Lukas 20:9-18: Perumpamaan tentang Penggarap Kebun Anggur

Pendahuluan:

Lukas 20:9-18 merupakan salah satu perumpamaan Yesus yang penting, yang mengandung pesan teologis yang mendalam mengenai hubungan antara Allah, umat-Nya, serta respons manusia terhadap panggilan-Nya. Dalam perumpamaan ini, Yesus mengisahkan tentang seorang tuan tanah yang menyewa kebun anggurnya kepada penggarap, tetapi ketika tiba saatnya untuk menerima hasil dari kebun itu, para penggarap menolak dan bahkan membunuh utusan-utusan yang dikirim oleh tuannya, termasuk anaknya sendiri. Perumpamaan ini memiliki makna profetis dan eskatologis yang merujuk pada bagaimana Israel (umat Allah pada waktu itu) memperlakukan para nabi dan akhirnya menolak 
Yesus sebagai Anak Allah.

Lukas 20:9-18: Perumpamaan tentang Penggarap Kebun Anggur
Artikel ini akan menganalisis Lukas 20:9-18 dari sudut pandang teologis, dengan merujuk pada pandangan beberapa pakar teologi dan referensi dari buku-buku teologis. 

1. Analisis Perumpamaan

Perumpamaan ini penuh dengan simbolisme yang merujuk pada peran Allah sebagai pemilik kebun anggur, Israel sebagai kebun anggur itu, para pemimpin agama sebagai penggarap kebun, para nabi sebagai utusan, dan Yesus sebagai Anak yang akhirnya dibunuh oleh penggarap.

a. Pemilik Kebun Anggur: Allah yang Setia

Dalam perumpamaan ini, pemilik kebun anggur jelas melambangkan Allah. Dia adalah Sang Tuan yang memberikan kebun anggur-Nya kepada para penggarap, yang dalam konteks perumpamaan ini merujuk kepada pemimpin-pemimpin Israel. Allah memberikan tanggung jawab kepada mereka untuk memimpin umat-Nya dan menghasilkan buah rohani. Namun, mereka gagal memenuhi panggilan tersebut.

Craig S. Keener, dalam bukunya The IVP Bible Background Commentary: New Testament, menjelaskan bahwa tindakan pemilik kebun anggur dalam mengirim utusan-utusan-Nya, termasuk anak-Nya, adalah tanda kesabaran dan kasih Allah yang luar biasa. Allah terus memberikan kesempatan kepada Israel untuk bertobat dan kembali kepada-Nya melalui para nabi, tetapi mereka terus-menerus menolak panggilan-Nya.

b. Para Penggarap: Pemimpin-pemimpin Israel

Para penggarap kebun anggur dalam perumpamaan ini melambangkan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang telah diberi tanggung jawab untuk menjaga umat Allah. Namun, mereka tidak setia dalam menjalankan tugas mereka. Mereka justru menyalahgunakan kekuasaan mereka dan menolak para utusan Allah.

Penggarap ini menggambarkan pemberontakan dan penolakan terus-menerus terhadap para nabi yang dikirim oleh Allah. Mereka tidak hanya mengabaikan para nabi, tetapi juga memperlakukan mereka dengan kejam, bahkan membunuh beberapa di antaranya. Hal ini menunjukkan bagaimana pemimpin-pemimpin Israel selama berabad-abad sering kali menolak peringatan dan pesan dari Allah yang disampaikan melalui para nabi.

John Calvin, dalam komentarnya terhadap Injil Lukas, menegaskan bahwa para penggarap ini mencerminkan ketidaksetiaan dan ketidaktaatan pemimpin-pemimpin Yahudi yang terus-menerus menolak para nabi dan akhirnya juga menolak Yesus. Calvin juga mencatat bahwa tindakan para penggarap untuk membunuh utusan-utusan tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menolak pesan Allah, tetapi juga menentang otoritas-Nya.

c. Utusan-Utusan yang Dikirim: Para Nabi

Utusan-utusan yang dikirim oleh pemilik kebun anggur melambangkan para nabi yang diutus oleh Allah untuk memperingatkan Israel dan memanggil mereka kembali kepada jalan yang benar. Para nabi ini sering kali mengalami penolakan, penganiayaan, dan kematian di tangan umat Allah sendiri. Perumpamaan ini merangkum sejarah panjang pemberontakan Israel terhadap Allah dengan menolak suara para nabi.

