa-dosa tidak diabaikan, melainkan ditanggung oleh Kristus. Di sisi lain, kasih Allah dinyatakan karena melalui Kristus, manusia dapat menerima pembenaran dan diampuni dari dosa-dosa mereka.

7. Jonathan Edwards: Keadilan Allah dan Murka Allah

Jonathan Edwards, seorang teolog Puritan Amerika yang terkenal, sangat menekankan aspek keadilan dan murka Allah dalam kaitannya dengan karya Kristus. Dalam khotbahnya yang terkenal Sinners in the Hands of an Angry God, Edwards berbicara tentang murka Allah yang adil terhadap dosa dan betapa mengerikannya konsekuensi dosa jika tidak ada pendamaian.

Namun, Edwards juga menekankan bahwa karya Kristus adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk melarikan diri dari murka Allah yang adil. Di kayu salib, Kristus menanggung murka Allah, sehingga mereka yang percaya kepada-Nya tidak lagi berada di bawah kutukan dosa, melainkan di bawah kasih karunia Allah. Edwards percaya bahwa keadilan Allah tidak bisa diabaikan, dan itulah sebabnya mengapa Kristus harus mati untuk memuaskan keadilan tersebut.

Dalam pandangan Edwards, karya Kristus bukan hanya tentang pengampunan, tetapi juga tentang memuaskan keadilan Allah yang menuntut hukuman bagi dosa. Murka Allah tidak bisa diabaikan, tetapi melalui pengorbanan Kristus, keadilan tersebut dipenuhi dan murka Allah dialihkan dari umat manusia yang percaya kepada-Nya.

8. Gustaf Aulén: Teori Pendamaian Kristus sebagai Kemenangan

Gustaf Aulén, dalam bukunya Christus Victor (1931), menyoroti aspek kemenangan dari karya Kristus, yang terkait dengan keadilan Allah. Aulén memperkenalkan konsep Christus Victor (Kristus Sang Pemenang), yang melihat karya Kristus sebagai kemenangan Allah atas dosa, kematian, dan kekuatan-kekuatan jahat. Dalam pandangan ini, keadilan Allah bukan hanya dipahami sebagai penghukuman dosa, tetapi sebagai tindakan pembebasan dan kemenangan atas segala bentuk kejahatan yang merusak ciptaan Allah.

Menurut Aulén, karya Kristus bukan hanya tentang pemenuhan hukum atau pengampunan individu, tetapi tentang Allah yang menghancurkan kekuatan-kekuatan yang menindas dunia. Di dalam Kristus, Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan memulihkan tatanan ciptaan yang telah dirusak oleh dosa dan kejahatan. Pendamaian Kristus, dalam pandangan Aulén, lebih dari sekadar legalistik; itu adalah tindakan kemenangan yang mendamaikan Allah dengan manusia dan alam semesta.

Kesimpulan

Keadilan Allah dan karya Kristus adalah dua tema teologis yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Melalui berbagai perspektif dari para pakar teologi seperti Anselmus, Luther, Calvin, Barth, Wright, Sproul, Edwards, dan Aulén, kita melihat bahwa keadilan Allah, meskipun menuntut hukuman atas dosa, juga diwujudkan dalam kasih dan pendamaian yang dilakukan melalui karya Kristus di kayu salib.

Karya Kristus adalah perwujudan dari keadilan Allah yang adil, di mana dosa dihukum, tetapi melalui Kristus, Allah juga menunjukkan kasih-Nya dengan memberikan kesempatan kepada manusia untuk dibenarkan. Setiap teolog menekankan aspek yang berbeda dari hubungan ini—entah itu keadilan yang legalistik, pembenaran oleh iman, kemenangan atas dosa dan kejahatan, atau pendamaian yang memulihkan. Namun, semuanya sepakat bahwa karya Kristus adalah pusat dari bagaimana keadilan Allah dinyatakan dalam sejarah keselamatan manusia.

Dalam pemahaman teologi Kristen, keadilan Allah dan karya Kristus bersama-sama menciptakan jalan bagi keselamatan dan pembaruan dunia, di mana Allah tetap adil dan benar, dan umat manusia menerima anugerah yang tak ternilai melalui Kristus.

Next Post Previous Post