Dosa yang Berdiam dalam Diri
Pendahuluan:
Dosa yang berdiam dalam diri (indwelling sin) adalah salah satu konsep teologis yang mendalam dalam Alkitab dan banyak dibahas oleh para teolog, terutama dalam tradisi Reformasi. Meski seseorang telah menerima anugerah keselamatan, pergumulan melawan dosa yang berdiam dalam diri tetap menjadi
kenyataan sehari-hari. Rasul Paulus menggambarkan pergumulan ini secara intens dalam Roma 7:15-25.
1. Pengertian Indwelling Sin
1. Definisi Dosa yang Berdiam dalam Diri
Indwelling sin adalah keberadaan dosa yang terus ada dalam manusia, bahkan setelah mereka ditebus oleh darah Kristus. Doktrin ini menyatakan bahwa, meskipun orang percaya telah dibenarkan secara hukum (justification), sifat dosa dalam tubuh manusia masih aktif dan perlu dilawan secara terus-menerus.
Pandangan Teologis:
John Owen, dalam karyanya The Mortification of Sin, menjelaskan bahwa dosa yang berdiam dalam diri adalah "musuh batin yang selalu berperang melawan jiwa orang percaya." Owen menggambarkannya sebagai "akar kerusakan" yang terus mencoba mempengaruhi pikiran, kehendak, dan tindakan manusia.
2. Dasar Alkitabiah
Dasar utama untuk memahami dosa yang berdiam dalam diri ditemukan dalam Roma 7:17-20, di mana Paulus berkata:"Sekarang bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku."
Dalam Galatia 5:17, Paulus juga menjelaskan bahwa Roh dan daging terus berkonflik:
"Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh, dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging."
2. Sifat Dosa yang Berdiam dalam Diri
1. Universalitas Dosa
Dosa yang berdiam dalam diri adalah kenyataan universal bagi semua manusia, termasuk orang percaya. Roma 3:23 menyatakan bahwa semua manusia telah jatuh dalam dosa, dan meskipun dibenarkan, dosa tidak sepenuhnya dihapuskan sampai orang percaya disempurnakan dalam kemuliaan.
Pandangan Teologis:
Augustine, dalam Confessions, menggambarkan dosa yang berdiam dalam diri sebagai "penyakit bawaan" yang terus berusaha menarik manusia menjauh dari Allah.
2. Sifat Berkelanjutan
Dosa yang berdiam dalam diri bersifat persisten. Bahkan setelah mengalami kelahiran baru, orang percaya masih harus berjuang melawan kecenderungan dosa dalam dirinya.
Pandangan Teologis:
Martin Luther, dalam The Bondage of the Will, menjelaskan bahwa sifat dosa yang berdiam dalam diri membuat manusia cenderung terus-menerus membutuhkan anugerah Allah. Tidak ada usaha manusia yang cukup untuk mengalahkan dosa ini tanpa intervensi Allah.
3. Dosa sebagai Musuh Batin
Dosa yang berdiam dalam diri adalah musuh internal yang sering kali bekerja secara tersembunyi, menipu, dan mencoba mengendalikan kehendak manusia.
Pandangan Teologis:
John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menyebut dosa sebagai "penyimpangan hati" yang membuat manusia lebih cenderung mencintai dirinya sendiri daripada mencintai Allah.
3. Efek Dosa yang Berdiam dalam Diri
1. Menghalangi Pertumbuhan Rohani
Dosa yang berdiam dalam diri dapat menghambat pertumbuhan orang percaya dalam keserupaan dengan Kristus. Ibrani 12:1 menyebut dosa sebagai "beban" yang harus dilepaskan agar dapat berlari dalam perlombaan iman.
Pandangan Teologis:
J.I. Packer dalam Knowing God menekankan bahwa dosa yang berdiam dalam diri sering kali menurunkan hasrat manusia untuk bersekutu dengan Allah, memadamkan semangat doa, dan melemahkan iman.
2. Menciptakan Konflik Batin
Dosa yang berdiam dalam diri menyebabkan konflik batin antara keinginan untuk menaati Allah dan kecenderungan untuk berbuat dosa. Roma 7:19 menggambarkan ketegangan ini:
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang aku tidak kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat."
Pandangan Teologis:
Menurut Charles Spurgeon, dosa yang berdiam dalam diri adalah bukti bahwa manusia tidak dapat mengandalkan dirinya sendiri. Pergumulan ini mengingatkan orang percaya akan kebutuhan mereka untuk bersandar sepenuhnya kepada Kristus.
