Masalah Gembala dalam Menghadapi Jemaat yang Tidak Setia

 Pendahuluan:

Setiap gembala atau pemimpin gereja menghadapi banyak tantangan dalam pelayanan mereka. Salah satu tantangan yang paling signifikan adalah melihat jemaat yang tidak setia, baik dalam hal kehadiran di gereja, komitmen terhadap pelayanan, maupun ketaatan terhadap firman Tuhan. Ketidaksetiaan jemaat sering kali menjadi penyebab kesedihan dan frustrasi bagi para gembala, yang secara rohani bertanggung jawab untuk memimpin dan menggembalakan kawanan domba Tuhan. Melihat jemaat yang menjauh dari iman atau tidak setia dalam panggilan mereka bisa menyebabkan gembala merasa terbebani, bahkan terkadang putus asa.
Masalah Gembala dalam Menghadapi Jemaat yang Tidak Setia
Artikel ini akan membahas berbagai masalah yang dihadapi gembala ketika menghadapi jemaat yang tidak setia, serta memberikan wawasan Alkitabiah dan solusi yang dapat diterapkan dalam pelayanan. Kami juga akan mengutip pandangan beberapa pakar teologi untuk memberikan perspektif yang lebih dalam tentang tantangan ini.

1. Tantangan Gembala dalam Menghadapi Jemaat yang Tidak Setia

Gembala sering kali dihadapkan pada jemaat yang tidak setia, baik itu dalam kehidupan pribadi mereka, pelayanan gereja, atau dalam iman mereka kepada Tuhan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh para gembala meliputi kehadiran yang tidak teratur di gereja, ketidakpedulian terhadap firman Tuhan, serta kecenderungan untuk berkompromi dengan nilai-nilai duniawi.

a. Kehadiran dan Partisipasi yang Menurun

Salah satu masalah paling umum yang dihadapi oleh gembala adalah menurunnya kehadiran jemaat dalam ibadah dan kegiatan gereja. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesibukan hidup, prioritas yang bergeser, atau bahkan apati rohani. Dalam Ibrani 10:25, Rasul Paulus menekankan pentingnya tidak meninggalkan pertemuan-pertemuan ibadah:
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."

Pandangan ini menunjukkan bahwa pertemuan ibadah bersama adalah komponen penting dari kehidupan rohani seorang Kristen. Ketika jemaat menjauhkan diri dari ibadah, gembala merasa kehilangan kesempatan untuk memperlengkapi dan membina mereka dalam firman Tuhan.

b. Kecenderungan Berkompromi dengan Dunia

Selain masalah kehadiran, banyak gembala juga menghadapi jemaat yang mulai berkompromi dengan nilai-nilai duniawi. Ketidaksetiaan ini bisa muncul dalam bentuk gaya hidup yang tidak mencerminkan panggilan Kristen, seperti mengejar kekayaan duniawi, hedonisme, atau bahkan mengabaikan etika Kristen dalam keputusan hidup sehari-hari. Roma 12:2 memberikan nasihat penting:
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna."

Ketika jemaat mulai menyerupai dunia dalam pikiran dan tindakan mereka, gembala merasa kehilangan arah untuk membawa mereka kembali pada jalan yang benar. Ini bisa menjadi sumber stres dan tekanan bagi gembala yang ingin melihat jemaat mereka bertumbuh dalam iman, bukan malah terjebak dalam nilai-nilai dunia.

c. Ketidakpedulian terhadap Firman Tuhan

Selain masalah kehadiran dan gaya hidup, banyak gembala juga menghadapi jemaat yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap firman Tuhan. Mereka mungkin mendengar kotbah setiap minggu, tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dalam Yakobus 1:22, Yakobus menekankan pentingnya menjadi pelaku firman:
"Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."

Gembala sering kali merasa frustrasi ketika melihat jemaat yang mendengarkan firman Tuhan tetapi tidak menghidupinya dalam tindakan nyata. Hal ini dapat mengarah pada kemunduran rohani di dalam gereja, yang pada akhirnya mempengaruhi komunitas secara keseluruhan.