Di dalam Ibrani 11:36-38 (TB), kita membaca bagaimana para nabi dan hamba-hamba Allah yang setia mengalami penganiayaan: "Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang, mereka mengembara dengan memakai kulit domba dan kulit kambing, sambil menderita kekurangan, kesusahan dan siksaan..." Ayat-ayat ini menggambarkan penderitaan para utusan Allah yang diabaikan dan dianiaya oleh umat-Nya sendiri.

d. Anak yang Dibunuh: Yesus Kristus

Puncak dari perumpamaan ini adalah ketika pemilik kebun anggur mengirimkan anak-Nya yang kekasih, yang melambangkan Yesus Kristus, Anak Allah yang diutus sebagai Juruselamat dunia. Namun, para penggarap bukannya menghormati anak itu, tetapi justru membunuhnya, berpikir bahwa dengan cara itu mereka akan mengambil alih kebun anggur dan memperoleh warisan bagi diri mereka sendiri.

Tindakan membunuh anak ini secara langsung merujuk kepada penyaliban Yesus, di mana pemimpin-pemimpin Yahudi bersekongkol untuk menyingkirkan Yesus karena mereka menganggap Dia sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan otoritas mereka. William Barclay, dalam komentarnya terhadap Injil Lukas, menekankan bahwa perumpamaan ini menunjukkan ketegaran hati dari mereka yang menolak Yesus, meskipun mereka telah melihat karya-karya besar yang dilakukan-Nya dan mendengar pengajaran-Nya yang penuh kuasa.

e. Penghakiman: Akibat Penolakan

Di akhir perumpamaan, Yesus memperingatkan bahwa pemilik kebun anggur akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang lain. Ini adalah peringatan tentang penghakiman yang akan datang atas mereka yang menolak Allah dan membunuh utusan-Nya, termasuk Yesus. Israel, yang mewakili kebun anggur, akan diserahkan kepada bangsa-bangsa lain (bangsa-bangsa non-Yahudi) yang akan menerima Injil dan menghasilkan buah rohani.

Dalam Matius 21:43 (TB), Yesus berkata: "Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu." Ayat ini menunjukkan bahwa akibat dari penolakan terhadap Yesus adalah penghakiman Allah, di mana mereka yang menolak-Nya akan kehilangan hak istimewa untuk berada di dalam kerajaan-Nya.

2. Batu Penjuru yang Ditolak: Yesus sebagai Fondasi Keselamatan

Setelah menceritakan perumpamaan ini, Yesus mengutip Mazmur 118:22: "Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru." Yesus menggunakan ayat ini untuk menggambarkan diri-Nya sebagai batu penjuru, yaitu fondasi keselamatan, yang telah ditolak oleh para pemimpin Yahudi. Meskipun mereka menolak dan membunuh-Nya, Yesus akan menjadi dasar keselamatan bagi mereka yang percaya kepada-Nya.

Batu penjuru adalah batu yang paling penting dalam bangunan, karena seluruh bangunan bergantung pada kekuatan dan posisi batu ini. N.T. Wright, dalam bukunya Jesus and the Victory of God, menjelaskan bahwa Yesus adalah batu penjuru dari kerajaan Allah yang baru, yang tidak didasarkan pada hukum-hukum Taurat, tetapi pada iman kepada-Nya. Penolakan terhadap Yesus berarti penolakan terhadap keselamatan itu sendiri, dan hal ini membawa pada penghakiman.