3. Merusak Hubungan dengan Allah dan Sesama
Dosa yang berdiam dalam diri dapat merusak hubungan dengan Allah dan menciptakan konflik dalam komunitas. Keinginan egois, iri hati, dan kesombongan yang berasal dari dosa sering kali menjadi akar dari perpecahan.
4. Solusi atas Dosa yang Berdiam dalam Diri
1. Pembenaran dan Pengudusan
Solusi pertama atas dosa yang berdiam dalam diri adalah pembenaran oleh iman di dalam Kristus. Namun, setelah dibenarkan, proses pengudusan (sanctification) adalah perjuangan terus-menerus untuk melawan dosa.
Pandangan Teologis:
John Murray, dalam Redemption Accomplished and Applied, menyebut pembenaran sebagai titik awal, sementara pengudusan adalah perjalanan yang membutuhkan ketaatan aktif dan bergantung pada Roh Kudus.
2. Hidup oleh Roh
Galatia 5:16 memberikan solusi yang jelas:"Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging."
Hidup oleh Roh berarti membiarkan Roh Kudus memimpin setiap aspek kehidupan kita, menjauhi dosa, dan berfokus pada hal-hal yang memuliakan Allah.
Pandangan Teologis:
A.W. Tozer, dalam The Pursuit of God, menekankan pentingnya mencari hadirat Allah setiap hari. Kehadiran Allah melalui Roh Kudus adalah kunci untuk mengatasi kecenderungan dosa dalam diri.
3. Pembaruan Pikiran
Roma 12:2 memerintahkan orang percaya untuk "dibaharui dalam pikiranmu," agar dapat membedakan kehendak Allah. Pembaruan pikiran melalui firman Tuhan adalah cara efektif untuk melawan dosa yang berdiam dalam diri.
4. Disiplin Rohani
Doa, membaca Alkitab, puasa, dan persekutuan dengan orang percaya adalah sarana anugerah yang diberikan Allah untuk membantu melawan dosa.
5. Pergumulan Indwelling Sin dalam Kehidupan Orang Percaya
1. Pergumulan Paulus sebagai Contoh
Roma 7:24 mencatat seruan Paulus: Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?"
Pergumulan Paulus mencerminkan realitas bahwa bahkan para rasul pun tidak kebal terhadap dosa yang berdiam dalam diri.
2. Kemenangan dalam Kristus
Namun, Paulus tidak berhenti pada pergumulan. Ia memberikan jawabannya dalam Roma 7:25:"Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita."
Kemenangan melawan dosa yang berdiam dalam diri hanya mungkin melalui kuasa Kristus.
6. Pandangan Para Teolog tentang Indwelling Sin
1. Augustine
Augustine menulis dalam Confessions bahwa dosa yang berdiam dalam diri adalah "perbudakan kehendak." Hanya kasih karunia Allah yang dapat membebaskan manusia dari belenggu dosa ini.
2. John Owen
Owen melihat dosa yang berdiam dalam diri sebagai musuh yang harus "dimatikan" setiap hari. Ia menulis: "Jika Anda tidak mematikan dosa, dosa akan mematikan Anda."
3. Martin Luther
Luther menggambarkan manusia sebagai simul justus et peccator—"benar sekaligus berdosa." Orang percaya telah dibenarkan, tetapi pergumulan melawan dosa tetap berlangsung sampai mereka dimuliakan.
7. Relevansi Indwelling Sin bagi Kehidupan Orang Percaya
1. Kesadaran akan Kebutuhan Anugerah
Doktrin ini mengingatkan orang percaya bahwa mereka tidak dapat berjalan sendiri, melainkan selalu membutuhkan kasih karunia dan kekuatan Allah.
2. Kehidupan yang Berjaga-jaga
Kesadaran akan dosa yang berdiam dalam diri mendorong orang percaya untuk hidup dalam kewaspadaan dan doa, menghindari godaan, dan memperkuat hubungan dengan Allah.
3. Pengharapan dalam Kristus
Meskipun pergumulan melawan dosa adalah kenyataan sehari-hari, orang percaya memiliki pengharapan bahwa kemenangan akhir telah dijamin dalam Kristus.
Kesimpulan: Berjuang dengan Pengharapan
Dosa yang berdiam dalam diri adalah musuh nyata bagi setiap orang percaya. Namun, melalui pembenaran, pengudusan, dan karya Roh Kudus, kita dipanggil untuk melawan dosa ini dengan keberanian dan ketekunan. Roma 8:1 memberikan penghiburan:
"Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus."
Semoga kita terus hidup dalam pengharapan, berjuang melawan dosa dengan kekuatan yang diberikan Allah, sambil menantikan hari ketika kita disempurnakan dalam kemuliaan bersama-Nya.