2. Pandangan Teologi tentang Peran Gembala dan Ketidaksetiaan Jemaat

Dalam menghadapi jemaat yang tidak setia, para gembala tidak hanya berperan sebagai pemimpin gereja, tetapi juga sebagai pelayan yang dipanggil untuk menuntun, mengajar, dan memperbaiki mereka yang berada di bawah asuhan mereka. Teologi pelayanan gembala berakar pada ajaran Alkitab tentang bagaimana pemimpin rohani harus merespons situasi seperti ini.

a. Gembala sebagai Pemandu Rohani

Pandangan teologi klasik melihat peran gembala sebagai "penjaga jiwa-jiwa" (Ibrani 13:17). Dalam bukunya The Shepherd Leader, Timothy Z. Witmer menjelaskan bahwa gembala dipanggil untuk memimpin, melindungi, memelihara, dan membimbing jemaat mereka. Ini mencakup memberikan pengajaran yang setia, disiplin yang penuh kasih, dan mendorong pertumbuhan rohani di dalam gereja.

Ketika jemaat tidak setia, tugas gembala adalah untuk membawa mereka kembali pada jalan yang benar melalui disiplin yang alkitabiah dan konseling pastoral. Namun, Witmer juga menekankan bahwa gembala harus melakukannya dengan kasih dan kelembutan, mengingat bahwa mereka sendiri juga adalah manusia yang rentan terhadap dosa dan ketidaksempurnaan.

b. Menghadapi Jemaat yang Menyimpang: Pendekatan Yesus sebagai Gembala yang Baik

Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai Gembala yang Baik dalam Yohanes 10:11, yang menyatakan:
"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya."

Yesus menunjukkan bahwa seorang gembala yang sejati siap mengorbankan dirinya demi kesejahteraan domba-dombanya. Teolog John Stott dalam bukunya The Cross of Christ menekankan bahwa peran gembala bukan hanya tentang kepemimpinan, tetapi juga pengorbanan. Dalam menghadapi jemaat yang tidak setia, gembala harus siap menunjukkan kasih yang penuh pengorbanan, bahkan ketika mereka menghadapi tantangan yang berat.

Yesus juga memberikan contoh dalam perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:3-7), di mana Dia menegaskan bahwa gembala yang baik akan mencari satu domba yang hilang, meskipun harus meninggalkan yang sembilan puluh sembilan lainnya. Ini mengajarkan bahwa gembala tidak boleh menyerah pada mereka yang tersesat, tetapi harus terus mencari dan membawa mereka kembali kepada Tuhan.

3. Solusi Alkitabiah untuk Mengatasi Ketidaksetiaan Jemaat

Menghadapi jemaat yang tidak setia membutuhkan hikmat dan kesabaran. Alkitab memberikan banyak pedoman bagi para gembala tentang bagaimana menangani situasi ini dengan bijak dan penuh kasih.

a. Pengajaran dan Penginjilan yang Berfokus pada Firman Tuhan

Salah satu solusi utama yang diajarkan dalam Alkitab adalah terus menyampaikan firman Tuhan dengan setia. 2 Timotius 4:2 memberikan nasihat kepada para pemimpin gereja:
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."

Teolog John MacArthur dalam The Master's Plan for the Church (1991) menekankan bahwa salah satu cara untuk membawa jemaat yang tidak setia kembali ke jalan yang benar adalah dengan pengajaran yang konsisten dan berakar pada firman Tuhan. Gembala harus tetap setia dalam menyampaikan kebenaran Alkitab, meskipun ada resistensi atau ketidakpedulian di antara jemaat. Firman Tuhan memiliki kuasa untuk mengubah hati manusia, dan tugas gembala adalah menabur benih tersebut dengan setia.

b. Disiplin Gereja yang Penuh Kasih

Disiplin gereja adalah cara lain yang diberikan oleh Alkitab untuk menangani jemaat yang tidak setia. Dalam Matius 18:15-17, Yesus memberikan pedoman tentang bagaimana menangani dosa di dalam jemaat: dengan mendekati orang yang berdosa secara pribadi, dan jika perlu, melibatkan gereja untuk membawa pemulihan. Disiplin ini bukan dimaksudkan untuk menghukum, tetapi untuk memperbaiki dan memulihkan hubungan dengan Tuhan.