Yesus juga menambahkan dalam Lukas 20:18: "Barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur, dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk." Ini adalah peringatan eskatologis bahwa mereka yang menolak Yesus sebagai fondasi keselamatan akan mengalami penghakiman kekal. Penolakan terhadap Yesus membawa pada kehancuran, sementara mereka yang menerima-Nya akan memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.

3. Implikasi Teologis dari Lukas 20:9-18

Perumpamaan ini memiliki beberapa implikasi teologis yang penting, baik dalam konteks sejarah Israel maupun dalam kehidupan Kristen modern:

a. Respons terhadap Panggilan Allah

Perumpamaan ini mengajarkan bahwa Allah dengan sabar memanggil umat-Nya melalui para nabi dan akhirnya melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Namun, umat Allah harus merespons panggilan tersebut dengan iman dan ketaatan. Penolakan terhadap panggilan Allah, seperti yang dilakukan oleh para penggarap dalam perumpamaan, membawa penghakiman.

b. Yesus sebagai Dasar Keselamatan

Yesus adalah batu penjuru dari keselamatan, dan mereka yang menolak-Nya akan mengalami kehancuran rohani. Namun, bagi mereka yang percaya kepada-Nya, Yesus adalah dasar hidup yang kokoh. Hal ini menekankan pentingnya iman kepada Yesus sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan.

c. Penghakiman atas Ketidaksetiaan

Perumpamaan ini juga mengajarkan bahwa mereka yang menyalahgunakan posisi mereka sebagai pemimpin rohani dan menolak panggilan Allah akan menghadapi penghakiman. Perumpamaan ini menjadi peringatan bagi para pemimpin agama dan bagi setiap orang percaya bahwa kesetiaan kepada Allah adalah hal yang paling penting.

4. Relevansi Lukas 20:9-18 bagi Kehidupan Kristen Saat Ini

Perumpamaan ini memiliki beberapa aplikasi praktis bagi kehidupan Kristen di zaman modern:

a. Menerima Yesus sebagai Batu Penjuru

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menerima Yesus sebagai batu penjuru dalam hidup kita. Ini berarti menempatkan Yesus sebagai fondasi iman kita dan membangun hidup kita di atas-Nya. Penolakan terhadap Yesus berarti menolak keselamatan dan hidup yang kekal.

b. Setia dalam Mengelola Tanggung Jawab

Seperti para penggarap yang diberi tanggung jawab untuk mengelola kebun anggur, kita juga dipanggil untuk setia dalam tugas dan panggilan yang Allah berikan kepada kita. Setiap orang percaya diberi kesempatan untuk melayani Allah dengan ketaatan, dan kita harus menghasilkan buah rohani dalam hidup kita.

c. Waspada terhadap Penolakan Panggilan Allah

Perumpamaan ini juga menjadi peringatan bagi kita untuk tidak menolak panggilan Allah. Tuhan terus berbicara kepada umat-Nya melalui Firman, Roh Kudus, dan suara para hamba-Nya. Kita harus waspada untuk mendengarkan panggilan Allah dan meresponsnya dengan iman dan ketaatan.

Kesimpulan.

Lukas 20:9-18 adalah perumpamaan yang kuat tentang kesabaran Allah, penolakan umat-Nya, dan penghakiman yang akan datang. Melalui simbolisme penggarap kebun anggur, Yesus mengungkapkan bagaimana Israel menolak para nabi dan akhirnya menolak Yesus, Sang Anak Allah. Perumpamaan ini menekankan bahwa Yesus adalah batu penjuru dari keselamatan, dan mereka yang menolak-Nya akan mengalami penghakiman. Namun, bagi mereka yang menerima-Nya, Yesus adalah dasar keselamatan dan kehidupan kekal.

Pandangan dari para teolog seperti John Calvin, N.T. Wright, dan William Barclay memperkaya pemahaman kita tentang implikasi teologis dari perumpamaan ini. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat, membangun hidup kita di atas-Nya sebagai batu penjuru, dan setia dalam tanggung jawab yang Allah berikan kepada kita.

Next Post Previous Post