Panggilan untuk Memberitakan Injil: Menghidupi Amanat Agung Yesus
Pendahuluan:
Panggilan untuk memberitakan Injil adalah salah satu mandat terpenting dalam kehidupan setiap orang Kristen. Yesus memberikan amanat ini dalam Matius 28:18-20, yang dikenal sebagai Amanat Agung. Dalam perintah ini, Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk pergi ke seluruh dunia dan mengajar serta membaptis semua bangsa dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Artikel ini akan membahas panggilan untuk memberitakan Injil dari perspektif teologi Kristen, berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi serta aplikasi praktisnya dalam kehidupan sehari-hari.Dengan memahami makna, tujuan, dan tanggung jawab yang melekat dalam panggilan ini, kita sebagai orang Kristen dapat menjadi saksi yang lebih efektif, mencerminkan kasih dan kebenaran Allah di tengah dunia.
1. Makna Panggilan untuk Memberitakan Injil
Panggilan untuk memberitakan Injil berarti mengkomunikasikan kabar baik keselamatan melalui Yesus Kristus kepada semua orang. Injil (bahasa Yunani: “euangelion”) berarti “kabar baik” tentang Yesus Kristus—bahwa melalui kematian dan kebangkitan-Nya, dosa-dosa kita diampuni dan hubungan dengan Allah dipulihkan. Melalui Injil, orang berdosa diselamatkan dan menerima hidup kekal.
Ayat utama:
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20 TB)
Menurut John Stott dalam bukunya "The Cross of Christ," panggilan untuk memberitakan Injil adalah tanggung jawab dan hak istimewa bagi setiap orang percaya. Stott menekankan bahwa keselamatan yang diberikan Yesus adalah hadiah yang harus dibagikan, bukan disimpan untuk diri sendiri. Stott melihat bahwa panggilan ini bukan hanya perintah, tetapi juga kasih yang mendorong kita untuk membawa orang lain kepada Tuhan.
Dalam "Evangelism and the Sovereignty of God," J.I. Packer menjelaskan bahwa penginjilan adalah tindakan menyampaikan berita keselamatan kepada dunia yang membutuhkan. Packer menekankan bahwa panggilan ini mencerminkan kasih Allah yang ingin menyelamatkan semua orang. Penginjilan bukan hanya tugas melainkan kehormatan bagi orang percaya, karena kita dipilih Allah untuk menjadi alat-Nya dalam menyebarkan Injil.
2. Tujuan Memberitakan Injil: Menjadi Saksi Yesus
Panggilan untuk memberitakan Injil adalah panggilan untuk menjadi saksi. Dalam Kisah Para Rasul 1:8, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa mereka akan menjadi saksi-Nya di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Menjadi saksi berarti menghidupi iman kita dan membagikan pengalaman kita dalam mengenal dan mengikut Yesus, agar orang lain melihat kasih dan kuasa Allah melalui hidup kita.
Ayat terkait:
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8 TB)
Menurut teolog John Piper dalam "Let the Nations Be Glad!" tujuan penginjilan adalah agar semua orang mengenal dan memuliakan Tuhan. Piper menjelaskan bahwa memberitakan Injil adalah cara untuk menunjukkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan kepada dunia. Piper menekankan bahwa kita dipanggil untuk membawa orang kepada pemahaman bahwa hanya Allah yang layak disembah dan dimuliakan.
Teolog R.C. Sproul dalam "The Holiness of God" juga menekankan bahwa penginjilan adalah respons terhadap keagungan dan kekudusan Tuhan. Sproul menjelaskan bahwa ketika kita memahami siapa Tuhan sebenarnya, kita merasa terdorong untuk membagikan kabar keselamatan kepada dunia. Tujuan dari panggilan ini adalah untuk membawa orang kepada pengakuan akan kekudusan Allah dan pentingnya penyelamatan dalam Kristus.
3. Tanggung Jawab Orang Kristen dalam Memberitakan Injil
Setiap orang percaya dipanggil untuk memberitakan Injil, bukan hanya pemimpin gereja atau penginjil penuh waktu. Rasul Paulus mengingatkan bahwa kita adalah “utusan Kristus” (2 Korintus 5:20) yang membawa pesan pendamaian antara Allah dan manusia. Setiap orang Kristen bertanggung jawab untuk hidup sebagai saksi Injil, di manapun mereka berada.
Ayat terkait:
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.” (2 Korintus 5:20 TB)
Menurut teolog William Carey, yang dikenal sebagai “Bapak Misi Modern,” setiap orang Kristen bertanggung jawab untuk mengabarkan Injil dalam lingkup mereka masing-masing. Dalam karyanya, Carey menekankan pentingnya menjalankan Amanat Agung sebagai panggilan pribadi. Ia menekankan bahwa meskipun tidak semua orang dipanggil untuk menjadi misionaris lintas budaya, semua orang percaya dipanggil untuk menjadi saksi di komunitas mereka.
Timothy Keller dalam "The Reason for God" menjelaskan bahwa memberitakan Injil bukan hanya soal berbicara tetapi juga hidup sebagai saksi yang otentik. Keller menekankan bahwa kita perlu menunjukkan kasih Kristus melalui tindakan dan perkataan. Menjadi saksi Injil berarti hidup yang mencerminkan kasih, pengampunan, dan pengharapan yang hanya ada di dalam Yesus Kristus.