John Piper dalam bukunya Desiring God (1986) menekankan pentingnya disiplin gereja yang penuh kasih. Disiplin harus dilakukan dengan tujuan memulihkan, bukan menghancurkan, dan dilakukan dengan kerendahan hati serta pengakuan bahwa setiap orang bisa jatuh dalam dosa. Ketika dilakukan dengan benar, disiplin dapat menjadi alat yang efektif untuk membawa jemaat yang tidak setia kembali kepada Allah.

c. Membangun Komunitas yang Mengasihi dan Mendukung

Salah satu cara paling efektif untuk mengatasi ketidaksetiaan jemaat adalah dengan membangun komunitas yang saling mendukung dan mengasihi. Gereja harus menjadi tempat di mana jemaat merasa diperhatikan, didukung, dan didorong untuk bertumbuh dalam iman. Dalam Efesus 4:15-16, Rasul Paulus menggambarkan bagaimana setiap anggota tubuh Kristus harus berfungsi bersama-sama dalam kasih untuk membangun gereja:
"Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, - yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota - menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."

Teolog Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya Life Together (1954) menekankan pentingnya komunitas Kristen yang kuat. Menurut Bonhoeffer, ketika jemaat merasakan kasih dan dukungan dari sesama, mereka lebih cenderung untuk tetap setia kepada Allah dan jemaat. Komunitas yang solid dapat memberikan penghiburan dan dorongan bagi mereka yang merasa lemah dalam iman, dan membantu memulihkan mereka yang mungkin tersesat.

4. Pentingnya Kesabaran dan Doa dalam Pelayanan Gembala

Menghadapi jemaat yang tidak setia membutuhkan kesabaran yang besar dari seorang gembala. Meskipun gembala mungkin merasa frustrasi atau terbebani oleh kondisi jemaat mereka, Alkitab mengajarkan bahwa mereka harus tetap bersabar dan tekun dalam doa.

a. Kesabaran dalam Pelayanan

Galatia 6:9 memberikan pengingat yang penting bagi para pemimpin gereja:
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."

Kesabaran adalah salah satu buah Roh (Galatia 5:22), dan gembala dipanggil untuk mengasihi jemaat mereka dengan sabar, bahkan ketika mereka tidak menunjukkan kesetiaan yang diharapkan. Dalam The Heart of a Servant Leader, teolog C. John Miller menekankan bahwa gembala harus meniru kesabaran Allah, yang tidak mudah menyerah pada umat-Nya meskipun mereka sering kali gagal.

b. Doa Sebagai Sumber Kekuatan

Doa adalah sumber kekuatan utama bagi setiap gembala yang menghadapi jemaat yang tidak setia. Yakobus 5:16 menekankan kekuatan doa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh:
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."

Teolog Richard Foster dalam Celebration of Discipline (1978) menekankan bahwa doa bukan hanya sarana untuk memohon pertolongan Allah, tetapi juga sarana untuk memperkuat hubungan kita dengan-Nya. Gembala yang berdoa untuk jemaat mereka, khususnya bagi mereka yang tidak setia, akan menemukan kekuatan dan hikmat dari Tuhan untuk menghadapi tantangan ini. Doa juga memberikan gembala ketenangan dan penghiburan, serta keyakinan bahwa Tuhan sendiri yang akan bekerja dalam hati jemaat-Nya.

Kesimpulan.

Menghadapi jemaat yang tidak setia adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh para gembala. Ketidaksetiaan dalam bentuk kehadiran yang menurun, kompromi dengan dunia, dan ketidakpedulian terhadap firman Tuhan bisa menjadi penyebab frustrasi dan kesedihan bagi para pemimpin gereja. Namun, Alkitab memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana gembala harus merespons tantangan ini dengan pengajaran yang setia, disiplin yang penuh kasih, dan doa yang sungguh-sungguh.

Pandangan dari para teolog seperti John Stott, Timothy Z. Witmer, John MacArthur, dan Dietrich Bonhoeffer membantu kita memahami bahwa peran gembala adalah untuk memimpin jemaat mereka dengan kasih, kesabaran, dan pengorbanan, meniru teladan Yesus Kristus sebagai Gembala yang Baik. Meskipun menghadapi jemaat yang tidak setia bukanlah tugas yang mudah, gembala dipanggil untuk tetap setia dalam pelayanan mereka, mengandalkan kekuatan dari Tuhan dan berkomitmen untuk membawa jemaat kembali pada jalan yang benar. Dengan menggabungkan pengajaran firman Tuhan, disiplin gereja yang penuh kasih, dan doa yang tekun, gembala dapat menjadi alat Allah dalam memulihkan dan menuntun jemaat mereka menuju kesetiaan dan pertumbuhan rohani.

Next Post Previous Post