4. Kekuatan Roh Kudus dalam Memberitakan Injil
Memberitakan Injil bukan hanya usaha manusia, tetapi pekerjaan yang diberdayakan oleh Roh Kudus. Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus akan memberi kuasa kepada murid-murid-Nya untuk menjadi saksi di seluruh dunia. Roh Kuduslah yang memampukan orang percaya untuk berbicara dengan keberanian, hikmat, dan kasih dalam mengabarkan Injil.
Ayat terkait:
“Karena Roh yang telah dikaruniakan Allah kepada kita bukanlah roh yang membuat kita takut, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7 TB)
Dalam "The Holy Spirit," Billy Graham menekankan bahwa Roh Kudus adalah sumber kekuatan utama dalam penginjilan. Graham menjelaskan bahwa tanpa Roh Kudus, penginjilan hanya akan menjadi aktivitas yang hampa. Roh Kudus bekerja dalam hati orang-orang yang mendengar Injil, meyakinkan mereka akan kebenaran, dan membawa mereka kepada pertobatan.
John MacArthur dalam "The Gospel According to Jesus" juga menegaskan bahwa Roh Kudus memberi hikmat dan kuasa dalam memberitakan Injil. Menurut MacArthur, Roh Kudus bukan hanya memampukan kita untuk berbicara, tetapi juga mengubah hati orang yang mendengarkan. Tanpa pekerjaan Roh Kudus, penginjilan tidak akan membawa hasil yang kekal.
5. Mengatasi Tantangan dalam Memberitakan Injil
Memberitakan Injil sering kali menghadapi tantangan, baik dari dalam diri maupun dari luar. Ada ketakutan akan penolakan, ketidaknyamanan, atau perasaan tidak layak. Namun, panggilan untuk memberitakan Injil tetap harus dijalankan dengan keberanian dan ketekunan, mengetahui bahwa Allah beserta kita dalam setiap langkah.
Ayat terkait:
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu.” (Yesaya 41:10 TB)
Dalam "Mere Christianity," C.S. Lewis menjelaskan bahwa orang Kristen sering kali merasa enggan memberitakan Injil karena takut akan penolakan atau ketidakpahaman. Namun, Lewis menekankan bahwa kita harus mengandalkan Allah, yang memampukan kita untuk berbicara dengan kasih dan hikmat. Setiap penolakan adalah bagian dari tantangan, tetapi keberanian datang ketika kita menyerahkan diri kita kepada Tuhan.
Dietrich Bonhoeffer dalam "The Cost of Discipleship" menekankan bahwa mengikuti Kristus berarti siap untuk menghadapi kesulitan dan pengorbanan. Bonhoeffer menjelaskan bahwa pemberitaan Injil bukanlah jalan yang mudah, tetapi memerlukan keberanian untuk menghadapi risiko demi kebenaran Injil. Dengan mengingat janji Tuhan untuk selalu menyertai kita, kita dapat menghadapi tantangan dengan iman.
6. Cara Praktis Memberitakan Injil dalam Kehidupan Sehari-hari
Memberitakan Injil bukan hanya tugas yang dilakukan dalam kegiatan khusus, tetapi bisa dilakukan melalui interaksi sehari-hari. Menjadi saksi Injil bisa melalui tindakan sederhana, seperti menunjukkan kasih, berbuat baik, dan berbicara dengan kasih ketika ada kesempatan.
Ayat terkait:
“Hendaklah kamu selalu siap sedia memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” (1 Petrus 3:15 TB)
Menurut Timothy Keller dalam "Center Church," penginjilan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan melalui pelayanan dan kasih yang nyata kepada sesama. Keller menekankan bahwa kita bisa menjadi saksi dengan cara hidup yang mencerminkan kasih Kristus. Memberikan pertolongan kepada orang lain atau sekadar mendengarkan adalah bentuk penginjilan yang efektif karena menunjukkan kasih Tuhan.
Richard Foster dalam "Celebration of Discipline" menekankan bahwa penginjilan juga bisa dilakukan dengan memberikan kesaksian hidup. Foster menekankan bahwa hidup yang mencerminkan kasih, pengampunan, dan pengharapan adalah kesaksian yang kuat. Ketika kita hidup dengan nilai-nilai Injil, orang lain dapat melihat Kristus dalam hidup kita.
Kesimpulan: Menjawab Panggilan untuk Memberitakan Injil
Panggilan untuk memberitakan Injil adalah panggilan bagi setiap orang Kristen untuk menjadi saksi yang hidup dari kasih Allah melalui Yesus Kristus. Dengan menghidupi Amanat Agung, kita dipanggil untuk membawa kabar baik kepada semua orang, membawa mereka kepada pengenalan akan Kristus, dan menunjukkan kasih Allah melalui perkataan dan tindakan kita.
Para pakar teologi seperti John Stott, J.I. Packer, Timothy Keller, dan C.S. Lewis menekankan bahwa memberitakan Injil bukan hanya tugas melainkan panggilan yang penuh dengan tanggung jawab, kasih, dan kehormatan. Dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus, kita dipanggil untuk hidup sebagai saksi Kristus, menghadapi tantangan dengan keberanian, dan berkomitmen untuk membawa Injil kepada setiap orang.
Sebagai orang percaya, kita harus menjadikan hidup kita sebagai refleksi dari kasih Allah, menunjukkan kasih Kristus kepada dunia, dan menjalankan panggilan untuk memberitakan Injil dengan sukacita dan ketekunan. Dengan demikian, kita dapat menjadi alat yang digunakan Tuhan untuk memperluas kerajaan-Nya di dunia.